Selasa, 22 Mei 2012

Al-Hijr 01 - 20

Surah Al-Hijr
Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Hijr
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=1&SuratKe=15#Top
1. Alif laam raa. (Surat) ini adalah (sebagian dari) ayat-ayat Al Kitab (yang sempurna), yaitu (ayat-ayat) Al quran yang memberi penjelasan.(QS. 15:1)
Surah Al Hijr 1
الر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ وَقُرْآنٍ مُبِينٍ (1)
Ayat ini menerangkan bahwa ayat-ayat dari surah yang akan dibaca ini termasuk salah satu surah-surah yang ada di dalam Kitab yang Sempurna dan Agung, yaitu Alquran yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Nabi yang terakhir, merupakan kitab yang paling lengkap di antara kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada Rasul-rasul Nya; membenarkan kitab yang terdahulu, menerangkan jalan-jalan yang menuju kepada kebahagiaan, dan jalan-jalan yang sesat yang pernah ditempuh umat-umat terdahulu, sehingga dengan mudah manusia dapat membedakan antara kedua jalan itu, mana yang harus dilalui dan mana yang harus dihindari dan dijauhi.
Di dalam Alquran itu juga terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang ketauhidan, kisah-kisah, budi pekerti yang baik, ilmu pengetahuan, janji Allah dan ancaman Nya, hukum-hukum yang menjadi pedoman bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya di dunia dan di akhirat nanti, sebagaimana firman Allah SWT:

الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (1)
Artinya:
"Alif Lam Ra, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui".
(Q.S Hud: 1)
Dan firman Allah SWT:

المص (1) كِتَابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ لِتُنْذِرَ بِهِ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (2)
Artinya:
"Alif Lam mim sad, ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman".
(Q.S Al A'raf: 1-2)

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hijr 1
الر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ وَقُرْآنٍ مُبِينٍ (1)
(Alif laam raa) hanya Allahlah yang mengetahui maksudnya. (Ini) ayat-ayat ini (adalah sebagian dari ayat-ayat kitab) Alquran; idhafat di sini mengandung makna min yang berarti sebagian (yaitu Alquran yang memberi penjelasan) yang memenangkan perkara yang hak atas perkara yang batil. Lafal ayat ini diathafkan kepada lafal sebelumnya dengan ditambah sifat.
2. Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.(QS. 15:2)
Surah Al Hijr 2
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ (2)
Ayat ini merupakan peringatan Allah SWT kepada orang-orang kafir dengan menerangkan kepada mereka, bahwa di akhirat nanti di saat mereka merasakan beratnya siksa neraka yang sedang menimpa mereka, mereka menyesal atas perbuatan dan tindakan mengingkari Tuhan yang Maha Kuasa yang telah mereka lakukan selama mereka hidup di dunia. Seandainya mereka mengikuti seruan Rasul, melaksanakan perintah-perintah Allah, menghentikan larangan-larangan Nya dan beribadat dengan tunduk dan patuh kepada Nya, tentulah mereka tidak akan di azab seperti yang mereka alami pada hari itu.
Seandainya mereka berbuat sebaliknya, tentulah mereka akan dimasukkan Allah ke dalam surga yang penuh kenikmatan seperti yang dialami oleh orang-orang muslim di saat itu. Tetapi semua penyesalan mereka tidak ada lagi gunanya pada waktu itu, Allah SWT telah menetapkan keputusan Nya yang tidak dapat dirubah lagi.
Dalam suatu hadis Rasulullah Saw diterangkan saat-saat penyesalan mereka itu:

عن أبى موسى رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا إجتمع أهل النار فى النار ومعهم من شاء من أهل القبلة قال الكفار للمسلمين: ألم تكونوا مسلمين قالوا بلى قالوا فما أغنى عنكم الأسلام وقد صرتم معنا فى النار؟ قالوا كانت لنا ذنوب فأخذنا بها فسمع الله ما قالوا ما مر بمن كان فى النار من أهل القبلة فأخرجوا فلما رأى ذلك من بقي من الكفار، قالوا يا ليتنا كنا مسلمين فنخرج كما خرجوا قال ثم قرأ رسول الله صلى الله عليه وسلم أعوذ با الله من الشيطان الرجيم الر تلك آيات
Artinya:
Dari Abu Musa semoga Allah meridainya, ia berkata: "Berkata Rasulullah saw: "Apabila telah berkumpul penghuni neraka dan beserta mereka ada orang yang dikehendaki Allah dari ahli kiblat (orang yang mukmin), berkata orang kafir kepada orang-orang Islam: "Bukankah kamu sekalian dahulu orang-orang Islam". Orang Islam berkata: "Benar". Mereka berkata: "Tidaklah berfaedah bagimu agama Islam yang kamu anut dahulu, sehingga kamu dikumpulkan bersama kami di neraka ini?". Orang-orang Islam berkata: "Kami telah mengerjakan perbuatan dosa, maka kami di azab karenanya. Maka Allah SWT mendengar pembicaraan mereka, lalu memerintahkan orang-orang Islam yang berada di dalam neraka itu, untuk dikeluarkan. Tatkala orang-orang kafir yang tinggal melihat yang demikian, mereka berkata: "Wahai kiranya seandainya kami dahulu orang muslim, tentu kami akan dikeluarkan pula dari neraka, sebagaimana mereka telah dikeluarkan". Berkata Abu Musa: "Kemudian Rasulullah saw mengucapkan: "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk". Dan selanjutnya beliau membaca ayat ini".
(H.R Tabrani)
Firman Allah SWT yang senada dengan ayat ini, ialah:

وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (27)
Artinya:
"Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman" (tentulah kamu melihat sesuatu peristiwa yang mengharukan).
(Q.S Al An'am: 27)
Az Zajjaj berkata: "Sesungguhnya orang kafir, tatkala melihat keadaan azab neraka dan melihat keadaan orang Islam di surga, mereka mengangan-angankan, seandainya dahulu waktu di dunia mereka adalah orang-orang muslim.
Demikianlah Allah melukiskan watak manusia yang ingkar kepada Allah, mereka hanya ingat kepada Allah sewaktu bahaya dan azab menimpa mereka, tetapi bila bahaya dan azab itu telah tiada maka mereka kembali ingkar kepada Allah penolong dan pencipta mereka. Hal yang seperti itu terjadi pula pada orang-orang kafir yang mencita-citakan ingin kembali hidup di dunia untuk beribadat dan mereka berjanji andainya cita-cita mereka itu dikabulkan, mereka akan beriman dengan sungguh-sungguh tidak akan ingkar lagi seperti dahulu. Seandainya manusia itu benar-benar mau beriman, telah cukup petunjuk-petunjuk Allah SWT yang disampaikan oleh Nabi dan Rasul-rasul Nya, tetapi kebanyakan manusia terpengaruh oleh kesenangan hidup duniawi yang sifatnya sementara itu. Mereka lebih menghambakan diri kepada setan yang terkutuk dari pada menghambakan diri kepada Allah, Tuhan penciptanya. Telah cukup banyak kesempatan untuk bertobat dan diberikan Allah sewaktu di dunia kepada mereka, tetapi mereka mengabaikan kesempatan itu. Setelah mereka di akhirat kesempatan itu tidak akan diberikan lagi, bagi mereka telah berlaku Sunatullah yang akan mengazab setiap orang yang ingkar kepada Nya.
Ayat ini merupakan peringatan yang keras bagi orang-orang musyrik Arab khususnya, dan orang-orang kafir pada umumnya, terutama bagi mereka yang menghalangi tersiarnya agama Allah di permukaan bumi. Bagi Nabi saw dan para sahabat, ayat ini merupakan kabar gembira. Pada saat turunnya ayat ini, mereka orang kafir menghalangi dengan keras terlaksananya dakwah Islamiah yang sedang dilakukan Nabi saw dan para sahabat, bahkan kaum musyrik Mekah telah sampai kepada melakukan tindakan penganiayaan disertai dengan ancaman yang keras kepada pengikut Nabi Muhammad, sehingga Nabi dan para sahabat telah mendekati rasa putus asa dan khawatir, seandainya tugas yang dipikulkan Allah tidak dapat terlaksana dengan baik. Dengan turunnya ayat ini menimbulkan rasa optimisme, rasa ketabahan dan kesabaran mereka bertambah karenanya dalam menyiarkan agama Allah karena mereka telah percaya sesungguhnya bahwa agama Islam pasti berkembang dan kemenangan akhir itu ialah kemenangan yang akan diperoleh di akhirat nanti.
Dari ayat ini dan hadis di atas dipahami pula, bahwa pahala atau siksa yang akan diterima oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang kafir adalah setimpal dan sesuai dengan perbuatan yang pernah mereka lakukan.
Seseorang sekalipun ia seorang muslim, jika ia pernah mengerjakan perbuatan dosa, maka Allah akan mengazab mereka karena perbuatan dosa itu, kecuali Allah telah memaafkannya. Dalam pada itu saat melakukan sesuatu perbuatan menentukan pula nilai pahala atau dosa yang diperoleh oleh orang yang melakukan perbuatan itu, sebagaimana ditegaskan oleh firman Allah SWT:

لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (10)
Artinya:
Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Q.S Al Hadid: 10)
3. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).(QS. 15:3)
Surah Al Hijr 3
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (3)
Pada ayat di atas Allah SWT telah melukiskan kepada orang-orang kafir keadaan mereka di akhirat nanti dan keadaan mereka di saat menanggung azab yang pedih, namun lukisan yang demikian tidak membekas sedikitpun di hati mereka, bahkan mereka menganggap peringatan Allah itu sesuatu yang tidak ada artinya sama sekali. Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw jika mereka tetap ingkar sekalipun telah diterima peringatan dan pelajaran, biarkan sajalah mereka dalam kelalaian dan kelengahannya seperti yang telah mereka lakukan itu, biarkanlah mereka mengenyam dan mengecap segala kesenangan dan kelezatan hidup di dunia serta memperturutkan hawa nafsunya, biarkanlah mereka memakan makanan, biarkanlah berbuat sesuka hatinya sampai kepada waktu yang ditentukan. Biarkanlah mereka berangan-angan dan berkhayal, bahwa mereka akan memperoleh harta benda yang tidak terhingga banyaknya, akan memperoleh apa yang mereka inginkan, seperti memperoleh banyak anak dan keturunan, mempunyai istana yang indah, dapat memaksakan kehendaknya atas musuhnya dan atas siapa yang mereka kehendaki.
Peringatan yang disampaikan Allah itu, merupakan ancaman yang keras bagi orang-orang kafir, bahwa perbuatan dan tindakan mereka itu bertentangan dengan ajaran agama Allah, bertentangan dengan budi pekerti dan pribadi muslim.
Kehancuran budi pekerti dan pribadi muslim itu dilukiskan dalam sabda Rasulullah saw:

عن عمرو بن شعيب عن النبى صلى الله عليه وسلم: قال صلاح أول هذه الأمة بالزهد واليقين ويهلك آخرها بالبخل والأمل
Artinya:
Dari Amar bin Syuaib dari Nabi saw, beliau bersabda: "Kebaikan utama umat ini ialah zuhud dan yakin, dan umat akhir zaman akan dirusak oleh kebakhilan dan angan-angannya".
(H.R Ahmad, Tabrani dan Baihaqi)
Sayidina Ali bin Abu Talib berkata: "Bahwasanya yang aku takuti atasmu ada dua perkara, yaitu panjang angan-angan dan memperturutkan hawa nafsu. Maka sesungguhnya panjang angan-angan menjadikan lupa kepada akhirat dan memperturutkan hawa nafsu menghalang-halangi berlakunya yang baik (hak)".
4. Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan.(QS. 15:4)
Surah Al Hijr 4 - 5
وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا وَلَهَا كِتَابٌ مَعْلُومٌ (4) مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ (5)
Ayat ini menerangkan bahwa tidak ada suatu pengertian yang dihancurkan Allah, kecuali jika telah ditentukan Allah waktu kehancurannya di dalam Lohmahfuz, tidak ada sesuatupun yang lupa menuliskannya, tidak ada yang terlambat tidak pula yang terdahulu sedikitpun dari ketentuan waktu yang telah ditetapkan itu.
Dari ayat ini dipahami bahwa Allah SWT tidak akan mengazab sesuatu kaum sebelum ada dasar ketentuan waktu untuk menjatuhkan azab itu. Yang dimaksud dengan dasar, ialah telah diutus seorang Rasul kepada umat tersebut menyampaikan agama Allah.
Ayat ini merupakan peringatan bagi orang-orang musyrik Mekah yang selalu menghalang-halangi Rasulullah dan para sahabatnya menyampaikan risalahnya. Peringatan ini berlaku juga bagi orang-orang yang datang kemudian yang melakukan tindakan yang serupa dengan tindakan-tindakan orang-orang musyrik Mekah itu. Keputusan dan peringatan Allah itu pasti berlaku.
5. Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (nya).(QS. 15:5)
Surah Al Hijr 4 - 5
وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا وَلَهَا كِتَابٌ مَعْلُومٌ (4) مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ (5)
Ayat ini menerangkan bahwa tidak ada suatu pengertian yang dihancurkan Allah, kecuali jika telah ditentukan Allah waktu kehancurannya di dalam Lohmahfuz, tidak ada sesuatupun yang lupa menuliskannya, tidak ada yang terlambat tidak pula yang terdahulu sedikitpun dari ketentuan waktu yang telah ditetapkan itu.
Dari ayat ini dipahami bahwa Allah SWT tidak akan mengazab sesuatu kaum sebelum ada dasar ketentuan waktu untuk menjatuhkan azab itu. Yang dimaksud dengan dasar, ialah telah diutus seorang Rasul kepada umat tersebut menyampaikan agama Allah.
Ayat ini merupakan peringatan bagi orang-orang musyrik Mekah yang selalu menghalang-halangi Rasulullah dan para sahabatnya menyampaikan risalahnya. Peringatan ini berlaku juga bagi orang-orang yang datang kemudian yang melakukan tindakan yang serupa dengan tindakan-tindakan orang-orang musyrik Mekah itu. Keputusan dan peringatan Allah itu pasti berlaku.
6. Mereka berkata: `Hai orang yang diturunkan Al quran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.(QS. 15:6)
Surah Al Hijr 6
وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ (6)
Ayat ini menerangkan perkataan dan ejekan orang-orang kafir Mekah kepada Nabi Muhammad saw sewaktu ayat-ayat Alquran disampaikan kepada mereka. Mereka mengatakan: "Hai Muhammad, laki-laki yang menyatakan dirinya Nabi dan Rasul Allah dan Allah telah menurunkan kepadanya Alquran. Sebenarnya ucapan dan dakwamu itu menunjukkan bahwa kamu sesungguhnya adalah orang yang gila atau ada tanda-tanda gila pada dirimu karena Alquran itu tidak mempunyai arti dan makna sedikitpun, bertentangan dengan pendapat kita, menyalahi kepercayaan yang telah diwariskan nenek moyang kita. Apakah mungkin kita menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran dan tidak disukai pula oleh cerdik pandai dan para ulama kita".
Dari ucapan orang-orang kafir itu, nampak dengan jelas sikap mereka yang sebenarnya terhadap Alquran dan Nabi Muhammad saw. Mereka membantah Alquran tanpa memikirkan dan merenungkan bukti-bukti dan dalil-dalil yang tersebut di dalamnya yang menjelaskan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah yang ada pada diri mereka, pada binatang ternak yang mereka pelihara pada tanaman-tanaman yang mereka tanam untuk memenuhi kebutuhan mereka; pada bumi tempat mereka berdiam, pada alam semesta dan sebagainya. Semuanya itu mereka ingkari dan dustakan tanpa merenungkan dan memikirkan lebih dahulu.
Sikap mereka yang demikian itu ditimbulkan oleh kesesatan hati, keras kepala dan fanatik kepada nenek moyang yang telah terhunjam dalam diri mereka, sebagaimana firman Allah SWT:

مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ ذِكْرٍ مِنْ رَبِّهِمْ مُحْدَثٍ إِلَّا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ (2) لَاهِيَةً قُلُوبُهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا هَلْ هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (3)
Artinya:
Tidak datang kepada mereka suatu ayat dari Alquran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya".
(Q.S Al Anbiya': 2-3)
Karena sikap tidak mau memperhatikan dan rasa fanatik yang mendalam itu, maka mereka mendustakan ayat-ayat Alquran, sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَا تَأْتِيهِمْ مِنْ آيَةٍ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِمْ إِلَّا كَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ (4)
Artinya:
Dan tak ada suatu ayatpun dan ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya (mendustakannya).
(Q.S Al An'am: 4)
Sikap mereka yang demikian menimbulkan sifat sombong dan takabur pada diri mereka, sebagaimana firman Allah SWT:

وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا الْمَلَائِكَةُ أَوْ نَرَى رَبَّنَا لَقَدِ اسْتَكْبَرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ وَعَتَوْا عُتُوًّا كَبِيرًا (21)
Artinya:
Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan (nya) dengan, Kami: "Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?". Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kelaliman.
(Q.S Al Furqan: 21)
7. Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar? `(QS. 15:7)
Surah Al Hijr 7
لَوْ مَا تَأْتِينَا بِالْمَلَائِكَةِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (7)
Selanjutnya orang-orang kafir mengatakan, seandainya engkau hai Muhammad benar-benar percaya atas kebenaran apa yang engkau sampaikan dan percaya bahwa engkau benar-benar Nabi dan Rasul Allah, yang diutus kepada kami, tentulah engkau dapat meminta kepada Allah agar bersama engkau diutus pula seorang malaikat dari langit, yang dapat menguatkan dan membuktikan kenabian dan kerasulan engkau itu kepada kami.
Dari permintaan mereka itu tergambarlah jalan pikiran mereka tentang kenabian dan kerasulan. Menurut mereka jika diutus seorang Nabi atau Rasul, mesti ada malaikat yang mendampinginya, sehingga malaikat dapat menguatkan kenabian dan kerasulannya, memudahkan manusia menerima risalahnya, atau Nabi itu cukup berupa malaikat saja. Menurut jalan pikiran mereka itu, yang membawa ayat-ayat Allah hanyalah makhluk rohani, sedangkan manusia adalah makhluk jasmani (dapat dilihat). Manusia sekalipun mempunyai kekuatan yang tinggi, tetap ia tidak mungkin menjadi Nabi dan Rasul, disebabkan mereka masih bergaul dengan manusia yang lain, mereka terikat dengan keperluan jasmani, seperti makan, minum, berpakaian, ingin kekuasaan, ingin mengumpulkan harta, sangat terikat dengan kehidupan duniawi dan sebagainya. Karena itu mustahil seorang manusia menjadi Nabi dan Rasul, kecuali jika pengangkatan kenabian dan kerasulan itu dikuatkan atau dikukuhkan oleh satu malaikat.
Kepercayaan orang-orang musyrik Mekah ini adalah seperti kepercayaan Firaun dan para pengikutnya tentang Rasul dan Nabi. Menurut mereka semua Rasul yang diangkat Allah, biasanya diangkat dengan upacara yang penuh keagungan dan kebesaran, seperti pengangkatan raja-raja mereka, dengan memakai perhiasan gelang dan kalung yang terbuat dari emas dan dengan pakaian kebesaran atau Rasul itu datang dengan diiringi oleh para malaikat, sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT:

فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ (53) فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ (54)
Artinya:
Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya. Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.
(Q.S Az Zukhruf; 53-54)
Menurut Muqatil, orang-orang Quraisy yang mengejek Nabi Muhammad saw dengan perkataan seperti yang diterangkan ayat di atas adalah Abdullah bin Umaiyah, Nadar bin Haris, Naufal bin Khuwailid dan Walid bin Mugirah. Semua mereka adalah pembesar Quraisy yang terkemuka di waktu itu.
8. Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh.(QS. 15:8)
Surah Al Hijr 8
مَا نُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَا كَانُوا إِذًا مُنْظَرِينَ (8)
Allah berfirman (Kami tidak menurunkan) dan menurut suatu qiraat dibaca tanazzalu dengan membuang salah satu huruf ta-nya (malaikat melainkan dengan benar) untuk membawa azab (dan tiadalah mereka ketika itu) sewaktu malaikat turun dengan membawa azab (diberi tangguh) ditangguhkan azabnya.

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Hijr 8
مَا نُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَا كَانُوا إِذًا مُنْظَرِينَ (8)
Allah menjawab olok-olok orang musyrik Mekah itu dengan ayat ini, bahwa Allah tidak akan menurunkan malaikat, jika tidak ada hikmahnya dan faedahnya. Dalam pada itu seandainya Allah SWT menurunkan para malaikat dari langit dan mengangkatnya sebagai Rasul yang menyampaikan agamanya, maka hal itu tidak ada manfaatnya, tidak akan dapat meyakinkan dan meluruskan akidah orang musyrik itu. Sebagaimana diketahui bahwa malaikat itu adalah makhluk yang gaib dan halus sehingga mata manusia tidak akan sanggup melihatnya. Seandainya Allah SWT menghendaki dan dijadikan Nya malaikat itu berbentuk manusia, sehingga mata manusia dapat melihatnya, kemudian Allah mengutusnya sebagai Nabi dan Rasul kepada mereka, malaikat itu makan dan minum seperti mereka, berjalan dan bergaul bersama mereka, maka akan timbul pula dalam pikiran mereka bahwa malaikat yang diberi tugas seorang Rasul itu seakan-akan manusia seperti mereka, bukan malaikat. Pada saat itu timbullah keraguan dalam diri mereka. Hal ini diterangkan dalam firman Allah SWT:

وَلَوْ جَعَلْنَاهُ مَلَكًا لَجَعَلْنَاهُ رَجُلًا وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ (9)
Artinya:
Dan kalau Kami jadikan Rasul itu (dari) malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki dan (jika Kami jadikan dia berupa laki-laki), Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu.
(Q.S Al An'am: 9)
Dari sikap dan cara mereka seperti yang dikemukakan dalam firman Allah di atas, terbuktilah bahwa sebenarnya hati mereka telah tertutup menerima kebenaran, bukti apapun yang dikemukakan kepada mereka, merekapun tidak akan beriman. Allah SWT berfirman:

وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ (111)
Artinya:
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mreka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah mengendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(Q.S Al An'am: 111)
Karena sikap mereka yang demikian itu, maka Allah memberikan peringatan keras kepada mereka, bahwa penurunan para malaikat itu merupakan tanda bahwa mereka akan ditimpa malapetaka yang besar, mereka akan dihancur leburkan dan riwayat mereka akan berakhir. Ketentuan ini sesuai dengan Sunnatullah, yang telah berlaku bagi umat-umat yang terdahulu yang telah memperolok-olok Rasul-rasul Allah yang telah diutus kepada mereka. Sebelum azab ditimpakan maka diutuslah kepada mereka malaikat, seperti yang pernah terjadi pada kaum Lut, sebagaimana firman Allah SWT:

قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ (81)
Artinya:
Para utusan (malaikat) berkata: "Hai Lut, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga, dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?
(Q.S Hud: 81)
Mujahid dalam penafsiran ayat ini berkata: Bahwa Tuhan menurunkan malaikat hanyalah sebagai Rasul Allah atau sebagai tanda dan pembawa azab Allah.
9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.(QS. 15:9)
Surah Al Hijr 9
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)
(Sesungguhnya Kamilah) lafal nahnu mentaukidkan atau mengukuhkan makna yang terdapat di dalam isimnya inna, atau sebagai fashl (yang menurunkan Adz-Dzikr) Alquran (dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya) dari penggantian, perubahan, penambahan dan pengurangan.

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Hijr 9
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)
Ayat ini merupakan peringatan yang keras bagi orang-orang yang mengabaikan Alquran, mereka tidak percaya bahwa Alquran itu diturunkan Allah kepada Rasul Nya Muhammad, seakan-akan Tuhan menegaskan kepada mereka: "Kamu ini hai orang-orang kafir sebenarnya adalah orang-orang yang sesat yang memperolok-olokan Nabi dan Rasul yang telah Kami utus menyampaikan agama Islam kepadamu. Sesungguhnya sikap kamu yang demikian itu tidak akan mempengaruhi sedikitpun terhadap kemurnian dan kesucian Alquran, karena Kamilah yang menurunkannya. Kamu menuduh Muhammad seorang yang gila tetapi Kami menegaskan bahwa Kami sendirilah yang melihat Alquran itu dari segala macam usaha untuk mengotorinya dan usaha untuk menambah, mengurangi dan merubah ayat-ayatnya. Kami akan memeliharanya dari segala macam bentuk campur tangan manusia terhadapnya. Akan datang saatnya nanti manusia akan menghapal dan membacanya, mempelajari dan menggali isinya, agar mereka memperoleh dari Alquran itu petunjuk dan hikmah, tuntunan akhlak dan budi pekerti yang baik, ilmu pengetahuan dan pedoman berpikir bagi para ahli dan cerdik pandai, serta petunjuk ke jalan hidup di dunia dan di akhirat nanti".
Jaminan Allah SWT terhadap pemeliharaan Alquran itu ditegaskan lagi dalam firman Nya:

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (8)
Artinya:
"Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya Nya meskipun orang-orang kafir benci".
(Q.S As Saf: 8)
Mengenai jaminan Allah terhadap kesucian dan kemurnian Alquran itu serta penegasan bahwa Allah sendirilah yang memeliharanya akan terbukti jika diperhatikan dan dipelajari sejarah turunnya Alquran, cara-cara yang dilakukan Nabi saw menyiarkan memelihara dan membetulkan bacaan para sahabat, melarang menulis selain ayat-ayat Alquran ini dilanjutkan dan sebagainya. Kemudian usaha pemeliharaan Alquran ini dilanjutkan oleh para sahabat, tabiin dan oleh setiap generasi kaum Muslimin yang datang sesudahnya, sampai kepada masa kini.
Untuk mengetahui dan membuktikan bahwa Alquran yang sampai kepada kita sekarang adalah murni dan terpelihara, akan diterangkan sejarah Alquran di masa Rasulullah, zaman sahabat dan usaha kaum Muslimin memeliharanya pada saat ini serta sejarah penulisan dan bacaannya:
Pertama:
Alquran diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. Setiap ayat-ayat yang diturunkan Nabi menyuruh menghafal dan menulisnya di batu, kulit binatang, pelepah tamar dan apa saja yang dapat dipakai untuk ditulis. Nabi menerangkan bagaimana ayat-ayat itu disusun dalam surah, mana yang dahulu dan mana yang kemudian. Nabi mengadakan peraturan, yaitu Alquran sajalah yang boleh ditulis, selain dari Alquran itu, seperti hadis atau pelajaran yang mereka terima dari mulut Nabi dilarang menulisnya. Larangan ini ialah dengan maksud supaya Alquran Karim itu terpelihara, jangan bercampur aduk dengan yang lain yang juga di dengar dari Nabi saw. Di samping menulis Nabi menganjurkan supaya Alquran itu dibaca dan dihafal dan diwajibkan membacanya dalam salat.
Dengan jalan demikian banyaklah orang yang hafal Alquran. Surah yang satu macam dihafal oleh ribuan manusia dan yang hafal seluruh Alquran pun banyak. Dalam pada itu tidak satu ayatpun yang tidak dituliskan. Untuk mendorong usaha menulis Alquran, maka Nabi sangat menghargai kepandaian menulis dan membaca. Pada perang Badar orang-orang musyrikin yang ditawan oleh Nabi, yang tidak mampu menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai tulis baca, masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang muslim menulis dan membaca sebagai ganti tebusan.
Karena itu bertambahlah keyakinan untuk belajar menulis dan membaca dan bertambah banyaklah yang pandai menulis dan membaca, dan banyaklah pula orang-orang yang menulis ayat-ayat yang telah diturunkan. Nabi sendiri mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Alquran untuk beliau. Penulis-penulis beliau yang terkenal ialah Ali bin Abu Talib, Usman bin Affan, Ubay bin Kaab, Zaid bin Sabit dan Muawiah. Yang terbanyak menuliskan ialah Zaid bin Sabit dan Muawiah.
Dengan demikian terdapatlah di masa Nabi tiga unsur yang tolong menolong memelihara Alquran yang telah diturunkan itu, yaitu:
1. Hafalan dari mereka yang hafal Alquran 2. Naskah-naskah yang ditulis untuk Nabi. 3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
Dalam pada itu oleh Jibril diadakan ulangan (repitisi) sekali setahun. Waktu ulangan itu Nabi disuruh mengulang, memperdengarkan Alquran yang telah diturunkan. Di tahun beliau wafat ulangan itu diadakan oleh Jibril dua kali.
Nabi sendiri sering pula mengadakan ulangan itu terhadap sahabat-sahabatnya, maka sahabat-sahabatnya itu disuruhnya membacakan Alquran di hadapannya, untuk membetulkan hafalan dan bacaan mereka.
Nabi baru wafat di waktu Alquran itu telah cukup diturunkan dan telah dihafal oleh ribuan manusia dan telah ditulis dengan lengkap ayat-ayatnya. Ayat-ayatnya dalam suatu surah telah disusun menurut tertib urut yang ditunjukkan sendiri oleh Nabi.
Para sahabat telah mendengar Alquran itu dari mulut Nabi berkali-kali dalam salat, dalam pidato-pidato beliau dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain sebagaimana Nabi sendiripun telah mendengar pula dari mereka. Pendeknya Alquranul Karim telah dijaga dan dipelihara dengan baik dan Nabi telah menjalani suatu cara yang amat praktis untuk memelihara dan menyiarkan Alquran itu sesuai dengan keadaan bangsa Arab di waktu itu.
Suatu hal yang menarik perhatian ialah Nabi baru wafat sebagai disebutkan di atas, di kala Alquran itu telah cukup diturunkan. Hal ini bukanlah suatu kebetulan saja, melainkan telah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Sesudah Rasulullah saw wafat, para sahabat sepakat memilih Abu Bakar sebagai khalifah.
Pada permulaan masa pemerintahannya banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya menjadi murtad dan ada pula di antara mereka mendakwakan menjadi Nabi. Karena itu Abu Bakar memerangi mereka dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Alquran dan sebelum itu telah gugur pula beberapa orang. Atas anjuran Umar bin Khattab dan anjuran itu diterima pula oleh Aba Bakar, maka ditugaskan Zaid bin Sabit menulis kembali Alquran yang naskahnya ditulis pada masa Nabi dan dibetulkan dengan ayat-ayat Alquran yang berada dalam hafalan para sahabat yang masih hidup. Setelah selesai menulisnya dalam lembaran-lembaran, diikat pula dengan benang, tersusun menurut urutan yang telah ditetapkan Rasulullah, kemudian diserahkan kepada Aba Bakar. Setelah Aba Bakar meninggal mushaf ini diserahkan kepada penggantinya Umar bin Khattab. Setelah Umar meninggal mushaf ini disimpan di rumah Hafsah, putri Umar dan istri Rasulullah, sampai kepada masa pembukuan Alquran di masa khalifah Usman bin Affan.
Di masa Khalifah Usman bin Affan daerah pemerintahan Islam telah sampai ke Armenia dan Azarbaijan di sebelah timur dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian kelihatanlah kaum Muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Ke mana mereka pergi dan di mana mereka tinggal Alquranul Karim itu tetap jadi imam mereka, di antara mereka banyak yang hafal Alquran itu. Pada mereka ada naskah-naskah Alquran, tetapi naskah-naskah yang mereka punyai itu tidak sama susunan surah-surahnya.
Begitu juga terjadi di antara mereka pertikaian tentang bacaan Alquran itu. Asal mulanya perbedaan bacaan ini ialah karena Rasulullah sendiripun memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab yang berada di masanya, untuk membacakan dan melafalkan Alquran itu menurut dialek mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan Nabi supaya mereka mudah menghafal Alquran.
Tetapi kemudian kelihatan tanda-tanda bahwa pertikaian tentang bacaan Alquran ini kalau dibiarkan saja akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan di kalangan kaum Muslimin.
Orang yang mula-mula menghadapkan perhatiannya kepada hal ini seorang sahabat yang bernama Huzaifah bin Yaman. Beliau ikut dalam peperangan menaklukkan Armenia dan Azerbaijan, selama dalam perjalanan ia pernah mendengar kaum Muslimin bertikai tentang bacaan beberapa ayat Alquran dan pernah mendengar perkataan seorang muslim kepada temannya: "bacaan saya lebih baik dari bacaanmu".
Hal ini disampaikan oleh Huzaifah kepada khalifah Usman bin Affan. Oleh Usman dimintalah kepada Hafsah mushaf yang disimpannya dahulu; dan dibentuklah panitia terdiri dari Zaid bin Sabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Said bin As dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Tugas panitia ini ialah membukukan Alquran, yakni menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam melaksanakan tugas ini Usman menasihatkan supaya:
a. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Alquran.
b. Kalau ada pertikaian mereka tentang bacaan, maka harus ditulis menurut dialek suku Quraisy sebab Alquran itu diturunkan menurut dialek mereka.
Maka dikerjakanlah oleh panitia sebagaimana yang ditugaskan kepada mereka, dan setelah tugas itu selesai, maka lembaran-lembaran Alquran yang dipinjam dari Hafsah itu dibakar.
Alquran yang telah dibukukan ini dinamakan "Al Mushaf' dan oleh panitia ditulis lima buah "Al Mushaf'. Empat buah di antaranya dikirim ke Mekah, Syria, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula mushaf yang dapat dibaca oleh kaum Muslimin. Sebuah ditinggalkan di Madinah untuk Usman sendiri dan itulah yang dinamai "mushaf Al Imam".
Demikianlah Alquran itu dibukukan pada masa sahabat. Semua mushaf yang diterbitkan kemudian harus disesuaikan dengan mushaf Al Imam. Kemudian usaha menjaga kemurnian Alquran itu tetap dilakukan oleh kaum Muslimin di seluruh dunia, sampai kepada generasi yang sekarang ini.
Usaha-usaha menjaga kemurnian Alquran itu di Indonesia dilakukan dalam bermacam-macam usaha, di antaranya jalan:
1. Mengadakan "Lajnah Pentashih Mushaf Alquran" yang bertugas antara lain meneliti semua mushaf sebelum mushaf itu diedarkan ke tengah masyarakat. Panitia ini langsung dibiayai oleh pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah Menteri Agama.
2. Pemerintah telah mempunyai Naskah Alquran dan merupakan standard dalam penerbitan Alquran di Indonesia yang telah disesuaikan dengan Mushaf Al Imam.
3. Mengadakan Musabaqah Tilawatil Quran setiap tahun yang langsung yang diurus oleh negara.
4. Usaha-usaha yang lain yang dilakukan oleh segenap kaum Muslimin, seperti mengadakan sekolah hafal Alquran, taman pendidikan Alquran perguruan tinggi Alquran dan sebagainya.
Kedua:
Setelah Usman bin Affan wafat mushaf Al Imam tetap dianggap sebagai pegangan satu-satunya oleh umat Islam dalam pembacaan Alquran. Meskipun demikian terdapat juga beberapa perbedaan dalam pembacaan tersebut. Sebab-sebab timbulnya perbedaan itu dapat disimpulkan dalam dua hal:
Pertama: Penulisan Alquran itu sendiri.
Kedua: Perbedaan dialek orang-orang Arab.
Penulisan Alquran itu dapat menimbulkan perbedaan, oleh karena Mushaf Al Imam ditulis oleh sahabat-sababat yang tulisannya belum dapat dikatakan tulisan yang baik, sebagaimana yang diterangkan dalam buku "Mukadimah Ibnu Khaldun". Dalam buku tersebut Ibnu Khaldun berkata: "perhatikanlah akibat-akibat yang terjadi akibat tulisan mushaf yang ditulis sendiri oleh sahabat-sahabat dengan tangannya. Tulisan itu tidak begitu baik, sehingga kadang-kadang terjadilah beberapa kesalahan dalam tulisan, jika ditinjau dari segi tulisan yang baik dan bagus. Di samping itu penulisan Mushaf Al Imam adalah tanpa titik dan baris.
Adapun perbedaan dialek orang-orang Arab telah menimbulkan macam-macam kiraat (bacaan), sehingga pada tahun 200 Hijrah muncullah ahli-ahli qiraah yang tidak terhitung banyaknya.
Di antara dialek-dialek bahasa Arab yang masyhur ialah lahjah Quraisy, Huzail, Tamim, Asad, Rabi'ah, Hawazin dan Saad. Dan waktu itu muncullah qari-qari yang masyhur, dan yang termasyhur ialah tujuh orang Qari', yaitu: Abdullah bin amir, Abu' Ma'ad Abdullah bin Kasir, Abu Bakar Asim bin Abi Abi An Nujud, Abu Amr bin A'la, Nafi' bin Na'im, Abul Hasan Ali bin Hamzah Al Kisa'i Abu Jarah bin Ubiba/Hamzah.
Qiraah-qiraah itu dipopulerkan orang dengan nama "Qiraah Saba`ah (bacaan yang tujuh).
Sebagaimana diterangkan di atas, Alquran mula-mula ditulis tanpa titik dan baris, namun demikian hal ini tidak mempengaruhi pembacaan Alquran, karena para sahabat dan para tabiin adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa Arab. Oleh sebab itu mereka dapat membacanya dengan baik dan tepat. Tetapi setelah agama Islam tersiar dan banyak bangsa yang bukan Arab memeluk agama Islam, sulitlah bagi mereka membaca Alquran tanpa titik dan baris itu. Sangat dikhawatirkan bahwa hal ini akan menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam bacaan Alquran.
Maka Abul Aswad Addu'ali mengambil inisiatif untuk memberi tanda-tanda dalam Alquran dengan tinta yang berlainan warnanya, tanda titik itu ialah titik di atas untuk fatah, titik di bawah untuk kasrah, titik sebelah kiri atas untuk damah dan dua titik untuk tanwin. Hal ini terjadi pada masa Muawiah bin Abu Sofyan.
Kemudian di masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, Nasir bin Asim, dan Yahya bin Amar menambahkan tanda-tanda untuk huruf-huruf yang bertitik dengan tinta yang sama dengan tulisan Alquran. Itu adalah untuk membedakan antara maksud dari titik Abul Aswad Adduali dengan titik yang baru ini. Titik Abul Aswad adalah untuk tanda baca dan titik Nasir bin Asim adalah untuk huruf. Cara penulisan semacam ini tetap berlaku pada masa Bani Umayah, dan pada permulaan kerajaan Abbasiyah, bahkan tetap pula dipakai di Spanyol sampai pertengahan abad ke empat hijrah. Kemudian ternyata bahwa cara pemberian tanda seperti ini menimbulkan kesulitan bagi para pembaca Alquran karena terlalu banyak titik, sedang titik itu lama kelamaan hampir menjadi serupa warnanya.
Maka Al Khalil mengambil inisiatif untuk membuat tanda-tanda yang baru.
yaitu wau kecil ( و ) di atas untuk damah huruf alif kecil ( ا ) untuk tanda fatah, huruf ya kecil ( ي ) untuk tanda kasrah, kepala huruf syin ( ّ ) untuk tanda syaddah, kepala ha ( ْ ) untuk sukun dan kepala 'ain ( ْ ) untuk hamzah.
Kemudian tanda-tanda ini dipermudah dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang ada sekarang.
Demikianlah usaha Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin memelihara dan menjaga Alquran dari segala macam campur tangan manusia, sehingga Alquran yang ada pada tangan kaum Muslimin pada masa kini, persis sama dengan Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dan hal ini dijamin Allah akan tetap terpelihara untuk selamanya.
10. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (beberapa rasul) sebelum kamu kepada umat-umat yang terdahulu.(QS. 15:10)
11. Dan tidak datang seorang rasulpun kepada mereka, melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.(QS. 15:11)
Surah Al Hijr 10 - 11
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي شِيَعِ الْأَوَّلِينَ (10) وَمَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (11)
Dengan ayat ini Allah SWT menghibur hati Nabi Muhammad saw yang dalam keadaan bersedih hati dan mengalami penderitaan akibat olok-olokkan, cercaan dan kelaliman orang-orang musyrik Mekah. Beliau merasa sedih dan duka atas kebodohan kaumnya yang tidak mau memahami Alquran bahkan mengatakan dirinya sendiri orang yang gila. Allah SWT menerangkan bahwa yang sedang dialami Nabi Muhammad itu, telah dialami pula oleh para Rasul yang sebelumnya telah diutus kepada umat-umat yang dahulu. Hampir semua umat-umat yang dahulu memperolok-olokkan Rasul-rasul bahkan di antara mereka ada yang mengadakan rencana jahat untuk membunuhnya. Mereka mengingkari seruan Rasul dan tetap melaksanakan adat kebiasaan dan kepercayaan warisan nenek moyang mereka. Hampir semua Rasul diutus kepada kaumnya sendirian, tanpa teman dan pembantu yang menolongnya kecuali pembantu dan penolong yang diperolehnya setelah melakukan dakwah. Pada umumnya para Rasul itu orang miskin, tanpa pembesar atau penguasa yang menolongnya, tanpa harta benda yang cukup untuk membiayai dakwahnya, tetapi semua Rasul adalah orang-orang yang tabah dan sabar melaksanakan tugas-tugas yang dipikulkan kepadanya.
Seakan-akan dengan ayat ini Allah SWT menegaskan kepada Nabi Muhammad bahwa janganlah putus asa disebabkan sikap dan tindakan-tindakan orang-orang kafir itu, semua Rasul mengalami cobaan dan tantangan seperti itu. Sikap mereka yang demikian itu adalah karena akhlak mereka telah rusak, bahwa nafsu mereka telah mengalahkan semua kebenaran yang mungkin masuk ke dalam hati mereka sehingga mereka tidak dapat menerima ayat-ayat Alquran yang disampaikan kepada mereka.
12. Demikianlah, Kami memasukkan (rasa ingkar dan memperolok-olokkan itu) ke dalam hati orang-orang yang berdosa (orang-orang kafir),(QS. 15:12)
13. mereka tidak beriman kepadanya (Al quran) dan sesungguhnya telah berlalu sunnatullah terhadap orang-orang dahulu.(QS. 15:13)
Surah Al Hijr 12 - 13
كَذَلِكَ نَسْلُكُهُ فِي قُلُوبِ الْمُجْرِمِينَ (12) لَا يُؤْمِنُونَ بِهِ وَقَدْ خَلَتْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ (13)
Ayat ini menerangkan penerimaan orang kafir terhadap Alquran. Mereka memperolok-olokkannya dan tidak menerimanya. Hal ini adalah karena sikap ingkar dan memperolok-olokkan itu telah tumbuh subur di dalam hati sanubari mereka, sehingga dalam diri mereka tidak ada lagi kesediaan menerima kebenaran. Di dalam hati mereka tidak ada lagi pelita yang memancarkan cahaya yang dapat menuntun dan menerangi jalan yang menuju kepada kebenaran. Keadaan mereka itu adalah sama dengan keadaan umat-umat yang dahulu menerima kitab Allah yang disampaikan kepada mereka oleh para Rasul, tidak ada yang berbekas sedikitpun di dalam hati mereka.
Karena itu bagi umat yang telah diutus kepada mereka para Rasul dan mereka mengingkari seruan Rasul itu, berlaku Sunnatullah, yaitu Allah akan membinasakan setiap orang yang mendurhakai Rasul serta menolong dan memberi kemenangan kepada orang-orang yang menerima seruan Rasul itu.
Pada suatu saat nanti orang-orang kafir itu akan mengetahui kebenaran berita dan peringatan Alquran itu, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah SWT:

وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ (88)
Artinya:
Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Alquran setelah beberapa waktu lagi.
(Q.S Sad: 88)
Kebenaran berita-berita Alquran yang dimaksud ayat di atas ada yang terlaksana di dunia seperti kebenaran janji Allah kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan menang dalam peperangan melawan kaum musyrikin dan yang terlaksana di akhirat ialah seperti kebenaran janji Allah tentang balasan dan perhitungan yang akan dilakukan terhadap manusia di hari akhirat nanti.
14. Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya,(QS. 15:14)
15. tentulah mereka berkata: `Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir.`(QS. 15:15)
Surah Al Hijr 14 - 15
وَلَوْ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ (14) لَقَالُوا إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَسْحُورُونَ (15)
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang musyrik Mekah itu adalah orang-orang yang sangat ingkar dan tidak mau menerima kebenaran, keadaan mereka dilukiskan Allah dalam ayat ini. Seandainya Allah membukakan pintu-pintu langit bagi mereka dan menyediakan tangga untuk naik ke langit itu, maka merekapun akan naik.
Seandainya mereka melihat malaikat di langit itu atau suatu keajaiban yang merupakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, mereka tidak akan mau mengakuinya, bahkan mereka mengatakan, mata kami telah dikaburkan sehingga kami tidak melihat tanda dengan jelas sesuatu yang ada di hadapan kami. Apa yang terlihat oleh kami itu tidak lain hanyalah khayalan belaka, sebagai hasil sihir Muhammad yang telah menyihir kami, sehingga kami tidak lagi melihat hakikat kebenaran.
Ayat ini senada dengan firman Allah SWT:

وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ كِتَابًا فِي قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ لَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ (7)
Artinya:
Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata: "ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
(Q.S Al An'am: 7)
16. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (nya),(QS. 15:16)
Surah Al Hijr 16
وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ (16)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT menciptakan benda-benda angkasa berupa planet yang tidak terhitung banyaknya, bulan dan bintang yang kesemuanya menghiasi langit yang menghijau, sehingga menarik hati orang-orang yang memandangnya dan sebagai bahan pemikiran bagi otang-orang yang mau berpikir, terutama dalam mencari kemanfaatan bagi manusia dan kemanusiaan, sebagaimana firman Allah SWT dalam ayat yang lain dinyatakan:

تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا (61) وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا (62)
Artinya:
Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
(Q.S Al Furqan: 61-62)
Pada ayat yang lain Allah SWT menerangkan pula:

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang.
(Q.S Al Mulk; 5)
Bintang-bintang yang diciptakan Allah itu ada yang tidak bercahaya dan ada pula yang bercahaya, berkelip-kelip di malam hari, sebagai firman Allah SWT:

فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (12)
Artinya:
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
(Q.S Fussilat: 12)
Dan firman Allah SWT:

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ (5)
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.
(Q.S Al Mulk: 5)
Cahaya bintang-bintang itu merupakan petunjuk bagi para musafir yang berjalan di tengah-tengah padang pasir di malam hari, bagi kapal-kapal yang berlayar di tengah lautan, bagi kapal terbang dan kapal ruang angkasa yang terbang menuju tempat tujuannya. Matahari, bulan dan bintang itu dapat pula peredarannya dijadikan dasar untuk mengetahui bilangan hari, bilangan tahun dan perhitungan waktu sebagaimana firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (5)
Artinya:
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan di ditetapkan Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu) tidak menciptakan yang demikian itu melainkan Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
(Q.S Yunus: 5)
Bagi orang-orang yang telah beriman kepada Allah SWT, maka suasana malam di saat langit cerah tidak berawan, bintang-bintang bertaburan di angkasa raya cahayanya yang hilang-hilang timbul, demikian pula cahaya bulan purnama yang menimbulkan ketenteraman dalam hati. Semuanya itu menambah kuat imannya, sehingga tanpa disadari mulutnya mengucapkan kata kata yang mengagungkan Allah.
17. dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk,(QS. 15:17)
Surah Al Hijr 17 - 18
وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ (17) إِلَّا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ (18)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT menjaga langit dan perhiasannya itu dari setan yang terkutuk. Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman:

وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ (7)
Artinya:
dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka.
(As Saffat: 7)
Dalam pada itu ada setan yang tidak mengindahkan larangan-larangan Allah, ia mencari berita yang mungkin didengarnya dari para malaikat, maka setan-setan yang demikian itu diburu oleh semburan api yang membakar, sehingga ia lari dan tidak sempat mendengar pembicaraan para malaikat itu. Hal ini dijelaskan oleh firman Allah SWT:

لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ (8)
Artinya:
setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru.
(Q.S As Saffat: 8)
Dan firman Allah lagi:

وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا (8) وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا (9)
Artinya:
"dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)"
(Q.S Al Jin: 8-9)
Seperti yang tersebut di atas bahwa ada beberapa ayat yang menerangkan tentang usaha-usaha setan untuk mendengarkan pembicaraan para malaikat di langit tetapi sebelum sempat ia mendengarkannya, maka ia dikejar dan dibakar oleh semburan api yang panas. Hal ini termasuk perkara yang gaib, karena sukar diketahui dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia dan tidak dapat pula diketahui hakikatnya, serta ada pula bukti-bukti yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan maksud ayat yang sebenarnya. Karena yang menerangkan hal ini adalah Alquran dan pikiran manusia belum sampai kepadanya, maka bagi kaum Muslimin wajib mengimaninya, dan percaya bahwa langit dan bumi serta alam semesta ini adalah milik Allah Yang Maha Pencipta. Allah SWT menjaga dan mengatur semua milik Nya itu. Bagaimana cara Dia mengatur dan menjaga sangat sedikit pengetahuan manusia tentang hal itu. Demikian pula bagaimana setan mengintip pembicaraan para malaikat, bagaimana bentuk semburan api itu memburu setan. Hanya Allah lah Yang Mengetahui.
18. kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.(QS. 15:18)
Surah Al Hijr 17 - 18
وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ (17) إِلَّا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ (18)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT menjaga langit dan perhiasannya itu dari setan yang terkutuk. Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman:

وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ (7)
Artinya:
dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka.
(As Saffat: 7)
Dalam pada itu ada setan yang tidak mengindahkan larangan-larangan Allah, ia mencari berita yang mungkin didengarnya dari para malaikat, maka setan-setan yang demikian itu diburu oleh semburan api yang membakar, sehingga ia lari dan tidak sempat mendengar pembicaraan para malaikat itu. Hal ini dijelaskan oleh firman Allah SWT:

لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ (8)
Artinya:
setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru.
(Q.S As Saffat: 8)
Dan firman Allah lagi:

وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا (8) وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا (9)
Artinya:
"dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)"
(Q.S Al Jin: 8-9)
Seperti yang tersebut di atas bahwa ada beberapa ayat yang menerangkan tentang usaha-usaha setan untuk mendengarkan pembicaraan para malaikat di langit tetapi sebelum sempat ia mendengarkannya, maka ia dikejar dan dibakar oleh semburan api yang panas. Hal ini termasuk perkara yang gaib, karena sukar diketahui dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia dan tidak dapat pula diketahui hakikatnya, serta ada pula bukti-bukti yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan maksud ayat yang sebenarnya. Karena yang menerangkan hal ini adalah Alquran dan pikiran manusia belum sampai kepadanya, maka bagi kaum Muslimin wajib mengimaninya, dan percaya bahwa langit dan bumi serta alam semesta ini adalah milik Allah Yang Maha Pencipta. Allah SWT menjaga dan mengatur semua milik Nya itu. Bagaimana cara Dia mengatur dan menjaga sangat sedikit pengetahuan manusia tentang hal itu. Demikian pula bagaimana setan mengintip pembicaraan para malaikat, bagaimana bentuk semburan api itu memburu setan. Hanya Allah lah Yang Mengetahui.
19. Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.(QS. 15:19)
Surah Al Hijr 19
وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ (19)
Setelah Allah SWT menerangkan tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya di langit dan di bumi, maka dalam ayat ini Allah menerangkan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang dapat dilihat, diketahui, dirasakan dan dipikirkan oleh manusia. Di antaranya ialah: Allah menciptakan bumi seakan-akan terhampar, sehingga mudah didiami manusia, memungkinkan mereka bercocok tanam di atasnya, mudah mereka bepergian ke segala penjuru dunia mencari rezeki yang halal dan bersenang-senang.
Diciptakan Nya pula atas bumi itu jurang-jurang yang dalam, dialiri sungai-sungai yang kecil, kemudian bersatu menuju lautan luas. Diciptakan Nya pula di atas bumi itu gunung-gunung yang menjulang ke langit, dihiasi oleh aneka ragam tanaman dun tumbuh-tumbuhan yang menghijau, yang menyenangkan hati orang-orang yang memandangnya, sebagaimana firman Allah:

وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (3)
Artinya:
Dan Dia lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
(Q.S Ar Ra'd: 3)
Betapa agungnya Tuhan yang menciptakan semuanya itu yang dapat dirasakan manfaat dan nikmatnya oleh manusia, tetapi kebanyakan mereka ingkar kepada Tuhan Penciptanya.
Dia telah menciptakan beraneka ragam tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan; masing-masing mempunyai ukuran dan kadar yang ditentukan. Pohon durian yang batangnya kokoh itu serasi dengan buahnya yang besar dan berduri, batang padi serasi dan sesuai pula dengan buahnya dan bertangkai yang sesuai pula dengan tanah yang cocok tempat tumbuhnya, demikian pula tumbuh-tumbuhan yang lain diciptakan Allah SWT seimbang, serasi dan sesuai dengan iklim, keadaan daerah dan keperluan manusia atau binatang tempat ia tumbuh. Dalam pada itu perbedaan daerah dan tanah tempat tumbuhnya suatu pohon akan menimbulkan perbedaan rasa buahnya dan perbedaan besar kecilnya. Unsur gula di dalam tebu berlainan dengan unsur gula di dalam air kelapa, berlainan manisnya dengan manis mangga dan jeruk. Buah salak sewaktu masih berupa putik dikelilingi oleh duri-durinya yang tajam, tetapi setelah ia masak, seakan duri-duri itu menguakkan diri, sehingga mudah manusia mengambil buahnya yang telah masak yang rasanya manis itu. Putik pepaya adalah pahit rasanya sewaktu masih kecil, sehingga manusia tidak mau mengambil dan memakannya. Semakin besar putiknya itu semakin berkurang rasa pahitnya, dan semakin dekat pula manusia kepadanya dan akhirnya setelah masak dipetik buahnya dan merupakan makanan yang disenangi. Demikian Allah menciptakan sesuatu dengan ukuran dan kadar yang tertentu, sehingga melihat kesempurnaan ciptaan-Nya itu akan bertambah pula iman di dalam hati orang yang mau berpikir dan bertambah pula keyakinan bahwa Allah adalah Maha Sempurna.
Allah SWT berfirman:

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (141)
Artinya:
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
(Q.S Al An'am: 141)
20. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.(QS. 15:20)
Surah Al Hijr 20
وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ (20)
Ayat ini menerangkan anugerah Allah SWT yang tidak terhingga kepada manusia, yaitu Dia telah menciptakan bermacam-macam keperluan hidup bagi manusia. Dia telah menciptakan tanah yang subur yang dapat ditanami dengan tanam-tanaman yang berguna dan merupakan kebutuhan pokok baginya. Dia menciptakan air yang dapat diminum dan menghidupkan tanam-tanaman, menciptakan burung yang beterbangan di angkasa yang dapat ditangkap dan dijadikan makanan yang enak dan lezat. Diciptakan-Nya laut yang di dalamnya hidup bermacam-macam jenis ikan yang dapat dimakan serta mutiara dan barang tambang yang diperlukan oleh manusia dan menjadi sumber mata pencaharian. Laut yang luas yang dapat dilayari manusia menuju segenap penjuru dunia. Dan Dialah yang menciptakan segala macam sumber kesenangan bagi manusia.
Allah SWT menciptakan pula binatang-binatang dan makhluk hidup yang lain yang dijamin Allah rezekinya bukan manusia yang menjaminnya. Allah telah memudahkan pula bagi manusia segala kebutuhan hidup, baik berupa pakaian, makanan, obat-obatan dan sebagainya.
Allah menjadikan pula di bumi anak cucumu sebagai penghibur dan sambungan hidup, pelayan dan pembantu, binatang piaraan dan binatang kesenangan, semuanya itu Allah-lah yang menjamin rezekinya, bukan kamu.
Ayat ini merupakan peringatan bagi manusia bahwa anak-anaknya, pembantu-pembantunya, binatang ternak kepunyaannya semua itu Allah-lah yang menjamin rezekinya, bukan kepunyaan manusia.

Surah Al-Hijr
Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Hijr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar