121. (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.(QS. 16:121)
Surah An Nahl 121
شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (121)
5. Dalam ayat ini, Allah menerangkan lagi sifat-sifat Nabi Ibrahim sebagai kelanjutan keterangan sifat-sifat dalam ayat yang lain: bahwa Nabi Ibrahim as adalah seorang yang mensyukuri nikmat Allah SWT yang dianugerahkan kepadanya sebagaimana dijelaskan dalam Alquran.
Firman Allah: شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (121)
5. Dalam ayat ini, Allah menerangkan lagi sifat-sifat Nabi Ibrahim sebagai kelanjutan keterangan sifat-sifat dalam ayat yang lain: bahwa Nabi Ibrahim as adalah seorang yang mensyukuri nikmat Allah SWT yang dianugerahkan kepadanya sebagaimana dijelaskan dalam Alquran.
وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى (37)
Artinya:
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji".
(Q.S An Najm: 37)
Maksudnya bahwa Nabi Ibrahim itu adalah seorang yang selalu melaksanakan segala perintah Allah kepadanya. Keterangan Allah tentang sifat ini merupakan sindiran yang tajam kepada orang Quraisy karena mereka mengingkari nikmat Allah kepada mereka, lalu mereka diazab oleh Allah dengan kelaparan dan ketakutan.
6. Dia sesungguhnya adalah pilihan Allah SWT untuk kenabian, sebagaimana firman Nya SWT:
وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ (51)
Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya."
(Q.S Al Anbiya': 51)
7. Bahwasanya Allah SWT membimbing dia ke jalan yang lurus yakni jalan menyembah kepada Tuhan sendiri yang tiada di sembah kecuali Dia, tidak ada sekutu bagi Nya.
Dan memberi pengajaran kepada manusia ke jalan tauhid dan mengajak manusia kepada agamanya.
Firman Allah SWT:
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ (45) إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ (46) وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ (47)
Artinya:
Dan ingatlah hamba-hamba Kami; Ibrahim, Ishak, dan Yakub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik."
(Q.S As Sad: 45-47)
122. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.(QS. 16:122)
123. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): `Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.` Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.(QS. 16:123)
123. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): `Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.` Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.(QS. 16:123)
An Nahl 122 - 123
وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ (122) ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (123)
8. Dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi gambaran tentang Ibrahim, bahwa dia dijadikan Allah kesayangan umat manusia, diakui oleh semua penganut agama besar di dunia. Orang Yahudi, Nasrani, dan Islam semuanya mengaku kenabian Ibrahim as, bahkan orang-orang kafir Quraisy sangat membanggakan doa Nabi Ibrahim untuk menjadi kesayangan manusia di kemudian hari.
Firman Allah SWT:
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (83) وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ (84)
Artinya:
(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian".
(Q.S Asy Syu'ara: 83-83)
9. Bahwasanya dia di akhirat di masukkan ke dalam barisan orang-orang saleh dan bersama mereka menempati derajat yang tinggi dalam surga, sesuai dengan permohonan sendiri. Demikian beberapa sifat yang sempurna dari pribadi Nabi Ibrahim yang dengan singkat dapat dikatakan bahwa beliau a.s, mempunyai sifat kepemimpinan, seorang yang patuh (disiplin), seorang yang berakhlak mulia (moralis) dan teguh (konsekuen) dalam kebenaran, seorang muwahhid (monotheis) yang bersih, suka bersyukur dan tahu berterima kasih, seorang guru dan punya nama yang harum dan masyhur di tengah-tengah umat manusia lagi saleh.
Sifat Nabi Ibrahim as kecuali sifat-sifat tersebut di atas yang umum dan menonjol diterangkan dalam Alquran ialah:
PERTAMA:
Seorang yang paling gigih dan ulet dalam menegakkan ketauhidan dan menghancurkan kemusyrikan, tanpa mengenal lelah dan putus asa.
KEDUA:
Seorang yang paling kuat pasrah dan menyerahkan diri kepada Allah SWT. Suatu contoh kesempurnaan kepasrahannya kepada Allah SWT ialah pada waktu dia menerima perintah untuk mengerjakan kurban kepada putranya Ismail as, sedikitpun dia tidak ragu-ragu.
Dalam Alquran berulang kali ditegaskan hubungan yang erat antara agama Nabi Ibrahim dan agama yang dibawa Nabi Muhammad saw. Firman Allah SWT:
قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (161)
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus,(yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik".
(Q.S Al An'am: 161)
Di antara syariat Nabi Ibrahim yang masih diteruskan oleh Nabi Muhammad saw ialah pelaksanaan khitan. Beberapa ulama menetapkan hukum wajib khitan karena syariat khitan ini tidak dinyatakan hapus oleh syariat Nabi Muhammad saw.
Firman Allah SWT:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (78)
Artinya:
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Alquran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka itu dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung, dan sebaik-baik Penolong".
(Q.S Al Hajj: 78)
Berulang kali pula dalam Alquran, Allah SWT menegaskan bahwa Ibrahim itu bukanlah orang musyrik sebagaimana halnya orang musyrikin Quraisy yang mengakui diri mereka pengikut dan turunan Nabi Ibrahim as.
124. Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.(QS. 16:124)
Surah An Nahl 124
إِنَّمَا جُعِلَ السَّبْتُ عَلَى الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (124)
Kemudian dalam ayat ini, Allah SWT mengecam orang Yahudi disebabkan mereka itu berselisih tentang kedudukan hari Sabtu. Hari Sabtu adalah hari jatuhnya murka Allah kepada sebagian Bani Israel disebabkan kedurhakaan mereka, melanggar kewajiban hari Sabtu itu, seperti diterangkan Allah SWT:
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ (65)
Artinya:
Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina":
(Q.S Al Baqarah: 65)
Allah SWT mewajibkan kepada Bani Israel untuk melaksanakan ibadah pada hari Sabtu dan melarang mereka dan hewan-hewan mereka mengerjakan suatu pekerjaan lain pada hari itu. Tetapi sebagian mereka tidak menaati larangan Tuhan itu dan mencari-cari jalan untuk membenarkan perbuatan mereka pada hari itu. Karena mereka menghalalkan yang haram, jatuhlah azab Tuhan kepada mereka dengan merubah mereka seperti kera.
Ketetapan hari Sabtu sebagai hari mulia dan hari untuk ibadah bukanlah lanjutan syariat Nabi Ibrahim, tetapi ketentuan syariat Nabi Musa, sebagaimana hari Ahad bagi syariat Nabi Isa dan hari Jumat bagi syariat Nabi Muhammad saw.
أضل الله عن الجمعة من كان من قبلنا، فكان لليهود يوم السبت وكان للنصارى يوم الأحد. فجاء بنا فهدانا الله ليوم الجمعة فجعل الجمعة والسبت والأحد، وكذلك هم تبع لنا يوم القيامة، نحن الآخرون من أهل الدنيا والأولون يوم القيامة والمقضي بينهم قبل الخلائق.
Artinya:
"Allah menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jumat, maka untuk orang Yahudi hari Sabtu dan untuk orang Nasrani hari Ahad, maka datanglah Allah kepada kita yang diberinya kita petunjuk untuk hari Jumat lalu Allah menjadikan hari Jumat Sabtu dan Ahad. Dan demikianlah mereka menjadi pengikut kita pada hari kiamat. Kitalah orang yang terakhir dari penghuni dunia tapi orang permulaan pada hari kiamat dan diadili di antara mereka sebelum makhluk-makhluk lain diadili".
(H.r Muslim dari Abu Hurairah dan Huzaifah)
Keterangan hari-hari mulia itu tidaklah merupakan masalah pokok dan syariat yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nabi, tetapi termasuk masalah furu' (cabang). Tapi Nabi mempunyai ketentuan sendiri-sendiri. Nabi Muhammad saw tidaklah diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Musa as tapi beliau diperintahkan mengikuti Nabi Ibrahim as.
Perselisihan di antara golongan-golongan dalam agama Yahudi tidaklah dapat diselesaikan antara mereka sendiri, karena sudah mendalam dan meluas. Hanya Allah SWT yang menentukan keputusan di antara mereka di hari kiamat kelak, tentang masalah-masalah yang mereka perselisihkan.
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. 16:125)
Surah An Nahl 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)
Dalam ayat ini Allah SWT memberikan pedoman-pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah. Yang dimaksud jalan Allah di sini ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Allah SWT dalam ayat ini meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.
Pertama: Allah SWT menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan menuju rida Ilahi. Bukanlah dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun untuk golongannya dan kaumnya.
Rasul saw diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata-mata.
Kedua: Allah SWT menjelaskan kepada Rasul saw agar dakwah itu dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti:
a. Berarti pengetahuan tentang rahasia dari faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keadaannya.
b. Berarti perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batal atau syubhat (meragukan).
C. Arti yang lain ialah kenabian mengetahui hukum-hukum Alquran, paham Alquran, paham agama, takut kepada Allah, benar perkataan dan perbuatan.
Artinya yang paling tepat dan dekat kepada kebenaran ialah arti yang pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yang mana pengetahuan itu memberi manfaat. 32.1)
Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenan dengan rahasia, faedah dan maksud dari wahyu Ilahi, suatu pengetahuan yang cukup dari dai, tentang suasana dan keadaan yang meliputi mereka, pandai memilih bahan-bahan pelajaran agama yang sesuai dengan kemampuan daya tangkap jiwa mereka sehingga mereka tidak merasa berat dalam menerima ajaran agama, dan pandai pula memilih cara dan gaya menyajikan bahan-bahan pengajian itu, sehingga umat mudah menerimanya.
Ketiga: Allah SWT menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dengan pengajaran yang baik, yang diterima dengan lembut oleh hati manusia tapi berkesan di dalam hati mereka.
Tidaklah patut jika pengajaran dan pengajian itu selalu menimbulkan pada jiwa manusia rasa gelisah cemas dan ketakutan. Orang yang jatuh karena dosa, disebabkan jahilnya atau tanpa kesadaran, tidaklah wajar kesalahan-kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka sehingga menyakitkan hatinya.
Khutbah atau pengajian yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk menjinakkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketenteraman daripada khutbah dan pengajian yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Jika pada tempat dan waktunya, tidaklah ada jeleknya memberikan pengajaran pengajian yang berisikan peringatan yang keras atau tentang hukuman-hukuman dan azab-azab yang diancamkan Tuhan kepada mereka yang sengaja berbuat dosa (tarhib).
Rasul saw, untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan, dengan bahan yang menimbulkan rasa takut. Dengan demikian tidak terjadi kebosanan yang disebabkan urutan-urutan pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan. 322)
Keempat: Allah SWT menjelaskan bahwa bila terjadi perbantahan atau perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, maka hendaklah Rasul membantah mereka dengan perbantahan yang baik.
Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaum (Nabi Ibrahim) yang membawa mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga mereka menemukan kebenaran.
Tidaklah baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian menimbulkan suasana yang panas. Sebaliknya hendaklah diciptakan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan hati yang puas.
Suatu perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat jiwa manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, tahan harga diri, sifat-sifat tersebut sangat peka.
Lawan berdebat supaya dihadapi demikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah SWT.
Kelima: Allah SWT menjelaskan kepada Rasul saw bahwa ketentuan akhir dan segala usaha dan perjuangan itu, pada Allah SWT. Hanya Allah SWT sendiri yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukanlah orang lain ataupun dai itu sendiri. Dialah Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia jadi sesat, dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)
(Serulah) manusia, hai Muhammad (kepada jalan Rabbmu) yakni agama-Nya (dengan hikmah) dengan Alquran (dan pelajaran yang baik) pelajaran yang baik atau nasihat yang lembut (dan bantahlah mereka dengan cara) bantahan (yang baik) seperti menyeru mereka untuk menyembah Allah dengan menampilkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran-Nya atau dengan hujah-hujah yang jelas. (Sesungguhnya Rabbmu Dialah Yang lebih mengetahui) Maha Mengetahui (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk) maka Dia membalas mereka; ayat ini diturunkan sebelum diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir. Dan diturunkan ketika Hamzah gugur dalam keadaan tercincang; ketika Nabi saw. melihat keadaan jenazahnya, lalu beliau saw. bersumpah melalui sabdanya, "Sungguh aku bersumpah akan membalas tujuh puluh orang dari mereka sebagai penggantimu."
126. Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.(QS. 16:126)
Surah An Nahl 126
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (126)
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan kepada kaum Muslimin yang akan mewarisi perjuangan Nabi Muhammad saw dalam menyebarkan agama Islam, tentang sikap yang harus menjadi pegangan mereka jika menghadapi permusuhan.
Pedoman dakwah yang diberikan Allah SWT pada ayat yang lalu, adalah pedoman dakwah dalam medan dakwah dengan lisan, hujah lawan hujah. Dakwah berjalan dalam suasana damai. Tetapi bilamana terjadi dakwah mendapat perlawanan dengan kasar, misalnya para dai disiksa atau dibunuh, maka Islam menetapkan sikap tegas untuk menghadapi keadaan demikian itu. Dakwah wajib terhadap segala rongrongan untuk menjunjung tinggi kebenaran. Dua macam jalan yang diterangkan Tuhan dalam ayat ini.
Pertama: Membalas dengan balasan yang seimbang dengan penganiayaan yang dialami. Tidaklah dibenarkan oleh agama melakukan pembalasan atau hukuman yang melebihi dari kesalahannya.
Tindakan yang berlebihan itu adalah suatu kelaliman. Batas tertinggi dari pembalasan itu adalah sama seimbang dengan kesalahan itu. Ayat ini hanyalah menunjukkan kebolehan untuk melakukan pembalasan atas suatu kesalahan, asal saja dalam batas seimbang dan sepadan dengan kesalahan itu dan bukan penunjukan "harus diberi pembalasan dengan pembalasan yang sama setimpal".
Kedua: Menerima tindakan permusuhan itu dengan hati yang sabar dan memaafkan kesalahan itu bilamana sikap sabar dan pemaafan itu memberi pengaruh yang baik untuk jalannya dakwah dan sikap demikian itu menyebabkan permusuhan itu menjadi lenyap. Sikap sabar dan pemaaf baru mengandung arti yang baik, bilamana ada kesanggupan dan kekuatan untuk berbuat. Sikap sabar tidaklah benar, jika mengakibatkan permusuhan terhadap dakwah tidak berhenti. Sikap sabar dalam arti yang benar, sangat terpuji dalam pandangan Islam, karena meningkatkan dan membentuk diri pribadi, seperti dinyatakan dalam ayat bahwa kesabaran itu benar-benar sangat baik bagi mereka yang sabar itu sendiri. Dengan sifat sabar itu manusia terbiasa mengontrol/mengendalikan jiwanya.
Menurut Ibnu Kasir, ayat ini mempunyai makna dan tujuan yang sama dengan beberapa ayat dalam Alquran yaitu mengandung keharusan adil dan dorongan berbuat keutamaan, seperti firman Allah:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (40)
Artinya:
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim".
(Q.S Asy Syura: 40)
Firman Allah SWT:
وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ
Artinya:
"........ dan luka-laka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya".
(Q.S Al Ma'idah: 45)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 126
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (126)
(Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. Akan tetapi jika kalian bersabar) tidak mau membalas (sesungguhnya itulah) bersikap sabar itulah (yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar) kemudian Nabi saw. membatalkan sumpahnya itu, dan membayar kafaratnya. Demikianlah menurut hadis yang telah diriwayatkan oleh Imam Bazzar.
127. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.(QS. 16:127)
Surah An Nahl 127
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127)
Kemudian dalam ayat ini Allah memperkuat lagi perintah-Nya kepada Rasul agar bersifat sabar dan tabah dalam menghadapi gangguan orang kafir Quraisy dan hambatan mereka terhadap dakwah dan larinya mereka dari padanya. Namun Allah menyatakan kepada Nabi bahwa kesabaran itu terwujud dalam batin disebabkan Allah memberikan pertolongan dan taufik kepadanya.
Kesabaran merupakan daya perlawanan terhadap gejala emosi manusia dan perlawanan terhadap nafsu yang bergejolak itu. Itulah daya Ilahi yang diberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki Nya.
Dengan pernyataan Allah ini hati Nabi saw merasa besar, kesulitan-kesulitan akan terasa ringan berkat anugerah daya Ilahi. Rasul saw tidak perlu merasa risau, cemas dan bersedih hati terhadap sikap lawannya yang menjauh dari seruannya, atau sikap permusuhan mereka yang mendustakan dan mengingkari wahyu yang diturunkan kepada Nya. Apalagi jika Rasul saw merasa kecil hati dan putus asa terhadap ikrar yang mereka terus lakukan. Hal demikian lebih tidak dibenarkan oleh Allah. Seperti beliau dituduh penyihir, dukun, penyair dan sebagainya, yang sebenarnya segala tuduhan itu bermaksud menghalangi orang lain, untuk beriman kepada Rasul saw. Dalam ayat yang lain Allah melarang Nabi berkecil hati terhadap gangguan orang kafir.
Firman Nya:
كِتَابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ لِتُنْذِرَ بِهِ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (2)
Artinya:
Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya supaya kamu memberi peringatan dengan Kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
(Q.S Al A'raf: 2)
Meskipun pelajaran-pelajaran di atas ditujukan kepada Nabi saw namun pelajaran harus pula dipegangi oleh pengikut-pengikut beliau di kemudian hari.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 127
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127)
(Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah) berkat taufiq-Nya (dan janganlah kamu bersedih hati terhadap kekafiran mereka) terhadap kekafiran orang-orang kafir, jika mereka tidak juga mau beriman, karena kamu menginginkan dengan sangat akan keimanan mereka (dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu-dayakan) artinya janganlah engkau hiraukan tipu muslihat mereka, karena sesungguhnya Akulah yang akan menolongmu dalam menghadapi mereka.
128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.(QS. 16:128)
وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ (122) ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (123)
8. Dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi gambaran tentang Ibrahim, bahwa dia dijadikan Allah kesayangan umat manusia, diakui oleh semua penganut agama besar di dunia. Orang Yahudi, Nasrani, dan Islam semuanya mengaku kenabian Ibrahim as, bahkan orang-orang kafir Quraisy sangat membanggakan doa Nabi Ibrahim untuk menjadi kesayangan manusia di kemudian hari.
Firman Allah SWT:
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (83) وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ (84)
Artinya:
(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian".
(Q.S Asy Syu'ara: 83-83)
9. Bahwasanya dia di akhirat di masukkan ke dalam barisan orang-orang saleh dan bersama mereka menempati derajat yang tinggi dalam surga, sesuai dengan permohonan sendiri. Demikian beberapa sifat yang sempurna dari pribadi Nabi Ibrahim yang dengan singkat dapat dikatakan bahwa beliau a.s, mempunyai sifat kepemimpinan, seorang yang patuh (disiplin), seorang yang berakhlak mulia (moralis) dan teguh (konsekuen) dalam kebenaran, seorang muwahhid (monotheis) yang bersih, suka bersyukur dan tahu berterima kasih, seorang guru dan punya nama yang harum dan masyhur di tengah-tengah umat manusia lagi saleh.
Sifat Nabi Ibrahim as kecuali sifat-sifat tersebut di atas yang umum dan menonjol diterangkan dalam Alquran ialah:
PERTAMA:
Seorang yang paling gigih dan ulet dalam menegakkan ketauhidan dan menghancurkan kemusyrikan, tanpa mengenal lelah dan putus asa.
KEDUA:
Seorang yang paling kuat pasrah dan menyerahkan diri kepada Allah SWT. Suatu contoh kesempurnaan kepasrahannya kepada Allah SWT ialah pada waktu dia menerima perintah untuk mengerjakan kurban kepada putranya Ismail as, sedikitpun dia tidak ragu-ragu.
Dalam Alquran berulang kali ditegaskan hubungan yang erat antara agama Nabi Ibrahim dan agama yang dibawa Nabi Muhammad saw. Firman Allah SWT:
قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (161)
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus,(yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik".
(Q.S Al An'am: 161)
Di antara syariat Nabi Ibrahim yang masih diteruskan oleh Nabi Muhammad saw ialah pelaksanaan khitan. Beberapa ulama menetapkan hukum wajib khitan karena syariat khitan ini tidak dinyatakan hapus oleh syariat Nabi Muhammad saw.
Firman Allah SWT:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (78)
Artinya:
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Alquran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka itu dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung, dan sebaik-baik Penolong".
(Q.S Al Hajj: 78)
Berulang kali pula dalam Alquran, Allah SWT menegaskan bahwa Ibrahim itu bukanlah orang musyrik sebagaimana halnya orang musyrikin Quraisy yang mengakui diri mereka pengikut dan turunan Nabi Ibrahim as.
124. Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.(QS. 16:124)
Surah An Nahl 124
إِنَّمَا جُعِلَ السَّبْتُ عَلَى الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (124)
Kemudian dalam ayat ini, Allah SWT mengecam orang Yahudi disebabkan mereka itu berselisih tentang kedudukan hari Sabtu. Hari Sabtu adalah hari jatuhnya murka Allah kepada sebagian Bani Israel disebabkan kedurhakaan mereka, melanggar kewajiban hari Sabtu itu, seperti diterangkan Allah SWT:
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ (65)
Artinya:
Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina":
(Q.S Al Baqarah: 65)
Allah SWT mewajibkan kepada Bani Israel untuk melaksanakan ibadah pada hari Sabtu dan melarang mereka dan hewan-hewan mereka mengerjakan suatu pekerjaan lain pada hari itu. Tetapi sebagian mereka tidak menaati larangan Tuhan itu dan mencari-cari jalan untuk membenarkan perbuatan mereka pada hari itu. Karena mereka menghalalkan yang haram, jatuhlah azab Tuhan kepada mereka dengan merubah mereka seperti kera.
Ketetapan hari Sabtu sebagai hari mulia dan hari untuk ibadah bukanlah lanjutan syariat Nabi Ibrahim, tetapi ketentuan syariat Nabi Musa, sebagaimana hari Ahad bagi syariat Nabi Isa dan hari Jumat bagi syariat Nabi Muhammad saw.
أضل الله عن الجمعة من كان من قبلنا، فكان لليهود يوم السبت وكان للنصارى يوم الأحد. فجاء بنا فهدانا الله ليوم الجمعة فجعل الجمعة والسبت والأحد، وكذلك هم تبع لنا يوم القيامة، نحن الآخرون من أهل الدنيا والأولون يوم القيامة والمقضي بينهم قبل الخلائق.
Artinya:
"Allah menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jumat, maka untuk orang Yahudi hari Sabtu dan untuk orang Nasrani hari Ahad, maka datanglah Allah kepada kita yang diberinya kita petunjuk untuk hari Jumat lalu Allah menjadikan hari Jumat Sabtu dan Ahad. Dan demikianlah mereka menjadi pengikut kita pada hari kiamat. Kitalah orang yang terakhir dari penghuni dunia tapi orang permulaan pada hari kiamat dan diadili di antara mereka sebelum makhluk-makhluk lain diadili".
(H.r Muslim dari Abu Hurairah dan Huzaifah)
Keterangan hari-hari mulia itu tidaklah merupakan masalah pokok dan syariat yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nabi, tetapi termasuk masalah furu' (cabang). Tapi Nabi mempunyai ketentuan sendiri-sendiri. Nabi Muhammad saw tidaklah diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Musa as tapi beliau diperintahkan mengikuti Nabi Ibrahim as.
Perselisihan di antara golongan-golongan dalam agama Yahudi tidaklah dapat diselesaikan antara mereka sendiri, karena sudah mendalam dan meluas. Hanya Allah SWT yang menentukan keputusan di antara mereka di hari kiamat kelak, tentang masalah-masalah yang mereka perselisihkan.
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. 16:125)
Surah An Nahl 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)
Dalam ayat ini Allah SWT memberikan pedoman-pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah. Yang dimaksud jalan Allah di sini ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Allah SWT dalam ayat ini meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.
Pertama: Allah SWT menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan menuju rida Ilahi. Bukanlah dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun untuk golongannya dan kaumnya.
Rasul saw diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata-mata.
Kedua: Allah SWT menjelaskan kepada Rasul saw agar dakwah itu dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti:
a. Berarti pengetahuan tentang rahasia dari faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keadaannya.
b. Berarti perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batal atau syubhat (meragukan).
C. Arti yang lain ialah kenabian mengetahui hukum-hukum Alquran, paham Alquran, paham agama, takut kepada Allah, benar perkataan dan perbuatan.
Artinya yang paling tepat dan dekat kepada kebenaran ialah arti yang pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yang mana pengetahuan itu memberi manfaat. 32.1)
Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenan dengan rahasia, faedah dan maksud dari wahyu Ilahi, suatu pengetahuan yang cukup dari dai, tentang suasana dan keadaan yang meliputi mereka, pandai memilih bahan-bahan pelajaran agama yang sesuai dengan kemampuan daya tangkap jiwa mereka sehingga mereka tidak merasa berat dalam menerima ajaran agama, dan pandai pula memilih cara dan gaya menyajikan bahan-bahan pengajian itu, sehingga umat mudah menerimanya.
Ketiga: Allah SWT menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dengan pengajaran yang baik, yang diterima dengan lembut oleh hati manusia tapi berkesan di dalam hati mereka.
Tidaklah patut jika pengajaran dan pengajian itu selalu menimbulkan pada jiwa manusia rasa gelisah cemas dan ketakutan. Orang yang jatuh karena dosa, disebabkan jahilnya atau tanpa kesadaran, tidaklah wajar kesalahan-kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka sehingga menyakitkan hatinya.
Khutbah atau pengajian yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk menjinakkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketenteraman daripada khutbah dan pengajian yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Jika pada tempat dan waktunya, tidaklah ada jeleknya memberikan pengajaran pengajian yang berisikan peringatan yang keras atau tentang hukuman-hukuman dan azab-azab yang diancamkan Tuhan kepada mereka yang sengaja berbuat dosa (tarhib).
Rasul saw, untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan, dengan bahan yang menimbulkan rasa takut. Dengan demikian tidak terjadi kebosanan yang disebabkan urutan-urutan pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan. 322)
Keempat: Allah SWT menjelaskan bahwa bila terjadi perbantahan atau perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, maka hendaklah Rasul membantah mereka dengan perbantahan yang baik.
Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaum (Nabi Ibrahim) yang membawa mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga mereka menemukan kebenaran.
Tidaklah baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian menimbulkan suasana yang panas. Sebaliknya hendaklah diciptakan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan hati yang puas.
Suatu perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat jiwa manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, tahan harga diri, sifat-sifat tersebut sangat peka.
Lawan berdebat supaya dihadapi demikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah SWT.
Kelima: Allah SWT menjelaskan kepada Rasul saw bahwa ketentuan akhir dan segala usaha dan perjuangan itu, pada Allah SWT. Hanya Allah SWT sendiri yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukanlah orang lain ataupun dai itu sendiri. Dialah Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia jadi sesat, dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)
(Serulah) manusia, hai Muhammad (kepada jalan Rabbmu) yakni agama-Nya (dengan hikmah) dengan Alquran (dan pelajaran yang baik) pelajaran yang baik atau nasihat yang lembut (dan bantahlah mereka dengan cara) bantahan (yang baik) seperti menyeru mereka untuk menyembah Allah dengan menampilkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran-Nya atau dengan hujah-hujah yang jelas. (Sesungguhnya Rabbmu Dialah Yang lebih mengetahui) Maha Mengetahui (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk) maka Dia membalas mereka; ayat ini diturunkan sebelum diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir. Dan diturunkan ketika Hamzah gugur dalam keadaan tercincang; ketika Nabi saw. melihat keadaan jenazahnya, lalu beliau saw. bersumpah melalui sabdanya, "Sungguh aku bersumpah akan membalas tujuh puluh orang dari mereka sebagai penggantimu."
126. Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.(QS. 16:126)
Surah An Nahl 126
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (126)
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan kepada kaum Muslimin yang akan mewarisi perjuangan Nabi Muhammad saw dalam menyebarkan agama Islam, tentang sikap yang harus menjadi pegangan mereka jika menghadapi permusuhan.
Pedoman dakwah yang diberikan Allah SWT pada ayat yang lalu, adalah pedoman dakwah dalam medan dakwah dengan lisan, hujah lawan hujah. Dakwah berjalan dalam suasana damai. Tetapi bilamana terjadi dakwah mendapat perlawanan dengan kasar, misalnya para dai disiksa atau dibunuh, maka Islam menetapkan sikap tegas untuk menghadapi keadaan demikian itu. Dakwah wajib terhadap segala rongrongan untuk menjunjung tinggi kebenaran. Dua macam jalan yang diterangkan Tuhan dalam ayat ini.
Pertama: Membalas dengan balasan yang seimbang dengan penganiayaan yang dialami. Tidaklah dibenarkan oleh agama melakukan pembalasan atau hukuman yang melebihi dari kesalahannya.
Tindakan yang berlebihan itu adalah suatu kelaliman. Batas tertinggi dari pembalasan itu adalah sama seimbang dengan kesalahan itu. Ayat ini hanyalah menunjukkan kebolehan untuk melakukan pembalasan atas suatu kesalahan, asal saja dalam batas seimbang dan sepadan dengan kesalahan itu dan bukan penunjukan "harus diberi pembalasan dengan pembalasan yang sama setimpal".
Kedua: Menerima tindakan permusuhan itu dengan hati yang sabar dan memaafkan kesalahan itu bilamana sikap sabar dan pemaafan itu memberi pengaruh yang baik untuk jalannya dakwah dan sikap demikian itu menyebabkan permusuhan itu menjadi lenyap. Sikap sabar dan pemaaf baru mengandung arti yang baik, bilamana ada kesanggupan dan kekuatan untuk berbuat. Sikap sabar tidaklah benar, jika mengakibatkan permusuhan terhadap dakwah tidak berhenti. Sikap sabar dalam arti yang benar, sangat terpuji dalam pandangan Islam, karena meningkatkan dan membentuk diri pribadi, seperti dinyatakan dalam ayat bahwa kesabaran itu benar-benar sangat baik bagi mereka yang sabar itu sendiri. Dengan sifat sabar itu manusia terbiasa mengontrol/mengendalikan jiwanya.
Menurut Ibnu Kasir, ayat ini mempunyai makna dan tujuan yang sama dengan beberapa ayat dalam Alquran yaitu mengandung keharusan adil dan dorongan berbuat keutamaan, seperti firman Allah:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (40)
Artinya:
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim".
(Q.S Asy Syura: 40)
Firman Allah SWT:
وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ
Artinya:
"........ dan luka-laka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya".
(Q.S Al Ma'idah: 45)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 126
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (126)
(Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. Akan tetapi jika kalian bersabar) tidak mau membalas (sesungguhnya itulah) bersikap sabar itulah (yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar) kemudian Nabi saw. membatalkan sumpahnya itu, dan membayar kafaratnya. Demikianlah menurut hadis yang telah diriwayatkan oleh Imam Bazzar.
127. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.(QS. 16:127)
Surah An Nahl 127
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127)
Kemudian dalam ayat ini Allah memperkuat lagi perintah-Nya kepada Rasul agar bersifat sabar dan tabah dalam menghadapi gangguan orang kafir Quraisy dan hambatan mereka terhadap dakwah dan larinya mereka dari padanya. Namun Allah menyatakan kepada Nabi bahwa kesabaran itu terwujud dalam batin disebabkan Allah memberikan pertolongan dan taufik kepadanya.
Kesabaran merupakan daya perlawanan terhadap gejala emosi manusia dan perlawanan terhadap nafsu yang bergejolak itu. Itulah daya Ilahi yang diberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki Nya.
Dengan pernyataan Allah ini hati Nabi saw merasa besar, kesulitan-kesulitan akan terasa ringan berkat anugerah daya Ilahi. Rasul saw tidak perlu merasa risau, cemas dan bersedih hati terhadap sikap lawannya yang menjauh dari seruannya, atau sikap permusuhan mereka yang mendustakan dan mengingkari wahyu yang diturunkan kepada Nya. Apalagi jika Rasul saw merasa kecil hati dan putus asa terhadap ikrar yang mereka terus lakukan. Hal demikian lebih tidak dibenarkan oleh Allah. Seperti beliau dituduh penyihir, dukun, penyair dan sebagainya, yang sebenarnya segala tuduhan itu bermaksud menghalangi orang lain, untuk beriman kepada Rasul saw. Dalam ayat yang lain Allah melarang Nabi berkecil hati terhadap gangguan orang kafir.
Firman Nya:
كِتَابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ لِتُنْذِرَ بِهِ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (2)
Artinya:
Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya supaya kamu memberi peringatan dengan Kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
(Q.S Al A'raf: 2)
Meskipun pelajaran-pelajaran di atas ditujukan kepada Nabi saw namun pelajaran harus pula dipegangi oleh pengikut-pengikut beliau di kemudian hari.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 127
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127)
(Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah) berkat taufiq-Nya (dan janganlah kamu bersedih hati terhadap kekafiran mereka) terhadap kekafiran orang-orang kafir, jika mereka tidak juga mau beriman, karena kamu menginginkan dengan sangat akan keimanan mereka (dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu-dayakan) artinya janganlah engkau hiraukan tipu muslihat mereka, karena sesungguhnya Akulah yang akan menolongmu dalam menghadapi mereka.
128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.(QS. 16:128)
Surah An Nahl 128
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128)
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan alasan mengapa sebabnya Dia memerintahkan agar Nabi bersabar dan melarangnya bercemas dan berkecil hati. Allah SWT menegaskan bahwa Dia selalu ada bersama-sama orang yang bertakwa dan orang-orang berbuat kebaikan sebagai penolong mereka dan selalu memenuhi permintaan mereka dan memperkuat serta memenangkan mereka terhadap orang kafir.
Orang-orang yang takwa selalu disertai Allah SWT karena mereka terus membersihkan diri untuk menuju ke hadapan Tuhan dan melenyapkan kemasygulan yang ada pada jiwa mereka. Mereka tidak pernah merasa kecewa terhadap kehilangan kesempatan, tapi juga tidak merasa senang bila memperoleh kesempatan. Demikian pula Allah selalu menyertai orang yang berbuat kebaikan karena meningkatkan perbaikan dan memelihara kewajiban mereka kepada Tuhan dan selalu menaati perintah Allah dan menjauhi larangan Nya. Pernyataan Allah kepada mereka yang takwa dan berbuat ihsan (kebaikan) dalam ayat ini, samalah pengertian penyertaan Allah dalam firman Nya kepada Nabi Musa dan Harun as:
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى (46)
Artinya:
"Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat".
(Q.S Taha: 46)
Dan sama pula pengertian bersama pada firman Allah kepada malaikat
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا
Artinya:
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "sesungguhnya Aku bersama kamu maka teguhkanlah (pendirian) orang orang yang telah beriman".
(Q.S Al Anfal: 12).
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 128
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128)
(Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa) orang-orang yang takut terhadap kekafiran dan kemaksiatan (dan orang-orang yang berbuat kebaikan) dengan menjalankan ketaatan, kesabaran; Allah akan menolong mereka dengan bantuan dan pertolongan-Nya.
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128)
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan alasan mengapa sebabnya Dia memerintahkan agar Nabi bersabar dan melarangnya bercemas dan berkecil hati. Allah SWT menegaskan bahwa Dia selalu ada bersama-sama orang yang bertakwa dan orang-orang berbuat kebaikan sebagai penolong mereka dan selalu memenuhi permintaan mereka dan memperkuat serta memenangkan mereka terhadap orang kafir.
Orang-orang yang takwa selalu disertai Allah SWT karena mereka terus membersihkan diri untuk menuju ke hadapan Tuhan dan melenyapkan kemasygulan yang ada pada jiwa mereka. Mereka tidak pernah merasa kecewa terhadap kehilangan kesempatan, tapi juga tidak merasa senang bila memperoleh kesempatan. Demikian pula Allah selalu menyertai orang yang berbuat kebaikan karena meningkatkan perbaikan dan memelihara kewajiban mereka kepada Tuhan dan selalu menaati perintah Allah dan menjauhi larangan Nya. Pernyataan Allah kepada mereka yang takwa dan berbuat ihsan (kebaikan) dalam ayat ini, samalah pengertian penyertaan Allah dalam firman Nya kepada Nabi Musa dan Harun as:
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى (46)
Artinya:
"Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat".
(Q.S Taha: 46)
Dan sama pula pengertian bersama pada firman Allah kepada malaikat
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا
Artinya:
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "sesungguhnya Aku bersama kamu maka teguhkanlah (pendirian) orang orang yang telah beriman".
(Q.S Al Anfal: 12).
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 128
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128)
(Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa) orang-orang yang takut terhadap kekafiran dan kemaksiatan (dan orang-orang yang berbuat kebaikan) dengan menjalankan ketaatan, kesabaran; Allah akan menolong mereka dengan bantuan dan pertolongan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar