http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=2&SuratKe=17#Top
21. Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari
mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih
tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.(QS. 17:21)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 21
انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا (21)
Sesudah
itu Allah SWT memerintahkan kepada seluruh manusia agar memperhatikan
kemurahan Allah SWT yang telah diberikan kepada kedua golongan tersebut.
Dari masing-masing golongan Allah SWT melebihkan sebagian dari mereka
atas sebagian yang lain. Dari masing-masing mereka itu, manusia akan
mendapat pelajaran, karena meskipun masing-masing mereka itu berusaha
untuk mencari rezeki dan kenikmatan dunia, namun akibatnya berbeda-beda.
Nikmat Allah yang diberikan kepada mereka yang mengutamakan kehidupan
dunia menyebabkan mereka bertambah ingkar kepada Zat yang memberikan
nikmat itu. Sebaliknya nikmat yang diberikan kepada mereka yang
mengutamakan kehidupan akhirat menyebabkan mereka semakin mensyukuri Zat
yang memberikan nikmat itu.
Allah SWT berfirman:
وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
Artinya:
Dan
Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan Nya kepadamu. (Q.S.
Al An'am: 165)
Dan firman Nya lagi:
نَحْنُ قَسَمْنَا
بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا
بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
سُخْرِيًّا
Artinya:
Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan
sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain." (Q.S. Az Zukhruf: 32)
Demikianlah
seseorang harus mengutamakan kehidupan akhirat karena kehidupan akhirat
adalah lebih tinggi derajatnya dan lebih utama dari kehidupan dunia.
Mengenai kehidupan di akhirat ini digambarkan dalam hadis:
أهل الدرجات العلى ليرون عليين كما ترون الكوكب الغابر في السماء
Artinya:
"Bersabda
Nab saw: "Sesungguhnya orang yang merasa tinggi derajatnya itu akan
melihat orang-orang yang mulia itu di akhirat, seperti engkau melihat
bintang di ketinggian langit". (H.R. Bukhari dan Muslim)
22. Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).(QS. 17:22)
Surah Al Israa' 22
لَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَخْذُولًا (22)
Allah
SWT melarang manusia, mengada-adakan tuhan yang lain selain Allah,
seperti menyembah patung dan arwah nenek moyang dengan maksud supaya
dapat mendekatkan diri kepada Nya. Termasuk yang dilarang itu ialah
meyakini adanya tuhan selain Allah mengakui adanya kekuatan-kekuatan
yang lain selain Allah yang dapat mempengaruhi dirinya, atau melakukan
perbuatan nyata, seperti memuja benda-benda alam, ataupun kekuatan gaib
yang lain, yang mereka anggap sebagai Tuhan, atau mereka angan-angankan.
Larangan ini ditujukan kepada seluruh manusia, agar mereka tidak
tersesat dan tidak menyesatkan karena melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan terhadap Penciptanya Pada hal mereka seharusnya mensyukuri
nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, tidak mengada-adakan
tuhan yang lain, yang sebenarnya tidak berkuasa sedikitpun untuk
memberikan pertolongan kepada mereka, dan tidak berdaya pula untuk
memberikan mudarat.
Allah SWT berfirman:
وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya:
Jika
Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah
gerangan dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?. (Q.S. Ali
Imran: 160)
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan `ah` dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia.(QS. 17:23)
Surah Al Israa' 23
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
Kemudian Allah
SWT menyatakan, bahwa Dia telah memerintahkan kepada seluruh manusia,
agar mereka memperhatikan beberapa perkara yang menjadi pokok keimanan.
Perkara-perkara itu ialah:
Pertama:
Agar mereka tidak menyembah
tuhan-tuhan yang lain selain Dia. Termasuk pada pengertian menyembah
Tuhan selain Allah, ialah mempercayai adanya kekuatan lain yang dapat
mempengaruhi jiwa dan raga, selain kekuatan yang datang dari Allah.
Semua benda yang ada, yang kelihatan ataupun yang tidak, adalah makhluk
Allah.
Oleh sebab itu yang berhak mendapat penghormatan tertinggi,
hanyalah yang menciptakan alam dan semua isinya. Dia lah yang memberikan
kehidupan dan kenikmatan pada seluruh makhluk Nya. Maka apabila ada
manusia yang memuja-muja benda-benda alam ataupun kekuatan gaib yang
lain, berarti ia telah sesat, karena kesemua benda-benda itu adalah
makhluk Allah, yang tak berkuasa memberikan manfaat dan tak berdaya
untuk menolak kemudaratan, serta tak berhak disembah.
Kedua:
Agar
mereka berbuat baik kepada kedua ibu-bapak mereka, dengan sikap yang
sebaik-baiknya Allah SWT memerintahkan kepada manusia, agar berbuat baik
kepada ibu bapak, sesudah memerintahkan kepada mereka beribadah hanya
kepada-Nya, dengan maksud agar manusia memahami betapa pentingnya
berbuat baik terhadap ibu-bapak itu dan agar mereka mensyukuri kebaikan
mereka, seperti betapa beratnya penderitaan yang telah mereka rasakan
pada saat melahirkan, betapa pula banyaknya kesulitan dalam mencari
nafkah dan di dalam mengasuh serta mendidik putra-putra mereka dengan
penuh kasih sayang. Maka pantaslah apabila berbuat baik kepada kedua
ibu-bapak itu, dijadikan sebagai kewajiban yang paling penting di antara
kewajiban-kewajiban yang lain, dan diletakkan Allah dalam urutan kedua
sesudah kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allan Yang Maha Kuasa.
Allah berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya:
Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. (Q.S. An Nisa: 36)
Sebaliknya
anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dinyatakan sebagai orang
yang berbuat maksiat, yang dosanya diletakkan pada urutan kedua sesudah
dosa orang yang mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain.
Allah SWT berfirman:
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya:
Katakanlah:
Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu:
Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapak." (Q.S. Al An'am: 151)
Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tua mereka dengan alasan sebagai berikut:
1.
Kasih sayang kedua ibu bapak yang telah dicurahkan kepada anak-anaknya
dan segala macam usaha yang telah diberikan agar anak-anaknya menjadi
anak-anak yang saleh, terjauh dari jalan yang sesat. Maka sepantasnya
lah apabila kasih sayang yang tiada taranya itu, dan usahanya yang tak
mengenal payah itu mendapat balasan dari anak-anak mereka dengan berbuat
baik kepada mereka dan mensyukuri jasa baik mereka itu.
2. Anak-anak adalah bagian tulang dari kedua ibu bapak, seperti disebutkan dalam riwayat:
فاطمة بضعة مني
Artinya:
"Fatimah adalah bagian tulang diriku"
3.
Anak-anak sejak masih bayi hingga dewasa, baik makanan ataupun
pakaiannya menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya, maka
sepantasnyalah apabila tanggung jawab itu mendapat imbalan budi dari
anak-anaknya.
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa nikmat yang
paling banyak diterima oleh manusia ialah nikmat Allah, sesudah itu
nikmat yang diterima dari kedua ibu-bapak. Itulah sebabnya maka Allah
SWT meletakkan kewajiban berbuat baik kepada ibu bapak pada urutan kedua
sesudah kewajiban manusia beribadat hanya kepada Allah.
Sesudah itu
Allah SWT menetapkan bahwa apabila salah seorang di antara kedua ibu
bapak atau kedua-duanya telah berumur lanjut, sehingga mereka itu
mengalami kelemahan jasmani, dan tak mungkin lagi untuk berusaha mencari
nafkah, karena itu mereka harus hidup bergaul dengan anak-anakuya, agar
mendapatkan nafkah dan perlindungannya, maka menjadi kewajibanlah bagi
anak-anaknya menggauli mereka dengan penuh kasih sayang dan menghormati
mereka sebagai rasa syukur terhadap nikmat yang pernah diterima dari
kedua ibu bapaknya.
Di dalam ayat ini nampak adanya beberapa
ketentuan dan sopan santun yang harus diperhatikan anak terhadap kedua
ibu bapaknya antara lain:
1. Tidak boleh anak mengucapkan kata "ah"
kepada kedua orang ibu bapaknya, hanya karena sesuatu sikap atau
perbuatan mereka yang kurang disenangi, akan tetapi dalam keadaan serupa
itu hendaklah anak-anaknya berlaku sabar, sebagaimana perlakuan kedua
ibu bapaknya ketika mereka merawat dan mendidiknya di waktu anak-anak
itu masih kecil.
2. Tidak boleh anak-anak menghardik atau membentak
kedua orang ibu bapaknya sebab dengan bentakan itu kedua ibu bapaknya
akan terlukai perasaannya. Menghardik kedua iba bapak, ialah
mengeluarkan kata-kata kasar pada saat si anak menolak pendapat kedua
orang tua atau menyalahkan pendapat mereka, sebab pendapat mereka tidak
sesuai dengan pendapat si anak. Larangan menghardik dalam ayat ini
adalah sebagai penguat dari larangan mengatakan "ah" yang biasanya
diucapkan oleh seorang anak terhadap kedua ibu bapaknya pada saat ia
tidak menyetujui kedua ibu bapaknya.
3. Hendaklah anak mengucapkan
kepada kedua ibu bapak kata-kata yang mulia. Kata-kata yang mulia ialah
kata-kata yang diucapkan dengan penuh khidmat dan hormat, yang
menggambarkan tata adab yang sopan santun dan penghargaan yang penuh
terhadap orang lain.
24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: `Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil`.(QS. 17:24)
Surah Al Israa' 24
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
Kemudian
Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin agar merendahkan diri
kepada kedua orang tua, dengan penuh kasih sayang. Yang dimaksud dengan
merendahkan diri dalam ayat ini ialah menaati apa yang mereka
perintahkan selama perintah itu tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan syarak. Taat anak kepada kedua orang tuanya
merupakan tanda kasih sayangnya kepada orang tuanya yang sangat
diharapkan, terutama pada saat-saat kedua orang ibu bapak itu sangat
memerlukan pertolongannya.
Ditegaskan bahwa sikap rendah diri itu
haruslah dilakukan dengan penuh kasih sayang, agar tidak sampai terjadi
sikap rendah diri yang dibuat-buat, hanya untuk sekadar menutupi celaan
orang lain atau untuk menghindari rasa malu pada orang lain, akan tetapi
agar sikap merendahkan diri itu betul-betul dilakukan, karena kesadaran
yang timbul dari hati nurani.
Di akhir ayat Allah SWT memerintahkan
kepada kaum Muslimin untuk mendoakan kedua ibu bapak mereka, agar
diberi limpahan kasih sayang Allah sebagai imbalan dari kasih sayang
kedua ibu bapak itu dengan mendidik mereka ketika masih kanak-kanak.
Adapun hadis-hadis Nabi yang memerintahkan agar kaum Muslimin berbakti kepada kedua ibu bapaknya adalah sebagai berikut:
Pertama:
أن رجلا جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم يستأذنه في الجهاد فقال : أحي والداك؟ قلت نعم، قال ففيها فجاهد
Artinya:
Sesungguhnya
telah datang seorang laki-laki kepada Nabi saw meminta izin kepadanya,
agar diperbolehkan ikut berperang bersamanya, lalu Nabi bersabda:
"Apakah kedua orang tuamu masih hidup?". Orang laki-laki itu menjawab:
"Ya". Nabi bersabda: "Maka berbaktilah kepada kedua orang tuanmu".
Kedua:
Disebut juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya:
لا يجزي ولد والده إلا أن يجده مملوكا فيشتريه ويعتقه
Artinya:
"Seorang
anak belumlah dianggap membalas jasa kedua itu bapaknya, kecuali
apabila ia menemukan mereka dalam keadaan menjadi budak, kemudian ia
menebus mereka dan memerdekakannya."
Ketiga:
Dalam hadis yang lain, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud ia berkata:
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم أي العمل أحب إلى رسول الله ؟ قال الصلاة على وقتها قلت ثم أي؟ قال بر الوالدين
Artinya:
Saya
bertanya kepada Rasulullah saw: "Amal yang manakah yang paling dicintai
Allah dan Rasul Nya?". Rasulullah menjawab: "Melakukan salat pada
waktunya". Saya bertanya: "Kemudian amal yang mana lagi?" Rasulullah
menjawab: "Berbuat baik kepada kedua ibu bapak." (H.R. Ibnu Mas'ud)
Keempat:
Di
dalam ayat yang ditafsirkan di atas tidak diterangkan siapakah yang
harus didahulukan mendapat kebaktian antara kedua ibu bapak. Akan tetapi
dalam hadis dijelaskan bahwa berbakti kepada ibu didahulukan dari pada
berbakti kepada bapak, seperti dariwayatkan dalam sahih Bukhari dan
Muslim:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل من أحواج الناس بحسن
صحابتي؟ قال أمك. قال ثم من؟ قال أمك، قال ثم من؟ قال أمك قال ثم من؟ قال
أبوك
Artinya:
Bahwa Rasulullah saw ditanya: "Siapakah yang
paling berhak mendapat pergaulan yang paling baik dari padaku?".
Rasulullah menjawab: "Ibumu". Orang itu bertanya: "Siapa lagi?".
Rasulullah menjawab: "Ibumu". Orang itu bertanya lagi: "Siapa lagi".
Rasulullah menjawab: "Ibumu". Orang itu bertanya lagi: "siapa lagi".
Rasulullah menjawab: "Ayahmu". (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kelima:
Kebaktian
kepada kedua orang tua, tidaklah dicukupkan pada saat mereka masih
hidup, akan tetapi kebaktian itu haruslah diteruskan meskipun kedua ibu
bapak itu sudah meninggal dunia, sedang caranya disebutkan dalam hadis
yang diriwayatkan Ibnu Majah:
روى أحمد عن أنس بن مالك أنه قال:
أتى رجل من بني تميم إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله
إني ذو مال كثير وذو ولد وحاضرة فأخبرني كيف أنفق وكيف أصنع؟ فقال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: تخرج الزكاة من مالك إن كان فإنها طهرة تطهرك
وتصل أقرباءك وتعرف حق السائل والجار والمسكين. فقال يا رسول الله؟: أقلل
لي: فقال فأت ذا القربى حقه والمسكين وابن السبيل ولا تبذر تبذيرا. فقال :
حسبي يا رسول الله إذا أديت الزكاة إلى رسولك فقد برئت منها إلى الله
ورسوله فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: نعم إذا أديتها إلى رسولي فقد
برئت منها ولك أجرها وإثمها على من بدل لها
Artinya:
Diriwayatkan
dari Imam Ahmad dan Anas bin Malik bahwa ia berkata: "Datang seorang
laki-laki dari Bani Tamim kepada Rasulullah saw seraya berkata: "Hai
Rasulullah! Saya adalah seorang yang berharta dan banyak keluarga,
banyak anak serta banyak tamu yang selalu hadir, maka terangkanlah
kepadaku bagaimana saya harus membelanjakan harta, dan bagaimana saya
harus berbuat". Maka Rasulullah saw bersabda: "Hendaklah kamu
mengeluarkan zakat dari hartamu jika kamu mempunyai harta, karena
sesungguhnya zakat itu menyucikan harta dan menyucikan kamu peliharalah
silaturahmi dengan kaum kerabatmu, dan hendaklah kamu ketahui hak orang
yang meminta pertolongan, hak tetangga dan hak orang miskin. Kemudian
lelaki itu berkata: "Hai Rasulullah! Dapatkah engkau mengurangi
kewajiban itu kepadaku". Rasulullah saw membacakan:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
(Berikanlah kepada karib kerabat haknya, orang miskin dan Ibnu Sabil dan janganlah mubazir).
Sesudah
itu lelaki itu berkata: "Cukupkah bagiku hai Rasulullah, apabila aku
telah menunaikan zakat kepada amil zakatmu, lalu aku telah bebas dari
pada kewajiban zakat yang harus dibayarkan kepada Allah dan Rasul-Nya,
lalu Rasulullah saw bersabda: "Ya, apabila engkau telah membayar zakat
itu kepada amilku, engkau telah bebas dari kewajiban itu dan engkau akan
menerima pahalanya, dan orang yang menggantikannya dengan yang lain
akan berdosa".
Keenam :
Di samping itu diterangkan pula dalam hadis yang lain:
أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل : هل بقي من بر أبوي شيئ أبرهما بعد
موتهما؟ قال نعم، حصال أربع: الدعاء والإستغفار لهما والوفاء بعهدهما
وإكرام صديقهما وصلة الرحم التي لا رحم لك إلا من قبلهما، فهذا الذي بقي
عليك من برهما بعد موتهما
Artinya:
Bahwa Rasulullah saw, ditanya:
Masih adakah kebaktian kepada kedua orang tuaku, setelah mereka
meninggal dunia?. Rasulullah saw menjawab: "Ya, masih ada empat perkara,
mendoakan ibu bapak itu kepada Allah dan memintakan ampun bagi mereka,
menunaikan janji mereka, menghormati teman-teman mereka serta
menghubungkan tali persaudaraan dengan orang-orang yang tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan kamu kecuali dari pihak mereka. Maka inilah
kebaktian yang masih tinggal yang harus kamu tunaikan, sebagai kebaktian
kepada mereka setelah mereka meninggal dunia". (H.R. Ibnu Majah)
25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu;
jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun
bagi orang-orang yang bertaubat.(QS. 17:25)
Surah Al Israa' 25
رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ إِنْ تَكُونُوا صَالِحِينَ فَإِنَّهُ كَانَ لِلْأَوَّابِينَ غَفُورًا (25)
Sesudah
itu Allah SWT memperingatkan kepada kaum Muslimin agar, mereka
benar-benar memperhatikan urusan kebaktian kepada kedua ibu bapak dan
tidak menganggapnya sebagai urusan yang remeh, dengan menjelaskan bahwa
Tuhanlah yang lebih mengetahui apa yang tergerak dalam hati mereka,
apakah mereka benar-benar mendambakan kebaktiannya kepada kedua iba
bapak dengan rasa kasih sayang dan penuh kesadaran, ataukah kebaktian
mereka hanyalah pernyataan lahiriyah saja, sedang di dalam hati mereka
sebenarnya durhaka dan membangkang. Itulah sebabnya Allah menjanjikan
bahwa apabila mereka benar-benar orang-orang yang berbuat baik, yaitu
benar-benar menaati tuntutan Allah, berbakti kepada kedua ibu bapak
dalam arti yang sebenar benarnya, maka Allah akan memberi ampunan kepada
mereka atas perbuatan yang melampaui batas-batas ketentuan Tuhan, Allah
Maha Pengampun kepada siapa saja yang mau bertobat dan kembali menaati
perintah-Nya.
Di dalam ayat ini terdapat janji baik yang ditujukan
kepada orang-orang yang hatinya terbuka untuk mendambakan kebaktiannya
kepada ibu bapaknya, dan sebaliknya terdapat ancaman keras yang
ditujukan kepada orang-orang yang meremehkan kebaktian kepada kedua ibu
bapaknya, apalagi yang sengaja mendurhakai kedua ibu bapaknya.
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(QS. 17:26)
Surah Al Israa' 26
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)
Kemudian
Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin agar menunaikan hak kepada
keluarga-keluarga yang dekat, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan. Hak yang harus ditunaikan itu ialah: "Mempererat tali
persaudaraan dan hubungan kasih sayang, mengunjungi rumahnya dan
bersikap sopan santun, serta membantu meringankan
penderitaan-penderitaan yang mereka alami. Kalau umpamanya ada di antara
keluarga-keluarga yang dekat, ataupun orang-orang miskin dan
orang-orang yang ada dalam perjalanan itu memerlukan biaya yang
diperlukan untuk keperluan hidupnya maka hendaklah diberi bantuan
secukupnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang-orang yang dalam
perjalanan yang patut diringankan penderitaannya, ialah orang yang
melakukan perjalanan karena tujuan-tujuan yang dibenarkan oleh agama.
Orang yang demikian keadaannya perlu dibantu dan ditolong agar segera
tercapai apa yang menjadi maksud dan tujuannya.
Di akhir ayat Allah
SWT melarang kaum muslimin membelanjakan harta bendanya secara boros.
Larangan ini bertujuan agar kaum muslimin mengatur perbelanjaannya
dengan perhitungan yang secermat-cermatnya, agar apa yang
dibelanjakannya sesuai dan tepat dengan keperluannya; tidak boleh
membelanjakan harta kepada orang-orang yang tidak berhak menerimanya,
atau memberikan harta melebihi dari yang seharusnya.
Sebagai keterangan lebih lanjut, bagaimana seharusnya kaum muslimin membelanjakan hartanya, disebutkan firman Allah SWT:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67)
Artinya:
Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah antara yang demikian." (Q.S. Al Furqan: 67)
Adapun
keterangan yang dapat menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat yang
ditafsirkan, yang dapat dari hadis-hadis Nabi adalah sebagai berikut:
وعن
عبد الله ابن عمر قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم بسعد وهو يتوضأ،
فقال: ما هذا السرف يا سعد؟ قال أو في الوضوء سرف؟ قال نعم وإن كنت على نهر
جار
Artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata:
"Rasulullah saw, bertemu dengan Saad pada saat berwudu', lalu Rasulullah
bersabda: "Alangkah borosnya wudu-mu itu hai Saad!". Saad berkata:
"Apakah di dalam berwudu' ada pemborosan.? "Rasulullah saw bersabda:
meskipun kamu berada di tepi sungai yang mengalir".
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.(QS. 17:27)
Surah Al Israa' 27
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
Kemudian
Allah SWT menyatakan bahwa pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
setan. Ungkapan serupa ini biasa dipergunakan oleh orang-orang Arab.
Orang yang membiasakan diri mengikuti sesuatu peraturan dan sesuatu kaum
atau mengikuti jejak langkahnya, disebut saudara-saudara kaum itu. Jadi
orang-orang yang memboroskan hartanya, berarti orang-orang yang
mengikuti langkah setan. Dan yang dimaksud pemboros-pemboros dalam ayat
ini ialah orang-orang yang menghambur-hamburkan harta bendanya dalam
perbuatan maksiat dan perbuatan itu tentunya di luar perintah Allah.
Orang-orang yang serupa inilah yang disebut kawan-kawan setan. Di dunia
mereka itu tergoda oleh setan, dan di akhirat mereka akan dimasukkan ke
dalam neraka Jahanam bersama-sama setan itu pula.
Allah SWT berfirman:
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ (36)
Artinya:
Barang
siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran)
Kami adakan baginya setan (yang menyesatkannya), maka setan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya. (Q.S. Az Zukhruf: 36)
Dan firman Allah SWT:
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
Artinya:
(Kepada
malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang lalim beserta
teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah."
(Q.S. As Saffat: 22)
Di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa setan
itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya, maksudnya sangat ingkar
kepada nikmat Allah yang diberikan kepadanya, dan tidak mau
mensyukurinya, bahkan setan itu membangkang tidak mau menaati perintah
Allah, malah menggoda manusia agar berbuat maksiat. Maka apabila setan
itu dinyatakan kafir (sangat ingkar), tentulah teman-temannya, yaitu
orang-orang yang mengikuti ajakan setan itu akan menjadi kayu bakar api
neraka.
Al Karkhi menjelaskan bahwa demikian pulalah keadaan orang
yang diberi limpahan harta dan kemuliaan, kemudian apabila orang itu
memanfaatkan harta dan kemuliaan itu di luar batas-batas yang diridai
Allah, maka orang itu mengingkari nikmat Allah. Orang yang berbuat
seperti itu, baik sifat ataupun perbuatannya, dapat disamakan dengan
perbuatan setan.
Ayat ini diturunkan Allah dalam rangka menjelaskan
perbuatan orang-orang Jahiliah. Telah jadi kebiasaan orang-orang Arab
menumpuk harta yang mereka peroleh dari harta rampasan perang.
Perampokan-perampokan dan penyamunan, kemudian harta itu mereka
pergunakan untuk foya-foya, untuk dapat kemasyhuran. Orang-orang musyrik
Quraisy pun menggunakan harta untuk menghalangi tersebarnya agama
Islam, melemahkan pemeluk-pemeluknya, dan membantu musuh-musuh Islam,
maka turunlah ayat itu untuk menyatakan betapa jeleknya usaha mereka.
28. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh
rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka
ucapan yang pantas.(QS. 17:28)
Surah Al Israa' 28
وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلًا مَيْسُورًا (28)
Dalam
pada itu Allah SWT menjelaskan bagaimana sikap yang baik, yang harus
diperlakukan kepada orang-orang yang sangat menghajatkan pertolongan,
padahal orang yang berhajat itu tidak mempunyai kemampuan untuk
menolongnya. Allah SWT menjelaskan bahwa apabila seorang terpaksa harus
berpaling, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membantu dan meringankan
beban derita keluarga-keluarga yang dekat, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, padahal ia malu menyatakan penolakan
itu, karena mengharapkan kelapangan dari pada Allah, maka hendaklah ia
mengatakannya kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan itu dengan
perkataan yang pantas, yaitu perkataan yang lemah lembut. Dan andai kata
ia mempunyai kesanggupan di waktu yang lain, maka hendaklah berjanji
dengan janji yang dapat memuaskan hati mereka.
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu
menjadi tercela dan menyesal.(QS. 17:29)
Surah Al Israa' 29
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (29)
Kemudian
Allah SWT menjelaskan cara-cara yang baik dalam membelanjakan harta,
yaitu Allah SWT melarang orang menjadikan tangannya terbelenggu pada
leher. Ungkapan ini adalah lazim dipergunakan oleh orang-orang Arab,
yang berarti larangan berlaku bakhil. Allah melarang orang-orang yang
bakhil, sehingga enggan memberikan harta kepada orang lain, walaupun
sedikit. Sebaliknya Allah juga melarang orang yang terlalu mengulurkan
tangan, ungkapan serupa ini berarti melarang orang yang berlaku boros
membelanjakan harta, sehingga belanja yang dihamburkannya melebihi
kemampuan yang dimilikinya. Akibat orang yang semacam itu akan menjadi
tercela, dan dicemoohkan oleh handai-tolan serta kerabatnya dan menjadi
orang yang menyesal karena kebiasaannya itu akan mengakibatkan dia tidak
mempunyai apa-apa.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa cara yang
baik dalam membelanjakan harta ialah membelanjakannya dengan cara yang
layak dan wajar, tidak terlalu bakhil dan tidak terlalu boros.
Adapun keterangan-keterangan yang didapat dari hadis-hadis Nabi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Imam Ahmad dan ahli hadis yang lain, dari Ibnu Abbas ia berkata: "Rasulullah saw bersabda:
ما عال من اقتصد
Artinya:
"Tidak akan menjadi miskin orang yang berhemat".
Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw bersabda:
الإقتصاد في النفقة نصف المعيشة
Artinya:
Berlaku hemat dalam membelanjakan harta, separoh dari penghidupan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 29
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (29)
(Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu) artinya
janganlah kamu menahannya dari berinfak secara keras-keras; artinya
pelit sekali (dan janganlah kamu mengulurkannya) dalam membelanjakan
hartamu (secara keterlaluan, karena itu kamu menjadi tercela) pengertian
tercela ini dialamatkan kepada orang yang pelit (dan menyesal) hartamu
habis ludes dan kamu tidak memiliki apa-apa lagi karenanya; pengertian
ini ditujukan kepada orang yang terlalu berlebihan di dalam
membelanjakan hartanya.
30. Sesungguhnya tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa
yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.(QS. 17:30)
Surah Al Israa' 30
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (30)
Kemudian
Allah SWT menghibur Rasul Nya dan kaum Muslimin bahwa keadaan mereka
tidak mampu itu hanyalah bersifat sementara. Dan sifat itu bukanlah hina
di hadapan Allah, akan tetapi semata-mata karena kehendak Allah yang
memberi dan mengatur rezeki. Allah SWT menjelaskan bahwa Dia lah yang
melapangkan rezeki kepada siapa yang dikehendaki Nya di antara hamba
Nya, dan Dia pulalah yang menyempitkannya. Kesemuanya berjalan menurut
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah terhadap hamba-hamba Nya
dalam usaha mencari harta dan cara memperkembangkannya, yang sangat erat
hubungannya dengan alat dan pengetahuan tentang pengolahan harta itu.
Yang demikian itu adalah ketentuan Allah yang bersifat umum yang berlaku
bagi seluruh hambanya. Namun demikian Allah jualah yang menentukan
menurut kehendak Nya.
Di akhir ayat ini Allah SWT menegakkan bahwa
Dia Maha Mengetahui akan hamba-hamba-Nya, siapakah di antara mereka yang
memanfaatkan kekayaan demi kemaslahatan dan siapakah yang
menggunakannya untuk kemudaratan. Dan siapakah di antara hamba-hamba-Nya
yang dalam kemiskinan tetap bersabar dan tawakal kepada Allah, dan
siapa di antara hamba-hamba-Nya, karena kemiskinannya kemudian menjadi
orang-orang yang berputus asa, jauh dari rahmat Allah. Dan Allah Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya, bagaimana mereka mengurusi dan mengatur
harta benda, apakah mereka itu membelanjakan harta pemberian Allah itu
dengan boros ataukah dia itu bakhil.
Oleh sebab itulah maka kaum
Muslimin hendaknya tetap berpegang kepada ketentuan-ketentuan Allah,
dengan menaati segala perintah Nya dan menjauhi larangan Nya. Dalam
membelanjakan harta hendaklah berlaku wajar. Hal itu termasuk sunah di
antara sunah-sunah Allah.
31. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.(QS. 17:31)
Surah Al Israa' 31
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا (31)
Kemudian
Allah SWT melarang kaum Muslimin membunuh anak-anak mereka, seperti
yang telah dilakukan oleh beberapa suku dari suku-suku bangsa Arab
Jahiliah. Mereka ini menguburkan anak-anak perempuan mereka hidup-hidup,
karena anak-anak perempuan itu tidak mampu untuk berusaha mencari
rezeki. Menurut anggapan mereka anak-anak perempuan itu hanyalah akan
menjadi beban hidup saja. Mereka takut mengalami kepapaan dan kemiskinan
karena mempunyai anak perempuan itu. Berbeda dengan anak laki-laki.
Mereka menganggap bahwa anak laki-laki mempunyai kemampuan untuk mencari
harta dengan jalan menyamun, merampas dan merampok. Anak perempuan
dipandang hanya memberi malu kepada mereka, karena anak perempuan itu
akan menyebabkan kemiskinan, dan kemiskinan menyebabkan turunnya
martabat mereka, sehingga nantinya anak itu akan dikawinkan dengan orang
yang tidak sederajat dengan mereka. Keadaan serupa itu dipandang
memberi malu kepada mereka. Juga di dalam peperangan itu tentu akan
dijadikan tawanan. Dan tidak mustahil anak-anak perempuan itu akan
mengalami nasib yang hina lantaran menjadi budak. Maka Allah SWT
melarang kaum muslimin meniru kebiasaan Jahiliah itu, dengan memberikan
alasan, bahwa rezeki itu berada dalam kekuasaan Allah. Allah yang
memberikan rezekinya kepada mereka. Maka apabila Allah memberikan rezeki
kepada anak laki-laki, Dia berkuasa pula untuk memberikan rezeki kepada
anak perempuan mereka. Allah membatalkan pendapat mereka bahwa
kemiskinan itu bukanlah alasan untuk membunuh anak-anak perempuan
mereka.
Di akhir ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa, tidakkah
mereka membunuh anak-anak itu adalah dosa besar, karena tindakan serupa
itu menghalangi tujuan hidup manusia. Tidak membiarkan anak itu hidup
berarti memutus keturunan, yang berarti pula menumpas kehidupan manusia
itu sendiri dari muka bum.
Untuk mendapat keterangan yang lebih luas
betapa besarnya dosa seseorang membunuh anaknya, dapatlah diikuti hadis
Nabi sebagai berikut:
Tersebut dalam kitab As Sahihain sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata:
قلت
يا رسول الله أي ذنب أعظم؟ قال أن تجعل لله ندا وهو الذي خلقك. ثم أي؟ قال
أن تقتل ولدك خشية أن يطعم معك. قلت ثم أي؟ قال أن تزاني حليلة جارك
Artinya:
"Saya
bertanya: "Hai Rasulullah, dosa manakah yang paling besar? Rasulullah
menjawab: "Bila engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Allah
itulah yang menciptakanmu". Saya bertanya lagi: "Kemudian dosa yang mana
lagi? "Rasulullah saw menjawabnya kembali: "Bila engkau membunuh anakmu
karena takut anak itu makan bersamamu. Saya bertanya juga: "Kemudian
dosa yang mana lagi? Rasulullah saw menjawabnya: "Bila engkau berzina
dengan istri tetanggamu."
Di samping itu dapat dikatakan pula bahwa
tindakan membunuh sebagai akibat takut kelaparan, adalah termasuk sangka
buruk kepada Allah, dan bila tindakan itu dilakukan karena takut malu,
maka tindakan itu bertentangan nilai-nilai kemanusiaan, karena mengarah
kepada kehancuran manusia seutuhnya.
Kecuali ayat ini mengungkapkan
kebiasaan jahat yang dilakukan oleh orang Arab di masa Jahiliah, juga
pengungkapan tabiat mereka yang sangat bakhil.
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.(QS. 17:32)
Surah Al Israa' 32
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا (32)
Kemudian
Allah SWT melarang para hamba Nya mendekati perbuatan zina. Yang
dimaksud mendekati perbuatan zina ialah melakukan zina itu. Larangan
melakukan zina diungkapkan dengan mendekati zina, tetapi termasuk pula
semua tindakan yang merangsang seseorang melakukan zina itu. Ungkapan
semacam ini untuk memberikan kesan yang tandas bagi seseorang, bahwa
jika mendekati perbuatan zina itu saja sudah terlarang, apa lagi
melakukannya. Dengan pengungkapan seperti ini, seseorang akan dapat
memahami bahwa larangan melakukan zina adalah larangan yang keras, oleh
karenanya zina itu benar-benar harus dijauhi.
Yang dimaksud dengan
perbuatan zina dalam ayat ini ialah hubungan kelamin yang dilakukan oleh
pria dengan wanita di luar pernikahan, baik pria ataupun wanita itu
sudah pernah melakukan hubungan kelamin yang sah, ataupun belum di luar
ikatan perkawinan yang sah dan bukan karena sebab kekeliruan.
Sesudah
itu Allah memberikan alasan mengapa zina itu dilarang. Alasan yang
disebut di akhir ayat ini ialah karena zina itu benar-benar perbuatan
yang keji yang mengakibatkan kerusakan yang banyak, di antaranya:
1.
Mencampur-adukkan keturunan, yang mengakibatkan seseorang akan menjadi
ragu-ragu terhadap anaknya, apakah anak yang lahir itu keturunannya atau
hasil perzinaan. Dugaan suami bahwa istrinya berzina dengan laki-laki
lain, mengakibatkan timbulnya kesulitan-kesulitan, kesulitan dalam
pendidikannya dan kedudukan hukumnya. Keadaan serupa itu menyebabkan
terhambatnya kelangsungan keturunan dan menghancurkan tata
kemasyarakatan.
2. Menimbulkan keguncangan dan kegelisahan di antara
anggota masyarakat, karena tidak terpeliharanya kehormatan. Betapa
banyaknya pembunuhan yang terjadi dalam masyakakat yang disebabkan
karena kelancangan anggota masyakakat itu melakukan zina.
3. Merusak
ketenangan hidup berumah tangga. Seorang wanita yang telah berbuat zina
ternodalah nama baiknya di tengah-tengah masyarakat. Maka ketenangan
hidup berumah tangga tidak akan pernah terjelma, dan retaklah hubungan
kasih sayang antara suami istri.
4. Menghancurkan rumah tangga.
Istri bukanlah semata-maja sebagai pemuas hawa nafsu, akan tetapi
sebagai teman hidup dalam berumah tangga dan dalam membina kesejahteraan
berumah tangga. Oleh sebab itu, maka apabila suami adalah sebagai
penanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, maka si istri
adalah sebagai penanggung jawab dalam memeliharanya, baik harta maupun
anak-anak dan ketertiban rumah tangga itu. Jadi jika si istri ternoda
karena kelakuan zina, kehancuran rumah tangga itu sukar untuk dielakkan
lagi.
Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa perbuatan zina, adalah
perbuatan yang sangat keji, yang bukan saja menyebabkan pencampur
adukan keturunan, menimbulkan keguncangan dan kegelisahan dalam
masyarakat, merusak ketenangan hidup berumah tangga dan menghancurkan
rumah tangga itu sendiri akan tetapi juga merendahkan martabat manusia
itu sendiri karena sukar sekali membedakan antara manusia dan binatang,
jikalau perbuatan itu dibiarkan merajalela di tengah-tengah masyarakat.
Kecuali
ayat ini mengandung larangan berbuat zina, juga mengandung isyarat akan
perilaku akan orang-orang Arab Jahiliah yang berlaku boros. Dan
perzinaan adalah penyebab adanya keborosan.
33. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan
barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang
mendapat pertolongan.(QS. 17:33)
Surah Al Israa' 33
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا
لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ
مَنْصُورًا (33)
Sesudah itu Allah SWT melarang hamba Nya membunuh
jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya. Maksud "membunuh jiwa" ialah
menghilangkan jiwa manusia. Sedang yang dimaksud dengan "yang diharamkan
Allah membunuhnya" ialah tidak dengan alasan yang sah,.
Adapun sebab mengapa Allah SWT melarang para hamba-Nya membunuh jiwa dengan alasan yang tidak sah ialah:
1.
Pembunuhan itu menimbulkan kerusakan. Islam melarang setiap tindakan
yang menimbulkan kerusakan itu. Larangan itu berlaku umum untuk segala
macam tindakan yang menimbulkan kerusakan, maka pembunuhanpun termasuk
tindakan yang terlarang. Allah SWT berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Artinya:
"...., dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya." (Q.S. Al A'raf: 85)
2.
Pembunuhan itu membahayakan orang lain. Ketentuan pokok dalam agama
ialah semua tindakan yang menimbulkan mudarat itu terlarang.
Allah SWT berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya:
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kusukaran bagimu. (Q.S. Al Baqarah: 185)
Rasulullah saw bersabda:
لا ضرر ولا ضرار
Artinya:
Tidak boleh terjadi mudarat dan tidak boleh terjadi saling memudaratkan.
3.
Mengganggu keamanan masyarakat yang membawa kepada musnahnya masyarakat
itu: Karena apabila pembunuhan itu diperbolehkan tidak mustahil akan
terjadi tindakan saling membunuh di antara manusia, yang pada akhirnya
manusia itu akan binasa.
Dalam ayat ini Allah SWT memberikan
pengecualian siapa-siapakah yang boleh dibunuh, dengan firman-Nya
"melainkan dengan sesuatu alasan yang sah", yaitu antara lain pria atau
wanita yang berzina setelah terikat dalam hukum dengan akad pernikahan
dan orang yang membunuh orang yang beriman yang dilindungi hukum dengan
sengaja.
Pengecualian seperti tersebut di atas, disebutkan dalam
hadis Nahi: Diriwayatkan oleh As Sahihain (Bukhari dan Muslim) dan ahli
hadis lain dari Ibnu Masud:
لا يحل دم امرئ يشهد ان لا إله إلا
الله وأن محمدا رسول الله إلا بإحدى ثلاث: النفس بالنفس، والثيب الزاني
والتارك لدينه المفارق للجماعة
Artinya:
Tidak halal darah orang
yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, kecuali karena salah satu
dari tiga perkara: Orang yang harus dibunuh karena membunuh jiwa,
janda/duda yang berzina, dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan
diri dari kaum muslimin".
Kemudian Allah SWT menjelaskan tindakan
apa yang harus dilakukan oleh waris dari yang terbunuh, dan siapa yang
harus melaksanakan tindakan itu, apabila secara kebetulan si terbunuh
itu tidak mempunyai ahli waris.
Allah SWT menetapkan, bahwa barang
siapa yang membunuh secara lalim, yakni tanpa alasan yang benar, maka
Allah telah memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya, untuk menentukan
pilihannya di antara dua hal: hukum kisas atau menerima diat (tebusan)
seperti yang telah ditetapkan dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh." (Q.S. Al Baqarah: 178)
Dan sabda Nabi Muhammad saw yang disabdakan pada penaklukan kota Mekah:
من قتل قتيلا فأهله بين خيرتين، إن أحبو قتلوا وإن أحبوا أخذو الدية
Artinya:
Barang
siapa membunuh, maka keluarga siterbunuh diberi hak memilih antara dua
hal, apabila ia ingin menuntut balas hukuman bunuh, lakukanlah, dan bila
ia ingin menuntut diat (tebusan), lakukanlah.
Kemudian apabila
secara kebetulan siterbunuh itu tidak mempunyai ahli waris, maka yang
bertindak menggantikan kedudukannya dalam menentukan pilihan ialah
penguasa, yang di dalam hukum Islam terkenal dengan Sultan atau
Al-Imamul A'zam atau Al Khalifatul `Ulya. Dalam hal ini Sultan boleh
melimpahkan kekuasaannya kepada para kadi (hakim) setempat, apabila
dipandang perlu.
Sesudah itu Allah SWT menentukan pula bagaimana
cara melaksanakan kisas itu, yaitu agar para penguasa yang diberi
wewenang untuk melaksanakan kisas itu jangan melampaui batas-batas yang
ditentukan, seperti yang telah terjadi di zaman Jahiliah Orang-orang di
zaman Jahiliah tidak puas dengan hanya menuntut balas dengan kematian
orang yang membunuh, akan tetapi menuntut pula matinya orang lain,
apabila si terbunuh itu dari kalangan bangsawan. Dan kalau kebetulan
yang terbunuh itu orang bangsawan, sedang yang membunuh dari kalangan
biasa, maka yang dituntut kematiannya ialah dari kalangan bangsawan
juga, sebagai pengganti si pembunuh.
Pada ayat 178 Surah Al-Baqarah
terdapat isyarat yang kuat, bahwa yang paling utama bagi keluarga si
terbunuh, hendaknya jangan menuntut balas kematian, akan tetapi
hendaknya merasa puas apabila menuntut diat atau memaafkan saja.
Di
akhir ayat Allah SWT menjelaskan mengapa para wali (ahli waris) atau
penguasa dalam melaksanakan hukuman kisas tidak boleh melampaui batas,
ialah karena baik wali atau penguasa itu mendapat pertolongan Allah,
berupa pembalasan untuk memilih hukuman kisas, atau hukuman diat. Oleh
sebab itu maka para hakim hendaknya berpedoman pada ketentuan tersebut
dalam memutuskan perkara jangan sampai memutuskan perkara yang
bertentangan dengan ketentuan tersebut atau melebihi ketentuan itu.
Ayat
ini tergolong ayat Makiyah, yang termasuk dalam bagian ayat hukum yang
pertama dituturkan, maka wajarlah apabila ayat ini mengatur tentang
hukum bagi pembunuhan secara garis besarnya saja. Adapun keterangan
secara terperinci di atur dalam ayat-ayat yang lain, yang penafsirannya
telah dikemukakan pada jilid 1.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 33
وَلَا
تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَنْ
قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ
فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا (33)
(Dan janganlah kalian
membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan suatu
alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka
sesungguhnya Kami telah memberi kepada wali si terbunuh) yakni para ahli
warisnya (kekuasaan) terhadap si pembunuhnya (tetapi janganlah ahli
waris itu berlebihan-lebihan) melampaui batas (dalam membunuh)
seumpamanya ahli waris itu membunuh orang yang bukan si pembunuh atau ia
membunuh si pembunuh dengan cara yang lain. (Sesungguhnya ia adalah
orang yang mendapat pertolongan.)
34. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah
janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.(QS. 17:34)
Surah Al Israa' 34
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ
إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا (34)
Kemudian Allah SWT melarang
para hamba-Nya mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
baik. Yang dimaksud dengan "mendekati harta anak yatim" ialah
mempergunakan harta anak-anak yatim tidak pada tempatnya. Larangan
mempergunakan harta anak yatim dalam ayat ini mengandung arti bahwa
tidak memberikan perlindungan kepada harta anak yatim itu, supaya jangan
habis sia-sia. Allah SWT memberikan perlindungan pada harta itu, karena
harta itu sangat diperlukan oleh manusia, dan manusia yang paling
memerlukannya ialah anak yatim, karena keadaannya yang belum dapat
mengurusi hartanya, dun belum dapat mencari nafkah sendiri.
Dalam
pada itu Allah SWT memberikan pengecualian dari larangannya, yaitu
apabila untuk pemeliharaan harta itu diperlukan biaya, atau dengan
maksud untuk memperkembangkan harta anak yatim itu, maka dalam hal ini
tidaklah termasuk larangan apabila mengambil sebagian harta anak yatim
itu untuk kepentingan tersebut atau diperkembangkan sebagai modal dengan
maksud agar harta itu bertambah.
Oleh sebab itu diperlukan orang
yang bertanggung jawab untuk mengurus harta anak yatim itu. Orang yang
bertugas untuk memelihara harta anak yatim disebut Wasy (pengampu) dan
diperlukan pula badan yang mengurusi harta anak yatim. Badan tersebut
hendaknya diawasi oleh pemerintah, agar tidak terjadi
penyelewengan-penyelewengan.
Kemudian dalam ayat ini ditentukan
batas, sampai kapan saatnya harta itu di serahkan oleh pengampu kepada
anak yatim itu, ialah apabila anak yatim itu telah dewasa, dan mempunyai
kemampuan untuk mengurus dan memperkembangkan harta itu.
Setelah
ayat itu turun, maka para sahabat Rasulullah yang mengasuh anak-anak
yatim merasa takut kembali, sehingga mereka tidak mau makan bersama sama
anak yatim dan tidak pula mau bergaul dengan mereka. Oleh sebab itu
maka Allah menurunkan ayat ini:
وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ
Artinya:
Dan
jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu, dan Allah
mengetahui siapa yang membuat kerusakan dan yang mengadakan perbaikan.
(Q.S. Al Baqarah: 220)
Dari ayat ini jelaslah, bahwa membelanjakan
harta anak yatim dilarang apabila digunakan untuk kepentingan pribadi.
Tetapi apabila harta anak yatim itu dibelanjakan untuk pemeliharaan
harta itu sendiri, atau untuk keperluan anak yatim itu sendiri, maka
tidaklah dilarang.
Kecuali itu, terdapat pula kebolehan mengambil
sebagian harta anak yatim itu bagi orang yang menjadi pengampunya,
apabila si pengampu itu memerlukan untuk pembiayaan dirinya dalam rangka
mengurus harta anak yatim itu, kalau si pengampu itu betul-betul orang
yang tidak mampu. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوهَا
إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا
فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
Artinya:
Dan
janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.
Barang siapa (di antara pemeliharaan itu) mampu, maka hendaklah ia
menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa
miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. (Q.S. An
Nisa: 6)
Allah SWT memerintahkan kepada hamba Nya agar mamenuhi
janji, baik janji Allah yang harus dipenuhi oleh para hamba Nya ataupun
janji yang dibuat dengan manusia, yaitu akad jual beli, sewa menyewa
yang termasuk dalam bidang muamalah.
Az-Zajjad menjelaskan bahwa;
Semua perintah Allah dan larangan-larangan Nya adalah janji Allah yang
harus dipenuhi, termasuk pula janji Allah yang harus diikrarkan kepada
Tuhannya, dan janji yang dibuat antara hamba dengan hamba.
Yang
dimaksud dengan memenuhi janji, ialah melaksanakan apa yang telah
ditentukan dalam perjanjian itu, dengan tidak menyimpang dari ketentuan
syarak dan hukum yang berlaku.
Di akhir ayat Allah SWT menandaskan,
bahwa sesungguhnya janji itu pasti dipertanggungjawabkan. Maka
orang-orang yang mengkhianati janji, ataupun membatalkan janji secara
sepihak akan mendapat pembalasan yang setimpal.
35. Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.(QS. 17:35)
Surah Al Israa' 35
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (35)
Sesudah
itu Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar menyempurnakan
takaran bila menakar barang. Yang dimaksud dengan menyempurnakan takaran
ialah: pada waktu menakar barang hendaknya dilakukan dengan
setepat-tepatnya dan secermat-cermatnya, tidak boleh mengurangi takaran
atau melebihkannya. Karena itu maka seseorang yang menakar barang yang
akan diterimakan kepada orang lain, demikianlah pula kalau seseorang
menakar barang orang lain, tidak boleh dikurangi, sebab tindakan serupa
itu merugikan orang lain. Demikianlah pula kalau seseorang menakar
barang orang lain yang akan ia terima untuk dirinya, tidak boleh
dilebihkan, sebab tindakan serupa itu juga merugikan orang lain. Akan
tetapi apabila seseorang menakar barang miliknya sendiri, dengan maksud
dipergunakannya sendiri, maka tidaklah berdosa apabila ia mengurangi
takaran atau menambahnya menurut sekehendak hatinya, sebab perbuatan
serupa ini tidak ada yang dirugikan dan tidak ada pula yang merasa
beruntung.
Dalam pada itu Allah SWT juga memerintahkan kepada mereka
agar menimbang barang dengan neraca yang benar. Neraca yang benar ialah
neraca yang dibuat seteliti mungkin, sehingga dapat memberikan
kepercayaan kepada orang yang melakukan jual beli, dan tidak
memungkinkan terjadinya penambahan dan pemgurangan.
Allah SWT mengancam orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan ini dengan ancaman keras. Allah SWT berfirman:
وَيْلٌ
لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ
يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3)
Artinya:
Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (Q.S.
Al Mutaffifin: 1-3)
Di akhir ayat Allah SWT menjelaskan, bahwa
menakar barang atau menimbangnya dengan teliti, adalah lebih baik bagi
mereka, lebih baik akibatnya karena di dunia mereka itu mendapat
kepercayaan dari anggota masyarakatnya dan di akhirat nanti akan
mendapat pahala dari Allah dan keridaan Nya, serta terhindar dari api
neraka.
36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(QS. 17:36)
Surah Al Israa' 36
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36)
Kemudian
Allah SWT melarang kaum Muslimin mengikuti perkataan ataupun perbuatan
yang mereka tidak mengetahui kebenarannya. Larangan ini mencakup seluruh
kegiatan manusia itu sendiri dari perkataan dan perbuatan.
Untuk
mendapat keterangan lebih jauh dari kandungan ayat ini, perlulah
dikemukakan pendapat-pendapat dari kalangan mufassirin sebagai berikut:
1.
Ibnu Abbas berkata: "Jangan memberi kesaksian, kecuali apa yang telah
engkau lihat dengan kedua mata kepalamu, dan apa yang kau dengar dengan
telingamu, dan apa yang diketahui oleh hati dengan penuh kesadaran.
2.
Qatadah berkata: "Jangan kamu berkata: "Saya telah mendengar" padahal
kamu belum mendengar, dan jangan berkata: "Saya telah melihat" padahal
kamu belum melihat, dan jangan kamu berkata: "Saya telah mengetahui"
padahal kamu belum mengetahui."
3. Pendapat lain mengatakan: "Yang
dimaksud dengan larangan mengatakan sesuatu yang tidak diketahui, ialah
dengan pengetahuan yang benar, akan tetapi hanya dengan prasangka dan
dugaan, seperti tersebut dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Artinya:
"Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa." (Q.S. Al Hujrat: 12)
Dan seperti tersebut dalam hadis:
إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث
Artinya:
Jauhilah olehmu sekalian prasangka, maka sesungguhnya prasangka itu adalah ucapan yang paling dusta.
4.
Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud ialah: larangan kepada
kaum musyrikin mengikut kepercayaan nenek moyang mereka, dengan
bertaklid buta dan dengan mengikuti keinginan hawa nafsu seperti keadaan
mereka mengikuti kepercayaan nenek moyang mereka terhadap berhala, dan
memahami berhala itu dengan macam-macam nama, seperti tersebut dalam
firman Allah:
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
Artinya:
"Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya." (Q.S. An Najm: 23)
Dalam
pada itu Allah SWT mengancam, bahwa sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan ditanya, apakah yang dikatakan
oleh seseorang itu sesuai dengan apa yang di dengar suara hatinya. Maka
apabila yang dikatakan itu bersesuaian dengan pendengaran, penglihatan
dan suara hatinya, selamatlah ia dari ancaman api neraka, dan dia akan
menerima pahala dan keridaan Allah. Tetapi apabila tidak sesuai,
tentulah mereka tersungkur ke dalam api neraka.
Allah SWT berfirman:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya:
pada
hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka
terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Q.S. An Nur: 24)
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Syahal bin Humaid ia berkata:
أتيت
البي صلى الله عليه وسلم فقلت يا نبي الله علمني تعويذا أتعوذ به فأخذ
بيدي ثم قال: قل أعوذ بك من شر سمعي وشر بصري وشر قلبي وشر منيى (يريد
الزنا)
Artinya:
"Saya mengunjungi Nabi saw, kemudian saya
berkata: "Hai Nabi, ajarilah aku doa minta perlindungan yang akan aku
baca untuk memohon perlindungan kepada Allah. Maka Nabi memegang
tanganku seraya bersabda: "Katakanlah: "Aku berlindung kepadamu (Ya
Allah) dari kejahatan telingaku, dan kejahatan mataku dan dari kejahatan
hatiku, dan kejahatan maniku (zina)".
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 36
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36)
(Dan
janganlah kamu mengikuti) menuruti (apa yang kami tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati)
yakni kalbu (semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya) pemiliknya
akan dimintai pertanggungjawabannya, yaitu apakah yang diperbuat
dengannya?
37. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi
dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.(QS. 17:37)
Surah Al Israa' 37
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا (37)
Sesudah
itu Allah SWT melarang kaum muslimin berjalan di muka bumi dengan
sombong. Orang yang berjalan dengan sombong di muka bumi bukanlah
bersikap wajar, karena bagaimanapun juga kerasnya derap kaki yang ia
hentakkan di atas bumi, tidak akan menembus permukaannya dan
bagaimanapun juga tingginya ia mengangkat kepalanya, tidaklah ia dapat
melampaui tinggi gunung. Bahkan kalau ditinjau dari segi ilmu jiwa,
orang yang biasa berjalan dengan penuh kesombongan, di dalam jiwanya
terdapat kelemahan. Ia merasa rendah, maka sebagai imbangannya, ia
berjalan dengan sombong dan berlagak, dengan maksud menarik perhatian
orang lain agar memperhatikannya.
Maka apabila Allah SWT menegaskan
bahwa mereka sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan tidak akan
setinggi gunung, bertujuan agar kaum Muslimin menyadari terhadap
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada diri mereka, dan supaya ia
bersikap rendah hati, jangan bersikap takabur, karena sebagai manusia
tidak akan sanggup mencapai sesuatu yang di luar kemampuan yang
dimilikinya.
Di dalam ayat ini terdapat juga celaan bagi orang-orang
musyrikin yang suka bermegah-megah dan menyombongkan diri karena harta
kekayaannya, serta menghambur-hamburkan harta kekayaan itu, banyak
bermabuk-mabuk dan berzina.
38. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu.(QS. 17:38)
Surah Al Israa' 38
كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا (38)
Kemudian
Allah SWT menjelaskan bahwa semua larangan-larangan Allah yang
disebutkan sebelum ayat ini seperti mengadakan tuhan yang lain dari
Allah, mendurhakai kedua ibu bapak, berlaku boros, membunuh anak
perempuan; berbuat zina, membunuh jiwa yang diharamkan membunuhnya,
memakan harta anak yatim, mengicuhkan takaran dan timbangan, mengikuti
perkataan dan perbuatan yang tidak diketahui kebenarannya dan berjalan
di muka bumi dengan sombong semua perbuatan itu adalah merupakan
perbuatan-perbuatan yang sangat dibenci di sisi Tuhan. Para pelakunya
patut diancam dengan ancaman yang keras sebagai imbalan yang harus
dirasakannya di dunia, dan di akhiratpun mereka akan mendapat siksaan
yang pedih.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 38
كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا (38)
(Semua itu) hal telah disebutkan itu (Kejahatannya amat dibenci di sisi Rabbmu)
39. Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu
kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping
Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan
tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).(QS. 17:39)
Surah Al Israa' 39
ذَلِكَ مِمَّا أَوْحَى إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ
الْحِكْمَةِ وَلَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتُلْقَى فِي
جَهَنَّمَ مَلُومًا مَدْحُورًا (39)
Sesudah itu Allah SWT menjelaskan
bahwa bimbingan Allah yang berupa perintah-perintah-Nya yang harus
diikuti, dan semua larangan-larangan Nya yang harus dijauhi, yang
disebutkan dalam ayat-ayat yang lalu itu, karena itu adalah sebagian
dari hikmah yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, yang berupa
peraturan-peraturan agama, yang apabila ditaati niscaya akan membimbing
manusia kepada kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Dalam
pada itu Allah SWT mengulang lagi larangan mengadakan tuhan yang lain
di samping Allah. Pengulangan larangan mempersekutukan tuhan-tuhan yang
lain dengan Allah, yang berarti pula perintah kepada seluruh manusia
agar beragama tauhid, menunjukkan kepada pengertian, bahwa tauhid adalah
dari semua agama samawi, dan sebagian titik pangkal dan tujuan akhir
dari segala macam urusan dari seluruh makhluk yang ada, yaitu bahwa
semua makhluk milik Allah dan kepada-Nya pula ia kembali.
Di akhir
ayat Allah SWT menegaskan bahwa sebagai akibat yang akan dirasakan oleh
kaum musyrikin ialah mereka akan dilemparkan ke dalam neraka dalam
keadaan tercela, baik celaan itu datang dari pihak lain, ataupun datang
dari dirinya sendiri, serta mereka dijauhkan dari rahmat Allah, karena
mereka tidak akan dapat pertolongan lagi.
40. Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak
laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara
para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang
besar (dosanya).(QS. 17:40)
Surah Al Israa' 40
أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُمْ بِالْبَنِينَ وَاتَّخَذَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِنَاثًا إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلًا عَظِيمًا (40)
Allah
SWT membantah anggapan kaum musyrikin Mekah bahwa malaikat adalah anak
perempuan Allah, dengan menanyakan apakah patut bagimu anak laki-laki,
sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara malaikat.
Pertanyaan ini mengandung arti penyangkalan terhadap anggapan mereka
bahwa Allah SWT mempunyai anak-anak perempuan yang berupa malaikat.
Bantahan Allah dalam ayat ini ialah dengan menunjukkan kesalahan pikiran
mereka sendiri, agar mereka dapat memahami kesalahan mereka. Bagaimana
mungkin Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi serta benda-benda
yang berada pada langit dan bumi itu dikatakan mempunyai anak-anak
perempuan yang berupa malaikat, mereka sendiri suka mempunyai anak-anak
laki-laki dan membenci perempuan, bahkan mereka itu menguburkan anak
perempuan itu hidup-hidup. Dalam hal ini mereka itu memberi sifat kepada
Allah sesuatu sifat yang mereka sendiri tidak menyukainya. Jalan
pikiran mereka benar-benar kacau balau. Mereka menyifati Zat Yang Maha
Esa dan Mulia dengan sifat yang lebih rendah menurut pandangan mereka
sendiri. Anggapan mereka serupa itu mengakibatkan tiga macam kesalahan.
1. Mereka menganggap bahwa malaikat-malaikat itu anak-anak perempuan.
2. Mereka beranggapan bahwa malaikat itu arak-anak perempuan Allah.
3. Mereka menyembah malaikat-malaikat itu.
Allah SWT berfirman:
فَاسْتَفْتِهِمْ
أَلِرَبِّكَ الْبَنَاتُ وَلَهُمُ الْبَنُونَ (149) أَمْ خَلَقْنَا
الْمَلَائِكَةَ إِنَاثًا وَهُمْ شَاهِدُونَ (150) أَلَا إِنَّهُمْ مِنْ
إِفْكِهِمْ لَيَقُولُونَ (151) وَلَدَ اللَّهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
(152)
Artinya:
Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka
(orang-orang kafir Mekah): "Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan
untuk mereka anak-anak laki-laki, atau apakah Kami menciptakan
malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan (nya)?
Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar
mengatakan: "Allah beranak." Dan sesungguhnya mereka benar-benar adalah
orang yang berdusta." (Q.S. Saffat: 149-152)
Dalam pada itu Allah
SWT menegaskan, bahwa kaum musyrikin dengan ucapan itu telah mengatakan
ucapan yang besar dosanya, karena mereka itu telah mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah, dan karenanya diancam dengan siksaan yang
pedih. Dan mereka telah menyia-nyiakan akal pikiran mereka sendiri,
karena mereka memutar balikkan kebenaran yang semestinya harus mereka
junjung tinggi.
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88)
لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ
مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ
دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ
يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)
Artinya:
Dan mereka berkata: "Tuhan Yang
Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". Sesungguhnya kamu telah
mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit
pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh,
karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak
layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak." (Q.S.
Maryam: 88-92)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar