[TAFSIR-QS:67] : al-MULK
اَمَّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ یَرۡزُقُکُمۡ اِنۡ اَمۡسَکَ رِزۡقَہٗ ۚ بَلۡ لَّجُّوۡا فِیۡ عُتُوٍّ وَّ نُفُوۡرٍ
Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya?
Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri?
―QS. 67:21
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 21. Oleh Kementrian Agama RI
Kepada orang-orang kafir yang mengingkari rezeki Allah, disampaikan
pernyataan dalam bentuk pertanyaan bahwa tak seorang pun dapat memberi
rezeki, bila Allah menahan untuk tidak memberikan rezeki itu kepada
mereka.
Mereka diminta merenungkan seandainya Allah tidak lagi
menurunkan hujan, mematikan segenap tumbuh-tumbuhan sehingga seluruh
permukaan bumi kering dan tandus, mematikan semua hewan ternak yang
dapat dimakan, menjadikan matahari berhenti terbit di ufuk timur dan
menjadikan hari terus menerus terang-benderang tanpa berganti dengan
gelap, bagaimana dan dari manakah mereka akan beroleh rezeki?
Kemudian diterangkan bahwa sebenarnya orang-orang kafir itu percaya akan keesaan dan kekuasaan Allah.
Mereka mempersekutukan Allah hanya didorong oleh kesombongan serta
keengganan mereka menerima kebenaran karena takut kehilangan kedudukan
dan pengaruh di dalam masyarakatnya.
Kesombongan dan keingkaran itu
timbul dan disuburkan oleh tipu daya serta godaan setan yang selalu
menumbuhkan perasaan dalam pikiran dan angan-angan mereka bahwa
perbuatan mereka yang buruk itu adalah perbuatan baik dan terpuji.
Memang demikianlah tujuan setan hidup di dunia ini.
Allah berfirman:
(Allah) berfirman, “Maka turunlah kamu darinya (surga); karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya.
Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina.” (Iblis)
menjawab, “Berilah aku penangguhan waktu, sampai hari mereka
dibangkitkan.” (Allah) berfirman, “Benar, kamu termasuk yang diberi
penangguhan waktu.”
(Al-A’raf: 13-15)
اَفَمَنۡ یَّمۡشِیۡ مُکِبًّا عَلٰی وَجۡہِہٖۤ اَہۡدٰۤی اَمَّنۡ یَّمۡشِیۡ سَوِیًّا عَلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ
Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih
banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas
jalan yang lurus?
―QS. 67:22
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 22. Oleh Kementrian Agama RI
Pada ayat ini, Allah memberikan perbandingan kepada manusia antara
perjalanan hidup yang ditempuh oleh orang-orang kafir dengan yang
ditempuh oleh orang-orang yang beriman.
Perbandingan ini diberikan
dalam bentuk pertanyaan yang menyatakan bahwa orang yang selalu
terjerembab atau tersungkur ketika berjalan dan kakinya selalu
tersandung karena melalui jalan yang berbatu-batu dan berlubang-lubang,
tidak mungkin akan selamat dan berjalan lebih cepat mencapai tujuan
dibandingkan dengan orang yang berjalan dalam suasana yang baik dan
aman, di atas jalan yang datar dan mulus, serta dalam cuaca yang baik
pula.
Perbandingan dalam ayat di atas dikemukakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Kalimat pertanyaan dalam ayat ini bukanlah maksudnya untuk menanyakan
sesuatu yang tidak diketahui, tetapi untuk menyatakan suatu maksud yaitu
bahwa perbuatan orang-orang kafir itu adalah perbuatan yang tidak
benar.
Dinyatakan bahwa perjalanan hidup orang-orang kafir itu
adalah perjalanan hidup menuju kesengsaraan dan penderitaan yang sangat.
Seakan-akan ayat ini menyatakan bahwa tentu orang yang berjalan
tertelungkup dengan muka menyapu tanah akan mudah tersesat dalam
perjalanannya mengarungi samudera hidup di dunia yang fana ini, sedang
di akhirat kelak mereka akan dimasukkan ke dalam neraka yang
menyala-nyala.
Sedangkan orang yang berjalan dengan cara yang baik,
menempuh jalan yang baik dan lurus, yaitu jalan yang diridai Allah,
tidak akan tersesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini dan pasti
akan sampai kepada tujuan yang diinginkannya dan diridai Allah.
Di akhirat nanti, mereka akan menempati surga yang penuh kenikmatan yang disediakan Allah bagi mereka yang bertakwa.
Selanjutnya
dapat pula diambil pengertian dari ayat ini bahwa manusia dalam
menjalankan usahanya, melaksanakan pekerjaan, dan menunaikan
kewajibannya haruslah berdasarkan kepada ketentuan agama Islam, petunjuk
ilmu pengetahuan, akal pikiran yang sehat dan pengalaman, serta hasil
penelitian para ahli sebelumnya.
Ini bertujuan agar usaha dan pekerjaannya membuahkan hasil yang baik.
Janganlah ia membabi-buta atau bekerja dengan semaunya saja, karena
yang demikian itu hanyalah akan mengundang kegagalan dan bencana, baik
untuk dirinya maupun orang lain.
قُلۡ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَنۡشَاَکُمۡ وَ جَعَلَ لَکُمُ السَّمۡعَ وَ الۡاَبۡصَارَ وَ الۡاَفۡـِٕدَۃَ ؕ قَلِیۡلًا مَّا تَشۡکُرُوۡنَ
Katakanlah:
“Dialah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”.
(Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.
―QS. 67:23
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 23. Oleh Kementrian Agama RI
Selanjutnya dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia memperhatikan kejadian diri mereka sendiri.
Allah memerintahkan Nabi Muhammad mengatakan kepada orang-orang kafir
bahwa sesungguhnya Allah-lah yang menganugerahkan kepada manusia telinga
sehingga dapat mendengarkan ajaran-ajaran agama-Nya yang disampaikan
kepada mereka oleh para rasul.
Allah juga menganugerahkan kepada
mereka mata sehingga mereka dapat melihat, memandang, dan memperhatikan
kejadian alam semesta ini.
Diberi-Nya mereka hati, akal, dan pikiran
untuk memikirkan, merenungkan, menimbang, dan membedakan mana yang baik
bagi mereka dan mana yang tidak baik, mana yang bermanfaat dan mana
pula yang tidak bermanfaat.
Sebenarnya dengan anugerah Allah itu, manusia dapat mencapai semua yang baik bagi diri mereka sebagai makhluk-Nya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati merupakan satu kesatuan.
Pendengaran dan penglihatan adalah piranti yang digunakan oleh manusia
untuk dapat memahami ayat-ayat Allah, sunatullah, yang dapat digunakan
(diaplikasikan) dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk
dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Metode observasi (pengamatan)
dalam penemuan-penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat
bergantung kepada penggunaan piranti pendengaran dan penglihatan.
Namun apabila hanya piranti pendengaran dan penglihatan yang dipakai,
dan mengabaikan hati (al-af’idah) dalam keputusan penerapannya, maka
hasilnya akan counter productive, yaitu akan memberikan hasil yang lebih
banyak mudaratnya dibanding manfaatnya.
Pada hakikatnya, hati
(al-af’idah) harus dijadikan panduan dalam pengambilan keputusan untuk
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dihasilkan dengan metode
pendengaran dan penglihatan tadi.
Dari al-af’idah ini dapat
dikembangkan etika ilmu pengetahuan dan teknologi (science ethics) yang
didasarkan kepada nilai-nilai Islami.
Sedikit sekali manusia yang mau bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya itu.
Sangat sedikit manusia yang menyadari ketergantungan mereka kepada
nikmat itu, padahal apabila sedikit saja nikmat itu ditangguhkan
pemberiannya kepadanya atau dicabut oleh Tuhan, mereka merasa mendapat
kesulitan yang sangat besar.
Di saat itulah mereka ingat kepada-Nya.
Akan tetapi, bila nikmat itu mereka peroleh kembali dan kesukaran itu telah berlalu, mereka kembali kafir kepada Allah.
قُلۡ ہُوَ الَّذِیۡ ذَرَاَکُمۡ فِی الۡاَرۡضِ وَ اِلَیۡہِ تُحۡشَرُوۡنَ
Katakanlah:
“Dialah Yang menjadikan kamu berkembang biak di muka bumi, dan hanya kepada-Nya-lah kamu kelak dikumpulkan”.
―QS. 67:24
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 24. Oleh Kementrian Agama RI
Allah memerintahkan agar Nabi Muhammad menyampaikan kepada orang-orang
kafir bahwa Dia telah menciptakan mereka semua dalam bentuk yang
berbeda-beda dan warna kulit yang bermacam-macam, menyediakan tempat
bagi mereka di bumi dan menyebarkan mereka semua ke setiap penjuru bumi.
Allah pulalah yang memudahkan mereka menguasai dan mengolah bumi untuk hidup dan kehidupan mereka.
Oleh karena itu, hanya kepada Allah-lah mereka kembali dan
mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah mereka kerjakan
selama hidup di bumi.
Di akhirat nanti Allah akan memberikan balasan dengan adil kepada mereka semua.
Perbuatan baik dibalas dengan pahala yang berlipat ganda, sedangkan
perbuatan buruk diganjar dengan siksaan api neraka setimpal dengan
keburukan amalnya.
وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہٰذَا الۡوَعۡدُ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ
Dan mereka berkata:
“Kapankah datangnya ancaman itu jika kamu adalah orang-orang yang benar?”
―QS. 67:25
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 25. Oleh Kementrian Agama RI
Orang-orang kafir itu bertanya kepada Rasulullah ﷺ dengan maksud
mengejek dan menentang tentang kapan waktunya ditimpakan kepada mereka
runtuhan tanah yang mengimpit, angin kencang yang bercampur batu yang
mengembus dan melemparkan mereka, sebagai azab yang sering disebut-sebut
akan menimpa orang kafir?
Kapan pula datangnya hari Kiamat yang
pada hari itu seluruh perbuatan manusia selama hidup di dunia akan
dipertanggungjawabkan, dan mereka sebagai orang yang durhaka akan masuk
ke dalam neraka?
Mereka minta dijelaskan semuanya, jika Nabi termasuk orang yang dapat dipercaya perkataannya.
Dari
pertanyaan orang-orang kafir ini dipahami bahwa mereka menantang
kebenaran yang disampaikan Rasulullah ﷺ, karena menurut mereka yang
diancam itu tidak mungkin terjadi.
Menurut mereka, mestinya Muhammad
ﷺ dan pengikut-pengikutnya yang akan diazab, dan kenyataannya mereka
telah diazab Allah di dunia, berupa kesengsaraan dan siksaan yang
ditimpakan kepada mereka seperti kemiskinan, kemelaratan, dan hukuman
yang diberikan oleh orang-orang kafir Mekah kepada mereka.
Orang-orang kafir itu mengatakan bahwa yang akan diterima Muhammad dan
pengikut-pengikutnya di akhirat nanti lebih berat dari siksaan yang
mereka terima di dunia.
قُلۡ اِنَّمَا الۡعِلۡمُ عِنۡدَ اللّٰہِ ۪ وَ اِنَّمَاۤ اَنَا نَذِیۡرٌ مُّبِیۡنٌ
Katakanlah:
“Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya pada sisi Allah.
Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan”.
―QS. 67:26
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 26. Oleh Kementrian Agama RI
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Rasulullah menjawab omongan orang
kafir itu dengan mengatakan, “Wahai orang-orang kafir, hanya Allah
sajalah yang mengetahui semua yang kamu tanyakan itu.
Sebab, tentang
kapan datangnya azab, dan terjadinya hari Kiamat termasuk pengetahuan
yang gaib, hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Mengenai diriku,
tidak lain hanyalah rasul dan pesuruh Allah yang diberi tugas
menyampaikan agama-Nya kepada kamu sekalian, agar kamu berbahagia hidup
di dunia dan di akhirat nanti.
Aku diperintahkan-Nya menyampaikan
berita kepadamu bahwa azab itu pasti datang menimpa orang-orang kafir
dan hari Kiamat itu pasti terjadi.
Pada ayat yang lain Allah berfirman:
Manusia bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat.
Katakanlah, “Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi Allah.” Dan
tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya.
(Al-Ahzab: 63)
Dari
jawaban itu dapat dipahami bahwa Rasulullah hanyalah manusia biasa dan
mempunyai sifat-sifat dan kemampuan seperti manusia biasa pula.
Kelebihannya hanyalah terletak pada tugas yang diberikan kepadanya.
Di samping sifatnya seperti manusia biasa, ia diberi tugas menyampaikan agama Allah.
Oleh karena itu, ia tidak mengetahui ilmu yang gaib kecuali jika Allah memberitahukan kepadanya.
Tugasnya bukanlah menjadikan seseorang beriman, tetapi semata-mata
menyampaikan agama Allah dan memberi penjelasan kepada manusia.
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan engkau (Muhammad) bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka.
Maka berilah peringatan dengan Al-Qur’an kepada siapa pun yang takut kepada ancaman-Ku.
(Qaf: 45)
Firman Allah lainnya:
Bukanlah
kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi
Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.
(Al-Baqarah: 272)
فَلَمَّا رَاَوۡہُ زُلۡفَۃً سِیۡٓـَٔتۡ وُجُوۡہُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ قِیۡلَ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تَدَّعُوۡنَ
Ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat) sudah dekat, muka orang-orang kafir itu menjadi muram.
Dan dikatakan (kepada mereka) inilah (azab) yang dahulunya kamu selalu meminta-mintanya.
―QS. 67:27
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 27. Oleh Kementrian Agama RI
Ayat ini menerangkan bahwa hati orang-orang kafir menjadi kecut dan
warna muka mereka berubah setelah meyakini akan dekatnya kedatangan azab
yang dijanjikan pada hari Kiamat dan kedahsyatan yang akan menimpa
mereka pada hari itu.
Mereka berada dalam keadaan penuh ketakutan dan penyesalan yang tidak henti-hentinya.
Pada saat itu malaikat mengatakan, “Inilah hari Kiamat dan azab Allah
yang kamu dustakan sewaktu hidup di dunia dahulu, bahkan kamu selalu
meminta-minta kedatangannya.” Pada ayat yang lain, Allah berfirman:
Dan
jelaslah bagi mereka kejahatan apa yang telah mereka kerjakan dan
mereka diliputi oleh apa yang dahulu mereka selalu
memperolok-olokkannya.
(Az-Zumar: 48)
قُلۡ اَرَءَیۡتُمۡ اِنۡ اَہۡلَکَنِیَ اللّٰہُ وَ مَنۡ مَّعِیَ اَوۡ
رَحِمَنَا ۙ فَمَنۡ یُّجِیۡرُ الۡکٰفِرِیۡنَ مِنۡ عَذَابٍ اَلِیۡمٍ
Katakanlah:
“Terangkanlah kepadaku jika Allah mematikan aku dan
orang-orang yang bersama dengan aku atau memberi rahmat kepada kami,
(maka kami akan masuk surga), tetapi siapakah yang dapat melindungi
orang-orang yang kafir dari siksa yang pedih?”
―QS. 67:28
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 28. Oleh Kementrian Agama RI
Rasulullah ﷺ menyeru orang-orang kafir agar beriman kepada Allah Yang
Maha Esa dan menerangkan bahwa orang-orang yang menyembah berhala itu
adalah orang yang bodoh, karena mereka menyembah sesuatu yang tidak
dapat mendatangkan manfaat dan mudarat.
Sebagai reaksi terhadap
seruan Rasulullah itu, mereka berkata kepada teman-temannya, “Tunggu
sajalah sampai saat tuhan kita membunuh atau mencelakakan Muhammad dan
pengikut-pengikutnya.
Jika mereka telah rusak binasa atau terbunuh semuanya, tentu mereka akan berhenti dengan sendirinya menyiarkan agama mereka.
Pada waktu itu barulah kita terlepas dari gangguan dan hasutan-hasutannya.” Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya?
Mereka menakut-nakutimu dengan (sesembahan) yang selain Dia.
Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
(Az-Zumar: 36)
Allah
membantah perkataan mereka dengan memerintahkan Nabi Muhammad untuk
mengatakan kepada mereka, “Wahai orang-orang musyrik, cobalah terangkan
kepadaku, apakah faedah dan manfaat yang akan kamu peroleh, jika doamu
itu diperkenankan oleh berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah,
sementara aku dan semua orang-orang yang beriman rusak binasa dan mati
semua?
Apakah kebinasaan aku dan orang-orang yang beriman bersamaku itu dapat membebaskan kamu dari azab Allah yang kamu durhakai itu?
Tidaklah kamu sekalian ingat bahwa telah menjadi ketetapan-Nya, bahwa
azab itu tetap diberikan kepada setiap orang yang ingkar kepada-Nya dan
selalu berbuat kejahatan?
Apakah kamu tidak pernah memikirkan akibat doamu itu hai orang-orang kafir?
Seandainya aku dan pengikut-pengikutku mati semua dan dimasukkan-Nya ke
dalam surga yang dijanjikan-Nya kepada kami, apakah kamu akan lepas
dari azab Allah, dan siapakah yang dapat melepaskan kamu dari azab Allah
itu?”
Jawaban yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ di atas
merupakan jawaban yang sangat tepat dan mempengaruhi hati dan pikiran
kaum musyrikin, karena yang menyampaikan perkataan itu kepada mereka
adalah orang yang mereka percayai, segani, dan akui kepemimpinannya.
Orang itu adalah Nabi Muhammad yang pernah mereka serahi menyelesaikan
perselisihan yang terjadi antar mereka, dan mereka mengakui
penyelesaiannya itu adalah penyelesaian yang paling tepat dan adil.
Walaupun ajaran yang disampaikan Muhammad itu berbeda dengan kepercayaan
yang mereka anut, tetapi pribadi Muhammad itu adalah jawaban yang dapat
diterima oleh orang yang mau mempergunakan akal pikirannya dengan
benar.
قُلۡ ہُوَ الرَّحۡمٰنُ اٰمَنَّا بِہٖ وَ عَلَیۡہِ تَوَکَّلۡنَا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ ہُوَ فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ
Katakanlah:
“Dialah Allah Yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal.
Kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata”.
―QS. 67:29
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 29. Oleh Kementrian Agama RI
Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk mengatakan kepada
orang-orang kafir Mekah, “Hai orang-orang kafir; aku dan
pengikut-pengikutku telah beriman kepada Tuhan semesta alam, Tuhan Yang
Maha Pemurah dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, Tuhan yang
menetapkan hukum dengan adil.
Hanya kepada-Nya sajalah kami serahkan
diri dan segala urusan kami, karena Dialah yang menentukan keadaan diri
kami dan hanya kepada-Nya sajalah kami mohon pertolongan, karena hanya
Dialah yang memberi pertolongan dan memberi kami rezeki untuk
kelangsungan hidup dan kehidupan kami.
Hanya Dialah yang dapat membebaskan kami dari semua bencana dan malapetaka yang mungkin menimpa kami.”
Ayat
ini seolah-olah mencela sikap dan tindakan orang-orang kafir yang
menyembah patung-patung yang mereka buat sendiri yang tidak dapat
memberi manfaat dan mudarat bahkan harus mereka sendiri yang memelihara
dan merawatnya.
Demikian pula sikap orang-orang kafir yang selalu
membangga-banggakan kekayaan, kekuasaan, dan keturunan mereka,
sebagaimana Allah berfirman:
Dan mereka berkata, “Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab.”
(Saba’: 35)
Karena kekafiran itu, mereka tidak akan memperoleh kesenangan hidup di akhirat nanti.
Kelak mereka akan mengetahui, siapa di antara mereka dan orang-orang
mukmin yang menempuh jalan yang benar dan siapa yang menempuh jalan yang
sesat.
Yang menempuh jalan yang benar sampai ke tempat yang baik
penuh kenikmatan dan yang menempuh jalan yang sesat tentu akan sampai di
tempat yang sesat pula, penuh kesengsaraan dan penderitaan.
قُلۡ اَرَءَیۡتُمۡ اِنۡ اَصۡبَحَ مَآؤُکُمۡ غَوۡرًا فَمَنۡ یَّاۡتِیۡکُمۡ بِمَآءٍ مَّعِیۡنٍ
Katakanlah:
“Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?”.
―QS. 67:30
Tafsir QS. Al Mulk (67) : 30. Oleh Kementrian Agama RI
Dalam ayat ini, Allah menerangkan lagi tanda-tanda kebesaran dan
kekuasaan-Nya, setelah pada ayat yang lalu Dia memerintahkan agar
bertawakal kepada-Nya.
Allah memerintahkan Muhammad mengatakan
kepada orang-orang kafir, “Hai orang-orang kafir, cobalah terangkan
kepadaku, apa yang terpikir olehmu, seandainya atas kehendak Allah
seluruh air yang mengalir di permukaan bumi ini meresap ke dalam tanah,
sehingga sumber-sumber air dan sumurmu menjadi kering, timba-timbamu
tidak dapat menimba air lagi.
Apakah tuhanmu yang lain dapat
mendatangkan air itu, sehingga kamu dapat minum, kebun-kebunmu menjadi
subur kembali dan binatang-binatang ternakmu dapat berkembang biak?
Tidak ada sesuatu pun yang dapat mendatangkan air itu kecuali Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
Kenapa kamu masih menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang tidak layak bagi-Nya?”
Ayat
ini menyuruh orang-orang kafir membandingkan dasar ketuhanan menurut
pengertian mereka dengan sifat pemahaman ketuhanan menurut agama yang
disampaikan Muhammad ﷺ.
Tuhan yang disembah menurut yang diajarkan
Rasulullah adalah Tuhan pencipta seluruh makhluk, dan menjaga
kelangsungan hidup semua yang hidup di alam ini.
Dia Mahakuasa dan Maha Menentukan segala sesuatu, tidak memerlukan sesuatu apa pun untuk menolong-Nya dan sebagainya.
Bukan Tuhan yang dibuat manusia atau diangkat oleh manusia sendiri
untuk disembah, seperti pemahaman ketuhanan orang-orang musyrik.
Ayat ini seakan mengingatkan mereka bahwa Tuhan yang pantas disembah itu
hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak beranak, tidak dilahirkan, tidak
berserikat dengan suatu apa pun, dan tidak memerlukan makhluk-makhluk
lain untuk membantu-Nya melaksanakan setiap urusan.