[TAFSIR-QS:41] : az-ZUKHRUF
QS. Az Zukhruf (43) : 51
وَ نَادٰی فِرۡعَوۡنُ فِیۡ قَوۡمِہٖ قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ ہٰذِہِ الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا تُبۡصِرُوۡنَ
Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata:
“Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku, maka apakah kamu tidak melihat(nya)?
―QS. 43:51
“Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku, maka apakah kamu tidak melihat(nya)?
―QS. 43:51
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 51. Oleh Kementrian Agama RI
Fir’aun semakin menunjukkan kesombongannya dan kesewenang-wenangannya.
Ia bertanya kepada kaumnya, bertanya untuk menegaskan, bukankah kerajaan Mesir yang besar itu milik dia bukan milik orang lain.
Bukankah sungai-sungai sebagai sumber kehidupan di negeri itu mengalir di bawah istananya dan di dalam kebun-kebunnya.
Pertanyaan itu untuk menunjukan kesombongannya.
Dengan ucapan itu ia hendak menyatakan bahwa dialah penguasa besar dan satu-satunya di negeri itu, yang tidak mungkin dilawan dan dikalahkan.
Oleh karena itu ia tidak akan beriman dan dan tidak akan tunduk kepada Nabi Musa.
Ucapannya itu sekaligus mengandung ancaman kepada siapa saja yang mengikuti Nabi Musa bahwa mereka akan memperoleh nasib yang tidak menguntungkan.
Fir’aun semakin menunjukkan kesombongannya dan kesewenang-wenangannya.
Ia bertanya kepada kaumnya, bertanya untuk menegaskan, bukankah kerajaan Mesir yang besar itu milik dia bukan milik orang lain.
Bukankah sungai-sungai sebagai sumber kehidupan di negeri itu mengalir di bawah istananya dan di dalam kebun-kebunnya.
Pertanyaan itu untuk menunjukan kesombongannya.
Dengan ucapan itu ia hendak menyatakan bahwa dialah penguasa besar dan satu-satunya di negeri itu, yang tidak mungkin dilawan dan dikalahkan.
Oleh karena itu ia tidak akan beriman dan dan tidak akan tunduk kepada Nabi Musa.
Ucapannya itu sekaligus mengandung ancaman kepada siapa saja yang mengikuti Nabi Musa bahwa mereka akan memperoleh nasib yang tidak menguntungkan.
QS. Az Zukhruf (43) : 52
اَمۡ اَنَا خَیۡرٌ مِّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ ہُوَ مَہِیۡنٌ ۬ۙ وَّ لَا یَکَادُ یُبِیۡنُ
Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?
―QS. 43:52
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 52. Oleh Kementrian Agama RI
Fir’aun semakin menunjukkan kecongkakannya.
Ia menghina Nabi Musa.
Ia bertanya kepada kaumnya, sekali lagi untuk menegaskan, bukankah yang terbaik adalah dia, sedangkan Nabi Musa adalah seorang yang hina karena ia tidak memiliki apa-apa, seperti kekuasaan, jabatan, dan kekayaan seperti yang ia miliki.
Dan bukankah Nabi Musa itu begitu hinanya mengingat untuk menjelaskan sesuatu dengan kata-kata saja ia tidak mampu.
Yang dimaksudkannya adalah ketidakmampuan Nabi Musa berbicara secara jelas karena lidahnya kelu sebagaimana diakuinya dalam doanya kepada Allah agar memperkuatnya dengan mengutus saudaranya, Nabi Harun.
Allah berfirman:
Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku.
(Al-Qasas: 34)
Tujuan Fir’aun bertanya kepada kaumnya dengan menyampaikan kekurangan-kekurangan Nabi Musa bukanlah untuk bertanya tetapi untuk tujuan menghina beliau.
Ia berharap dengan mengemukakan kekurangan Nabi Musa, rakyatnya memiliki pandangan yang tidak baik kepadanya dan tidak mempercayainya.
.
―QS. 43:52
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 52. Oleh Kementrian Agama RI
Fir’aun semakin menunjukkan kecongkakannya.
Ia menghina Nabi Musa.
Ia bertanya kepada kaumnya, sekali lagi untuk menegaskan, bukankah yang terbaik adalah dia, sedangkan Nabi Musa adalah seorang yang hina karena ia tidak memiliki apa-apa, seperti kekuasaan, jabatan, dan kekayaan seperti yang ia miliki.
Dan bukankah Nabi Musa itu begitu hinanya mengingat untuk menjelaskan sesuatu dengan kata-kata saja ia tidak mampu.
Yang dimaksudkannya adalah ketidakmampuan Nabi Musa berbicara secara jelas karena lidahnya kelu sebagaimana diakuinya dalam doanya kepada Allah agar memperkuatnya dengan mengutus saudaranya, Nabi Harun.
Allah berfirman:
Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku.
(Al-Qasas: 34)
Tujuan Fir’aun bertanya kepada kaumnya dengan menyampaikan kekurangan-kekurangan Nabi Musa bukanlah untuk bertanya tetapi untuk tujuan menghina beliau.
Ia berharap dengan mengemukakan kekurangan Nabi Musa, rakyatnya memiliki pandangan yang tidak baik kepadanya dan tidak mempercayainya.
.
QS. Az Zukhruf (43) : 53
فَلَوۡ لَاۤ اُلۡقِیَ عَلَیۡہِ اَسۡوِرَۃٌ مِّنۡ ذَہَبٍ اَوۡ جَآءَ مَعَہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ مُقۡتَرِنِیۡنَ
Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?”
―QS. 43:53
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 53. Oleh Kementrian Agama RI
Fir’aun memberikan alasan mengapa Nabi Musa tidak pantas memperoleh kemuliaan dan tidak layak diimani sebagai rasul, karena ia tidak memiliki gelang-gelang emas sebagai tanda ia kaya, dan tidak didampingi malaikat-malaikat sebagai tanda ia seorang rasul.
Dengan demikian Fir’aun membuat tolok ukur kemuliaan itu adalah dengan kekayaan, dan tolok ukur kebenaran pada hal-hal yang kasat mata.
Allah tidak meletakkan tolok ukur kemuliaan itu pada materi tetapi pada ketakwaan, sebagaimana firman Allah:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.
(Al-Hujurat/49: 13)
Allah tidak meletakkan tolok ukur kebenaran sebagai seorang rasul itu pada sesuatu yang dapat diindera, namun pada kebenaran jalan yang ditempuhnya, yaitu pada kebenaran wahyu yang diperolehnya dari Allah.
Allah berfirman:
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(Al-Kahf: 110)
Perlakuan yang tidak layak juga dialami Nabi Muhammad ﷺ bahkan lebih hebat lagi.
Kaumnya tidak mempercayainya sebagai seorang rasul karena ia tidak memiliki apa-apa.
Mereka memintanya, di samping menjadi orang kaya, juga dapat menciptakan peristiwa-peristiwa yang luar biasa sampai-sampai mereka ingin melihat Allah dan malaikat secara kasat mata.
Permintaan itu tentu tidak mungkin ia penuhi karena sudah di luar kuasanya dan mustahil dipenuhi.
Beliau hanya menjawab, “Mahasuci Tuhanku, dan saya hanya seorang manusia yang menjadi rasul.” Katakanlah (Muhammad), “Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”(Al-Isra’: 93)
Fir’aun memberikan alasan mengapa Nabi Musa tidak pantas memperoleh kemuliaan dan tidak layak diimani sebagai rasul, karena ia tidak memiliki gelang-gelang emas sebagai tanda ia kaya, dan tidak didampingi malaikat-malaikat sebagai tanda ia seorang rasul.
Dengan demikian Fir’aun membuat tolok ukur kemuliaan itu adalah dengan kekayaan, dan tolok ukur kebenaran pada hal-hal yang kasat mata.
Allah tidak meletakkan tolok ukur kemuliaan itu pada materi tetapi pada ketakwaan, sebagaimana firman Allah:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.
(Al-Hujurat/49: 13)
Allah tidak meletakkan tolok ukur kebenaran sebagai seorang rasul itu pada sesuatu yang dapat diindera, namun pada kebenaran jalan yang ditempuhnya, yaitu pada kebenaran wahyu yang diperolehnya dari Allah.
Allah berfirman:
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(Al-Kahf: 110)
Perlakuan yang tidak layak juga dialami Nabi Muhammad ﷺ bahkan lebih hebat lagi.
Kaumnya tidak mempercayainya sebagai seorang rasul karena ia tidak memiliki apa-apa.
Mereka memintanya, di samping menjadi orang kaya, juga dapat menciptakan peristiwa-peristiwa yang luar biasa sampai-sampai mereka ingin melihat Allah dan malaikat secara kasat mata.
Permintaan itu tentu tidak mungkin ia penuhi karena sudah di luar kuasanya dan mustahil dipenuhi.
Beliau hanya menjawab, “Mahasuci Tuhanku, dan saya hanya seorang manusia yang menjadi rasul.” Katakanlah (Muhammad), “Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”(Al-Isra’: 93)
.
QS. Az Zukhruf (43) : 54
فَاسۡتَخَفَّ قَوۡمَہٗ فَاَطَاعُوۡہُ ؕ اِنَّہُمۡ کَانُوۡا قَوۡمًا فٰسِقِیۡنَ
Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya.
Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.
―QS. 43:54
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 54. Oleh Kementrian Agama RI
Upaya Fir’aun mempengaruhi dan mengelabui rakyatnya berhasil.
Rakyat Mesir patuh kepadanya dan tidak mau beriman kepada Nabi Musa bahkan membencinya.
Mereka digolongkan oleh Allah sebagai orang-orang fasik, yaitu orang-orang yang benar-benar telah melanggar ajaran-ajaran agama dan keluar dari kebenaran.
Upaya Fir’aun mempengaruhi dan mengelabui rakyatnya berhasil.
Rakyat Mesir patuh kepadanya dan tidak mau beriman kepada Nabi Musa bahkan membencinya.
Mereka digolongkan oleh Allah sebagai orang-orang fasik, yaitu orang-orang yang benar-benar telah melanggar ajaran-ajaran agama dan keluar dari kebenaran.
.
QS. Az Zukhruf (43) : 55
فَلَمَّاۤ اٰسَفُوۡنَا انۡتَقَمۡنَا مِنۡہُمۡ فَاَغۡرَقۡنٰہُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ
Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut),
―QS. 43:55
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 55. Oleh Kementrian Agama RI
Kefasikan Fir’aun dan kaumnya semakin menjadi-jadi.
Mereka semakin lupa daratan bahkan memandang Fir’aun adalah tuhan.
Tindakan itu sudah sampai ke puncaknya, yang tidak mungkin lagi dimaafkan oleh Allah dan sangat disesalkan.
Allah pun menjatuhkan hukuman-Nya, ketika Fir’aun dan balatentaranya mengejar Nabi Musa dan kaumnya sampai ke Laut Merah, Allah menenggelamkannya di laut itu.
Dengan demikian ia tewas karena kesombongannya memiliki kekayaan dan kekuasaan, dan kebenaran pun terungkap walaupun diusung hanya oleh seorang manusia biasa yang tidak punya kekuasaan apa-apa.
Penundaan hukuman terhadap orang yang jahat itu disebut istidraj, yaitu pelaku perbuatan dosa dibiarkan melakukan kejahatan sehingga dosanya meningkat terus sampai ke puncaknya, bila pelakunya tidak mempan lagi dinasehati.
Bila dosa-dosa itu sudah sampai di puncaknya, maka Allah tidak mungkin memaafkannya lagi, lalu Ia akan menjatuhkan hukuman-Nya.
Nabi bersabda dalam sebuah riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, ath-thabrani dan (Baihaqi: ‘Uqbah bin ‘Amir meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Apabila engkau melihat Allah memberikan kepada seorang hamba kenikmatan duniawi yang ia inginkan dari dunia sedangkan ia selalu bermaksiatm maka sesungguhnya hal tersebut merupakan istidraj.” Kemudian Nabi ﷺ membaca ayat, “Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka.
Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.”
(Riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, ath-thabrani dan (Baihaqi)
Kefasikan Fir’aun dan kaumnya semakin menjadi-jadi.
Mereka semakin lupa daratan bahkan memandang Fir’aun adalah tuhan.
Tindakan itu sudah sampai ke puncaknya, yang tidak mungkin lagi dimaafkan oleh Allah dan sangat disesalkan.
Allah pun menjatuhkan hukuman-Nya, ketika Fir’aun dan balatentaranya mengejar Nabi Musa dan kaumnya sampai ke Laut Merah, Allah menenggelamkannya di laut itu.
Dengan demikian ia tewas karena kesombongannya memiliki kekayaan dan kekuasaan, dan kebenaran pun terungkap walaupun diusung hanya oleh seorang manusia biasa yang tidak punya kekuasaan apa-apa.
Penundaan hukuman terhadap orang yang jahat itu disebut istidraj, yaitu pelaku perbuatan dosa dibiarkan melakukan kejahatan sehingga dosanya meningkat terus sampai ke puncaknya, bila pelakunya tidak mempan lagi dinasehati.
Bila dosa-dosa itu sudah sampai di puncaknya, maka Allah tidak mungkin memaafkannya lagi, lalu Ia akan menjatuhkan hukuman-Nya.
Nabi bersabda dalam sebuah riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, ath-thabrani dan (Baihaqi: ‘Uqbah bin ‘Amir meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Apabila engkau melihat Allah memberikan kepada seorang hamba kenikmatan duniawi yang ia inginkan dari dunia sedangkan ia selalu bermaksiatm maka sesungguhnya hal tersebut merupakan istidraj.” Kemudian Nabi ﷺ membaca ayat, “Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka.
Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.”
(Riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, ath-thabrani dan (Baihaqi)
.
QS. Az Zukhruf (43) : 56
فَجَعَلۡنٰہُمۡ سَلَفًا وَّ مَثَلًا لِّلۡاٰخِرِیۡنَ
dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.
―QS. 43:56
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 56. Oleh Kementrian Agama RI
Kasus Fir’aun itu merupakan contoh yang patut dijadikan pelajaran oleh generasi-generasi berikutnya sampai hari Kiamat.
Pelajarannya adalah agar siapa pun tidak meniru tingkah laku Fir’aun yang congkak dan durhaka.
Dan bahwa siapa pun yang congkak dan durhaka akan mengalami nasib yang sama seperti Fir’aun itu.
Kasus Fir’aun itu merupakan contoh yang patut dijadikan pelajaran oleh generasi-generasi berikutnya sampai hari Kiamat.
Pelajarannya adalah agar siapa pun tidak meniru tingkah laku Fir’aun yang congkak dan durhaka.
Dan bahwa siapa pun yang congkak dan durhaka akan mengalami nasib yang sama seperti Fir’aun itu.
.
QS. Az Zukhruf (43) : 57
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ
Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamnaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya.
―QS. 43:57
.
―QS. 43:57
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 57. Oleh Kementrian Agama RI
Ayat ini menerangkan bahwa Nabi Isa putra Maryam dijadikan contoh oleh kaum musyrikin Mekah untuk menjatuhkan dan memperolok-olokkan Nabi Muhammad ﷺ.
Hal itu terjadi ketika beliau menyampaikan ayat,”
“Sungguh, kamu (orang kafir) dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah bahan bakar Jahanam.,”
(Al-Anbiya’: 98).
Mereka bersorak-sorai kegirangan, karena menyangka memperoleh alasan untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad bertindak salah berdasarkan ayat itu.
Hal itu karena Nabi Isa disembah oleh sebagian manusia.
Dengan begitu beliau juga akan masuk neraka bersama mereka yang menyembahnya.
Untuk membantah pandangan itu Allah menurunkan ayat, “Sungguh, sejak dahulu bagi orang-orang yang telah ada (ketetapan) yang baik dari Kami, mereka itu akan dijauhkan (dari neraka),”
(Al-Anbiya’21:101).
Dengan demikian Nabi Isa, ‘Uzair, dan pendeta-pendeta serta rahib-rahib yang taat dan hanya menyembah Allah, akan masuk surga, dan orang-orang sesat yang kemudian menjadikan mereka tuhan-tuhan selain Allah akan masuk neraka.
Mengenai Isa sendiri yang disembah mereka yang sesat itu turun ayat ini untuk membantahnya, “Dan tatkala putra Maryam dijadikan perumpamaan, tiba-tiba kaummu, ya Muhammad, bersorak karenanya,” yaitu menyoraki kamu karena firman-Nya itu.
Selanjutnya Allah menjelaskan, “Dia (Isa) tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami anugerahi nikmat dan Kami jadikan tanda untuk Bani Israil.
Dan jika Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan sebagian kalian malaikat-malaikat di bumi yang turun-temurun.
Dan ia (Isa) sungguh merupakan bukti tentang adanya hari Kiamat.”
Ayat ini menerangkan bahwa Nabi Isa putra Maryam dijadikan contoh oleh kaum musyrikin Mekah untuk menjatuhkan dan memperolok-olokkan Nabi Muhammad ﷺ.
Hal itu terjadi ketika beliau menyampaikan ayat,”
“Sungguh, kamu (orang kafir) dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah bahan bakar Jahanam.,”
(Al-Anbiya’: 98).
Mereka bersorak-sorai kegirangan, karena menyangka memperoleh alasan untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad bertindak salah berdasarkan ayat itu.
Hal itu karena Nabi Isa disembah oleh sebagian manusia.
Dengan begitu beliau juga akan masuk neraka bersama mereka yang menyembahnya.
Untuk membantah pandangan itu Allah menurunkan ayat, “Sungguh, sejak dahulu bagi orang-orang yang telah ada (ketetapan) yang baik dari Kami, mereka itu akan dijauhkan (dari neraka),”
(Al-Anbiya’21:101).
Dengan demikian Nabi Isa, ‘Uzair, dan pendeta-pendeta serta rahib-rahib yang taat dan hanya menyembah Allah, akan masuk surga, dan orang-orang sesat yang kemudian menjadikan mereka tuhan-tuhan selain Allah akan masuk neraka.
Mengenai Isa sendiri yang disembah mereka yang sesat itu turun ayat ini untuk membantahnya, “Dan tatkala putra Maryam dijadikan perumpamaan, tiba-tiba kaummu, ya Muhammad, bersorak karenanya,” yaitu menyoraki kamu karena firman-Nya itu.
Selanjutnya Allah menjelaskan, “Dia (Isa) tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami anugerahi nikmat dan Kami jadikan tanda untuk Bani Israil.
Dan jika Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan sebagian kalian malaikat-malaikat di bumi yang turun-temurun.
Dan ia (Isa) sungguh merupakan bukti tentang adanya hari Kiamat.”
.
QS. Az Zukhruf (43) : 58
وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ
Dan mereka berkata:
“Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?”
Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.
―QS. 43:58
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 58. Oleh Kementrian Agama RI
Dalam ayat ini diterangkan bahwa kaum musyrikin Mekah itu membandingkan tuhan-tuhan mereka, yaitu berhala-berhala, dengan Nabi Isa yang telah dipertuhankan oleh orang-orang sesat sebelumnya, manakah yang lebih baik.
Menurut pandangan mereka Nabi Isa tidak lebih baik dari berhala-berhala yang mereka sembah, karena Nabi Isa juga akan masuk neraka bersama mereka dan tuhan-tuhan mereka.
Lalu Allah mematahkan pandangan itu dengan menerangkan bahwa mereka sebenarnya hanya berdebat dan menyanggah tak menentu, karena memang begitulah sifat yang sudah tertanam dalam diri mereka.
.
QS. Az Zukhruf (43) : 59
اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا لِّبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ
Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail
―QS. 43:59
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 59. Oleh Kementrian Agama RI
Allah menegaskan bahwa Nabi Isa sesungguhnya adalah hamba-Nya, bukan anak-Nya dan bukan Tuhan.
Ia telah dikaruniai kemuliaan, yaitu menjadi nabi yang menyampaikan ajaran-ajaran Allah dalam kitab Injil.
Di samping itu Nabi Isa dijadikan-Nya sebagai contoh bagi Bani Israil tentang bukti kekuasaan-Nya, bahwa Ia menciptakan sesuatu melalui proses yang tidak wajar, yaitu menciptakan manusia tanpa ayah.
Dengan mengemukakan contoh itu, Bani Israil dan siapa pun sesudahnya tidak boleh memandangnya sebagai anak Tuhan dan mengangkatnya sebagai tuhan.
.
QS. Az Zukhruf (43) :60
وَ لَوۡ نَشَآءُ لَجَعَلۡنَا مِنۡکُمۡ مَّلٰٓئِکَۃً فِی الۡاَرۡضِ یَخۡلُفُوۡنَ
Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun.
―QS. 43:60
Tafsir QS. Az Zukhruf (43) : 60. Oleh Kementrian Agama RI
Allah membantah kepercayaan kaum musyrikin Mekah bahwa malaikat adalah anak Allah yang harus disembah.
Kepercayaan itu sama dengan kepercayaan sebagian Bani Israil dan orang-orang sesudah mereka tentang Nabi Isa.
Allah menegaskan bahwa bila Ia mau, Ia dapat menciptakan manusia menjadi malaikat yang menghuni bumi ini secara turun-temurun, atau menggantikan manusia di bumi yang juga hidup beranak pinak sampai hari kiamat.
Lalu apakah malaikat itu adalah anak-anak Allah dan pantas disembah?
Dengan penjelasan itu Allah hendak menyampaikan kepada kaum musyrikin Mekah bahwa Ia mampu menciptakan apa saja termasuk yang jauh lebih hebat dari penciptaan Nabi Isa, karena itu hanya Allahlah yang pantas disembah, bukan ciptaan-Nya itu.
Allah membantah kepercayaan kaum musyrikin Mekah bahwa malaikat adalah anak Allah yang harus disembah.
Kepercayaan itu sama dengan kepercayaan sebagian Bani Israil dan orang-orang sesudah mereka tentang Nabi Isa.
Allah menegaskan bahwa bila Ia mau, Ia dapat menciptakan manusia menjadi malaikat yang menghuni bumi ini secara turun-temurun, atau menggantikan manusia di bumi yang juga hidup beranak pinak sampai hari kiamat.
Lalu apakah malaikat itu adalah anak-anak Allah dan pantas disembah?
Dengan penjelasan itu Allah hendak menyampaikan kepada kaum musyrikin Mekah bahwa Ia mampu menciptakan apa saja termasuk yang jauh lebih hebat dari penciptaan Nabi Isa, karena itu hanya Allahlah yang pantas disembah, bukan ciptaan-Nya itu.
https://risalahmuslim.id/quran/az-zukhruf/43-51/
s/d
https://risalahmuslim.id/quran/az-zukhruf/43-60/
s/d
https://risalahmuslim.id/quran/az-zukhruf/43-60/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar