http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=17&start=101#Top
101. Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa
sembilan buah mukjizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada Bani Israil,
tatkala Musa datang kepada mereka lalu Firaun berkata kepadanya:
`Sesungguhnya aku sangka kamu, hai Musa, seorang yang kena sihir`.(QS. 17:101)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 101
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ فَاسْأَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُمْ فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا (101)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT telah memberikan sembilan macam mukjizat kepada Musa as, waktu ia diutus kepada Firaun dan kaumnya. Dalam ayat yang lain diterangkan bahwa Firaun dan kaumnya itu mengingkari seruan Musa.
Allah SWT berfirman: وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ فَاسْأَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُمْ فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا (101)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT telah memberikan sembilan macam mukjizat kepada Musa as, waktu ia diutus kepada Firaun dan kaumnya. Dalam ayat yang lain diterangkan bahwa Firaun dan kaumnya itu mengingkari seruan Musa.
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (14)
Artinya:
Dan mereka mengingkari karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (Q.S. An Naml: 14)
Para mufassir berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan yang sembilan di atas. Menurut Ibnu Abbas, yang sembilan macam itu ialah: "tongkat, tangan, belalang, kutu, katak, darah, batu, laut dan bukit Tur.
Menurut pendapat mufassir yang lain, yang beralasan dengan hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Baihaqi, At Tabrani, Nasai dan Ibnu Majah ketika Rasulullah saw ditanya oleh Yahudi tentang yang dimaksud dengan ayat ini, ialah: sembilan macam hukum, yaitu jangan mempersekutukan Allah, jangan berzina, jangan mencuri, jangan menyihir, jangan makan riba, jangan memfitnah orang yang tidak bersalah kepada penguasa, jangan menuduh wanita yang baik berzina dan melanggar aturan pada hari Sabtu, Ibnu Syihab Al Khafaji mengatakan: "Inilah tafsir yang diikuti dalam menafsirkan ayat ini.
Jika diikuti pendapat Ibnu Abbas di atas, maka pendapat itu kurang tepat, karena mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Musa as bukanlah sembilan saja, tetapi semuanya ada enam belas yaitu:
1. Menjadikan lidah Musa fasih ketika berbicara dengan Firaun, padahal biasanya beliau berbicara kurang lancar;
2. Tongkat menjadi ular;
3. Ular berasal dari tongkat Musa itu, menelan ular-ular yang berasal dari tali-tali tukang sihir;
4. Tangan Musa putih berseri, waktu dikeluarkan dari leher bajunya;
5. Topan;
6. Belalang;
7. Kutu;
8. Katak;
9. Darah;
10 Belah laut;
11, Batu berbelah;
12. Naungan bukit;
13. Manna dan Salwa;
14. Musim kemarau;
15. Kurang buah-buahan;
16. Kemusnahan harta-harta mereka, seperti gandum dan makanan.
Allah SWT memerintahkan agar Nabi Muhammad saw menanyakan tentang kisah Musa itu kepada orang-orang Yahudi yang hidup di masanya seperti Abdullah bin Salam dan lain-lain, niscaya mereka akan membenarkan kisah Musa itu. Pengakuan mereka itu akan menambah iman dan keyakinannya dan agar ia meyakini pula karena kisah itu terdapat pula dalam kitab mereka.
Tanyakanlah kepada orang-orang Yahudi itu, tentu mereka akan menerangkan bahwa Musa as telah datang kepada Firaun membawa hukum-hukum yang sembilan itu. Tetapi Firaun mengingkarinya, bahkan mereka mengatakan bahwa Musa adalah orang yang rusak akal. Karena kerusakan akalnya itulah, maka Musa mengakui dirinya seorang Rasul Allah.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 101
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ فَاسْأَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُمْ فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا (101)
(Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata) yaitu tangan, tongkat, topan, belalang, kutu, kodok, darah atau kutukan paceklik dan kekurangan buah-buahan (maka tanyakanlah) hai Muhammad (kepada Bani Israel) perihalnya dengan pertanyaan yang menetapkan kebenaranmu terhadap kaum musyrikin; atau artinya Kami berfirman kepada Muhammad, "Tanyakanlah." Menurut qiraat yang lain diungkapkan dalam bentuk fi`il madhi (tatkala Musa datang kepada mereka lalu Firaun berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku sangka kamu hai Musa seorang yang kena sihir.") orang yang tidak sadar dan akal warasmu sudah hilang.
102. Musa menjawab: `Sesungguhnya kamu telah mengetahui,
bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang
memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan
sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun, seorang yang akan binasa`.(QS. 17:102)
Surah Al Israa' 102
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا (102)
Musa mengatakan kepada Firaun: "Sesungguhnya engkau telah mengetahui hal Firaun bahwa yang menerangkan ayat-ayat (hukum-hukum) ini adalah Tuhan yang memiliki langit dan bumi, yang merupakan petunjuk bagi manusia, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Hanya orang-orang yang bersih hatinyalah yang dapat menerima hukum-hukum itu. Engkau wahai Firaun menurut pendapatku adalah orang yang kotor hatinya, tidak mempunyai kesediaan dalam hatinya untuk menerima hukum-hukum itu, kebenaran apapun yang dikemukakan kepadamu, tidak akan dapat engkau terima.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 102
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا (102)
(Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, tiada yang menurunkannya) mukjizat-mukjizat itu (melainkan Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata) pelajaran-pelajaran, tetapi ternyata kamu masih tetap ingkar. Menurut qiraat lain lafal `alimta dibaca `alimtu (dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun, seorang yang binasa.") hancur atau dipalingkan dari kebaikan.
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا (102)
Musa mengatakan kepada Firaun: "Sesungguhnya engkau telah mengetahui hal Firaun bahwa yang menerangkan ayat-ayat (hukum-hukum) ini adalah Tuhan yang memiliki langit dan bumi, yang merupakan petunjuk bagi manusia, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Hanya orang-orang yang bersih hatinyalah yang dapat menerima hukum-hukum itu. Engkau wahai Firaun menurut pendapatku adalah orang yang kotor hatinya, tidak mempunyai kesediaan dalam hatinya untuk menerima hukum-hukum itu, kebenaran apapun yang dikemukakan kepadamu, tidak akan dapat engkau terima.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 102
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا (102)
(Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, tiada yang menurunkannya) mukjizat-mukjizat itu (melainkan Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata) pelajaran-pelajaran, tetapi ternyata kamu masih tetap ingkar. Menurut qiraat lain lafal `alimta dibaca `alimtu (dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun, seorang yang binasa.") hancur atau dipalingkan dari kebaikan.
103. Kemudian (Firaun) hendak mengusir mereka (Musa dan
pengikut-pengikutnya) dari bumi (Mesir) itu, maka Kami tenggelamkan dia
(Firaun) serta orang-orang yang bersama-sama dia seluruhnya,(QS. 17:103)
Surah Al Israa' 103
فَأَرَادَ أَنْ يَسْتَفِزَّهُمْ مِنَ الْأَرْضِ فَأَغْرَقْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ جَمِيعًا (103)
Setelah Firaun melihat kegigihan Musa dalam menyampaikan risalahnya, dan sikap Musa itu akan membahayakan dirinya dan membahayakan kekuasaannya, maka Firaun berkehendak mengeluarkan Musa dan pengikut-pengikutnya dari bumi Mesir, tetapi Allah SWT lebih dahulu telah menenggelamkannya beserta pengikut-pengikutnya ke dalam laut Qulzum.
فَأَرَادَ أَنْ يَسْتَفِزَّهُمْ مِنَ الْأَرْضِ فَأَغْرَقْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ جَمِيعًا (103)
Setelah Firaun melihat kegigihan Musa dalam menyampaikan risalahnya, dan sikap Musa itu akan membahayakan dirinya dan membahayakan kekuasaannya, maka Firaun berkehendak mengeluarkan Musa dan pengikut-pengikutnya dari bumi Mesir, tetapi Allah SWT lebih dahulu telah menenggelamkannya beserta pengikut-pengikutnya ke dalam laut Qulzum.
104. dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil:
`Diamlah di negeri ini, maka apabila datang masa berbangkit, niscaya
Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur (dengan musuhmu).`(QS. 17:104)
Surah Al Israa' 104
وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الْأَرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا (104)
Kemudian Allah SWT menyelamatkan Musa dan Bani Israel dan memerintahkan agar mendiami negeri yang telah dijanjikan kepada mereka sampai waktu yang ditentukan. Jika telah sampai waktu itu, mereka akan diwafatkan kemudian dibangkitkan kembali pada hari kiamat untuk menetapkan keputusan yang paling adil di antara mereka. Perbuatan baik akan dibalasi dengan pahala yang berlipat ganda sedang perbuatan yang mungkar akan dibalasi dengan siksa neraka.
وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الْأَرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا (104)
Kemudian Allah SWT menyelamatkan Musa dan Bani Israel dan memerintahkan agar mendiami negeri yang telah dijanjikan kepada mereka sampai waktu yang ditentukan. Jika telah sampai waktu itu, mereka akan diwafatkan kemudian dibangkitkan kembali pada hari kiamat untuk menetapkan keputusan yang paling adil di antara mereka. Perbuatan baik akan dibalasi dengan pahala yang berlipat ganda sedang perbuatan yang mungkar akan dibalasi dengan siksa neraka.
105. Dan Kami turunkan (Al quran) itu dengan
sebenar-benarnya dan Al quran itu telah turun dengan (membawa)
kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan.(QS. 17:105)
Surah Al Israa' 105
وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (105)
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan kepada Rasul saw, bahwa Allah benar-benar telah menurunkan Alquran itu dari sisi Nya, tidaklah patut manusia meragukannya dan berpaling dari padanya.
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلَائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا (166)
Artinya:
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu) tetapi Allah mengakui Alquran yang diturunkan Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu Nya; dan malaikat-malaikatpun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya". (Q.S. An Nisa: 166)
Alquran itu juga membawa ajaran-ajaran yang benar yang membawa ketertiban dan kesejahteraan kepada umat manusia.
Di dalamnya terdapat ajaran tentang moral, akidah ketuhanan, peraturan-peraturan, hukum-hukum, sejarah-sejarah dan ilmu pengetahuan. Segala isinya, senantiasa terpelihara, baik lafal maupun maknanya tidak akan ternoda dengan tambahan atau pengurangan yang menyebabkan kekacauan dan kesimpang-siuran, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)
Artinya:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Q.S. Al Hijir: 9)
Firman Nya lagi:
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ (42)
Artinya:
Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Q.S. Fussilat: 42)
Demikianlah Allah menerangkan sifat-sifat Alquran dengan segala jaminan Nya akan segala kesuciannya dari kekotoran tangan manusia dan dia diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang diutus kepada umat manusia untuk memberikan kabar kepada mereka tentang pahala dan surga bagi orang-orang yang beriman dan taat kepada ajaran agama, dan memberikan peringatan kepada manusia tentang azab dan neraka bagi yang kafir dan berbuat dosa.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 105
وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (105)
(Dan Kami turunkan dia itu dengan sebenar-benarnya) Alquran itu (dan dengan membawa kebenaran) mengandung kebenaran (Alquran itu telah turun) dalam keadaan utuh sebagaimana waktu diturunkan tidak akan terjadi perubahan dan penggantian padanya. (Dan Kami tidak mengutus kamu) hai Muhammad (melainkan sebagai pembawa berita gembira) kepada orang yang percaya akan adanya surga (dan pemberi peringatan) terhadap orang yang ingkar kepada adanya neraka.
وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (105)
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan kepada Rasul saw, bahwa Allah benar-benar telah menurunkan Alquran itu dari sisi Nya, tidaklah patut manusia meragukannya dan berpaling dari padanya.
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلَائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا (166)
Artinya:
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu) tetapi Allah mengakui Alquran yang diturunkan Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu Nya; dan malaikat-malaikatpun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya". (Q.S. An Nisa: 166)
Alquran itu juga membawa ajaran-ajaran yang benar yang membawa ketertiban dan kesejahteraan kepada umat manusia.
Di dalamnya terdapat ajaran tentang moral, akidah ketuhanan, peraturan-peraturan, hukum-hukum, sejarah-sejarah dan ilmu pengetahuan. Segala isinya, senantiasa terpelihara, baik lafal maupun maknanya tidak akan ternoda dengan tambahan atau pengurangan yang menyebabkan kekacauan dan kesimpang-siuran, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)
Artinya:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Q.S. Al Hijir: 9)
Firman Nya lagi:
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ (42)
Artinya:
Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Q.S. Fussilat: 42)
Demikianlah Allah menerangkan sifat-sifat Alquran dengan segala jaminan Nya akan segala kesuciannya dari kekotoran tangan manusia dan dia diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang diutus kepada umat manusia untuk memberikan kabar kepada mereka tentang pahala dan surga bagi orang-orang yang beriman dan taat kepada ajaran agama, dan memberikan peringatan kepada manusia tentang azab dan neraka bagi yang kafir dan berbuat dosa.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 105
وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (105)
(Dan Kami turunkan dia itu dengan sebenar-benarnya) Alquran itu (dan dengan membawa kebenaran) mengandung kebenaran (Alquran itu telah turun) dalam keadaan utuh sebagaimana waktu diturunkan tidak akan terjadi perubahan dan penggantian padanya. (Dan Kami tidak mengutus kamu) hai Muhammad (melainkan sebagai pembawa berita gembira) kepada orang yang percaya akan adanya surga (dan pemberi peringatan) terhadap orang yang ingkar kepada adanya neraka.
106. Dan Al quran itu telah Kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia
dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.(QS. 17:106)
Surah Al Israa' 106
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106)
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan lagi bahwa Alquran itu diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dengan berangsur-angsur, sebagian demi sebagian, agar beliau dapat membacakannya kepada umatnya, serta memahamkannya perlahan-lahan, dan setiap kali ayat-ayat Alquran itu diturunkan, maka turunnya itu sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa yang terjadi. Pertama kali ayat Alquran diwahyukan ialah di bulan Ramadan, pada malam lailatulkadar, kemudian seterusnya diturunkan kepada Nabi berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun. Dengan diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur itu, maka umat Islam memperoleh keutamaan dan manfaat yang besar antara lain:
Pertama: Kaum Muslimin mudah menghafalnya, sehingga bahasa Alquran yang indah dan halus itu mempengaruhi bahas mereka pula.
Kedua: Kaum Muslimin berkesempatan untuk memahami setiap kelompok yang diturunkan itu, karena jangkauan maknanya yang luas memerlukan waktu yang cukup agar didapat pemahaman yang sungguh-sungguh.
Ketiga: Kaum Muslimin tidak mengalami keguncangan kejiwaan dalam menghadapi perubahan yang dibawa oleh Islam.
Mereka sebelum kedatangan agama Islam menganut kepercayaan keberhalaan yang bermacam-macam, dan mereka tidak memiliki kesatuan peraturan dua tata kehidupan yang dipatuhi. Maka diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur itu mempermudah mereka menyesuaikan diri dengan ajaran-ajaran yang baru itu, baik ajaran yang berhubungan dengan akidah, maupun yang berhubungan dengan ibadah dan kemasyarakatan.
Keempat: Ayat-ayat Alquran kebanyakan adalah penjelasan yang berhubungan dengan suatu peristiwa yang terjadi.
Firman Allah SWT:
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا (33)
Artinya:
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Q.S. Al Furqan: 33)
Dengan demikian kaum Muslim ini merasakan bahwa mereka selalu mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT pada setiap mereka menghadapi peristiwa yang terjadi di antara mereka.
Untuk Nabi Muhammad saw maka turunnya Alquran secara berangsur-angsur itu amat besar manfaatnya, seperti dijelaskan Allah dalam firman Nya:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا (32)
Artinya:
Berkatalah orang-orang kafir: "Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (Q.S. Al Furqan: 32)
Jumlah ayat-ayat setiap diturunkan itu berkisar antara lima dan sepuluh ayat sesuai dengan kebutuhan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 106
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106)
(Dan Alquran itu) lafal Alquran ini dinashabkan oleh fi`il yang dijelaskan oleh firman selanjutnya (telah Kami turunkan secara berangsur-angsur) Kami turunkan secara bertahap selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun (agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia) secara perlahan-lahan dan tenang supaya mereka dapat memahaminya (dan Kami menurunkannya bagian demi bagian) sedikit demi sedikit sesuai dengan kemaslahatan.
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106)
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan lagi bahwa Alquran itu diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dengan berangsur-angsur, sebagian demi sebagian, agar beliau dapat membacakannya kepada umatnya, serta memahamkannya perlahan-lahan, dan setiap kali ayat-ayat Alquran itu diturunkan, maka turunnya itu sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa yang terjadi. Pertama kali ayat Alquran diwahyukan ialah di bulan Ramadan, pada malam lailatulkadar, kemudian seterusnya diturunkan kepada Nabi berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun. Dengan diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur itu, maka umat Islam memperoleh keutamaan dan manfaat yang besar antara lain:
Pertama: Kaum Muslimin mudah menghafalnya, sehingga bahasa Alquran yang indah dan halus itu mempengaruhi bahas mereka pula.
Kedua: Kaum Muslimin berkesempatan untuk memahami setiap kelompok yang diturunkan itu, karena jangkauan maknanya yang luas memerlukan waktu yang cukup agar didapat pemahaman yang sungguh-sungguh.
Ketiga: Kaum Muslimin tidak mengalami keguncangan kejiwaan dalam menghadapi perubahan yang dibawa oleh Islam.
Mereka sebelum kedatangan agama Islam menganut kepercayaan keberhalaan yang bermacam-macam, dan mereka tidak memiliki kesatuan peraturan dua tata kehidupan yang dipatuhi. Maka diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur itu mempermudah mereka menyesuaikan diri dengan ajaran-ajaran yang baru itu, baik ajaran yang berhubungan dengan akidah, maupun yang berhubungan dengan ibadah dan kemasyarakatan.
Keempat: Ayat-ayat Alquran kebanyakan adalah penjelasan yang berhubungan dengan suatu peristiwa yang terjadi.
Firman Allah SWT:
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا (33)
Artinya:
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Q.S. Al Furqan: 33)
Dengan demikian kaum Muslim ini merasakan bahwa mereka selalu mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT pada setiap mereka menghadapi peristiwa yang terjadi di antara mereka.
Untuk Nabi Muhammad saw maka turunnya Alquran secara berangsur-angsur itu amat besar manfaatnya, seperti dijelaskan Allah dalam firman Nya:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا (32)
Artinya:
Berkatalah orang-orang kafir: "Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (Q.S. Al Furqan: 32)
Jumlah ayat-ayat setiap diturunkan itu berkisar antara lima dan sepuluh ayat sesuai dengan kebutuhan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 106
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106)
(Dan Alquran itu) lafal Alquran ini dinashabkan oleh fi`il yang dijelaskan oleh firman selanjutnya (telah Kami turunkan secara berangsur-angsur) Kami turunkan secara bertahap selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun (agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia) secara perlahan-lahan dan tenang supaya mereka dapat memahaminya (dan Kami menurunkannya bagian demi bagian) sedikit demi sedikit sesuai dengan kemaslahatan.
107. Katakanlah: `Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah
beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi
pengetahuan sebelumnya apabila Al quran dibacakan kepada mereka, mereka
menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,(QS. 17:107)
Surah Al Israa' 107
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107)
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Rasul Nya untuk menyatakan dengan keras kepada kaum musyrikin yang ingkar kepada kebenaran Alquran itu, bahwa sekiranya mereka beriman maka keimanan mereka itu tidaklah memperkaya perbendaharaan rahmat Nya. Demikian pula sebaliknya, sekiranya mereka tetap ingkar, tidak mau beriman kepada Alquran, maka keingkaran dan penolakan mereka terhadap Alquran itu tidaklah mengurangi keagungan Allah SWT.
Pernyataan Rasul saw ini merupakan celaan dan kecaman kepada kaum musyrikin, serta mengandung pula penghinaan kepada mereka. Bagaimanapun sikap mereka terhadap Alquran tidaklah hal itu patut diperdulikan, dan kebenaran Alquran itu bukanlah tergantung kepada sikap orang-orang yang ingkar itu. Tidaklah mengherankan kalau mereka menolak kebenaran Alquran, karena mereka memang orang Jahiliah. Tetapi orang-orang baik dan terpelajar di antara mereka tentu beriman dan tunduk sepenuhnya bila mendengar ayat-ayat dibacakan. Semisal Zaid Ibnu Amru Ibnu Nufail dan Waraqah bin Naufal yang telah membacakan kitab-kitab suci yang terdahulu sebelum Alquran diturunkan, dan mereka mengetahui kelak pada waktunya akan lahir seorang Rasul akhir zaman. Mereka menelungkup sujud dan bersyukur kepada Allah SWT yang telah memenuhi janji Nya, yaitu mengutus Muhammad saw sebagai Rasul terakhir. Dengan turunnya ayat ini Nabi Muhammad saw merasakan terhibur hatinya, karena keimanan orang-orang yang terpelajar lebih berarti dari keimanan orang-orang jahil, meskipun orang jahil itu keimanannya tetap diharapkan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 107
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107)
(Katakanlah) kepada orang-orang kafir Mekah ("Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman) ungkapan ini dimaksud sebagai ancaman buat mereka (Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya) sebelum diturunkan Alquran mereka adalah orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab (apabila Alquran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.")
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107)
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Rasul Nya untuk menyatakan dengan keras kepada kaum musyrikin yang ingkar kepada kebenaran Alquran itu, bahwa sekiranya mereka beriman maka keimanan mereka itu tidaklah memperkaya perbendaharaan rahmat Nya. Demikian pula sebaliknya, sekiranya mereka tetap ingkar, tidak mau beriman kepada Alquran, maka keingkaran dan penolakan mereka terhadap Alquran itu tidaklah mengurangi keagungan Allah SWT.
Pernyataan Rasul saw ini merupakan celaan dan kecaman kepada kaum musyrikin, serta mengandung pula penghinaan kepada mereka. Bagaimanapun sikap mereka terhadap Alquran tidaklah hal itu patut diperdulikan, dan kebenaran Alquran itu bukanlah tergantung kepada sikap orang-orang yang ingkar itu. Tidaklah mengherankan kalau mereka menolak kebenaran Alquran, karena mereka memang orang Jahiliah. Tetapi orang-orang baik dan terpelajar di antara mereka tentu beriman dan tunduk sepenuhnya bila mendengar ayat-ayat dibacakan. Semisal Zaid Ibnu Amru Ibnu Nufail dan Waraqah bin Naufal yang telah membacakan kitab-kitab suci yang terdahulu sebelum Alquran diturunkan, dan mereka mengetahui kelak pada waktunya akan lahir seorang Rasul akhir zaman. Mereka menelungkup sujud dan bersyukur kepada Allah SWT yang telah memenuhi janji Nya, yaitu mengutus Muhammad saw sebagai Rasul terakhir. Dengan turunnya ayat ini Nabi Muhammad saw merasakan terhibur hatinya, karena keimanan orang-orang yang terpelajar lebih berarti dari keimanan orang-orang jahil, meskipun orang jahil itu keimanannya tetap diharapkan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 107
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107)
(Katakanlah) kepada orang-orang kafir Mekah ("Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman) ungkapan ini dimaksud sebagai ancaman buat mereka (Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya) sebelum diturunkan Alquran mereka adalah orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab (apabila Alquran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.")
108. dan mereka berkata:` Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.`(QS. 17:108)
Surah Al Israa' 108
وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108)
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan lagi bahwa orang-orang yang telah diberi ilmu itu mengucapkan tasbih, yaitu lafal "Subhanallah" artinya "Maha Suci Allah", sewaktu mereka sujud tanda syukur kepada Allah SWT, mereka menyucikan Tuhan dari sifat-sifat yang tidak patut bagi Nya, seperti menyalahi janji Nya kepada umat manusia untuk mengutus seorang Rasul, dan mereka mengatakan pula sebenarnya janji Allah itu telah datang dan menjadi kenyataan.
Ayat ini menunjukkan kebaikan membaca tasbih dalam sujud. `Aisyah ra berkata: "Adalah Rasul saw banyak membaca dalam sujud dan rukuknya:
سبحانك اللهم ربنا نسبح بحمدك اللهم اغفرلي
Artinya:
Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, kami bertasbih dengan memuji Mu. Ya Allah ampunilah aku. (H. R. Muslim)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 108
وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108)
(Dan mereka berkata, "Maha Suci Rabb kami) dimaksud memahasucikan Dia dari ingkar janji (sesungguhnya) lafal in di sini adalah bentuk takhfif dari inaa (janji Rabb kami) untuk menurunkan Alquran dan mengutus Nabi Muhammad saw. (pasti dipenuhi.")
وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108)
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan lagi bahwa orang-orang yang telah diberi ilmu itu mengucapkan tasbih, yaitu lafal "Subhanallah" artinya "Maha Suci Allah", sewaktu mereka sujud tanda syukur kepada Allah SWT, mereka menyucikan Tuhan dari sifat-sifat yang tidak patut bagi Nya, seperti menyalahi janji Nya kepada umat manusia untuk mengutus seorang Rasul, dan mereka mengatakan pula sebenarnya janji Allah itu telah datang dan menjadi kenyataan.
Ayat ini menunjukkan kebaikan membaca tasbih dalam sujud. `Aisyah ra berkata: "Adalah Rasul saw banyak membaca dalam sujud dan rukuknya:
سبحانك اللهم ربنا نسبح بحمدك اللهم اغفرلي
Artinya:
Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, kami bertasbih dengan memuji Mu. Ya Allah ampunilah aku. (H. R. Muslim)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 108
وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108)
(Dan mereka berkata, "Maha Suci Rabb kami) dimaksud memahasucikan Dia dari ingkar janji (sesungguhnya) lafal in di sini adalah bentuk takhfif dari inaa (janji Rabb kami) untuk menurunkan Alquran dan mengutus Nabi Muhammad saw. (pasti dipenuhi.")
109. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu.(QS. 17:109)
Surah Al Israa' 109
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109)
Kemudian Allah SWT menambahkan dalam ayat ini sifat-sifat yang terpuji pada orang-orang yang diberi ilmu itu. Mereka menelungkupkan muka mereka, sujud kepada Allah sambil menangis disebabkan bermacam-macam perasaan yang menghentak dada mereka, seperti perasaan takut kepada Allah, perasaan syukur atas kelahiran Rasul yang dijanjikan. Dalam pada itu kesan kesan serta pengaruh ajaran-ajaran Alquran itu ke dalam jiwa mereka ketika mendengarnya menambah kekhusyukan dan kerendahan hati mereka, sehingga mereka merasa betapa kecilnya manusia itu di sisi Allah SWT. Demikianlah sifat orang ahli ilmu yang telah mencapai martabat yang mulia. Hatinya menjadi tunduk dan matanya mencucurkan air mata ketika Alquran dibacakan kepadanya. Mencucurkan air mata ketika mendengar atau membaca Alquran sangat terpuji dalam pandangan Islam.
Bersabda Rasulullah saw:
اقرءوا القرآن وابكوا وإذا لم تبكوا فتباكوا
Artinya:
Bacalah Alquran dan menangislah, jika kamu tidak bisa menangis, maka usahakanlah sekuat-kuatnya agar dapat menangis. (H.R. Tirmizi dari Saad bin Abi Waqqas)
Sabda Rasulullah saw lagi:
عينان لا تمسهما النار، عين بكت من خشية الله تعالى وعين باتت تحرس في سبيل الله
Artinya:
Dua mata yang tidak disentuh api neraka, yaitu yang menangis karena takut kepada Allah SWT, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari pada jalan Allah (jihad). (H.R. Tirmizi dari Ibnu Abbas)
لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع ولا اجتمع على عبد غبار في سبيل الله ودخان جهنم
Artinya:
Tidaklah masuk neraka seorang laki-laki yang menangis karena takut kepada Allah, kecuali bila air susu sapi dapat kembali ke dalam kantong susunya, dan tidaklah berkumpul pada seorang hamba, debu dalam peperangan di jalan Allah dengan asap (debu) api neraka. (H.R. Muslim dan Nasai dari Abu Hurairah)
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109)
Kemudian Allah SWT menambahkan dalam ayat ini sifat-sifat yang terpuji pada orang-orang yang diberi ilmu itu. Mereka menelungkupkan muka mereka, sujud kepada Allah sambil menangis disebabkan bermacam-macam perasaan yang menghentak dada mereka, seperti perasaan takut kepada Allah, perasaan syukur atas kelahiran Rasul yang dijanjikan. Dalam pada itu kesan kesan serta pengaruh ajaran-ajaran Alquran itu ke dalam jiwa mereka ketika mendengarnya menambah kekhusyukan dan kerendahan hati mereka, sehingga mereka merasa betapa kecilnya manusia itu di sisi Allah SWT. Demikianlah sifat orang ahli ilmu yang telah mencapai martabat yang mulia. Hatinya menjadi tunduk dan matanya mencucurkan air mata ketika Alquran dibacakan kepadanya. Mencucurkan air mata ketika mendengar atau membaca Alquran sangat terpuji dalam pandangan Islam.
Bersabda Rasulullah saw:
اقرءوا القرآن وابكوا وإذا لم تبكوا فتباكوا
Artinya:
Bacalah Alquran dan menangislah, jika kamu tidak bisa menangis, maka usahakanlah sekuat-kuatnya agar dapat menangis. (H.R. Tirmizi dari Saad bin Abi Waqqas)
Sabda Rasulullah saw lagi:
عينان لا تمسهما النار، عين بكت من خشية الله تعالى وعين باتت تحرس في سبيل الله
Artinya:
Dua mata yang tidak disentuh api neraka, yaitu yang menangis karena takut kepada Allah SWT, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari pada jalan Allah (jihad). (H.R. Tirmizi dari Ibnu Abbas)
لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع ولا اجتمع على عبد غبار في سبيل الله ودخان جهنم
Artinya:
Tidaklah masuk neraka seorang laki-laki yang menangis karena takut kepada Allah, kecuali bila air susu sapi dapat kembali ke dalam kantong susunya, dan tidaklah berkumpul pada seorang hamba, debu dalam peperangan di jalan Allah dengan asap (debu) api neraka. (H.R. Muslim dan Nasai dari Abu Hurairah)
110. Katakanlah:` Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman.
Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa ul husna
(nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam
shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di
antara kedua itu `.(QS. 17:110)
Surah Al Israa' 110
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا (110)
Pada ayat ini Allah SWT menjelaskan tentang keesaan Zat Nya dengan nama-nama yang baik. Nama-nama yang baik itu hanyalah menggambarkan sifat-sifat kesempurnaan Nya, bukanlah wujud yang berdiri sendiri sebagaimana dengan kaum musyrikin. Adapun sebab-sebab turunnya ayat ini, menurut riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasul saw pada suatu hari salat di Mekah, lalu beliau berdoa, dalam doanya itu beliau mengucapkan kata-kata: "Ya Allah Ya Rahman, orang-orang musyrikin yang mendengar ucapan Nabi itu berkata: "Perhatikanlah orang yang telah keluar dari agamanya ini, dilarangnya kita berdoa kepada dua Tuhan sedangkan dia sendiri berdoa kepada dua Tuhan.
Menurut riwayat Ad Dahhak sebab turunnya ayat ini ialah bahwa orang Yahudi bertanya kepada Rasul saw mengapa kata Ar Rahman sedikit beliau sebutkan, padahal di dalam Taurat banyak Allah menyebutkannya". 420)
Bilamana latar belakang sebab turunnya ayat ini menurut riwayat yang pertama ialah sanggahan orang-orang musyrikin kepada Nabi Muhammad saw, maka Allah menjelaskan kepada kaum musyrikin itu dalam ayat ini bahwa kedua lafal itu. "Allah dan Ar Rabman" walaupun berbeda namun sama-sama mengungkapkan Zat Yang Maha Esa, Tuhan satu-satunya yang disembah. Pemahaman yang demikian sesuai dengan keterangan ayat 111.
Bila latar belakang turunnya ayat ini riwayat yang kedua, maka Allah menjelaskan kepada orang Yahudi bahwa lafal itu sama-sama baik untuk mengutarakan apa yang dimaksud. Karena orang Yahudi memandang kata Ar Rahman lebih baik, karena sifat itu yang paling disukai Allah, maka banyak disebut dalam Al Taurat Mengapa Ar Rahman itu banyak sekali disebut dalam At Taurat? Nabi Musa as adalah berwatak keras dan pemarah. Oleh karena itu, Allah banyak menyebutkan kata-kata Ar Rahman agar beliau mempergauli umatnya dengan kasih sayang, dan beliau sebagai seorang Nabi tentulah mencontoh sifat-sifat Allah.
Sesudah menyatakan kesamaan kedua kata itu, maka Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa yang mana saja di antara kedua lafal itu adalah baik dipergunakan untuk berdoa, karena Tuhan mempunyai "asmaul husna" artinya nama-nama yang paling baik Tuhan memberikan keterangan dengan Al Husna (paling baik) untuk nama-nama Nya, karena al husna mengandung pengertian yang mencakup segala sifat-sifat kesempurnaan, kemuliaan dan keindahan yang tak ada sesuatupun yang menyerupainya.
Orang-orang Yahudi sesungguhnya tidaklah memungkiri ke Maha Baikan nama-nama Tuhan itu. Hanya saja mereka memandang "Ar Rahman" nama yang terbaik di antara nama-nama Tuhan lainnya, dan inilah yang tidak dibenarkan dalam ayat ini, karena kedua nama tersebut adalah termasuk Al asmaul Husna. Pendapat seperti pendapat orang Yahudi di atas, terdapat pula pada kaum muslimin yaitu; pendapat adanya nama yang lebih tinggi di antara Al Asmaul Husna. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendengar seorang laki-laki membaca doa yang artinya:
"Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada Mu supaya aku benar-benar bersaksi bahwasanya Engkau Allah Yang tiada Tuhan melainkan Engkau. Yang Esa lagi tempat bergantung segala makhluk. Yang tiada beranak dan tiada dilahirkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
Setelah mendengar doa itu Nabi saw bersabda yang:
Artinya:
"Demi Allah yang jiwaku di tangan Nya, benar-benar laki-laki itu berdoa dengan nama Tuhan Yang Agung (Al Asma Al A'zam), yang bila Allah diseru dengan (menyebut) nama itu niscaya Dia menyempurnakannya, dan bila Allah diminta dengan (menyebut) nama itu niscaya Dia memberi".
Diriwayatkan pula bahwa Nabi saw bersabda yang:
Artinya:
Nama Allah Taala Yang Maha Agung terletak dua ayat ini. (H.R. Ibnu Mardawaih dan Ibnu Hatim)
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (163)
Artinya:
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al Baqarah: 163)
Dan ayat yang kedua ialah pada pembukaan surah Ali Imran:
الم (1) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ (2)
Artinya:
Alif lam mim, Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk Nya. (Q.S. Ali Imran: 1-2)
Kemudian dalam akhir ayat ini, Allah memerintahkan kepada Rasul agar di waktu salat jangan membaca ayat dengan suara keras dan jangan pula dengan suara yang rendah tapi di antara keduanya. Dimaksud dengan membaca ayat ini mencakup membaca Basmalah dan ayat lainnya. Jika rasul membaca dengan suara yang nyaring tentulah didengar oleh orang musyrikin dan mereka lalu mengejek, mengecam dan memaki-maki Alquran, Nabi dan sahabat-sahabatnya. Namun ditegur pula agar jangan terlalu rendah suaranya dalam membaca ayat Alquran sehingga sahabatnya tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Larangan ini ketika Rasul masih berada di Mekah berdasar riwayat Ibnu Abbas.
Menurut riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasul ketika di Mekah disuruh membaca dengan suara yang sedang, dilarang membaca dengan suara yang nyaring dan rendah sehingga tidak terdengar. Tetapi sesudah hijrah ke Madinah persoalan itu tidak ada lagi kecuali membaca ayat dalam salat dengan suara yang keras di luar batas yang diperlakukan, maka yang semacam ini tetap tidak dibenarkan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 110
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا (110)
Disebutkan bahwa Nabi saw. sering mengucapkan kalimat ya Allah, ya Rahman; artinya wahai Allah, wahai Yang Maha Pemurah. Maka orang-orang musyrik mengatakan, "Dia melarang kita untuk menyembah dua tuhan sedangkan dia sendiri menyeru tuhan lain di samping-Nya," maka turunlah ayat berikut ini, yaitu: (Katakanlah) kepada mereka ("Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman) artinya namailah Dia dengan mana saja di antara kedua nama itu; atau serulah Dia seumpamanya kamu mengatakan, 'Ya Allah, ya Rahman,' artinya wahai Allah, wahai Yang Maha Pemurah (nama yang mana saja") huruf ayyan di sini bermakna syarath sedangkan huruf maa adalah zaidah; artinya mana saja di antara kedua nama itu (kamu seru) maka ia adalah baik; makna ini dijelaskan oleh ayat selanjutnya, yaitu: (Dia mempunyai) Dzat yang mempunyai kedua nama tersebut (asmaul husna) yaitu nama-nama yang terbaik, dan kedua nama tersebut, yaitu lafal Allah dan lafal Ar-Rahman adalah sebagian daripadanya. Sesungguhnya asmaul husna itu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis ialah seperti berikut ini, yaitu: Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Penyayang, Raja di dunia dan akhirat, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Memberi keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Mulia, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Memiliki segala keagungan, Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Memberi rupa, Yang Maha Penerima tobat, Yang Maha Mengalahkan, Yang Maha Memberi, Yang Maha Pemberi rezeki, Yang Maha Membuka, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Menyempitkan rezeki, Yang Maha Melapangkan rezeki, Yang Maha Merendahkan, Yang Maha Mengangkat, Yang Maha Memuliakan, Yang Maha Menghinakan, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Maha Memberi keputusan, Yang Maha Adil, Yang Maha Lembut, Yang Maha Waspada, Yang Maha Penyantun, Yang Maha Agung, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Mensyukuri, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Besar, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Memberi azab, Yang Maha Penghisab, Yang Maha Besar, Yang Maha Dermawan, Yang Maha Mengawasi, Yang Maha Memperkenankan, Yang Maha Luas, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Mulia, Yang Maha Membangkitkan, Yang Maha Menyaksikan, Yang Maha Hak, Yang Maha Menolong, Yang Maha Kuat, Yang Maha Teguh, Yang Maha Menguasai, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Menghitung, Yang Maha Memulai, Yang Maha Mengembalikan, Yang Maha Menghidupkan, Yang Maha Mematikan, Yang Maha Hidup, Yang Maha Memelihara makhluk-Nya, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Mengagungkan, Yang Maha Satu, Yang Maha Esa, Yang Maha Melindungi, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Mendahulukan, Yang Maha Mengakhirkan, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Lahir, Yang Maha Batin, Yang Maha Menguasai, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Melimpahkan kebaikan, Yang Maha Memberi tobat, Yang Maha Membalas, Yang Maha Memaafkan, Yang Maha Penyayang, Raja Diraja, Yang Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan, Yang Maha Adil, Yang Maha Mengumpulkan, Yang Maha Kaya, Yang Maha Memberi Kekayaan, Yang Maha Mencegah, Yang Maha Memberi kemudaratan, Yang Maha Memberi kemanfaatan, Yang Maha Memiliki cahaya, Yang Maha Memberi petunjuk, Yang Maha Menciptakan keindahan, Yang Maha Kekal, Yang Maha Mewarisi, Yang Maha Membimbing, Yang Maha Penyabar, Yang Maha. Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi. Selanjutnya Allah swt. berfirman: (Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu) dengan mengeraskan bacaanmu dalam salatmu, maka orang-orang musyrik akan mendengar bacaanmu itu jika kamu mengerasi suaramu karena itu mereka akan mencacimu dan mencaci Alquran serta mencaci pula Allah yang telah menurunkannya (dan janganlah pula merendahkan) melirihkan (bacaannya) supaya para sahabatmu dapat mengambil manfaat darinya (dan carilah) bersengajalah (di antara kedua itu) yakni di antara suara keras dan suara pelan (jalan tengah) yaitu cara yang pertengahan.
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا (110)
Pada ayat ini Allah SWT menjelaskan tentang keesaan Zat Nya dengan nama-nama yang baik. Nama-nama yang baik itu hanyalah menggambarkan sifat-sifat kesempurnaan Nya, bukanlah wujud yang berdiri sendiri sebagaimana dengan kaum musyrikin. Adapun sebab-sebab turunnya ayat ini, menurut riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasul saw pada suatu hari salat di Mekah, lalu beliau berdoa, dalam doanya itu beliau mengucapkan kata-kata: "Ya Allah Ya Rahman, orang-orang musyrikin yang mendengar ucapan Nabi itu berkata: "Perhatikanlah orang yang telah keluar dari agamanya ini, dilarangnya kita berdoa kepada dua Tuhan sedangkan dia sendiri berdoa kepada dua Tuhan.
Menurut riwayat Ad Dahhak sebab turunnya ayat ini ialah bahwa orang Yahudi bertanya kepada Rasul saw mengapa kata Ar Rahman sedikit beliau sebutkan, padahal di dalam Taurat banyak Allah menyebutkannya". 420)
Bilamana latar belakang sebab turunnya ayat ini menurut riwayat yang pertama ialah sanggahan orang-orang musyrikin kepada Nabi Muhammad saw, maka Allah menjelaskan kepada kaum musyrikin itu dalam ayat ini bahwa kedua lafal itu. "Allah dan Ar Rabman" walaupun berbeda namun sama-sama mengungkapkan Zat Yang Maha Esa, Tuhan satu-satunya yang disembah. Pemahaman yang demikian sesuai dengan keterangan ayat 111.
Bila latar belakang turunnya ayat ini riwayat yang kedua, maka Allah menjelaskan kepada orang Yahudi bahwa lafal itu sama-sama baik untuk mengutarakan apa yang dimaksud. Karena orang Yahudi memandang kata Ar Rahman lebih baik, karena sifat itu yang paling disukai Allah, maka banyak disebut dalam Al Taurat Mengapa Ar Rahman itu banyak sekali disebut dalam At Taurat? Nabi Musa as adalah berwatak keras dan pemarah. Oleh karena itu, Allah banyak menyebutkan kata-kata Ar Rahman agar beliau mempergauli umatnya dengan kasih sayang, dan beliau sebagai seorang Nabi tentulah mencontoh sifat-sifat Allah.
Sesudah menyatakan kesamaan kedua kata itu, maka Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa yang mana saja di antara kedua lafal itu adalah baik dipergunakan untuk berdoa, karena Tuhan mempunyai "asmaul husna" artinya nama-nama yang paling baik Tuhan memberikan keterangan dengan Al Husna (paling baik) untuk nama-nama Nya, karena al husna mengandung pengertian yang mencakup segala sifat-sifat kesempurnaan, kemuliaan dan keindahan yang tak ada sesuatupun yang menyerupainya.
Orang-orang Yahudi sesungguhnya tidaklah memungkiri ke Maha Baikan nama-nama Tuhan itu. Hanya saja mereka memandang "Ar Rahman" nama yang terbaik di antara nama-nama Tuhan lainnya, dan inilah yang tidak dibenarkan dalam ayat ini, karena kedua nama tersebut adalah termasuk Al asmaul Husna. Pendapat seperti pendapat orang Yahudi di atas, terdapat pula pada kaum muslimin yaitu; pendapat adanya nama yang lebih tinggi di antara Al Asmaul Husna. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendengar seorang laki-laki membaca doa yang artinya:
"Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada Mu supaya aku benar-benar bersaksi bahwasanya Engkau Allah Yang tiada Tuhan melainkan Engkau. Yang Esa lagi tempat bergantung segala makhluk. Yang tiada beranak dan tiada dilahirkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
Setelah mendengar doa itu Nabi saw bersabda yang:
Artinya:
"Demi Allah yang jiwaku di tangan Nya, benar-benar laki-laki itu berdoa dengan nama Tuhan Yang Agung (Al Asma Al A'zam), yang bila Allah diseru dengan (menyebut) nama itu niscaya Dia menyempurnakannya, dan bila Allah diminta dengan (menyebut) nama itu niscaya Dia memberi".
Diriwayatkan pula bahwa Nabi saw bersabda yang:
Artinya:
Nama Allah Taala Yang Maha Agung terletak dua ayat ini. (H.R. Ibnu Mardawaih dan Ibnu Hatim)
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (163)
Artinya:
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al Baqarah: 163)
Dan ayat yang kedua ialah pada pembukaan surah Ali Imran:
الم (1) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ (2)
Artinya:
Alif lam mim, Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk Nya. (Q.S. Ali Imran: 1-2)
Kemudian dalam akhir ayat ini, Allah memerintahkan kepada Rasul agar di waktu salat jangan membaca ayat dengan suara keras dan jangan pula dengan suara yang rendah tapi di antara keduanya. Dimaksud dengan membaca ayat ini mencakup membaca Basmalah dan ayat lainnya. Jika rasul membaca dengan suara yang nyaring tentulah didengar oleh orang musyrikin dan mereka lalu mengejek, mengecam dan memaki-maki Alquran, Nabi dan sahabat-sahabatnya. Namun ditegur pula agar jangan terlalu rendah suaranya dalam membaca ayat Alquran sehingga sahabatnya tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Larangan ini ketika Rasul masih berada di Mekah berdasar riwayat Ibnu Abbas.
Menurut riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasul ketika di Mekah disuruh membaca dengan suara yang sedang, dilarang membaca dengan suara yang nyaring dan rendah sehingga tidak terdengar. Tetapi sesudah hijrah ke Madinah persoalan itu tidak ada lagi kecuali membaca ayat dalam salat dengan suara yang keras di luar batas yang diperlakukan, maka yang semacam ini tetap tidak dibenarkan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 110
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا (110)
Disebutkan bahwa Nabi saw. sering mengucapkan kalimat ya Allah, ya Rahman; artinya wahai Allah, wahai Yang Maha Pemurah. Maka orang-orang musyrik mengatakan, "Dia melarang kita untuk menyembah dua tuhan sedangkan dia sendiri menyeru tuhan lain di samping-Nya," maka turunlah ayat berikut ini, yaitu: (Katakanlah) kepada mereka ("Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman) artinya namailah Dia dengan mana saja di antara kedua nama itu; atau serulah Dia seumpamanya kamu mengatakan, 'Ya Allah, ya Rahman,' artinya wahai Allah, wahai Yang Maha Pemurah (nama yang mana saja") huruf ayyan di sini bermakna syarath sedangkan huruf maa adalah zaidah; artinya mana saja di antara kedua nama itu (kamu seru) maka ia adalah baik; makna ini dijelaskan oleh ayat selanjutnya, yaitu: (Dia mempunyai) Dzat yang mempunyai kedua nama tersebut (asmaul husna) yaitu nama-nama yang terbaik, dan kedua nama tersebut, yaitu lafal Allah dan lafal Ar-Rahman adalah sebagian daripadanya. Sesungguhnya asmaul husna itu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis ialah seperti berikut ini, yaitu: Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Penyayang, Raja di dunia dan akhirat, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Memberi keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Mulia, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Memiliki segala keagungan, Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Memberi rupa, Yang Maha Penerima tobat, Yang Maha Mengalahkan, Yang Maha Memberi, Yang Maha Pemberi rezeki, Yang Maha Membuka, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Menyempitkan rezeki, Yang Maha Melapangkan rezeki, Yang Maha Merendahkan, Yang Maha Mengangkat, Yang Maha Memuliakan, Yang Maha Menghinakan, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Maha Memberi keputusan, Yang Maha Adil, Yang Maha Lembut, Yang Maha Waspada, Yang Maha Penyantun, Yang Maha Agung, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Mensyukuri, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Besar, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Memberi azab, Yang Maha Penghisab, Yang Maha Besar, Yang Maha Dermawan, Yang Maha Mengawasi, Yang Maha Memperkenankan, Yang Maha Luas, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Mulia, Yang Maha Membangkitkan, Yang Maha Menyaksikan, Yang Maha Hak, Yang Maha Menolong, Yang Maha Kuat, Yang Maha Teguh, Yang Maha Menguasai, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Menghitung, Yang Maha Memulai, Yang Maha Mengembalikan, Yang Maha Menghidupkan, Yang Maha Mematikan, Yang Maha Hidup, Yang Maha Memelihara makhluk-Nya, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Mengagungkan, Yang Maha Satu, Yang Maha Esa, Yang Maha Melindungi, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Mendahulukan, Yang Maha Mengakhirkan, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Lahir, Yang Maha Batin, Yang Maha Menguasai, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Melimpahkan kebaikan, Yang Maha Memberi tobat, Yang Maha Membalas, Yang Maha Memaafkan, Yang Maha Penyayang, Raja Diraja, Yang Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan, Yang Maha Adil, Yang Maha Mengumpulkan, Yang Maha Kaya, Yang Maha Memberi Kekayaan, Yang Maha Mencegah, Yang Maha Memberi kemudaratan, Yang Maha Memberi kemanfaatan, Yang Maha Memiliki cahaya, Yang Maha Memberi petunjuk, Yang Maha Menciptakan keindahan, Yang Maha Kekal, Yang Maha Mewarisi, Yang Maha Membimbing, Yang Maha Penyabar, Yang Maha. Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi. Selanjutnya Allah swt. berfirman: (Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu) dengan mengeraskan bacaanmu dalam salatmu, maka orang-orang musyrik akan mendengar bacaanmu itu jika kamu mengerasi suaramu karena itu mereka akan mencacimu dan mencaci Alquran serta mencaci pula Allah yang telah menurunkannya (dan janganlah pula merendahkan) melirihkan (bacaannya) supaya para sahabatmu dapat mengambil manfaat darinya (dan carilah) bersengajalah (di antara kedua itu) yakni di antara suara keras dan suara pelan (jalan tengah) yaitu cara yang pertengahan.
111. Dan katakanlah:` Segala puji bagi Allah Yang tidak
mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak
mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehinaan dan agungkanlah Dia
dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.(QS. 17:111)
Surah Al Israa' 111
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111)
Sesudah Allah SWT pada ayat yang lalu menyuruh Nabi agar menyeru Nya dengan nama-nama yang baik, maka pada ayat ini Nabi diajari cara memuji Allah SWT yang memiliki sifat-sifat ke Maha Esaan, kesempurnaan dan keagungan, karena itu hanya Dia sendiri yang berhak menerima segala macam puji-pujian dan kesyukuran dari para hamba dan makhluk Nya atas segala nikmat yang diberikan Nya kepada mereka.
Ayat ini menjelaskan tiga sifat bagi Allah SWT:
Pertama: Bahwa sesungguhnya Dia tidak memiliki anak, karena siapa yang memiliki anak tentu Dia tidak menikmati segala nikmat yang dia miliki, tetapi sebagian nikmat itu dipersiapkan untuk anaknya yang menggantikannya bilamana dia sudah meninggal dunia. Maha Suci Allah SWT dari sifat demikian. Orang yang punya anak itu terhalang untuk menikmati haknya dengan penuh dalam segala keadaan. Sebab itu tidak patutlah dia menerima pujian dari segala makhluk. Dengan ayat ini Allah SWT menjelaskan dan membantah pandangan orang Yahudi yang mengatakan "Uzair" putra Tuhan, dan pendapat orang Nasrani yang mengatakan bahwa "Al Masih" putra Tuhan, atau anggapan orang-orang musyrikin "malaikat-malaikat" itu putra-putra Tuhan.
Kedua: Bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak mempunyai sekutu (syirik) dalam kerajaan Nya. Sekiranya ada sekutunya tentulah terdapat kesulitan untuk menentukan mana di antara keduanya yang berhak menerima pujian, kesyukuran dan pengabdian para makhluk, dan salah satu di antaranya tentu memerlukan pertolongan dari yang lainnya dan akhirnya tidak ada satupun yang menyendiri dan berdaulat secara mutlak di atas alam ini.
Ketiga: Bahwa sesungguhnya tak seorangpun di antara orang-orang yang hina diberi Nya kekuasaan yang akan melindunginya dari musuh yang menghinanya.
Demikianlah Allah SWT Suci dari segala sifat-sifat yang mengurangi kesempurnaan Nya, agar para hamba Nya tidak ragu-ragu memanjatkan doa, syukur dan pujian kepada Nya. Kemudian Nabi saw diperintahkan Nya untuk mengagungkan Allah baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Mengagungkan Allah itu, adalah sebagai berikut:
Pertama: Mengagungkan Allah SWT pada Zat Nya dengan mengiktikadkan bahwa Allah itu wajib ada Nya karena Zat Nya sendiri tidak karena sesuatu yang lain. Dia tidak memerlukan sesuatu dari wujud ini.
Kedua: Mengagungkan Allah SWT pada sifat Nya, dengan mengiktikadkan bahwa hanya Dialah yang memiliki segala sifat-sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan.
Ketiga: Mengagungkan Allah SWT pada af'al Nya (perbuatan Nya) dengan mengiktikadkan bahwa tidak ada suatupun yang terjadi dalam alam ini, melainkan sesuai dengan hikmah dan kehendak Nya.
Keempat: Mengagungkan Allah SWT pada hukum-hukum Nya, dengan mengiktikadkan bahwa hanya Dialah yang menjadi Penguasa yang ditaati dalam alam semesta ini yang pada Nya terletak perintah dan larangan. Tidak ada seorangpun yang dapat membatasi dan membatalkan segala ketentuan Nya atas sesuatu, Dialah yang memuliakan dan Dia pula yang menghinakan orang-orang yang Dia kehendaki.
Kelima: Mengagungkan pada nama-nama Nya, ialah menyeru dan menyebut Allah dengan nama-nama yang baik (Al Asmaul Husna). Tidak mensifatkan Tuhan melainkan dengan sifat-sifat kesucian dan kesempurnaan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 111
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111)
(Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong) untuk menjaga-Nya (dari) sebab (kehinaan) artinya Dia tidak dapat dihina karenanya Dia tidak membutuhkan penolong (dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya) artinya besarkanlah Dia dengan pengagungan yang sempurna daripada sifat memiliki anak, mempunyai sekutu, hina dan hal-hal lain yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya. Urutan pujian dalam bentuk demikian untuk menunjukkan bahwa Dialah yang berhak untuk mendapatkan semua pujian mengingat kesempurnaan Zat-Nya dan kesendirian-Nya di dalam sifat-sifat-Nya. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya meriwayatkan sebuah hadis melalui Muaz Al-Juhani dari Rasulullah saw. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Tanda kemuliaan ialah (kalimat): Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya," sampai dengan akhir surat. Wallahu a`lam.
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111)
Sesudah Allah SWT pada ayat yang lalu menyuruh Nabi agar menyeru Nya dengan nama-nama yang baik, maka pada ayat ini Nabi diajari cara memuji Allah SWT yang memiliki sifat-sifat ke Maha Esaan, kesempurnaan dan keagungan, karena itu hanya Dia sendiri yang berhak menerima segala macam puji-pujian dan kesyukuran dari para hamba dan makhluk Nya atas segala nikmat yang diberikan Nya kepada mereka.
Ayat ini menjelaskan tiga sifat bagi Allah SWT:
Pertama: Bahwa sesungguhnya Dia tidak memiliki anak, karena siapa yang memiliki anak tentu Dia tidak menikmati segala nikmat yang dia miliki, tetapi sebagian nikmat itu dipersiapkan untuk anaknya yang menggantikannya bilamana dia sudah meninggal dunia. Maha Suci Allah SWT dari sifat demikian. Orang yang punya anak itu terhalang untuk menikmati haknya dengan penuh dalam segala keadaan. Sebab itu tidak patutlah dia menerima pujian dari segala makhluk. Dengan ayat ini Allah SWT menjelaskan dan membantah pandangan orang Yahudi yang mengatakan "Uzair" putra Tuhan, dan pendapat orang Nasrani yang mengatakan bahwa "Al Masih" putra Tuhan, atau anggapan orang-orang musyrikin "malaikat-malaikat" itu putra-putra Tuhan.
Kedua: Bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak mempunyai sekutu (syirik) dalam kerajaan Nya. Sekiranya ada sekutunya tentulah terdapat kesulitan untuk menentukan mana di antara keduanya yang berhak menerima pujian, kesyukuran dan pengabdian para makhluk, dan salah satu di antaranya tentu memerlukan pertolongan dari yang lainnya dan akhirnya tidak ada satupun yang menyendiri dan berdaulat secara mutlak di atas alam ini.
Ketiga: Bahwa sesungguhnya tak seorangpun di antara orang-orang yang hina diberi Nya kekuasaan yang akan melindunginya dari musuh yang menghinanya.
Demikianlah Allah SWT Suci dari segala sifat-sifat yang mengurangi kesempurnaan Nya, agar para hamba Nya tidak ragu-ragu memanjatkan doa, syukur dan pujian kepada Nya. Kemudian Nabi saw diperintahkan Nya untuk mengagungkan Allah baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Mengagungkan Allah itu, adalah sebagai berikut:
Pertama: Mengagungkan Allah SWT pada Zat Nya dengan mengiktikadkan bahwa Allah itu wajib ada Nya karena Zat Nya sendiri tidak karena sesuatu yang lain. Dia tidak memerlukan sesuatu dari wujud ini.
Kedua: Mengagungkan Allah SWT pada sifat Nya, dengan mengiktikadkan bahwa hanya Dialah yang memiliki segala sifat-sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan.
Ketiga: Mengagungkan Allah SWT pada af'al Nya (perbuatan Nya) dengan mengiktikadkan bahwa tidak ada suatupun yang terjadi dalam alam ini, melainkan sesuai dengan hikmah dan kehendak Nya.
Keempat: Mengagungkan Allah SWT pada hukum-hukum Nya, dengan mengiktikadkan bahwa hanya Dialah yang menjadi Penguasa yang ditaati dalam alam semesta ini yang pada Nya terletak perintah dan larangan. Tidak ada seorangpun yang dapat membatasi dan membatalkan segala ketentuan Nya atas sesuatu, Dialah yang memuliakan dan Dia pula yang menghinakan orang-orang yang Dia kehendaki.
Kelima: Mengagungkan pada nama-nama Nya, ialah menyeru dan menyebut Allah dengan nama-nama yang baik (Al Asmaul Husna). Tidak mensifatkan Tuhan melainkan dengan sifat-sifat kesucian dan kesempurnaan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 111
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111)
(Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong) untuk menjaga-Nya (dari) sebab (kehinaan) artinya Dia tidak dapat dihina karenanya Dia tidak membutuhkan penolong (dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya) artinya besarkanlah Dia dengan pengagungan yang sempurna daripada sifat memiliki anak, mempunyai sekutu, hina dan hal-hal lain yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya. Urutan pujian dalam bentuk demikian untuk menunjukkan bahwa Dialah yang berhak untuk mendapatkan semua pujian mengingat kesempurnaan Zat-Nya dan kesendirian-Nya di dalam sifat-sifat-Nya. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya meriwayatkan sebuah hadis melalui Muaz Al-Juhani dari Rasulullah saw. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Tanda kemuliaan ialah (kalimat): Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya," sampai dengan akhir surat. Wallahu a`lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar