Selasa, 22 Mei 2012

An-Nahl 101 - 120

Surah An-Nahl
Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah An-Nahl
101. Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: `Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja`. Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.(QS. 16:101)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nahl 101
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (101)
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwasanya Dia telah menghapuskan suatu ayat dalam Alquran lalu menggantikaannya dengan ayat lain di tempat yang sama.
Penggantian itu dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia, karena hanyalah Tuhan yang mengetahui hukum yang mana yang lebih sesuai untuk suatu masa bagi suatu umat.
Kaum musyrikin mencela Nabi Muhammad saw karena beliau menurut mereka pada suatu waktu memerintahkan suatu perkara, pada waktu yang lain melarangnya. Mereka mengatakan bahwa Rasul suka mengada-ada. Sikap mereka yang demikian disebabkan mereka tidak mengetahui hikmah yang terkandung dalam penggantian ayat itu. Rasul merubah kebiasaan umatnya ke arah kemajuan, secara berangsur-angsur, terkecuali masalah akidah.
Penggantian ayat atau hukum Alquran sedikit dan terbatas dalam masalah hukum di luar akidah. Merubah adat istiadat suatu kaum dengan sekaligus, akan menimbulkan keguncangan di kalangan mereka. Adalah sangat bijaksana dalam memmbina perubahan suatu masyarakat selalu diperhatikan segi-segi jiwa masyarakat itu.
Tetapi orang yang hatinya tertutup oleh kesombongan dan permusuhan terhadap Rasul, pergantian ayat yang mendukung dan mengandung hikmah itu dajadikan mereka sumber fitnah.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 101
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (101)
(Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain) artinya dengan memansukhnya kemudian menggantinya dengan ayat yang lain demi kemaslahatan semua hamba (padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata) orang-orang kafir kepada Nabi saw. ("Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-ada saja.") seorang pendusta yang pandai membuat-buat perkataan dari dirimu sendiri. (Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui) hakikat Alquran dan faedah yang terkandung di dalam penasikhan ini.
102. Katakanlah: `Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)`.(QS. 16:102)
Surah An Nahl 102
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (102)
Allah SWT dalam ayat ini memerintahkan Rasul saw untuk menjelaskan kepada kaum musyrikin bahwa ayat-ayat itu bukanlah dia yang mengada-ada, tetapi ayat itu diturunkan oleh malaikat Jibril as dari Tuhan Rabbil Alamin, kelompok demi kelompok dengan hikmah kebijaksanaan yang sempurna, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhannya. Dalam ayat ini, Allah mengemukakan sifat rububiyah Nya (serta menghubungkannya kepada Nabi Muhammad saw (Rabbika= Tuhanmu), untuk memberikan pengertian bahwa bimbingan Allah kepada Rasul dengan cara berangsur-angsur untuk menuju kesempurnaan. Allah akan melimpahkan pancaran sifat rububiyah itu kepada beliau.
Alquran yang diturunkan berangsur-angsur kepada Rasul itu untuk meneguhkan keimanan orang yang beriman dan memberi pedoman bagi mereka dalam mengesakan Allah SWT dan menjadikan petunjuk dalam mencari kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.
Alquran menjelaskan pula kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan memperoleh surga di akhirat sebagai balasan bagi amal kebijaksanaan mereka di dunia.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 102
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (102)
(Katakanlah) kepada mereka! ("Ruh Quduslah yang telah menurunkannya) yakni Alquran itu (dari sisi Rabbmu dengan benar) lafal bilhaqqi berta`alluq kepada lafal nazzalahu (untuk meneguhkan hati orang-orang yang beriman) dengan keimanan mereka kepada Alquran (dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.")

103. Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: `Sesungguhnya Al quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)`. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedang Al quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.(QS. 16:103)
Surah An Nahl 103
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ (103)
Allah SWT menjelaskan pada ayat ini bahwa orang-orang musyrikin menuduh Nabi Muhammad saw menerima pelajaran Alquran dari seseorang. Menurut mereka, orang itu seorang laki-laki asing, bukan bangsa Arab, yang selalu mengajarkan kitab-kitab lama di tengah-tengah mereka. Barangkali terjadi setelah Nabi berbicara dengan orang itu. Tetapi tuduhan mereka itu tidak benar. Alquran tersusun dalam bahasa Arab yang indah dan padat isinya, bagaimana orang asing menciptakannya? Sampai sejauh mana orang yang bukan bangsa Arab Quraisy merasakan keindahan bahasa Arab dan kemudian menyusunkannya ke dalam bahasa yang indah dan padat seperti Alquran itu? Apalagi kalau dikatakan orang itu menjadi pengajar Nabi? Mengenai siapa orang asing itu, bermacam-macam riwayat menceritakannya. Ada yang mengatakan bahwa orang asing itu adalah seorang budak Romawi yang bernama Nasrani, yang dipelihara oleh Bani Hadramy. Dari riwayat yang bermacam-macam itu, tidak ada yang dapat jadi pegangan.
Besar kemungkinan tuduhan itu hanya tipu muslihat orang-orang musyrikin yang sengaja dilontarkan kepada Nabi dan kaum Muslimin.
Pemimpin-pemimpin Quraisy yang berdagang ke Syam (Syria) sedikit banyaknya sudah pernah mendengar isi Kitab Taurat dan Injil karena hubungan mereka dengan orang-orang Ahli Kitab. Karena Alquran itu memuat isi Taurat, lalu mereka mengira tentulah ada seorang asing (Ajam) yang bernama Nasrani mengajukan isi Alquran itu kepada Nabi.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 103
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ (103)
(Dan sesungguhnya) lafal qad di sini menunjukkan makna tahqiq (Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya ia itu diajarkan kepadanya) yakni Alquran itu (oleh seorang manusia.") dimaksud adalah seorang pendeta Nasrani yang Nabi saw. pernah berkunjung kepadanya; lalu Allah swt. menyanggah melalui firman-Nya: (Padahal bahasa) atau logat (yang mereka tuduhkan) mereka sangkakan (kepada Muhammad) bahwa ia belajar daripadanya (adalah bahasa ajam sedangkan ini) yakni Alquran ini (adalah dalam bahasa Arab yang terang) memiliki kejelasan dan kefasihan, maka mengapa bahasa ini diajarkan oleh orang asing?

104. Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al quran) Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih.(QS. 16:104)
Surah An Nahl 104
إِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَهْدِيهِمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (104)
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa tanpa iman kepada Allah SWT dan Alquran sebagai wahyu Nya seorang tidak akan dapat petunjuk kepada kebenaran yang hakiki yang melepaskan dia dari azab.
Orang-orang yang mengatakan bahwa Alquran itu buatan manusia atau dongeng-dongeng zaman kuno, tentulah jauh dari hidayah Allah SWT, dan mereka tidak akan dapat menemukan jalan kebenaran.
Alquran yang seharusnya menjadi penuntun dirinya ditinggalkannya maka sesatlah dia. Oleh karena itu mudahlah dia terjerumus ke dalam kejahatan sehingga jiwanya menjadi kotor dan tertutup oleh noda-noda dosanya itu. Mereka yang demikian itu pastilah menjalani kesengsaraan dan siksa dunia dan siksa akhirat.

105. Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.(QS. 16:105)
Surah An Nahl 105
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ (105)
Kemudian Allah SWT dalam ayat ini menyanggah tuduhan orang-orang kafir yang mengatakan, Nabilah yang membuat-huat Alquran. Allah SWT menegaskan dalam ayat ini, sesungguhnya yang membuat-buat kebohongan itu bukan Rasul saw, tetapi orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat (tanda-tanda) keesaan dan kekuasaan Allah yang terdapat pada alam semesta ini maupun ayat-ayat dalam Alquran yang memberi petunjuk dalam kehidupan ini. Karena itu mereka tidak takut siksa neraka dan tidak pula mengharapkan pahala Jadi sebenarnya mereka itulah yang menjadi pendusta bukan Rasul saw. Beliau orang paling jujur dan paling sempurna ilmunya dan amal perbuatannya, paling kuat keyakinan dan kepercayaannya. Oleh karena kejujuran dan kebersihan jiwanya itu ia diberi nama Al Amin (orang yang jujur).

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 105
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ (105)
(Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah) yakni Alquran; melalui tuduhan mereka yang mengatakan, bahwa Alquran adalah perkataan manusia (dan mereka itulah orang-orang pendusta) pengertian taukid di sini disimpulkan dari pengulangan dhamir. Ayat ini merupakan sanggahan terhadap perkataan mereka sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya yang lain, yaitu, "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-ada saja." (Q.S. An-Nahl 101).

106. Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.(QS. 16:106)
Surah An Nahl 106
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (106)
Sesudah menerangkan orang yang beriman dan sabar terhadap penganiayaan orang musyrikin dalam mempertahankan keyakinan beragama, maka dalam ayat ini Allah SWT menyusulkan keterangan tentang ancaman keras terhadap riddah yakni kembali kafir sesudah iman, mengutamakan kesesatan dan petunjuk (hidayah) Nya. Kepada mereka akan dijatuhkan murka Ilahi kecuali bilamana kekafiran itu dipaksakan kepada mereka, sedang hati mereka tetap penuh dengan keimanan. Akan tetapi bilamana kekafiran itu diterima mereka dengan segala senang hati, maka murka Ilahi dan azab pedih benar-benar akan dijatuhkan kepada mereka.
Kekafiran yang dipaksakan oleh orang kafir kepada seorang Islam dengan siksaan-siksaan dan penganiayaan luar biasa, sehingga dia dengan lidahnya menuruti keinginan orang kafir itu untuk murtad dari agama, maka tidak ada dosa dan tuntutan hukum kepadanya
Contoh-contoh peristiwa paksaan dan siksaan untuk memurtadkan seseorang Islam dari agamanya banyak terjadi dalam sejarah. Pada permulaan zaman Islam banyak dicatat oleh ahli sejarah Islam nama-nama orang Islam yang menjadi korban penganiayaan kaum musyrikin. Ibnu Abbas meriwayatkan, ayat ini diturunkan sehubungan dengan Amar bin Yasir sewaktu disiksa kaum musyrikin sehingga dinyatakan keluar dari Islam, dia menyetujui keinginan mereka karena terpaksa. Kemudian dia datang kepada Nabi saw meminta maaf.
Kata Ibnu Jarir: "Orang musyrikin mengambil Amar bin Yasir lalu menganiayanya sampai dia menuruti apa yang mereka kehendaki. Kemudian dia mengaku kepada Nabi saw. Rasul berkata kepadanya: "Bagaimana sikap hatimu?. Amar menjawab: Hatiku tenang, lagi tetap iman". Rasul berkata lagi: "Jika mereka mengulangi perbuatan mereka, kamupun kembali bersikap demikian".
Ibnu Ishak mengatakan bahwa Bani Makhzum dan kaum musyrikin mengeluarkan Amar bin Yasir beserta ibu dan bapaknya. Bilamana tiba siang hari yang panas, mereka menyiksa keluarga Amar bin Yasir di tanah gersang lagi panas di Mekah. Nabi Muhammad saw lewat di hadapan mereka dan berkata: "Sabarlah keluarga Yasir Allah menjanjikan kepada kalian surga. Akhirnya ibunya dibunuh mereka karena menolak paksaan mereka".
Menurut riwayat Mujahid: "Orang-orang yang pertama kali menyatakan Islam ada tujuh: "Rasul saw, Abu Bakar, Khabbab, Suhaib, Bilal, Ammar dan Samiyyah.
Adapun Rasul dilindungi oleh pamannya Abu Talib, Abu Bakar, dilindungi oleh kaumnya, sedang yang lain disiksa. Mereka ini dipaksa memakai baju besi lalu didudukkan di tengah panas matahari. Di antara mereka ada yang pingsan disebabkan panasnya besi dan matahari. Datanglah kepada mereka Abu Jahal mencaci dan mengancam mereka. Samiyyah ditusuk dengan tombak, lainnya mengucapkan apa yang dikehendaki kaum musyrikin yakni mereka menyatakan murtad secara lahiriyah, tetapi hati mereka tetap beriman. Tetapi Bilal tetap menolak menyatakan murtad, meskipun hanya secara lisan. Oleh karena itu mereka terus menyiksanya sampai mereka bosan, lalu mengikat lehernya dengan tali dan mendorongnya ke tengah-tengah anak-anak untuk kemudian mempermainkannya.
Dengan kejadian di atas, para ulama sepakat bahwa orang yang dipaksa murtad dari Islam, boleh mengikuti kehendak sipenyiksa secara lahir, boleh pula menolak untuk menyatakan kata murtad itu. Seperti Amar bin Yasir mengikuti kehendak para penyiksa dengan menyatakan kalimat kafir di hadapan mereka, sedang hatinya tetap iman. Tapi Bilal tetap menolak mengucapkan kalimat kafir itu dan dia rela menahan derita. Seperti Bilal ialah Khabib bin Zaid Al Ansari sewaktu berhadapan dengan Musailamah Al Kazzab seorang yang mengaku dirinya Nabi pada zaman Khalifah Abu Bakar. Khabbab menolak untuk menyatakan bahwa Musailamah itu Nabi dan dia tetap mengakui Nabi Muhammad saw Rasul Allah sampai dia mati dibunuh oleh Musailamah.
Sesungguhnya banyaklah nama-nama lainnya dalam tarikh Islam juga mengalami penganiayaan seperti Bilal dan Samiyyah.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 106
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (106)
(Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang yang dipaksa) untuk mengucapkan kalimat kekafiran kemudian ia terpaksa mengucapkannya (padahal hatinya tetap tenang dalam beriman) lafal man dianggap sebagai mubtada, atau syarthiyah sedangkan khabar atau jawabnya ialah: maka bagi mereka ancaman yang keras. Pengertian ini ditunjukkan oleh firman selanjutnya, yaitu: (akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran) yakni hatinya menerima kekafiran dengan lapang (maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar).
107. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.(QS. 16:107)
Surah An Nahl 107
ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (107)
Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan sebab kemurkaan. Allah itu ditimpakan pada mereka yang kembali kafir dengan sungguh-sungguh sesudah iman: Yaitu mereka lebih mengutamakan dan mencintai kehidupan duniawi daripada kehidupan akhirat. Kenikmatan dunia lebih mereka pentingkan dari pada kenikmatan kehidupan akhirat. Terhadap orang yang murtad inilah murka Ilahi dijatuhkan sebagai hukum pertama. Hukuman kedua ialah azab neraka di akhirat, dan hukuman ketiga ialah dilenyapkan petunjuk dari padanya disebabkan ia memilih kembali kekafiran itu".
Allah tidak akan memberi taufik kepada orang yang ingkar kepada ayat-ayatnya, orang yang telah sengaja menghilangkan kesediaan jiwanya untuk menerima kebaikan lalu menukarkannya dengan dosa dan kejahatan.
108. Mereka itulah orang-orang yang hatinya, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai.(QS. 16:108)
Surah An Nahl 108
أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (108)
Hukuman ke empat bagi orang yang murtad dijelaskan Allah dalam ayat ini: yaitu Allah SWT dengan suatu sebab menutup hati (jiwa), pandangan dan penglihatan mereka. Hati mereka tertutup disebabkan kekerasan dan sehingga tidak dapat terbuka untuk memahami dan menanggapi suatu keadaan. Pandangan dan penglihatan mereka tertutup disebabkan pengertian dan tanggapan dari apa yang didengar dan dilihat tidak sampai ke dalam hati.
Dalam hati mereka tidaklah ada timbul pancaran cahaya dan ilmu yang dapat menyinari mereka tiba ke jalan Ilahi dan tidak pula batin mereka itu mampu mengadakan iktibar dan mempelajari fakta ilmiah sebagai tanda keesaan dan kebesaran Allah SWT. Manusia serupa inilah yang dikatakan Allah SWT keadaannya seperti hewan.
Firman Allah SWT:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (179)
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(Q.S Al A'raf: 179)
Sebagai hukuman kelima bagi mereka yang kafir sesudah iman itu ialah menjadikan mereka orang yang lalai terhadap hakikat kebenaran. Mereka memang tidak punya perhatian sama sekali kepada lingkungan mereka, dan dengan demikian mereka menjadi pasif (jumud) dan terpencil.
Hukuman di atas dunia ini, bagi orang Islam yang dengan sadar murtad dari agama Islam hukum bunuh seperti yang dilakukan oleh Ali ra dan Mu'az bin Jabal, berdasarkan riwayat Imam Ahmad.
Kedua sahabat itu berpegang kepada sabda Rasul:

من بدل دينه فاقتلوه
Artinya:
Barangsiapa mengganti agamanya (Islam) bunuhlah dia.
(H.R Ahmad Bukahri dan Muslim)
109. Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi.(QS. 16:109)
Surah An Nahl 109
لَا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي الْآخِرَةِ هُمُ الْخَاسِرُونَ (109)
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa benar dan sungguh benarlah mereka yang murtad itu orang yang merugi di akhirat karena mereka telah menodai jiwa mereka sendiri dan mereka telah membuang umur mereka dengan sia-sia dalam jurang api neraka. Amatlah jelas bahwa masing-masing dari kelima ancaman hukuman di atas kutukan Ilahi, azab akhirat, kehilangan hidayah Allah, sikap lalai /pasif, jiwa dan indera yang tertutup, adalah merupakan penghambat mencapai kebaikan dan kebahagiaan.
Berkata Ar Razi: "Sudah sama dimaklumi bahwa Allah SWT menurunkan manusia ke dunia ini supaya berlaku sebagai pendatang yang membeli kebahagiaan akhirat dengan ketaatan kepada Nya. Tetapi apabila terjadi kelima penghambatnya ini kerugiannya akan besar. Karena demikian Allah berfirman:

وَهُمْ فِي الْآخِرَةِ هُمُ الْأَخْسَرُونَ (5)
Artinya:
Dan mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi.
(Q.S An Naml: 5)
Mereka kehilangan dunia yang mereka kejar dengan mencurahkan tenaga mereka, beserta menghabiskan umur mereka. Sedang di akhirat mereka tidak dapat apa-apa kecuali duka nestapa, mereka tidak menyadari bahwa modal untuk hidup di dunia adalah umur. Jika modal itu tidak dipergunakan untuk keperluan yang utama tentulah modal itu akan habis dengan percuma.
110. Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 16:110)
Surah An Nahl 110
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (110)
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan segolongan lain kaum Muslimin yang kehidupan beragama mereka di Mekah sangat tertekan sehingga mereka tidak berani melahirkan keislaman mereka. Bilamana tampak keislaman mereka di mata kaum musyrikin, mereka dipaksa dan disiksa agar kembali kepada agama nenek moyang mereka yaitu agama syirik seperti apa yang dialami Amar bin Yasir, Khabbab dan lain-lain. Karena penghinaan dan ancaman penganiayaan itu, mereka lalu berpura-pura kembali kepada agama syirik. Menurut riwayat, Ayasi saudara sesusuan dan Abu Jahal pemimpin Quiaisy, beserta Abu Jahal bin Sahl, Salmah bin Hisyam dan Abdullah bin Salmah As' Saqafi disiksa oleh kaum musyrikin sehingga mereka menurutkan apa yang mereka kehendaki, dari kejahatan mereka. Tetapi sesudah peristiwa itu mereka hijrah dan berjuang. Ayat ini diturunkan dengan kejadian ini.
Mereka mengikuti kemauan kaum Quraisy di bawah ancaman siksa tetapi jika mereka mendapatkan kesempatan hijrah meninggalkan kota Madinah, merekapun hijrah dan berpisah dengan sanak keluarga, harta benda dan rumah tangga dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan rida Ilahi. Bermacam-macam penderitaan dan kesulitan yang mereka hadapi dalam hijrah itu. Baik sewaktu dalam perjalanan maupun setibanya di tempat yang dituju. Semua penderitaan dan kesulitan itu mereka hadapi dengan penuh kesabaran serta tawakal kepada Tuhan.
Tempat yang mereka tuju adalah negeri Habsyah. Sungguh-sungguh jauh jarak antara Habsyah dan Mekah. Jarak yang jauh mereka tempuh dengan jalan kaki. Setibanya di tempat tujuan itu mereka harus berjuang lagi mempertahankan kepercayaan mereka dengan menyebarkan kebenaran.
Sesudah mereka mengalami cobaan dan penderitaan itu, Allah mengampuni atas kesalahan yang mereka lakukan di bawah ancaman siksaan seperti mengucapkan kata-kata kafir kembali. Allah SWT memberikan rahmat dan kasih sayang bagi mereka dengan memberikan pahala yang besar bagi mereka pada hari akhirat kelak.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nahl 110
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (110)
(Dan sesungguhnya Rabbmu terhadap orang-orang yang berhijrah) ke Madinah (sesudah menderita cobaan) sesudah mereka disiksa dan dipaksa mengucapkan kalimat kekafiran. Menurut qiraat lafal futinuu dibaca fatanuu; artinya sesudah mereka kafir, atau sesudah mereka memfitnah manusia supaya jangan beriman (kemudian mereka berjihad dan sabar) di dalam melakukan ketaatan (sesungguhnya Rabbmu sesudah itu) sesudah cobaan itu (benar-benar Maha Pengampun) kepada mereka (lagi Maha Penyayang) terhadap mereka. Khabarnya inna yang pertama sama dengan khabar inna yang kedua.
111. (Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap= tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan).(QS. 16:111)
Surah An Nahl 111
يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَنْ نَفْسِهَا وَتُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (111)
Pada hari akhir itu setiap orang akan hadir dan membela dirinya serta berusaha membersihkannya. Setiap perbuatan manusia selama di dunia akan disaksikannya baik perbuatan kebaikan maupun kejahatan. Firman Allah SWT:

يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ
Artinya:
Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebaikan di hadapan (di mukanya) begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya.
(Q.S Ali Imran: 30)
Tidak seorang pun pada hari itu berkesempatan membela orang lain. Masing-masing memikul bebannya sendiri dan tidak dapat memikul dosa orang lain. Firman Allah SWT:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى (39) وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى (40) ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَى (41) وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى (42) وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى (43) وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا (44) وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى (45) مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى (46) وَأَنَّ عَلَيْهِ النَّشْأَةَ الْأُخْرَى (47) وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَى وَأَقْنَى (48) وَأَنَّهُ هُوَ رَبُّ الشِّعْرَى (49)
Artinya:
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperhatikan (kepadanya).
(Q.S An Najm: 39-40)
Baik perbuatan kebaikan ataupun kejahatan pada hari itu akan mendapat balasan dan sedikitpun tidak ada yang dirugikan. Setiap orang dengan sempurna akan memperoleh balasan dari setiap perbuatannya. Yang berbuat kebaikan diberi pahala dengan sempurna atas amal kebaikannya itu, yang berbuat maksiat diberi pula hukuman dengan sempurna atas perbuatan maksiat itu.
Firman Allah SWT:

وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (281)
Artinya:
"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
(Q.S Al Baqarah: 281)
112. Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.(QS. 16:112)
Surah An Nahl 112
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (112)
Sesudah menjalankan ancaman azab ini di akhirat bagi orang kafir, dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan hukuman dunia terhadap mereka dengan kelaparan dan ketakutan.
Dalam sejarah riwayat umat di masa lampau banyak contoh-contoh yang seharusnya menjadi pelajaran bagi umat manusia sesudahnya. Satu kaum yang tinggal pada negeri semula hidup bahagia lahir dan batin, aman dan tenteram. Mereka terpelihara dan ancaman perang musuh, jauh dari bencana kelaparan dan kesengsaraan. Allah melimpahkan rezeki kepada mereka, baik rezeki yang terdapat dalam negeri mereka sendiri, maupun rezeki yang dapat dari luar. Semuanya itu membuat mereka hidup makmur dan damai. Tetapi kemudian segala nikmat Tuhan yang melimpah itu tidaklah mereka syukuri bahkan mereka menjadi kafir dan ingkar kepada Tuhan. Hidup mereka tidak lagi terikat kepada norma susila dan keagamaan; mereka mabuk dengan kekayaan dan kemewahan sehingga lupa tanggung jawab mereka terhadap bangsa dan negara. Karena itu Allah menurunkan hukuman kepada mereka berupa bencana kelaparan dan kecemasan yang meliputi kehidupan mereka. Mereka telah membawa umat dan negara ke lembah kesengsaraan dunia dan akhirat.
Firman Allah SWT:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ (28) جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ (29)
Artinya:
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan yaitu neraka Jahanam; mereka masuk ke dalamnya dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.
(Q.S Ibrahim: 28-29)
Seharusnya mereka bersyukur atas segala nikmat yang besar itu, dan tidaklah berbuat sebaliknya. Karena kekafiran mereka demikian itu, Allah SWT mengganti keadaan mereka dari suasana aman dan tenteram lagi penuh kemakmuran, menjadi suasana kelaparan dan ketakutan. Mekah dan penduduknya serupa itu keadaan mereka. Kota Mekah karena letaknya yang baik, di tengah-tengah Jazirah Arabia, telah menjadi kota lintas perdagangan antara bagian utara dan selatan. Tiga pasar yang termasyhur terdapat di sekitarnya. Pasar Ukaz dekat pasar Taif, Majannah dekat Mekah, dan Zulmajaz dekat Arafah. Pasar-pasar itu ramai dikunjungi pada bulan Zulkaidah dan Zulhijah oleh bangsa Arab dari segala kabilah. Di samping bulan itu untuk melakukan ibadah haji di Kakbah mereka mengadakan pula bermacam-macam kegiatan, seperti dagang dan membaca syair-syair yang indah. Demikianlah kota Mekah sejak sebelum Islam, sudah merupakan kota ramai. Banyak orang berkunjung ke kota Mekah itu membawa rezeki dan kemakmuran.
Alquran menceritakan letak kota Mekah yang berada di antara dua negeri yang besar yaitu Syam dan Yaman.
Firman Allah SWT:

وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا قُرًى ظَاهِرَةً وَقَدَّرْنَا فِيهَا السَّيْرَ سِيرُوا فِيهَا لَيَالِيَ وَأَيَّامًا آمِنِينَ (18)
Artinya:
Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman".
(Q.S Saba': 18)
Bahwa kota Mekah itu negeri yang aman dan damai, dinyatakan Allah dalam Alquran dengan firman Nya:

وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (57)
Artinya:
Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami". Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah Haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui".
(Q.S Al Qasas: 57)
113. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.(QS. 16:113)
Surah An Nahl 113
وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ (113)
Di antara perbuatan mereka yang menunjukkan kekafiran kepada nikmat Allah ialah mendustakan dan memusuhi Rasul seperti diterangkan Allah dalam ayat ini. Sewaktu Rasul datang kepada mereka memberikan pengajaran dan bimbingan, mereka mendustakan dan memusuhinya, padahal mereka itu mengetahui asal-usul Rasul serta akhlak dan pergaulannya. Mereka memahami pula bahwa ajaran yang diajarkan oleh Rasul itu benar, tapi karena didorong oleh kepentingan dan kebencian yang tidak ada alasannya, mereka menolak dan menentang Rasul itu. Menurut Sunah Allah setiap umat yang telah kedatangan Rasul, tetapi mereka mendustakan Rasul itu dan memusuhinya tentulah mereka akan ditimpa azab.
Firman Allah SWT:

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
Artinya:
dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul".
(Q.S Al Isra': 15)
Kaum musyrikin di Mekah, tidaklah terhindar dari hukuman Allah atas permusuhan mereka kepada Nabi Muhammad saw sebagaimana umat-umat dahulu. Mereka mengalami penderitaan dan kesengsaraan akibat kelaparan bertahun-tahun lamanya. Allah menurunkan hukuman kepada mereka atas permohonan Nabi Muhammad saw setelah beliau banyak menderita kesusahan. Doa Nabi saw:

اللهم اشدد وطأتك على مضر واجعلها عليهم سنين كسنين يوسف
Artinya:
"Ya Allah turunkanlah dengan keras hukuman Mu kepada kaum Mudar (Musyrikin Quraisy dan jadikanlah hukuman atas mereka itu bertahun-tahun seperti tahun kelaparan pada zaman Nabi Yusuf as".
(H.R Bukhari dari Ibnu Mas'ud)
Setahun lamanya kaum musyrikin Mekah menderita kelaparan dan tahun itu menghabiskan kekayaan mereka sehingga mereka terpaksa makan kulit unta, anjing, bangkai dan tulang yang dibakar. Keadaan mereka sebelumnya selalu memperoleh rezeki dan makanan melimpah ruah yang datang dari segala penjuru, tetapi pada saat itu telah berubah; mereka hidup dalam kekurangan. Demikian pula kehidupan mereka yang aman dan tenteram berubah menjadi musuh dan ketakutan pada Rasul saw dan sahabat-sahabatnya. Ketakutan ini timbul sesudah Rasul dan sahabat hijrah ke Madinah. Mereka merasa cemas akan kekuatan pasukan Islam, yang pada suatu waktu dapat menyergap kabilah-kabilah dagang mereka atau hewan ternak mereka. Begitulah azab Allah yang diturunkan kepada mereka yaitu, kelaparan dan ketakutan yang meliputi kehidupan mereka disebabkan kekafiran mereka kepada nikmat Allah. Mereka adalah orang-orang zalim, dan aniaya, orang-orang yang tidak mau mensyukuri nikmat Allah. Nabi Muhammad saw beserta sahabat-sahabat dan pengikutnya mengalami perubahan kebaikan dari orang-orang kafir. Mereka dulunya dalam ketakutan berubah menjadi tenteram dan damai, dan dari kesusahan itu, hidup mereka berubah menjadi makmur dan bahagia. Mereka pada akhirnya menjadi pemimpin umat manusia dan penguasa di dunia berabad lamanya.
114. aka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.(QS. 16:114)
Surah An Nahl 114
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (114)
Dalam ayat ini Allah menyuruh kaum Muslimin untuk memakan makanan yang halal lagi baik dari rezeki yang diberikan Allah SWT kepada mereka, baik makanan itu dari binatang ataupun tanaman. Makanan yang halal ialah makanan dan minuman yang dibenarkan oleh agama untuk memakannya atau meminumnya. Makanan yang baik ialah makanan dan minuman yang dibenarkan untuk di makan atau di minum oleh ilmu kesehatan. Makanan yang halal lagi baik inilah yang diperintahkan oleh Allah untuk memakan dan meminumnya. Makanan yang dibenarkan oleh ilmu kesehatan sangat banyak, dan pada dasarnya dibolehkan memakan dan meminumnya.
Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu".
(Q.S Al Baqarah: 172)
Firman Allah SWT:

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ
Artinya:
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu".
(Q.S Al Ma'idah: 4)
Makanan dan minuman yang baik-baik tidaklah diharamkan memakannya, kecuali bilamana Allah SWT atau Rasul Nya mengharamkannya.
Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (87)
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas".
(Q.S Al Ma'idah: 87)
Makanan yang tersebar di atas bumi ini dari jenis hewan dan tanaman merupakan nikmat Allah SWT yang besar yang seharusnya disyukuri oleh manusia. Mensyukuri nikmat Allah SWT ini ialah dengan jalan mengucapkan kata syukur dengan membaca "Alhamdulillah" sewaktu memanfaatkannya menurut petunjuk Allah dan Rasul Nya, seperti memakannya atau memperjual belikannya Nabi saw bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya Allah benar-benar senang terhadap hamba yang sehabis makan atau minum mengucapkan "Alhamdulillah.
(H.R Bukhari)
Termasuk dalam arti bersyukur ialah memelihara serta memperkembangkan agar jangan sampai punah dari permukaan bumi dan untuk memenuhi kebutuhan gizi makanan umat manusia. Dalam memelihara dan memperkembangkan hewan atau tanaman itu kaum Muslimin tunduk kepada hukum-hukum Allah yang berlaku umpamanya tentang ketentuan zakatnya dan fungsi sosialnya.
Ringkasan mensyukuri nikmat Allah atas makan itu berarti mengucapkan kalimat syukur ketika memanfaatkannya, memeliharanya dan memperkembangkannya berdasarkan petunjuk-petunjuk Allah, karena Dialah yang memberi anugerah dan kenikmatan itu. Tiap orang mukmin hendaklah menaati ketentuan-ketentuan Allah SWT jika benar-benar dia menyembah Allah. Dia harus menaati perintah Nya dan dia menjauhi larangan Nya.
115. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 16:115)
Surah An Nahl 115
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (115)
Sesudah Allah menyerukan orang-orang mukmin memakan makanan yang baik-baik, yakni makanan yang dibenarkan ilmu kesehatan, maka dalam ayat ini Allah menjelaskan makanan yang diharamkan bagi orang-orang Islam. Makanan yang diharamkan dalam ayat ini ialah bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih atas nama berhala atau lainnya selain nama Allah.
Pengharaman terhadap makanan tersebut semata-mata hikmah dan kebijaksanaan Allah SWT dalam membimbing hamba-hamba Nya. Di antara pelarangan terhadap makanan itu, ada yang dapat dijangkau oleh akal, maksud larangan itu, ada pula yang tidak terjangkau oleh akal. Bagi setiap orang Islam, wajib menaati kepada larangan Allah itu dengan ikhlas dan penuh iman. Yang dimaksud bangkai ialah hewan yang mati wajar oleh sebab alamiyah, atau mati karena tidak disembelih menurut aturan Islam. Termasuk dalam pengertian bangkai di sini, ialah binatang yang mati tercekik mati terjepit (terpukul), yang mati terjatuh yang ditanduk dan yang dimakan oleh binatang buas.
Firman Allah SWT:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipikul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
(Q.S Al Ma'idah: 3)
Semua bangkai haram dimakan kecuali bangkai ikan.
Firman Allah SWT:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ
Artinya:
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.
(Q.S Al Ma'idah: 96)
Darah yang diharamkan ialah darah yang mengalir atau darah yang tumpah. Hati dan ginjal tidak dipandang darah yang haram di makan.
Termasuk dalam pengertian daging babi, lemaknya tulang-tulangnya dan seluruh bagian-bagiannya. Dilihat dari segi kias maka bagian-bagian selain dagingnya lebih patut diharamkan. Babi adalah tergolong binatang ternak yang paling kotor, cara hidup dan makannya yang sembarang. Dagingnya mengandung bibit cacing pita yang banyak menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.
Sesudah Allah SWT mengharamkan apa-apa yang dapat memberi penyakit pada tubuh manusia, disusullah dengan mengharamkan makanan yang memberi penyakit pada jiwa keagamaan orang mukmin.
Allah mengharamkan binatang yang disembelih yang dengan sengaja menyebut nama selain Allah, entah itu nama patung, nama jin, dewa atau nama wali dan sebagainya. Pelarangan itu bertujuan untuk mencegah hal-hal yang cenderung kepada syirik.
Berkata An Nawawi dalam Kitab "Syarah Muslim" jika maksud si penyembelih dengan menyebut nama selain Allah itu untuk membesarkan nama tersebut dan melakukannya sebagai ibadah kepadanya, maka perbuatan itu dipandang kafir. Jika sipenyembelih demikian, menjadikan dia keluar dari agama (murtad). Demikian penjelasan An Nawawi sewaktu memberikan uraian pada hadis Nabi saw:

لعن الله من ذبح لغير الله
Artinya:
Allah mengutuk orang yang menyembelih hewan selain Allah.
(H.R Muslim dari Ali bin Abu Talib)
Agama Islam adalah agama yang selalu memberi kelapangan kepada penganutnya. Tak ada dalam Islam hal-hal yang menyusahkan dan yang mempersulit keadaan. Oleh karena itu segala makanan yang diharamkan itu boleh dimakan bilamana seseorang berada dalam keadaan terpaksa atau darurat. Misalnya seorang pemburu di tengah hutan dalam keadaan perut kosong jika dibiarkan dapat membinasakan dirinya sedang makanan lainnya tidak ada. Dia diizinkan memakan makanan yang haram itu untuk mengatasi keadaannya itu, asal saja dia tidak terdorong oleh keinginan untuk memakan makanan yang haram itu sendiri. Jika dia banyak memakan makanan itu sehingga dia melebihi apa yang diperlukan, hal itu tidak dibenarkan.
Sebab hal itu dapat menimbulkan kesulitan baru bertalian dengan makanan yang mengandung penyakit itu. Sesungguhnya Allah SWT mengampuni terhadap apa yang diperbuat hamba Nya sewaktu dalam kesulitan, dan mengasihi mereka dengan memberi kelonggaran dalam kehidupan mereka di dunia.
116. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta `ini halal dan ini haram`, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.(QS. 16:116)
Surah An Nahl 116
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ (116)
Dalam ayat ini Allah SWT melarang kaum Muslimin mengharamkan makanan atau menghalalkannya menurut selera dan hawa nafsu mereka, sebagaimana orang-orang musyrikin. Orang-orang musyrikin mempunyai kebiasaan mengharamkan atau menghalalkan binatang semata-mata didasarkan nama istilah yang mereka tetapkan sendiri untuk binatang itu, misalnya: bahirah, saibah, wasilah, dan ham, sebagaimana firman Allah SWT:

مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلَا سَائِبَةٍ وَلَا وَصِيلَةٍ وَلَا حَامٍ وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ (103)
Artinya:
Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, saibah, wasilah dan ham. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.
(Q.S Al Ma'idah: 103)
Menyatakan hukum suatu makanan halal atau haram haruslah berdasarkan atas dalil syar'i, bersumber dari nas Alquran dan Sunah Rasul, tidaklah dibenarkan menetapkan hukum dengan ketentuan-ketentuan yang diucapkan dengan sesuka hati tanpa alasan dan sandaran yang benar. Perbuatan demikian itu adalah kebohongan dan berarti pula menjadikan kebohongan terhadap Allah. Bilamana lidah terbiasa berbuat bohong, tentulah pada akhirnya berani pula berbuat bohong terhadap Tuhan, dengan mengada-adakan hukum halal dan haram dalam hal keagamaan serta menisbahkan hukum itu kepada Tuhan. Orang musyrikin zaman Jahiliah melakukan kebiasaan serupa itu, dan tidaklah patut jika kebiasaan itu masih terdapat sesudah mereka masuk Islam.
Dalam Alquran disebutkan Allah, ucapan kaum musyrikin mengenai ketentuan anak hewan yang masih dalam kandungan induknya, yaitu hidupnya yang sudah dinyatakan sebagai saibah. Firman Allah SWT:

وَقَالُوا مَا فِي بُطُونِ هَذِهِ الْأَنْعَامِ خَالِصَةٌ لِذُكُورِنَا وَمُحَرَّمٌ عَلَى أَزْوَاجِنَا
Artinya:
Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami".
(Q.S Al An'am: 139)
Karena berakibat yang sangat buruk terhadap kehidupan beragama maka Allah memberikan ancaman yang keras kepada mereka yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Allah menegaskan bahwa mereka berbuat demikian itu tidak akan mencapai keberhasilan dalam kehidupan mereka baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, mereka suka membuat hukum agama tanpa sandaran yang benar itu akan dikecam dan ditinggalkan oleh masyarakat karena akhirnya kebohongan mereka itu akan diketahui oleh masyarakat dan mereka menjadi sasaran ejekan penghinaan.
Menurut Al Hafiz Ibnu Kasir, termasuk dalam pengertian ayat ini setiap orang yang menciptakan bid'ah (urusan agama) yang tidak punya landasan syara', atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan atau mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah semata-mata berdasar pikiran dia sendiri dan menurut seleranya sendiri. Berkata Abu Nazirah: "Sesudah aku membaca ayat 116 surah An Nahl ini, maka aku terus takut mengeluarkan fatwa sampai akhir ini".
Sesungguhnya benarlah perkataan beliau bahwa semua orang yang mengeluarkan fatwa yang berlawanan dengan apa yang ada dalam Alquran dan As-Sunah disebabkan dia tidak memahami isi kedua kitab ini maka dia sesat dan menyesatkan rakyat yang minta fatwa kepadanya

117. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit; dan bagi mereka azab yang pedih.(QS. 16:117)
Surah An Nahl 117
مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (117)
Dalam ayat ini Allah menegaskan lagi bahwa mereka yang mengada-adakan ketentuan-ketentuan dan hukum agama yang sama sekali tidak ada dasarnya dari kitab Allah dan Rasul Nya, tapi semata-mata dari hawa nafsu, pasti tidak akan memperoleh keberhasilan dunia akhirat. Jika ada keuntungan dan kelakuan itu, maka keuntungannya sangatlah sedikit dibandingkan dengan kerugian dan bahaya yang diakibatkan dari perbuatan itu baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam sejarah manusia banyak peristiwa yang menyedihkan terjadi, diakibatkan fatwa-fatwa keagamaan yang tidak bersumber dari kitab suci. Fatwa-fatwa itu kadang-kadang diadakan hanyalah untuk memenuhi keinginan dan kepentingan penguasa yang menjadikan agama sebagai alat memperkuat kekuasaannya atau alat penguat hawa nafsunya. Yang halal diharamkan dan yang haram dihalalkan oleh orang yang hendak memperoleh keuntungan duniawi. Mereka lupa bahwa kesenangan duniawi itu sedikit dan terbatas pada umur mereka yang pendek. Tetapi di dalam kehidupan akhirat yang abadi, mereka akan menerima azab dari Allah disebabkan kelancangan lidah mereka, berbuat bohong terhadap Tuhan. Mereka telah melakukan tindak kejahatan, yang mengotori jiwa mereka sendiri dengan kotoran dosa dan dusta terhadap Tuhan. Bahkan orang lain ikut jatuh ke dalam dosa dan kesalahan disebabkan fatwanya yang menghalalkan yang haram atau yang mengharamkan yang halal itu. Dosa akan menumpuk ke pundak mereka hanyalah karena mereka menginginkan keuntungan dunia yang kecil.
Firman Allah SWT:

نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلًا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ (24)
Artinya:
Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.
(Q.S Luqman: 24)
118. Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.(QS. 16:118)
Surah An Nahl 118
وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا مَا قَصَصْنَا عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (118)
Kemudian dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan kembali apa-apa yang diharamkan kepada orang Yahudi. Apa-apa yang halal dan haram dari agama Yahudi sebenarnya tidaklah sama dengan apa yang di haramkan atau di halalkan oleh kaum musyrik. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan halal dan haram oleh kaum musyrik akan hewan ternak mereka, tidaklah bersumber dari syariat agama-agama yang dahulu. Beberapa makanan yang telah diharamkan Allah kepada orang Yahudi seperti yang telah diterangkan dalam surah Al An'am. Firman Allah:

وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِبَغْيِهِمْ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ (146)
Artinya:
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku, dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka, dan sesungguhnya Kami adalah Maha Benar."
(Q.S Al An'am: 146)
Allah mengharamkan makanan-makanan yang sehat dan bersih itu daging dan lemak binatang-binatang, khusus kepada orang Yahudi sebagai hukuman atas perbuatan mereka yang aniaya seperti membunuh Nabi-nabi, memakan riba, makan harta dengan cara yang batal.
Firman Allah SWT:

فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160)
Artinya:
Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah".
(Q.S An Nisa': 160)
Dari ayat ini dapat dipahami perbedaan yang jelas antara alasan Allah mengharamkan beberapa jenis makanan kepada orang Yahudi dengan alasan kepada orang Islam. Kepada orang Islam Allah SWT tidak mengharamkan makanan-makanan kecuali karena pada makanan itu terdapat suatu kemudaratan dan mencelakakan dirinya, tetapi Allah mengharamkan makanan-makanan yang baik-baik itu kepada orang Yahudi adalah sebagai hukuman kepada mereka.
Maka tidaklah benar pendapat bahwa orang Bani Israel sendiri yang mengharamkan makanan itu kepada diri mereka sendiri. Semua makanan sebelum Taurat diturunkan kepada mereka adalah halal, kecuali ada makanan yang diharamkan sendiri oleh Nabi Yakub (Israel) untuk dirinya sendiri. Menurut riwayat makanan yang dipantangkan oleh Yakub itu ialah daging unta dan susu Unta. Beliau berbuat demikian untuk mengekang nafsu dalam usaha membersihkan jiwa dan untuk bertaqarrub kepada Allah.
Firman Allah SWT:

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ
Artinya:
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israel melainkan makanan yang diharamkan oleh Israel (Yakub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.
(Q.S Ali Imran: 93)
Adapun makanan seperti daging binatang berkuku, lemak sapi dan kambing, diharamkan kepada seluruh Bani Israel pada waktu Taurat sudah diturunkan kepada mereka dan sebagai hukuman atas mereka.
119. Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya); sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 16:119)
Surah An Nahl 119
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (119)
Kemudian Allah SWT dalam ayat ini menjelaskan kebesaran pengampunan-Nya dan kasih sayang Nya kepada hamba Nya yang melakukan kejahatan pada umumnya baik kejahatan berbuat nista kepada Allah maupun tindakan kejahatan dan maksiat lainnya. Tetapi Allah SWT mengaitkan beberapa ketentuan untuk memperoleh kasih dan pengampunan-Nya itu.
Pertama: Ketentuan bahwa orang-orang yang melakukan kejahatan itu atau bodoh tentang hal-hal yang tidak dibenarkan agama dan yang membawa celaka pada pendiriannya. Orang yang tidak bodoh yakni orang yang bijaksana tidaklah dia berani melakukan suatu perbuatan sebelum ia mengetahui hakikat perbuatan itu.
Demikian pula orang jahil, orang yang melakukan kejahatan karena didorong oleh gelombang hawa nafsu atau api kemarahan, sehingga dia kurang mempertimbangkan perbuatannya walaupun dia mengetahui bahwa apa yang diperbuatnya itu suatu kejahatan.
Kedua: Timbul dalam dirinya rasa penyesalan yang mendalam sesudah melakukan kejahatan itu lalu mengucapkan istigfar dan tobat kepada Allah SWT dalam waktu yang segera. Tidaklah boleh diperlambangkan tobat sesudah dia menyadari kesalahannya itu, karena hal demikian merusak iman dan jiwanya.
Firman Allah SWT:

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا (17)
Artinya:
Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan yang kemudian mereka bertobat dengan segera; maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(Q.S An Nisa': 17)
Ketiga: Melakukan amal saleh dan menjauhi larangan-Nya sebagai bukti dari penyesalannya. Dengan penuh iman dan kebulatan hati dan tidak lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya itu dan kemudian bertekad berbuat taat kepada Allah SWT.
Firman Allan SWT:

وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (71)
Artinya:
Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya.
(Q.S Furqan: 71)
120. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),(QS. 16:120)
Surah An Nahl 120
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (120)
Dalam ayat ini, Allah SWT memuji hamba Nya Ibrahim as Rasul Nya dan Khalil Nya (kawan Allah). Beliau adalah imam kaum Hunafa atau pemimpin dari orang yang mencari kebenaran. Bapak dari pada Nabi. Allah SWT menyatakan dalam ayat ini; "ummatan" yang berarti pemimpin yang menjadi teladan. Menurut Abdullah Ibnu Mas'ud ummatan berarti guru kebijaksanaan. Menurut Ibnu Umar "Ummatan" berarti yang mengajar manusia, tentang agama mereka.
Gelar-gelar demikian menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim memiliki sifat-sifat yang mulia. Menurut ayat ini sifat-sifat beliau sebagai berikut:
1. Dialah sebenarnya satu-satunya Imam. Berkata Ibnu Abbas ra: "Sesungguhnya beliau memiliki kebaikan sama dengan kebaikan yang dimiliki oleh satu umat". Dia kepala dari orang-orang yang mengesakan Tuhan. Dia yang menghancurkan patung-patung, dia yang menentang orang-orang kafir, dia yang memandang cakrawala, dan mempelajarinya untuk kemantapan hatinya terhadap Islam.
2. Dia adalah seorang yang patuh lagi tunduk kepada Allah dan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhkan diri dari larangannya.
3. Dia adalah orang yang jauh dari kebatilan, yang mengikuti kebenaran, tidak terpisah dari padanya dan tidak pula menyimpang dari kebenaran itu.
4. Dia sesungguhnya tidaklah ikut musyrik dalam urusan agama kaumnya, tetapi dia seorang yang mengesakan Allah sejak kecil sampai tuanya. Dialah orang yang berani berkata lantang di muka raja yang beragama syirik tepat pada saatnya, sebagaimana diceritakan Allah dalam Alquran:

رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ
Artinya:
Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.
(Q.S Al Baqarah: 258)
Dia pula yang menyatakan kebatilan penyembahan patung-patung dan bintang-bintang dengan kata-katanya yang dikutip dalam Alquran.

رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ (76)
Artinya:
Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam".
(Q.S Al An'am: 76)
Demikianlah pribadi Nabi Ibrahim. Dia telah tenggelam dalam samudera tauhid, hanyut ke dalam arus cinta kepada zat yang disembah. Dengan penjelasan pribadi Nabi Ibrahim demikian, maka kaum musyrikin Quraisy terdesak karena mereka menyatakan bahwa mereka menganut agama Nabi Ibrahim, padahal kenyataan mereka jauh dari agama Nabi Ibrahim.
Demikian pula orang Yahudi dan Nasrani yang memuliakan Nabi Ibrahim: Mereka banyak menyimpang dari ajaran tauhid.
Penjelasan Allah tentang Ibrahim, membuka kebatilan dan kekeliruan kepercayaan mereka.
Firman Allah SWT:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (67)
Artinya:
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termaksud golongan orang-orang musyrik."
(Q.S Ali Imran: 67)


Surah An-Nahl
Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah An-Nahl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar