Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 1
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
Allah SWT menyatakan ke Maha Sucian Asma Nya dengan firman Nya "Subhana", agar manusia mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat ke Agungan Nya yang tiada taranya dan sebagai pernyataan pula tentang sifat-sifat yang kebesaran Nya telah memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam, dengan perjalanan yang sangat cepat.
Allah SWT memulai firman Nya dengan "Subhana" dalam ayat ini, dan di Beberapa ayat yang lain sebagai pertanda bahwa ayat itu mengandung peristiwa luar biasa yang hanya dapat terlaksana karena iradat dan kekuasaan Nya.
Dari kata-kata Isra' dapat dipahami bahwa Isra' Nabi Muhammad saw itu terjadi di waktu malam hari, karena memang demikian kata "asra" dalam bahasa Arab. Sedang disebutkan "Lailan", yang berarti di malam hari," adalah untuk menguatkan pengertian bahwa peristiwa Isra' itu memang benar-benar terjadi di malam hari. Allah SWT mengisra' kan hamba Nya di waktu malam hari, karena waktu itulah yang paling utama bagi para hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan waktu yang sebaik-baiknya untuk beribadat kepada-Nya.
Dimaksud dengan "hamba Nya" di dalam ayat ini ialah Nabi Muhammad saw yang telah terpilih sebagai Nabi yang terakhir dan telah mendapat perintah untuk melakukan perjalanan malam, yang semata-mata karena perintah Allah.
Di dalam ayat ini tidak diterangkan waktunya secara pasti, baik waktu keberangkatannya maupun saat tibanya Nabi Muhammad saw kembali ke tempat tinggalnya di Mekah. Hanya saja yang diterangkan bahwa Isra' Nabi Muhammad saw dimulai dari Masjidilharam, yaitu Mesjid yang terkenal karena di dalamnya ada Baitullah yang terletak di kota Mekah menuju Masjidilaksa yang berada di Baitulmakdis. Masjidilaksa itu terkenal pula dengan Haikal Sulaiman. Disebut demikian karena Nabi Sulaimanlah yang membinanya. Mesjid itu disebut Masjidilaksa yang berarti "jauh", karena jauhnya dari kota Mekah.
Selanjutnya Allah SWT, menjelaskan bahwa Masjidilaksa itu dan daerah daerah sekitarnya diberi berkat oleh Allah, karena tempat di sekitarnya itu adalah tempat turunnya wahyu kepada Nabi-nabi dan disuburkan tanahnya, sehingga menjadi daerah yang makmur. Di samping itu juga karena mesjid itu termasuk di antara mesjid-mesjid yang paling besar pada waktu itu yang menjadi tempat peribadatan para Nabi dan tempat tinggal mereka.
Sesudah itu Allah menyebutkan alasan mengapa Nabi Muhammad saw dibawa berjalan pada malam hari, yaitu Allah SWT dapat memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu tanda-tanda yang dapat disaksikan oleh Muhammad saw dalam perjalanannya itu, berupa pengalaman-pengalaman yang berharga yang dialaminya dalam perjalanan dari Masjidilharam ke Masjidilaksa itu, ketabahan hati dalam menghadapi berbagai macam cobaan, dan betapa luasnya jagat raya serta alangkah Agungnya Maha Pencipta Nya. Pengalaman-pengalaman baru yang dapat disaksikan oleh Nabi Muhammad itu sangat berguna untuk menguatkan hati beliau dalam melakukan tugasnya, dan menambah ketabahan beliau menghadapi berbagai macam rintangan dari kaumnya, juga persiapan yang sangat penting dalam meyakini wahyu Allah, baik yang telah diterima maupun yang akan diterimanya.
Di akhir ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa Dia Maha Mendengar terhadap bisikan batin para hamba-Nya dan Maha Melihat akan semua perbuatan mereka. Tak ada suatupun detak jantung, ataupun gerakan badan dari seluruh yang ada di antara langit dan bumi ini yang terlepas dari pengamatan Nya.
Ayat ini menyebutkan terjadinya peristiwa Isra', yaitu perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidilharam ke Masjidilaksa di waktu malam, sedang peristiwa Mikraj, yaitu naiknya Nabi Muhammad dari Masjidilaksa ke Sidratul Muntaha (Mustawa) tidak diisyaratkan oleh ayat ini tetapi diisyaratkan oleh bagian pertama surah An Najm.
Hampir seluruh ahli tafsir berpendapat bahwa peristiwa Isra' itu terjadi setelah Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul. Peristiwanya satu tahun sebelum hijrah. Demikian menurut Imam Az Zuhri Ibnu Saad dan lain-lainnya. Imam Nawawipun memastikan yang demikian. Bahkan menurut Ibnu Hasan bahwa peristiwa Isra' itu terjadi bulan Rajab tahun yang kedua belas dari diangkatnya Muhammad menjadi Nabi.
Adapun hadis-hadis yang menjelaskan terjadinya Isra' itu sebagai berikut:
Pertama :
ليلة أسري برسول الله صلى الله عليه وسلم من مسجد الكعبة أنه جاءه ثلاثة نفر قبل أن يوحى إليه وهو نائم في المسجد الحرام فقال أولهم: أيهم هو؟ فقال أوسطهم : هو خيرهم فقال أخرهم : خذوا خيرهم، فكانت تلك الليلة فلم يرهم حتى أتوه ليلة أخرى فيما يرى قلبه وتنام عينه ولا ينام قلبه وكذلك الأنبياء تنام أعينهم ولا تنام قلبهم -فلم يكلموه حتى احتملوه فوضعوه عند بئر زمزم فتولاه منهم جبريل فشق جبريل ما بين نحره إلى لبته حتى فرغ من صدره وجوفه فغسله من ماء زمزم بيده حتى أنقى جوفه ثم أتى بطشت من ذهب فيه نور من ذهب محشو إيمانا وحطمة فحشابه صدره ولغاديده يعني عروق حلقه
Artinya:
Pada malam dijalankannya Rasulullah saw dari Masjidilharam datanglah kepadanya tiga orang pada saat sebelum turunnya wahyu, sedangkan Rasul pada waktu itu sedang tidur di Masjidilharam. Kemudian berkatalah orang yang pertama: "Siapakah dia ini ? Kemudian orang kedua menjawab: "Dia adalah orang yang terbaik di antara mereka (kaumnya). Setelah itu berkatalah orang ketiga : "Ambillah orang yang terbaik itu. Pada malam itu Nabi tidak mengetahui siapa mereka itu, sehingga mereka datang kepada Nabi di malam yang lain dalam keadaan matanya tidur sedangkan hatinya tidak tidur. Demikianlah para Nabi, meskipun mata mereka terpejam, namun hati mereka tidaklah tidur. Sesudah itu rombongan tadi tidaklah berbicara sedikitpun kepada Nabi sehingga saatnya mereka membawa Nabi dan meletakkannya di sekitar sumur Zam-zam. Kemudian Jibrilah di antara mereka yang menguasai diri Nabi, lalu Jibril membelah bagian tubuh, antara leher sampai ke hatinya, sehingga kosonglah dadanya. Sesudah itu Jibril mencuci hati Nabi dengan air Zamzam dengan menggunakan tangannya, sehingga bersihlah hati beliau. Kemudian Jibril membawa talam yang terdapat di dalamnya bejana dari emas yang berisi iman dan hikmah. Kemudian dituangkanlah isi bejana itu memenuhi dada beliau dan urat-urat tenggorokannya". (H.R. Bukhari dan Anas)
Kedua: Hadis riwayat Bukhari dari Sa'sa'ah:
إذا أتاني أت فقد فاستخرج قلبي، ثم أتيت بطشت من ذهب مملوءة إيمانا، فغسل قلبي ثم حشي (أعيد)
Artinya:
Bahwa Nabi saw bersabda : "Datang kepadaku seseorang (Jibril). Kemudian ia mengeluarkan hatiku. Setelah itu dibawalah kepadaku piala yang terbuat dari emas yang penuh dengan iman, lalu ia mencuci hatiku. Setelah itu menuangkan isi piala itu kepadaku. Kemudian hatiku dikembalikannya seperti sediakala." (H.R. Bukhari dari Sa'sa'ah).
Ketiga: Hadis riwayat Ahmad dari Anas bin Malik:
إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: أتيت بالبراق وهو دابة أبيض فوق الحمار ودون البغال يضع حافره عند منتهى طرفه فركبته فسار بي حتى أتيت بيت المقدس فربطت الدابة بالحلقة التي يربط فيها الأنبياء ثم دخلت فصليت فيه ركعتين ثم خرجت فأتاني جبريل بإناء من خمر وإناء من لبن فاخترت اللبن فقال جبريل أصبت الفطرة
Artinya:
"Bahwa Rasulullah saw bersabda : "Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang putih lebih besar dari keledai yang lebih kecil dari bagal. Ia melangkahkan kakinya sejauh pandangan mata. Kemudian saya mengendarainya, lalu ia membawaku sehingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian saya mengikatnya pada tempat para nabi mengikatkan kendaraannya. Kemudian saya salat dua rakaat di dalamnya, lalu saya keluar. Kemudian Jibril membawa kepadaku sebuah piala yang berisi minuman keras (khamar) dan sebuah lagi berisi susu; lalu saya pilih yang berisi susu, lantas Jibril berkata : "Engkau telah memilih fitrah sebagai pilihan yang benar". (H.R. Ahmad dari Anas bin Malik).
Dari keterangan hadis-hadis tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw dijalankan di waktu malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaksa atas izin Allah di bawah bimbingan malaikat Jibril!. Sebelum Nabi Muhammad saw diperjalankan malam hari itu, hatinya diisi iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala macam cobaan dan tabah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya. Perjalanan itu dilakukan dengan Buraq yang mempunyai kecepatan luar biasa sehingga Isra' dan Mikraj hanya memerlukan waktu kurang dari satu malam, dari sesudah waktu `Isyak sampai sebelum subuh.
Adapun mengenai riwayat terjadinya Mikraj akan dijelaskan pada tafsir permulaan An Najm.
Di dalam ayat yang sedang ditafsirkan ini tidak dijelaskan secara terperinci; apakah Nabi saw Isra' dengan ruh dan jasadnya, ataukah rohnya saja. Itulah sebabnya para mufassirin berbeda-beda pendapat mengenai hal tersebut. Sebagian besar mufassirin berpendapat bahwa Isra' itu dilakukan dengan ruh dan jasad beliau dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan tidur. Mereka itu mengajukan beberapa alasan untuk menguatkan pendapatnya di antaranya ialah:
a. Kata (سُبْحَانَ) menunjukkan adanya peristiwa yang hebat, seumpama Nabi itu di-Isra'kan dalam keadaan tidur, tidaklah sepatutnya diungkapkan dengan menggunakan ayat yang didahului dengan tasbih.
b. Andai kata Isra' itu dilakukan dalam keadaan tidur, tentulah orang Quraisy tidak dengan serta merta mendustakannya. Juga banyaknya orang muslim yang murtad kembali, lantaran adanya berita itu, menunjukkan peristiwa Isra' bukanlah peristiwa yang biasa. Lagi pula kata-kata Umu Hani' yang melarang Nabi menceritakannya kepada siapapun agar mereka tidak mendustakannya. Juga menguatkan bahwa Isra' itu dilakukan Nabi dengan ruh dan jasadnya. Dan peristiwa yang menyebabkan Abu Bakar diberi gelaran "As-Siddiq" karena dia membenarkan Nabi Isra' dengan ruh dan jasadnya, sedangkan orang-orang lain berat menerimanya.
c. Bahwa firman Allah (بِعَبْدِهِ) menunjukkan suatu kesatuan bulat antara ruh dan jasad.
d. Perkataan Ibnu Abbas bahwa : Orang-orang Arab kerap kali pula menggunakan kata "ru'ya" dalam arti penglihatan mata, maka kata "ru'ya" yang tersebut dalam firman Allah:
وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِلنَّاسِ
Artinya:
Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan Kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Q.S. Al Isra': 60)
e. Yang diperlihatkan kepada Nabi pada waktu Isra' dan Mikrajnya adalah berarti penglihatan mata yang mungkin terjadi karena kecepatan yang serupa telah dibuktikan oleh manusia dengan teknologi modem.
Segolongan mufassirin yang lain berpendapat bahwa Isra' dilakukan Nabi dengan rohnya saja. Mereka ini menguatkan pendapatnya dengan alasan-alasan.
a. Bahwa Muawiyah bin Abu Sofyan apabila ditanya tentang Isra' Nabi Muhammad saw beliau menjawab :
كان رؤيا من الله صادقة...
Artinya:
Isra' Nabi itu adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah.
b. Bahwa keluarga Abu Bakar r.a. berkata :
ما فقد جسد رسول الله صلى الله عليه وسلم ولكن أسري بروحه
Artinya:
Aisyah pernah berkata : "Jasad Rasulullah saw (pada saat berisra') tidaklah lenyap, akan tetapi rohnyalah yang diisra'kan".
c. Bahwa Al Hasan berkata pada saat menafsirkan firman Allah "Bahwa yang dimaksud dengan ru'ya" dipakai khusus untuk orang tidur.
Al Maragi di dalam tafsirnya mengemukakan beberapa kecaman terhadap alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang berpendidikan bahwa Nabi melakukan Isra' dengan rohnya saja, sbb:
1. Pendapat Muawiyah itu ada kelemahannya, yaitu pada waktu itu Muawiyah belum lagi masuk Islam, akan tetapi dia masih di dalam keadaan musyrik. Sebab itu, riwayatnya tidak boleh di terima.
2. Riwayat `Aisyah mendapat kecaman-kecaman dari para Muhaddisin karena pada saat itu `Aisyah masih kecil masih belum menjadi istri Rasulullah saw.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 1
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
(Maha Suci) artinya memahasucikan (Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya) yaitu Nabi Muhammad saw. (pada suatu malam) lafal lailan dinashabkan karena menjadi zharaf. Arti lafal al-isra ialah melakukan perjalanan di malam hari; disebutkan untuk memberikan pengertian bahwa perjalanan yang dilakukan itu dalam waktu yang sedikit; oleh karenanya diungkapkan dalam bentuk nakirah untuk mengisyaratkan kepada pengertian itu (dari Masjidilharam ke Masjidilaksa) yakni Baitulmakdis; dinamakan Masjidilaksa mengingat tempatnya yang jauh dari Masjidilharam (yang telah Kami berkahi sekelilingnya) dengan banyaknya buah-buahan dan sungai-sungai (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda Kami) yaitu sebagian daripada keajaiban-keajaiban kekuasaan Kami. (Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) artinya yang mengetahui semua perkataan dan pekerjaan Nabi saw. Maka Dia melimpahkan nikmat-Nya kepadanya dengan memperjalankannya di suatu malam; di dalam perjalanan itu antara lain ia sempat berkumpul dengan para nabi; naik ke langit; melihat keajaiban-keajaiban alam malakut dan bermunajat langsung dengan Allah swt. Sehubungan dengan peristiwa ini Nabi saw. menceritakannya melalui sabdanya, "Aku diberi buraq; adalah seekor hewan yang berbulu putih; tingginya lebih dari keledai akan tetapi lebih pendek daripada bagal; bila ia terbang kaki depannya dapat mencapai batas pandangan matanva. Lalu aku menaikinya dan ia membawaku hingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian aku tambatkan ia pada tempat penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi. Selanjutnya aku memasuki Masjidilaksa dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya. Setelah itu aku keluar dari Masjidilaksa datanglah kepadaku malaikat Jibril seraya membawa dua buah cawan; yang satu berisikan khamar sedangkan yang lain berisikan susu. Aku memilih cawan yang berisikan susu, lalu malaikat Jibril berkata, 'Engkau telah memilih fitrah (yakni agama Islam).' Nabi saw. melanjutkan kisahnya, kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit dunia (langit pertama), lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit; ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Kemudian pintu langit pertama dibukakan bagi kami; tiba-tiba di situ aku bertemu dengan Nabi Adam. Nabi Adam menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan untukku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kedua. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang kedua dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak bibiku, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Isa. Lalu keduanya menyambut kedatanganku, dan keduanya mendoakan kebaikan buatku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang ketiga, lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit ketiga bagi kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf; dan ternyata ia telah dianugerahi separuh daripada semua keelokan. Nabi Yusuf menyambut kedatanganku, lalu ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab. 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang keempat dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku ke langit yang kelima, lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kelima, maka ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Dan ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Lalu dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Selanjutnya malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia mengetuk pintunva, ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam buat kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, lalu Nabi Musa menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia mengetuk pintunya. Ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim. Kedapatan ia bersandar pada Baitulmakmur. Ternyata Baitulmakmur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, yang selanjutnya mereka tidak kembali lagi padanya. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke Sidratul Muntaha, kedapatan daun-daunnya bagaikan telinga-telinga gajah dan buah-buahan bagaikan tempayan-tempayan yang besar. Ketika semuanya tertutup oleh nur Allah, semuanya menjadi berubah. Maka kala itu tidak ada seorang makhluk Allah pun yang dapat menggambarkan keindahannya. Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka Allah mewahyukan kepadaku secara langsung, dan Dia telah (mewajibkan) kepadaku lima puluh kali salat untuk setiap hari. Setelah itu lalu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa (langit yang keenam). Maka Nabi Musa bertanya kepadaku, 'Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu?' Aku menjawab, 'Lima puluh kali salat untuk setiap harinya.' Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscava tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.' Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada Rabbku, lalu aku memohon, 'Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.' Maka Allah meringankan lima waktu kepadaku. Lalu aku kembali menemui Nabi Musa. Dan Nabi Musa bertanya, 'Apakah yang telah kamu lakukan?' Aku menjawab, 'Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.' Maka Nabi Musa bertanya, 'Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.' Rasulullah melanjutkan kisahnya, maka aku masih tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan kepadaku lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allah berfirman, 'Hai Muhammad, salat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap salat berpahala sepuluh salat, maka itulah lima puluh kali salat. Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan. Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginva pahala sepuluh kali kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginva dosa satu keburukan.' Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya.' Maka aku menjawab, 'Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.'" (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam Muslim). Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak meriwayatkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Aku melihat Rabbku Azza Wajalla."
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
Allah SWT menyatakan ke Maha Sucian Asma Nya dengan firman Nya "Subhana", agar manusia mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat ke Agungan Nya yang tiada taranya dan sebagai pernyataan pula tentang sifat-sifat yang kebesaran Nya telah memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam, dengan perjalanan yang sangat cepat.
Allah SWT memulai firman Nya dengan "Subhana" dalam ayat ini, dan di Beberapa ayat yang lain sebagai pertanda bahwa ayat itu mengandung peristiwa luar biasa yang hanya dapat terlaksana karena iradat dan kekuasaan Nya.
Dari kata-kata Isra' dapat dipahami bahwa Isra' Nabi Muhammad saw itu terjadi di waktu malam hari, karena memang demikian kata "asra" dalam bahasa Arab. Sedang disebutkan "Lailan", yang berarti di malam hari," adalah untuk menguatkan pengertian bahwa peristiwa Isra' itu memang benar-benar terjadi di malam hari. Allah SWT mengisra' kan hamba Nya di waktu malam hari, karena waktu itulah yang paling utama bagi para hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan waktu yang sebaik-baiknya untuk beribadat kepada-Nya.
Dimaksud dengan "hamba Nya" di dalam ayat ini ialah Nabi Muhammad saw yang telah terpilih sebagai Nabi yang terakhir dan telah mendapat perintah untuk melakukan perjalanan malam, yang semata-mata karena perintah Allah.
Di dalam ayat ini tidak diterangkan waktunya secara pasti, baik waktu keberangkatannya maupun saat tibanya Nabi Muhammad saw kembali ke tempat tinggalnya di Mekah. Hanya saja yang diterangkan bahwa Isra' Nabi Muhammad saw dimulai dari Masjidilharam, yaitu Mesjid yang terkenal karena di dalamnya ada Baitullah yang terletak di kota Mekah menuju Masjidilaksa yang berada di Baitulmakdis. Masjidilaksa itu terkenal pula dengan Haikal Sulaiman. Disebut demikian karena Nabi Sulaimanlah yang membinanya. Mesjid itu disebut Masjidilaksa yang berarti "jauh", karena jauhnya dari kota Mekah.
Selanjutnya Allah SWT, menjelaskan bahwa Masjidilaksa itu dan daerah daerah sekitarnya diberi berkat oleh Allah, karena tempat di sekitarnya itu adalah tempat turunnya wahyu kepada Nabi-nabi dan disuburkan tanahnya, sehingga menjadi daerah yang makmur. Di samping itu juga karena mesjid itu termasuk di antara mesjid-mesjid yang paling besar pada waktu itu yang menjadi tempat peribadatan para Nabi dan tempat tinggal mereka.
Sesudah itu Allah menyebutkan alasan mengapa Nabi Muhammad saw dibawa berjalan pada malam hari, yaitu Allah SWT dapat memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu tanda-tanda yang dapat disaksikan oleh Muhammad saw dalam perjalanannya itu, berupa pengalaman-pengalaman yang berharga yang dialaminya dalam perjalanan dari Masjidilharam ke Masjidilaksa itu, ketabahan hati dalam menghadapi berbagai macam cobaan, dan betapa luasnya jagat raya serta alangkah Agungnya Maha Pencipta Nya. Pengalaman-pengalaman baru yang dapat disaksikan oleh Nabi Muhammad itu sangat berguna untuk menguatkan hati beliau dalam melakukan tugasnya, dan menambah ketabahan beliau menghadapi berbagai macam rintangan dari kaumnya, juga persiapan yang sangat penting dalam meyakini wahyu Allah, baik yang telah diterima maupun yang akan diterimanya.
Di akhir ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa Dia Maha Mendengar terhadap bisikan batin para hamba-Nya dan Maha Melihat akan semua perbuatan mereka. Tak ada suatupun detak jantung, ataupun gerakan badan dari seluruh yang ada di antara langit dan bumi ini yang terlepas dari pengamatan Nya.
Ayat ini menyebutkan terjadinya peristiwa Isra', yaitu perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidilharam ke Masjidilaksa di waktu malam, sedang peristiwa Mikraj, yaitu naiknya Nabi Muhammad dari Masjidilaksa ke Sidratul Muntaha (Mustawa) tidak diisyaratkan oleh ayat ini tetapi diisyaratkan oleh bagian pertama surah An Najm.
Hampir seluruh ahli tafsir berpendapat bahwa peristiwa Isra' itu terjadi setelah Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul. Peristiwanya satu tahun sebelum hijrah. Demikian menurut Imam Az Zuhri Ibnu Saad dan lain-lainnya. Imam Nawawipun memastikan yang demikian. Bahkan menurut Ibnu Hasan bahwa peristiwa Isra' itu terjadi bulan Rajab tahun yang kedua belas dari diangkatnya Muhammad menjadi Nabi.
Adapun hadis-hadis yang menjelaskan terjadinya Isra' itu sebagai berikut:
Pertama :
ليلة أسري برسول الله صلى الله عليه وسلم من مسجد الكعبة أنه جاءه ثلاثة نفر قبل أن يوحى إليه وهو نائم في المسجد الحرام فقال أولهم: أيهم هو؟ فقال أوسطهم : هو خيرهم فقال أخرهم : خذوا خيرهم، فكانت تلك الليلة فلم يرهم حتى أتوه ليلة أخرى فيما يرى قلبه وتنام عينه ولا ينام قلبه وكذلك الأنبياء تنام أعينهم ولا تنام قلبهم -فلم يكلموه حتى احتملوه فوضعوه عند بئر زمزم فتولاه منهم جبريل فشق جبريل ما بين نحره إلى لبته حتى فرغ من صدره وجوفه فغسله من ماء زمزم بيده حتى أنقى جوفه ثم أتى بطشت من ذهب فيه نور من ذهب محشو إيمانا وحطمة فحشابه صدره ولغاديده يعني عروق حلقه
Artinya:
Pada malam dijalankannya Rasulullah saw dari Masjidilharam datanglah kepadanya tiga orang pada saat sebelum turunnya wahyu, sedangkan Rasul pada waktu itu sedang tidur di Masjidilharam. Kemudian berkatalah orang yang pertama: "Siapakah dia ini ? Kemudian orang kedua menjawab: "Dia adalah orang yang terbaik di antara mereka (kaumnya). Setelah itu berkatalah orang ketiga : "Ambillah orang yang terbaik itu. Pada malam itu Nabi tidak mengetahui siapa mereka itu, sehingga mereka datang kepada Nabi di malam yang lain dalam keadaan matanya tidur sedangkan hatinya tidak tidur. Demikianlah para Nabi, meskipun mata mereka terpejam, namun hati mereka tidaklah tidur. Sesudah itu rombongan tadi tidaklah berbicara sedikitpun kepada Nabi sehingga saatnya mereka membawa Nabi dan meletakkannya di sekitar sumur Zam-zam. Kemudian Jibrilah di antara mereka yang menguasai diri Nabi, lalu Jibril membelah bagian tubuh, antara leher sampai ke hatinya, sehingga kosonglah dadanya. Sesudah itu Jibril mencuci hati Nabi dengan air Zamzam dengan menggunakan tangannya, sehingga bersihlah hati beliau. Kemudian Jibril membawa talam yang terdapat di dalamnya bejana dari emas yang berisi iman dan hikmah. Kemudian dituangkanlah isi bejana itu memenuhi dada beliau dan urat-urat tenggorokannya". (H.R. Bukhari dan Anas)
Kedua: Hadis riwayat Bukhari dari Sa'sa'ah:
إذا أتاني أت فقد فاستخرج قلبي، ثم أتيت بطشت من ذهب مملوءة إيمانا، فغسل قلبي ثم حشي (أعيد)
Artinya:
Bahwa Nabi saw bersabda : "Datang kepadaku seseorang (Jibril). Kemudian ia mengeluarkan hatiku. Setelah itu dibawalah kepadaku piala yang terbuat dari emas yang penuh dengan iman, lalu ia mencuci hatiku. Setelah itu menuangkan isi piala itu kepadaku. Kemudian hatiku dikembalikannya seperti sediakala." (H.R. Bukhari dari Sa'sa'ah).
Ketiga: Hadis riwayat Ahmad dari Anas bin Malik:
إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: أتيت بالبراق وهو دابة أبيض فوق الحمار ودون البغال يضع حافره عند منتهى طرفه فركبته فسار بي حتى أتيت بيت المقدس فربطت الدابة بالحلقة التي يربط فيها الأنبياء ثم دخلت فصليت فيه ركعتين ثم خرجت فأتاني جبريل بإناء من خمر وإناء من لبن فاخترت اللبن فقال جبريل أصبت الفطرة
Artinya:
"Bahwa Rasulullah saw bersabda : "Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang putih lebih besar dari keledai yang lebih kecil dari bagal. Ia melangkahkan kakinya sejauh pandangan mata. Kemudian saya mengendarainya, lalu ia membawaku sehingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian saya mengikatnya pada tempat para nabi mengikatkan kendaraannya. Kemudian saya salat dua rakaat di dalamnya, lalu saya keluar. Kemudian Jibril membawa kepadaku sebuah piala yang berisi minuman keras (khamar) dan sebuah lagi berisi susu; lalu saya pilih yang berisi susu, lantas Jibril berkata : "Engkau telah memilih fitrah sebagai pilihan yang benar". (H.R. Ahmad dari Anas bin Malik).
Dari keterangan hadis-hadis tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw dijalankan di waktu malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaksa atas izin Allah di bawah bimbingan malaikat Jibril!. Sebelum Nabi Muhammad saw diperjalankan malam hari itu, hatinya diisi iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala macam cobaan dan tabah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya. Perjalanan itu dilakukan dengan Buraq yang mempunyai kecepatan luar biasa sehingga Isra' dan Mikraj hanya memerlukan waktu kurang dari satu malam, dari sesudah waktu `Isyak sampai sebelum subuh.
Adapun mengenai riwayat terjadinya Mikraj akan dijelaskan pada tafsir permulaan An Najm.
Di dalam ayat yang sedang ditafsirkan ini tidak dijelaskan secara terperinci; apakah Nabi saw Isra' dengan ruh dan jasadnya, ataukah rohnya saja. Itulah sebabnya para mufassirin berbeda-beda pendapat mengenai hal tersebut. Sebagian besar mufassirin berpendapat bahwa Isra' itu dilakukan dengan ruh dan jasad beliau dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan tidur. Mereka itu mengajukan beberapa alasan untuk menguatkan pendapatnya di antaranya ialah:
a. Kata (سُبْحَانَ) menunjukkan adanya peristiwa yang hebat, seumpama Nabi itu di-Isra'kan dalam keadaan tidur, tidaklah sepatutnya diungkapkan dengan menggunakan ayat yang didahului dengan tasbih.
b. Andai kata Isra' itu dilakukan dalam keadaan tidur, tentulah orang Quraisy tidak dengan serta merta mendustakannya. Juga banyaknya orang muslim yang murtad kembali, lantaran adanya berita itu, menunjukkan peristiwa Isra' bukanlah peristiwa yang biasa. Lagi pula kata-kata Umu Hani' yang melarang Nabi menceritakannya kepada siapapun agar mereka tidak mendustakannya. Juga menguatkan bahwa Isra' itu dilakukan Nabi dengan ruh dan jasadnya. Dan peristiwa yang menyebabkan Abu Bakar diberi gelaran "As-Siddiq" karena dia membenarkan Nabi Isra' dengan ruh dan jasadnya, sedangkan orang-orang lain berat menerimanya.
c. Bahwa firman Allah (بِعَبْدِهِ) menunjukkan suatu kesatuan bulat antara ruh dan jasad.
d. Perkataan Ibnu Abbas bahwa : Orang-orang Arab kerap kali pula menggunakan kata "ru'ya" dalam arti penglihatan mata, maka kata "ru'ya" yang tersebut dalam firman Allah:
وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِلنَّاسِ
Artinya:
Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan Kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Q.S. Al Isra': 60)
e. Yang diperlihatkan kepada Nabi pada waktu Isra' dan Mikrajnya adalah berarti penglihatan mata yang mungkin terjadi karena kecepatan yang serupa telah dibuktikan oleh manusia dengan teknologi modem.
Segolongan mufassirin yang lain berpendapat bahwa Isra' dilakukan Nabi dengan rohnya saja. Mereka ini menguatkan pendapatnya dengan alasan-alasan.
a. Bahwa Muawiyah bin Abu Sofyan apabila ditanya tentang Isra' Nabi Muhammad saw beliau menjawab :
كان رؤيا من الله صادقة...
Artinya:
Isra' Nabi itu adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah.
b. Bahwa keluarga Abu Bakar r.a. berkata :
ما فقد جسد رسول الله صلى الله عليه وسلم ولكن أسري بروحه
Artinya:
Aisyah pernah berkata : "Jasad Rasulullah saw (pada saat berisra') tidaklah lenyap, akan tetapi rohnyalah yang diisra'kan".
c. Bahwa Al Hasan berkata pada saat menafsirkan firman Allah "Bahwa yang dimaksud dengan ru'ya" dipakai khusus untuk orang tidur.
Al Maragi di dalam tafsirnya mengemukakan beberapa kecaman terhadap alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang berpendidikan bahwa Nabi melakukan Isra' dengan rohnya saja, sbb:
1. Pendapat Muawiyah itu ada kelemahannya, yaitu pada waktu itu Muawiyah belum lagi masuk Islam, akan tetapi dia masih di dalam keadaan musyrik. Sebab itu, riwayatnya tidak boleh di terima.
2. Riwayat `Aisyah mendapat kecaman-kecaman dari para Muhaddisin karena pada saat itu `Aisyah masih kecil masih belum menjadi istri Rasulullah saw.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 1
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
(Maha Suci) artinya memahasucikan (Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya) yaitu Nabi Muhammad saw. (pada suatu malam) lafal lailan dinashabkan karena menjadi zharaf. Arti lafal al-isra ialah melakukan perjalanan di malam hari; disebutkan untuk memberikan pengertian bahwa perjalanan yang dilakukan itu dalam waktu yang sedikit; oleh karenanya diungkapkan dalam bentuk nakirah untuk mengisyaratkan kepada pengertian itu (dari Masjidilharam ke Masjidilaksa) yakni Baitulmakdis; dinamakan Masjidilaksa mengingat tempatnya yang jauh dari Masjidilharam (yang telah Kami berkahi sekelilingnya) dengan banyaknya buah-buahan dan sungai-sungai (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda Kami) yaitu sebagian daripada keajaiban-keajaiban kekuasaan Kami. (Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) artinya yang mengetahui semua perkataan dan pekerjaan Nabi saw. Maka Dia melimpahkan nikmat-Nya kepadanya dengan memperjalankannya di suatu malam; di dalam perjalanan itu antara lain ia sempat berkumpul dengan para nabi; naik ke langit; melihat keajaiban-keajaiban alam malakut dan bermunajat langsung dengan Allah swt. Sehubungan dengan peristiwa ini Nabi saw. menceritakannya melalui sabdanya, "Aku diberi buraq; adalah seekor hewan yang berbulu putih; tingginya lebih dari keledai akan tetapi lebih pendek daripada bagal; bila ia terbang kaki depannya dapat mencapai batas pandangan matanva. Lalu aku menaikinya dan ia membawaku hingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian aku tambatkan ia pada tempat penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi. Selanjutnya aku memasuki Masjidilaksa dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya. Setelah itu aku keluar dari Masjidilaksa datanglah kepadaku malaikat Jibril seraya membawa dua buah cawan; yang satu berisikan khamar sedangkan yang lain berisikan susu. Aku memilih cawan yang berisikan susu, lalu malaikat Jibril berkata, 'Engkau telah memilih fitrah (yakni agama Islam).' Nabi saw. melanjutkan kisahnya, kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit dunia (langit pertama), lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit; ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Kemudian pintu langit pertama dibukakan bagi kami; tiba-tiba di situ aku bertemu dengan Nabi Adam. Nabi Adam menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan untukku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kedua. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang kedua dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak bibiku, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Isa. Lalu keduanya menyambut kedatanganku, dan keduanya mendoakan kebaikan buatku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang ketiga, lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit ketiga bagi kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf; dan ternyata ia telah dianugerahi separuh daripada semua keelokan. Nabi Yusuf menyambut kedatanganku, lalu ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab. 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang keempat dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku ke langit yang kelima, lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kelima, maka ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Dan ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Lalu dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Selanjutnya malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia mengetuk pintunva, ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam buat kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, lalu Nabi Musa menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia mengetuk pintunya. Ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim. Kedapatan ia bersandar pada Baitulmakmur. Ternyata Baitulmakmur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, yang selanjutnya mereka tidak kembali lagi padanya. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke Sidratul Muntaha, kedapatan daun-daunnya bagaikan telinga-telinga gajah dan buah-buahan bagaikan tempayan-tempayan yang besar. Ketika semuanya tertutup oleh nur Allah, semuanya menjadi berubah. Maka kala itu tidak ada seorang makhluk Allah pun yang dapat menggambarkan keindahannya. Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka Allah mewahyukan kepadaku secara langsung, dan Dia telah (mewajibkan) kepadaku lima puluh kali salat untuk setiap hari. Setelah itu lalu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa (langit yang keenam). Maka Nabi Musa bertanya kepadaku, 'Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu?' Aku menjawab, 'Lima puluh kali salat untuk setiap harinya.' Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscava tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.' Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada Rabbku, lalu aku memohon, 'Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.' Maka Allah meringankan lima waktu kepadaku. Lalu aku kembali menemui Nabi Musa. Dan Nabi Musa bertanya, 'Apakah yang telah kamu lakukan?' Aku menjawab, 'Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.' Maka Nabi Musa bertanya, 'Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.' Rasulullah melanjutkan kisahnya, maka aku masih tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan kepadaku lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allah berfirman, 'Hai Muhammad, salat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap salat berpahala sepuluh salat, maka itulah lima puluh kali salat. Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan. Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginva pahala sepuluh kali kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginva dosa satu keburukan.' Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya.' Maka aku menjawab, 'Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.'" (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam Muslim). Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak meriwayatkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Aku melihat Rabbku Azza Wajalla."
Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman):` Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,(QS. 17:2)
Surah Al Israa' 2
وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلًا (2)
Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa as dan menjadikannya sebagai pedoman bagi Bani Israel. Dan Allah SWT menyuruh Musa as agar mengatakan kepada kaumnya: "Janganlah kamu mengambil selain Allah sebagai penolong yang memberikan perlindungan dan menyelesaikan urusan-urusan kamu. Larangan yang ditujukan kepada kaumnya itu adalah larangan yang juga pernah disampaikan oleh Rasul-rasul sebelumnya dengan perantaraan wahyu-Nya yang mengandung pula perintah agar manusia menyembah kepada Allah semata dan larangan menyerikatkan sesuatu yang lain dengan Dia. Juga larangan meminta bantuan dalam segala urusan kecuali kepada-Nya.
Menyebutkan kitab Taurat yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Musa as, sebagai pedoman untuk kaumnya adalah untuk memberikan pengertian kepada kaum Muslimin, bahwa di antara tugas-tugas para Rasul ialah menyampaikan agama tauhid, sebagaimana tugas Nabi saw kepada mereka, dan untuk mengingatkan mereka agar jangan meniru umat dahulu, yang setelah ditinggal oleh Rasul-rasul, mereka membuat-buat takwilan firman-firman Allah menurut kehendak Nya, dan mereka bergelimang dalam lembah kemurkaan Allah dan kesesatan yang nyata.
Itulah sebabnya maka Allah SWT menyebutkan keistimewaan Musa as dan kelebihan Bani Israel dari bangsa-bangsa lain yang ada pada masa itu berulang kali di dalam Alquran dam menyebutkan pula nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, dengan maksud agar hati nurani mereka tergugah, lalu kembali ke jalan yang benar, dan bernaung di bawah petunjuk-Nya.
(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.(QS. 17:3)
Surah Al Israa' 3
ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا (3)
Allah SWT menyebutkan juga nenek moyang mereka, yaitu orang-orang yang telah diselamatkan Allah bersama-sama Nuh as dari topan. Mereka itu diselamatkan Allah dengan perantaraan wahyu-Nya kepada Nuh as yang mengandung perintah untuk membuat perahu, agar dia dan kaumnya yang setia terhindar dari siksaan Allah yang akan ditimpakan kepada kaumnya yang mengingkari kenabiannya. Hal ini mengandung peringatan bagi Bani Israel agar mengambil contoh dan ibarat dari peristiwa itu, dan mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi Nuh itu, karena sesungguhnya beliau itu adalah hamba yang sangat mensyukuri nikmat Allah. Dan peristiwa itu mengandung pelajaran pula bagi kaum Muslimin agar tetap beragama tauhid seperti Nuh as dan pengikut-pengikutnya, serta orang-orang yang mensyukuri nikmat Allah.
Sebagai penjelasan dari penafsiran tersebut, perlu dikemukakan beberapa buah hadis yang menjelaskan bahwa Nabi Nuh as itu Nabi yang sangat mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana tersebut dalam hadis:
Pertama, Hadis yang diriwayatkan oleh:
أخرج ابن مردويه عن معاذ بن أنس الجهني أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن نوحا إذا أمسى وأصبح قال : سبحان الله حين تمسون وحين تصبحون وله الحمد في السموات والأرض عشيا وحين تظهرون
Artinya:
Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dan Muaz bin Anas Al Juhany bahwa Nabi Muhammad saw bersabda : "Sesungguhnya Nuh, apabila telah datang waktu sore hari dan pada pagi hari, dia berkata: Maha Suci Allah ketika kamu berada di waktu sore dan di waktu Subuh dan bagi Nya-lah segala puji di langit dan bumi di waktu berada di petang hari dan di waktu kamu berada di waktu Zuhur".
Kedua hadis yang lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Al Baihaqy dan Al Hakim dari Salman Al Farisi, ia berkata:
كان نوح إذا لبس ثوبا أو أطعم طعاما حمد الله تعالى فسمى عبدا شكورا
Artinya:
Nabi Nuh, apabila telah mengenakan baju dan menyantap makanan dia memuji Allah SWT. Maka dinamakanlah dia "hamba yang sangat mensyukuri nikmat Allah.
Demikianlah doa dan tasbih yang diucapkan oleh Nabi Nuh as yang patut dicontoh dan diamalkan oleh kaum Muslimin.
وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلًا (2)
Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa as dan menjadikannya sebagai pedoman bagi Bani Israel. Dan Allah SWT menyuruh Musa as agar mengatakan kepada kaumnya: "Janganlah kamu mengambil selain Allah sebagai penolong yang memberikan perlindungan dan menyelesaikan urusan-urusan kamu. Larangan yang ditujukan kepada kaumnya itu adalah larangan yang juga pernah disampaikan oleh Rasul-rasul sebelumnya dengan perantaraan wahyu-Nya yang mengandung pula perintah agar manusia menyembah kepada Allah semata dan larangan menyerikatkan sesuatu yang lain dengan Dia. Juga larangan meminta bantuan dalam segala urusan kecuali kepada-Nya.
Menyebutkan kitab Taurat yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Musa as, sebagai pedoman untuk kaumnya adalah untuk memberikan pengertian kepada kaum Muslimin, bahwa di antara tugas-tugas para Rasul ialah menyampaikan agama tauhid, sebagaimana tugas Nabi saw kepada mereka, dan untuk mengingatkan mereka agar jangan meniru umat dahulu, yang setelah ditinggal oleh Rasul-rasul, mereka membuat-buat takwilan firman-firman Allah menurut kehendak Nya, dan mereka bergelimang dalam lembah kemurkaan Allah dan kesesatan yang nyata.
Itulah sebabnya maka Allah SWT menyebutkan keistimewaan Musa as dan kelebihan Bani Israel dari bangsa-bangsa lain yang ada pada masa itu berulang kali di dalam Alquran dam menyebutkan pula nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, dengan maksud agar hati nurani mereka tergugah, lalu kembali ke jalan yang benar, dan bernaung di bawah petunjuk-Nya.
(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.(QS. 17:3)
Surah Al Israa' 3
ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا (3)
Allah SWT menyebutkan juga nenek moyang mereka, yaitu orang-orang yang telah diselamatkan Allah bersama-sama Nuh as dari topan. Mereka itu diselamatkan Allah dengan perantaraan wahyu-Nya kepada Nuh as yang mengandung perintah untuk membuat perahu, agar dia dan kaumnya yang setia terhindar dari siksaan Allah yang akan ditimpakan kepada kaumnya yang mengingkari kenabiannya. Hal ini mengandung peringatan bagi Bani Israel agar mengambil contoh dan ibarat dari peristiwa itu, dan mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi Nuh itu, karena sesungguhnya beliau itu adalah hamba yang sangat mensyukuri nikmat Allah. Dan peristiwa itu mengandung pelajaran pula bagi kaum Muslimin agar tetap beragama tauhid seperti Nuh as dan pengikut-pengikutnya, serta orang-orang yang mensyukuri nikmat Allah.
Sebagai penjelasan dari penafsiran tersebut, perlu dikemukakan beberapa buah hadis yang menjelaskan bahwa Nabi Nuh as itu Nabi yang sangat mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana tersebut dalam hadis:
Pertama, Hadis yang diriwayatkan oleh:
أخرج ابن مردويه عن معاذ بن أنس الجهني أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن نوحا إذا أمسى وأصبح قال : سبحان الله حين تمسون وحين تصبحون وله الحمد في السموات والأرض عشيا وحين تظهرون
Artinya:
Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dan Muaz bin Anas Al Juhany bahwa Nabi Muhammad saw bersabda : "Sesungguhnya Nuh, apabila telah datang waktu sore hari dan pada pagi hari, dia berkata: Maha Suci Allah ketika kamu berada di waktu sore dan di waktu Subuh dan bagi Nya-lah segala puji di langit dan bumi di waktu berada di petang hari dan di waktu kamu berada di waktu Zuhur".
Kedua hadis yang lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Al Baihaqy dan Al Hakim dari Salman Al Farisi, ia berkata:
كان نوح إذا لبس ثوبا أو أطعم طعاما حمد الله تعالى فسمى عبدا شكورا
Artinya:
Nabi Nuh, apabila telah mengenakan baju dan menyantap makanan dia memuji Allah SWT. Maka dinamakanlah dia "hamba yang sangat mensyukuri nikmat Allah.
Demikianlah doa dan tasbih yang diucapkan oleh Nabi Nuh as yang patut dicontoh dan diamalkan oleh kaum Muslimin.
Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: `Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar`.(QS. 17:4)
Surah Al Israa' 4
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا (4)
Allah SWT menjelaskan dalam ayat ini, bahwa Dia telah mewahyukan kepada Musa as dengan menurunkan kitab Taurat, bahwa Bani Israel akan membuat keonaran di muka bumi dua kali, yakni di bumi Palestina, sehingga Allah menggerakkan musuh-musuh mereka untuk membunuh, merampas dan menghancurkan negeri mereka.
Sesudah mereka tobat, Allah SWT melepaskan mereka dan kesengsaraan ini, Allah mengembalikan kerajaan mereka, menganugerahi mereka kekayaan dan kekuatan, baik kekuatan dalam bidang harta benda maupun kekuatan dalam bidang keturunan dan pertahanan negara.
Akan tetapi mereka kembali membuat keonaran lagi, maka Allah SWT mengerahkan kembali musuh-musuh mereka, untuk menghancurkan mereka. Ini sebagai azab di dunia dan di akhirat kelak mereka akan mendapat azab neraka Jahanam.
Pembangkangan mereka ialah:
Pertama: Tidak mengindahkan kitab Taurat, mengubah isinya serta membunuh Nabi-nabi yang diutus kepada mereka seperti Nabi Sya'ya dan menawan Irmea di kala ia mengingatkan mereka akan kemurkaan Allah.
Kedua: Kekejian mereka membunuh Zakaria dan Yahya serta usaha mereka untuk membunuh Nabi Isa as.
Sesudah itu Allah menyebutkan sikap mereka pada saat melakukan pembangkangan-pembangkangan itu, yaitu mereka melakukannya dengan menyombongkan diri dengan penuh keangkuhan, yang menunjukkan bahwa kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan itu telah melampaui batas-batas kemanusiaan.
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا (4)
Allah SWT menjelaskan dalam ayat ini, bahwa Dia telah mewahyukan kepada Musa as dengan menurunkan kitab Taurat, bahwa Bani Israel akan membuat keonaran di muka bumi dua kali, yakni di bumi Palestina, sehingga Allah menggerakkan musuh-musuh mereka untuk membunuh, merampas dan menghancurkan negeri mereka.
Sesudah mereka tobat, Allah SWT melepaskan mereka dan kesengsaraan ini, Allah mengembalikan kerajaan mereka, menganugerahi mereka kekayaan dan kekuatan, baik kekuatan dalam bidang harta benda maupun kekuatan dalam bidang keturunan dan pertahanan negara.
Akan tetapi mereka kembali membuat keonaran lagi, maka Allah SWT mengerahkan kembali musuh-musuh mereka, untuk menghancurkan mereka. Ini sebagai azab di dunia dan di akhirat kelak mereka akan mendapat azab neraka Jahanam.
Pembangkangan mereka ialah:
Pertama: Tidak mengindahkan kitab Taurat, mengubah isinya serta membunuh Nabi-nabi yang diutus kepada mereka seperti Nabi Sya'ya dan menawan Irmea di kala ia mengingatkan mereka akan kemurkaan Allah.
Kedua: Kekejian mereka membunuh Zakaria dan Yahya serta usaha mereka untuk membunuh Nabi Isa as.
Sesudah itu Allah menyebutkan sikap mereka pada saat melakukan pembangkangan-pembangkangan itu, yaitu mereka melakukannya dengan menyombongkan diri dengan penuh keangkuhan, yang menunjukkan bahwa kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan itu telah melampaui batas-batas kemanusiaan.
Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.(QS. 17:5)
Surah Al Israa' 5
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا (5)
Sesudah itu Allah SWT menjelaskan akibat yang akan menimpa mereka, karena pembangkangan mereka yang pertama, yaitu pada saat telah tibanya hukuman Allah yang telah dijanjikan kepada mereka sebagai batasan yang setimpal atas kejahatan-kejahatan mereka, mereka akan mengalami kehancuran.
Baik juga diterangkan di sini, bahwa Bani Israel mulai tahun 975 SM telah terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu kerajaan Yahuza di bagian selatan, yang terdiri atas dua suku Bani Israel, yaitu suku Yahuza dan Benyamin. Rajanya yang pertama ialah Rehoboam, putra Nabi Sulaiman, dan kerajaan Israel di bagian utara yang terdiri atas 10 suka lainnya. Rajanya yang pertama bernama Jeroboam bin Nebat.
Pada tahun 70 SM kerajaan Israel diserang oleh raja `Asyur namanya Syanharib. Raja ini dapat memasuki kota Samurra ibu kota kerajaan Israel. dia menawan Bani Israel dan membawa mereka ke `Asyur. Dengan demikian runtuhlah kerajaan Bani Israel itu sesudah hidup 250 tahun lamanya; Oleh karena keonaran Bani Israel ini tidak juga henti-hentinya maka Allah mengerahkan tentara Babilonia di bawah pimpinan rajanya Bukhtanassar yang dikenal juga dengan nama Nebukadnezar.
Tentara Babilonia ini memperluas negerinya dengan jalan membunuh, merampas dan merampok penduduk-penduduk negeri yang ditaklukkan. Mereka menyerang Bani Israel, para ulama dan pembesar dari kalangan mereka di bunuh kitab Taurat yang mereka miliki diporak porandakan dan di bakar, bahkan kota suci mereka Baitulmakdis (Yerusalem) dihancurkan. Itulah nasib yang mereka derita karena mereka telah menyimpang dari bimbingan wahyu Allah, cenderung menuruti kehendak hawa nafsu mereka, bahkan mereka mengalami nasib yang lebih jelek lagi, yaitu di antara Bani Israel itu ada yang di bawa ke Babilonia. Tiga kali mereka itu di tawan oleh Nebukadnezar. Penawanan yang ketiga dan terakhir terjadi pada tahun 558 SM. Akibat dari serangan Nebukadnezar ini runtuhlah kerajaan Yahuza.
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.(QS. 17:6)
Surah Al Israa' 6
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا (6)
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Dia memberikan giliran bagi orang-orang Bani Israel untuk berkuasa kembali, muka sesudah Cyrus Kisra Persia yang pertama dari keluarga Sasan dapat mengalahkan Babilonia, dia memerdekakan para tawanan dari Bani Israel yang berada di Babilonia itu, dan mengirimkan mereka kembali ke Palestina yaitu tahun 536 SM sehingga orang-orang Bani Israel itu menguasai negerinya kembali, memegang kekuasaan dan mendirikan kembali Masjidilaksa. Karunia Allah itu diberikan kepada Bani Israel pada saat mereka telah tobat dan kembali mematuhi ajaran Taurat serta menginsafi kecerobohan yang telah mereka lakukan, sehingga mereka dapat membangun kembali negerinya dan dapat menyelamatkan keluarga dan harta benda mereka.
Dengan demikian mereka kembali menjadi bangsa yang merdeka serta dapat mengembalikan negerinya dan menjadi bangsa yang kuat yang bersatu dalam satu negara saja seperti sediakala yakni sebelum terpecah menjadi dua yang mereka namai kerajaan Yahudi. Hal itu adalah karena ampunan dan rahmat Allah semata.
Dengan demikian jelaslah, selama manusia itu berada di bawah bimbingan wahyu dan berjalan di bawah pancaran Nya, tentulah mereka akan dapat merasakan nikmat Allah, yang disediakan di alam dunia ini, dan dapat merasakan pula kebahagiaan di dalam dirinya akibat dari nikmat tersebut berupa ketenteraman hidup, ataupun kemakmuran negerinya.
Tetapi apabila manusia itu menyimpang dari tuntunan wahyu dan lebih menyenangi kehendak hawa nafsu, tentulah mereka akan mengalami nasib yang buruk. Mereka tidak lagi merasakan nikmat yang disediakan Allah di alam dunia ini, bahkan nikmat-nikmat Allah itu akan berubah menjadi bencana. Mereka itu tidak akan mengalami kebahagiaan dan kemakmuran di dalam hidup bermasyarakat, bahkan sebaliknya, mereka akan menjadi tertindas dan terusir dari negeri mereka.
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuh mu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(QS. 17:7)
Surah Al Israa' 7
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا (7)
Sesudah itu Allah SWT menegaskan, bahwa apabila Bani Israel itu berbuat baik, maka kebaikan itu buahnya untuk mereka sendiri. Hal ini mengandung pengertian, bahwa ketentuan yang terdapat dalam ayat ini tidaklah khusus untuk mereka sendiri, melainkan berlaku umum untuk seluruh manusia sepanjang masa. Dengan demikian, apabila manusia itu berbuat baik atau berbuat kebaikan maka kebaikannya itu akan dirasakannya, baik di dunia maupun di akhirat. Adapun kebaikan yang akan mereka terima di dunia ialah mereka akan menjadi umat yang kuat membentengi diri mereka dari maksud-maksud jahat yang direncanakan oleh musuh-musuh mereka. Mereka akan memperoleh kesempatan untuk melipat gandakan harta mereka, sebagai sarana hidup, serta dapat melanjutkan keturunan mereka sebagai khalifah di muka bumi. Lebih dari itu mereka akan menjadi bangsa yang kuat, yang dapat mewujudkan hasil budayanya, sebagai rahmat yang dapat lebih menggairahkan kehidupan mereka, dan dapat lebih memberikan kelancaran dalam usaha mewujudkan ibadah mereka kepada Allah SWT; sedangkan kebahagiaan yang abadi, surga yang penuh dengan kenikmatan yang disediakan dan dijanjikan kepada mereka, sebagai tanda keridaan Allah SWT atas kebaikan mereka. Tetapi apabila mereka berbuat Jahat, yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan bimbingan wahyu, serta bertentangan dengan fitrah kejadian mereka sendiri, sehingga mereka berani menentang kebenaran dan menentang norma-norma dalam tata kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan mereka itu adalah kemurkaan Allah.
Dengan demikian, mereka akan menjadi bangsa yang diperbudak hawa nafsu, sehingga kelompok yang satu berusaha menundukkan kelompok yang lain. Maka cerai berailah mereka. Itulah sebabnya maka mereka tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka, karena tidak mempertahankan diri dari kehancuran dan bencana maksud-maksud jahat dari musuh-musuh mereka; dan mereka akan menjadi bangsa yang tertindas, yang dikuasai oleh musuh-musuh mereka. Sedang keburukan yang mereka rasakan di akhirat, ialah siksaan api neraka sebagai siksaan yang paling pedih.
Kemudian Allah SWT mengungkapkan akibat yang telah dirasakan oleh orang-orang Bani Israel sebagai hukuman kejahatan mereka yang kedua, yaitu pada saat datangnya bencana yang kedua, sebagai akibat pengulangan kejahatan mereka, seperti kali yang pertama. Pada saat itu Allah membiarkan mereka dalam kacau balau pada saat kedatangan musuh-musuh yang datang untuk menaklukkan mereka, dan menyuramkan muka mereka. Karena kekalahan yang kedua ini benar-benar dirasakan sebagai penderitaan yang tiada taranya dan cukup memberi malu kepada mereka, yaitu musuh-musuh mereka memasuki Masjidilaksa secara sewenang-wenang, untuk merampas kekayaan yang mereka simpan dan menghancurkan syiar-syiar agama mereka, seperti yang dilakukan pada saat penaklukan yang pertama. Dengan demikian mereka itu menderita penderitaan yang berlipat-ganda. Mereka mengalami penderitaan material, kehilangan kekuasaan, harta benda dan wanita-wanita mereka dijadikan tawanan. Juga mengalami penderitaan moril karena tempat-tempat suci mereka dan lambang-lambang kesucian agamanya dihancurkan dan dihina.
Adapun yang menghancurkan mereka kedua kalinya sebagaimana tersebut dalam sejarah ini adalah bangsa Romawi yang kemudian menguasai Palestina. Mereka membunuh dan menawan orang-orang Yahudi serta menghancurkan Baitulmakdis dan kota-kota yang lain, mulai dari Kaisar Titus yang memasuki Baitulmakdis tahun 70 Masehi dan membakar Masjidilaksa merampas barang-barang berharga yang terdapat di dalamnya, sehingga dalam peristiwa Titus ini saja ada kira-kira 1 juta orang Yahudi meninggal dunia, sampai kepada Kaisar Hadrianus yang memerintah dari tahun 117 sampai dengan 158 Masehi, yang memasuki Baitulmakdis dan melakukan tindakan-tindakan perusakan pula.
Hadrianus mengubah kota ini menjadi Aelina Capitolina (kota Aelina). Masjidilaksa diruntuhkannya dan didirikannya di atas reruntuhan itu sebuah kuil yang dinamai "Yupiter Capitolina", bahkan kerajaan Yahudi itu dihancurkannya sehingga bangsa Yahudi tidak mempunyai kerajaan lagi. Maka bercerai berailah mereka ke segenap tempat di setiap penjuru dunia ini. Peristiwa ini terjadi tahun 132 Masehi.
Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat (Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman.(QS. 17:8)
Surah Al Israa' 5
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا (5)
Sesudah itu Allah SWT menjelaskan akibat yang akan menimpa mereka, karena pembangkangan mereka yang pertama, yaitu pada saat telah tibanya hukuman Allah yang telah dijanjikan kepada mereka sebagai batasan yang setimpal atas kejahatan-kejahatan mereka, mereka akan mengalami kehancuran.
Baik juga diterangkan di sini, bahwa Bani Israel mulai tahun 975 SM telah terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu kerajaan Yahuza di bagian selatan, yang terdiri atas dua suku Bani Israel, yaitu suku Yahuza dan Benyamin. Rajanya yang pertama ialah Rehoboam, putra Nabi Sulaiman, dan kerajaan Israel di bagian utara yang terdiri atas 10 suka lainnya. Rajanya yang pertama bernama Jeroboam bin Nebat.
Pada tahun 70 SM kerajaan Israel diserang oleh raja `Asyur namanya Syanharib. Raja ini dapat memasuki kota Samurra ibu kota kerajaan Israel. dia menawan Bani Israel dan membawa mereka ke `Asyur. Dengan demikian runtuhlah kerajaan Bani Israel itu sesudah hidup 250 tahun lamanya; Oleh karena keonaran Bani Israel ini tidak juga henti-hentinya maka Allah mengerahkan tentara Babilonia di bawah pimpinan rajanya Bukhtanassar yang dikenal juga dengan nama Nebukadnezar.
Tentara Babilonia ini memperluas negerinya dengan jalan membunuh, merampas dan merampok penduduk-penduduk negeri yang ditaklukkan. Mereka menyerang Bani Israel, para ulama dan pembesar dari kalangan mereka di bunuh kitab Taurat yang mereka miliki diporak porandakan dan di bakar, bahkan kota suci mereka Baitulmakdis (Yerusalem) dihancurkan. Itulah nasib yang mereka derita karena mereka telah menyimpang dari bimbingan wahyu Allah, cenderung menuruti kehendak hawa nafsu mereka, bahkan mereka mengalami nasib yang lebih jelek lagi, yaitu di antara Bani Israel itu ada yang di bawa ke Babilonia. Tiga kali mereka itu di tawan oleh Nebukadnezar. Penawanan yang ketiga dan terakhir terjadi pada tahun 558 SM. Akibat dari serangan Nebukadnezar ini runtuhlah kerajaan Yahuza.
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.(QS. 17:6)
Surah Al Israa' 6
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا (6)
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Dia memberikan giliran bagi orang-orang Bani Israel untuk berkuasa kembali, muka sesudah Cyrus Kisra Persia yang pertama dari keluarga Sasan dapat mengalahkan Babilonia, dia memerdekakan para tawanan dari Bani Israel yang berada di Babilonia itu, dan mengirimkan mereka kembali ke Palestina yaitu tahun 536 SM sehingga orang-orang Bani Israel itu menguasai negerinya kembali, memegang kekuasaan dan mendirikan kembali Masjidilaksa. Karunia Allah itu diberikan kepada Bani Israel pada saat mereka telah tobat dan kembali mematuhi ajaran Taurat serta menginsafi kecerobohan yang telah mereka lakukan, sehingga mereka dapat membangun kembali negerinya dan dapat menyelamatkan keluarga dan harta benda mereka.
Dengan demikian mereka kembali menjadi bangsa yang merdeka serta dapat mengembalikan negerinya dan menjadi bangsa yang kuat yang bersatu dalam satu negara saja seperti sediakala yakni sebelum terpecah menjadi dua yang mereka namai kerajaan Yahudi. Hal itu adalah karena ampunan dan rahmat Allah semata.
Dengan demikian jelaslah, selama manusia itu berada di bawah bimbingan wahyu dan berjalan di bawah pancaran Nya, tentulah mereka akan dapat merasakan nikmat Allah, yang disediakan di alam dunia ini, dan dapat merasakan pula kebahagiaan di dalam dirinya akibat dari nikmat tersebut berupa ketenteraman hidup, ataupun kemakmuran negerinya.
Tetapi apabila manusia itu menyimpang dari tuntunan wahyu dan lebih menyenangi kehendak hawa nafsu, tentulah mereka akan mengalami nasib yang buruk. Mereka tidak lagi merasakan nikmat yang disediakan Allah di alam dunia ini, bahkan nikmat-nikmat Allah itu akan berubah menjadi bencana. Mereka itu tidak akan mengalami kebahagiaan dan kemakmuran di dalam hidup bermasyarakat, bahkan sebaliknya, mereka akan menjadi tertindas dan terusir dari negeri mereka.
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuh mu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(QS. 17:7)
Surah Al Israa' 7
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا (7)
Sesudah itu Allah SWT menegaskan, bahwa apabila Bani Israel itu berbuat baik, maka kebaikan itu buahnya untuk mereka sendiri. Hal ini mengandung pengertian, bahwa ketentuan yang terdapat dalam ayat ini tidaklah khusus untuk mereka sendiri, melainkan berlaku umum untuk seluruh manusia sepanjang masa. Dengan demikian, apabila manusia itu berbuat baik atau berbuat kebaikan maka kebaikannya itu akan dirasakannya, baik di dunia maupun di akhirat. Adapun kebaikan yang akan mereka terima di dunia ialah mereka akan menjadi umat yang kuat membentengi diri mereka dari maksud-maksud jahat yang direncanakan oleh musuh-musuh mereka. Mereka akan memperoleh kesempatan untuk melipat gandakan harta mereka, sebagai sarana hidup, serta dapat melanjutkan keturunan mereka sebagai khalifah di muka bumi. Lebih dari itu mereka akan menjadi bangsa yang kuat, yang dapat mewujudkan hasil budayanya, sebagai rahmat yang dapat lebih menggairahkan kehidupan mereka, dan dapat lebih memberikan kelancaran dalam usaha mewujudkan ibadah mereka kepada Allah SWT; sedangkan kebahagiaan yang abadi, surga yang penuh dengan kenikmatan yang disediakan dan dijanjikan kepada mereka, sebagai tanda keridaan Allah SWT atas kebaikan mereka. Tetapi apabila mereka berbuat Jahat, yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan bimbingan wahyu, serta bertentangan dengan fitrah kejadian mereka sendiri, sehingga mereka berani menentang kebenaran dan menentang norma-norma dalam tata kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan mereka itu adalah kemurkaan Allah.
Dengan demikian, mereka akan menjadi bangsa yang diperbudak hawa nafsu, sehingga kelompok yang satu berusaha menundukkan kelompok yang lain. Maka cerai berailah mereka. Itulah sebabnya maka mereka tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka, karena tidak mempertahankan diri dari kehancuran dan bencana maksud-maksud jahat dari musuh-musuh mereka; dan mereka akan menjadi bangsa yang tertindas, yang dikuasai oleh musuh-musuh mereka. Sedang keburukan yang mereka rasakan di akhirat, ialah siksaan api neraka sebagai siksaan yang paling pedih.
Kemudian Allah SWT mengungkapkan akibat yang telah dirasakan oleh orang-orang Bani Israel sebagai hukuman kejahatan mereka yang kedua, yaitu pada saat datangnya bencana yang kedua, sebagai akibat pengulangan kejahatan mereka, seperti kali yang pertama. Pada saat itu Allah membiarkan mereka dalam kacau balau pada saat kedatangan musuh-musuh yang datang untuk menaklukkan mereka, dan menyuramkan muka mereka. Karena kekalahan yang kedua ini benar-benar dirasakan sebagai penderitaan yang tiada taranya dan cukup memberi malu kepada mereka, yaitu musuh-musuh mereka memasuki Masjidilaksa secara sewenang-wenang, untuk merampas kekayaan yang mereka simpan dan menghancurkan syiar-syiar agama mereka, seperti yang dilakukan pada saat penaklukan yang pertama. Dengan demikian mereka itu menderita penderitaan yang berlipat-ganda. Mereka mengalami penderitaan material, kehilangan kekuasaan, harta benda dan wanita-wanita mereka dijadikan tawanan. Juga mengalami penderitaan moril karena tempat-tempat suci mereka dan lambang-lambang kesucian agamanya dihancurkan dan dihina.
Adapun yang menghancurkan mereka kedua kalinya sebagaimana tersebut dalam sejarah ini adalah bangsa Romawi yang kemudian menguasai Palestina. Mereka membunuh dan menawan orang-orang Yahudi serta menghancurkan Baitulmakdis dan kota-kota yang lain, mulai dari Kaisar Titus yang memasuki Baitulmakdis tahun 70 Masehi dan membakar Masjidilaksa merampas barang-barang berharga yang terdapat di dalamnya, sehingga dalam peristiwa Titus ini saja ada kira-kira 1 juta orang Yahudi meninggal dunia, sampai kepada Kaisar Hadrianus yang memerintah dari tahun 117 sampai dengan 158 Masehi, yang memasuki Baitulmakdis dan melakukan tindakan-tindakan perusakan pula.
Hadrianus mengubah kota ini menjadi Aelina Capitolina (kota Aelina). Masjidilaksa diruntuhkannya dan didirikannya di atas reruntuhan itu sebuah kuil yang dinamai "Yupiter Capitolina", bahkan kerajaan Yahudi itu dihancurkannya sehingga bangsa Yahudi tidak mempunyai kerajaan lagi. Maka bercerai berailah mereka ke segenap tempat di setiap penjuru dunia ini. Peristiwa ini terjadi tahun 132 Masehi.
Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat (Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman.(QS. 17:8)
Surah Al Israa' 8
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا (8)
Kemudian Allah SWT memerintahkan agar mereka itu kembali menginsafi diri mereka betul-betul, dan bertobat serta mempedomani ajaran Taurat dengan menjauhi perbuatan maksiat, agar dapat diharapkan bahwa Allah SWT akan melimpahkan rahmat Nya kepada mereka. Janji Allah serupa ini tentu akan terjadi dan pasti mereka rasakan.
Tersebut dalam sejarah bahwa pada tahun 614 M yakni sesudah 483 tahun dari peristiwa penghancuran Yerusalem oleh Hadrianus bangsa Persia di bawah pimpinan Kisra Barwiz Yerusalem, mereka merebut kota-kota yang lain di Palestina dari tangan bangsa Romawi, melawan orang Romawi menindas orang Yahudi membatalkan kebiasaan membuang sampah-sampah orang-orang Nasrani ke Haikal Sulaeman, bahkan orang-orang Nasrani yang berdiam di Yerusalem mereka jual ke kota orang-orang Yahudi, gereja-gereja orang-orang Nasrani mereka bakar, palang salib yang asli, yang di situ Nabi Isa di salib, dirampas oleh mereka dan di bawa ke Persia.
Kemudian pada tahun 624 M bangsa Romawi di bawah pimpinan Kaisar Heraclius I dapat merebut Palestina kembali dari tangan bangsa Persia, bahkan Heraclius dapat memasuki pedalaman kerajaan Persia, maka dipadamkanlah api yang disembah Persia.
Kemenangan bangsa Romawi terhadap bangsa Persia ini bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar melawan kaum musyrikin Mekah (Ramadan tahun 2 H) atau Januari 624 M, yakni selama 9 tahun sesudah bangsa Romawi dikalahkan oleh bangsa Persia. Akan tetapi perdamaian antara bangsa Romawi dan Persia baru terjadi sesudah Kisra Evermiz dibunuh oleh perwiranya sendiri, yaitu pada tahun 928 M, yang pada tahun tersebut seluruh Palestina kembali di bawah kekuasaan Romawi dan palang salibpun dikembalikan ke Yerusalem.
Pada tahun 610 M. Nabi Muhammad saw diutus sebagai rahmat bagi seluruh Alam, dan pada tahun 622 M Nabi berhijrah ke Madinah, maka diadakanlah Perjanjian dengan orang-orang Yahudi yang ada di Madinah yang berupa suatu Piagam. Di dalamnya diakui bahwa orang-orang Yahudi adalah warga kota Madinah di samping kaum Ansar dan Muhajirin. Mereka dibiarkan tetap Menganut agama mereka. Akan tetapi oleh karena mereka akhirnya berkhianat dan mengadakan makar untuk membunuh Rasulullah, maka mereka diperangi oleh Rasulullah, di antaranya ada yang diusir dari Madinah yaitu Bani Nadr setelah Umar bin Khatab menjadi khalifah beliau menaklukkan negeri Syam (Suriah) penduduk Yerusalem (Baitulmakdis) di bawah pimpinan Patrip Suverianus menyerahkan kota itu kepada Umar, dan dibuatlah piagam perdamaian. Peristiwa itu terjadi pada tahun 636 Masehi. Oleh Umar bin Khatab didirikanlah Mesjid di tempat Kiblat Masjidilaksa (Haikal Sulaiman), Dan bersihkanlah kota Yerusalem itu. Maka kembalilah kemegahan kota Yerusalem yang sudah hilang selama ini.
Sedang Kaisar Romawi Heraclius I oleh karena negeri Syam seluruhnya Termasuk Palestina telah jatuh ke tangan kaum Muslimin maka naiklah dia ke satu bukit. Kemudian dengan menghadap ke Suriah dilambaikannya tangannya dengan mengucapkan "selamat tinggal Suriah" buat selama-lamanya.
Dengan demikian lepaslah bangsa Yahudi dari cengkeraman, aniaya dan penindasan bangsa Romawi dan merdekalah mereka beribadat di sekeliling Haikal Sulaiman (Masjidilaksa) itu. Inilah rahmat dari Allah SWT yang Maha Besar.
Demikianlah diterangkan dalam buku-buku sejarah. Adapun dalam Alquran, tidak diterangkan dengan terperinci, karena Alquran bukanlah buku sejarah. Dalam pada itu Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
Dalam pada itu Allah SWT mengancam, bahwa apabila mereka kembali mengulang kedurhakaan mereka, seperti yang pernah dilakukan oleh nenek moyang mereka, niscaya Allah SWT akan menurunkan Azab Nya lagi dengan yang lebih pedih dari yang dirasakan oleh nenek moyang mereka.
Di samping itu Allah menyediakan siksaan api neraka Jahanam sebagai Penjara yang abadi bagi mereka di akhirat, karena memang siksa yang demikian itulah yang sepantasnya dijatuhkan terhadap orang-orang yang tidak mau beriman.
Sesungguhnya Al quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,(QS. 17:9)
Surah Al Israa' 9
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا (9)
Allah SWT menyatakan keistimewaan-keistimewaan kitab Nya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yaitu kitab Alquran, dengan menunjukkan fungsi dari kitab Alquran itu sendiri serta faedahnya bagi seluruh umat manusia, yang di dalam ayat ini disebutkan tiga macam:
Pertama: Bahwa Alquran itu memberi petunjuk kepada orang yang suka mempedomaninya ke jalan yang lurus. Yang dimaksud jalan yang lurus dalam ayat ini ialah agama yang benar yaitu Islam, dan murni serta dapat diterima oleh akal yang sehat, yang berpangkal pada ajaran tauhid, yaitu keyakinan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat menguasai alam semesta ini terkecuali Allah SWT yang kekuasaan Nya tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Dia adalah Penguasa alam yang sebenarnya, dan Zat yang mempunyai kekuatan Yang Maha Kuat.
Kedua : Bahwa Alquran itu memberi kabar gembira kepada orang-orang yang percaya kepada Allah SWT dan Rasul Nya, yang berbuat amal yang baik, yaitu mereka yang melakukan apa saja Yang diperintahkan Allah kepadanya, dan mencegah diri dari berbuat sesuatu yang dilarang Nya. Kabar gembira itu berupa pahala yang berlimpah-limpah yang akan mereka terima di akhirat, sebagai imbalan dari amal saleh yang mereka lakukan di dunia.
dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab azab yang pedih.(QS. 17:10)
Surah Al Israa' 10
وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (10)
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan fungsi yang lain dari Alquran yaitu:
Ketiga : Bahwa Alquran sebagai peringatan bagi orang-orang yang tidak mau mempercayai hari pembalasan dan tidak mengakui adanya pahala dan siksa yang akan diberikan Allah di hari kiamat itu sebagai balasan bagi perbuatan mereka selagi mereka hidup di dunia, sehingga mereka semakin berani bergelimang dalam kemaksiatan. Ancaman yang ditujukan kepada mereka ialah siksaan yang mengguncangkan jiwa mereka sebagai imbalan dari perbuatan maksiat yang menodai jiwa mereka. Termasuk pula di sini orang orang ahli kitab yang tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw.
Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.(QS. 17:11)
Surah Al Israa' 11
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا (11)
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa di antara manusia ada yang bersumpah untuk dirinya, keturunannya bahkan untuk hartanya dengan doa yang jahat pada saat ia marah, seperti doa "Wahai Tuhan ! Turunkanlah laknat kepadaku, binasakanlah aku !", sebagaimana ia berdoa kepada Allah dengan doa yang baik seperti doa mereka agar Allah memberikan kesehatan dan melimpahkan keselamatan kepadanya, kepada keturunannya dan kepada harta bendanya.
Seandainya Allah SWT mengabulkan doanya itu, niscaya mereka tidak bisa mengelakkan diri dari hasil doanya. Akan tetapi Allah SWT tidak berbuat demikian. Hal ini tidak lain hanyalah karena keutamaan Allah yang Maha Besar. Allah SWT berfirman
وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ
Artinya:
Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. (Q.S. Yunus: 11)
Di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa manusia itu mempunyai sifat tergesa-gesa, yaitu apabila ia menginginkan sesuatu sesuai dengan kehendak hatinya, maka tertutuplah pikirannya untuk menilai apa yang diinginkannya itu, apakah bermanfaat bagi dirinya, ataukah merugikan. Hal itu semata-mata didorong oleh sifat-sifat tergesa-gesa untuk mencapai tujuannya, tanpa dipikirkan dengan pemikiran yang matang terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya manusia itu tertarik pada keadaan lahiriah dari sesuatu tanpa meneliti hakikat dan rahasia dari sesuatu itu lebih mendalam.
Di dalam ayat ini terdapat sindiran terhadap orang-orang musyrik Arab yang mendustakan kebenaran Alquran, karena mereka tidak mau mempercayai terjadinya hari Pembalasan. Mereka lebih menyenangi dunia yang dapat mereka nikmati secara langsung, dari pada memikirkan janji dan ancaman yang akan diterimakan kepada mereka di Hari Pembalasan.
Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.(QS. 17:12)
Surah Al Israa' 12
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا (12)
Kemudian dari pada itu Allah SWT menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Nya yang ada di alam semesta, dengan maksud agar supaya manusia memikirkan dan merenungi Penciptanya. Allah SWT menjelaskan bahwa Dia menciptakan malam dan siang, masing-masing sebagai tanda kekuasaan Nya. Slang dan malam merupakan dua peristiwa yang selalu silih berganti yang sangat berguna bagi kemaslahatan man usia dalam menjalankan kewajiban agama dan urusan-urusan duniawi. Pergantian yang teratur seperti itu merupakan tanda kekuasaan Allah yang sangat jelas bagi manusia. Barang siapa yang memperhatikan dan memikirkan pergantian slang dan malam itu tentu akan yakin bahwa alam semesta ini ada yang mengaturnya dengan aturan-aturan yang sangat baik dan tepat, yang menunjukkan bahwa pengaturannya sangat teliti, sehingga dengan demikian, manusia akan dapat mengakui adanya Pencipta jagat raya ini dan seluruh isinya.
Di samping itu adanya pergantian siang dan malam merupakan anugerah yang dapat dirasakan secara langsung oleh manusia dalam kehidupan mereka sehari hari. Di waktu slang mereka dapat berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan di waktu malam mereka dapat beristirahat untuk melepaskan lelah. Allah SWT menjelaskan lebih lanjut bahwa Dialah yang menghapuskan tanda-tanda malam yaitu hilangnya cahaya matahari dan ufuk barat, sehingga lama kelamaan hari menjadi gelap gulita. Hal ini merupakan tanda kekuasaan Nya pula. Dan Allah menjadikan tanda-tanda siang bercahaya, maksudnya Allah menjadikan slang yang terang benderang itu sebagai tanda kekuasaan Nya pula, dan juga untuk memberikan kesempatan kepada manusia untuk mencari kebutuhan hidup untuk diri mereka sendiri dan keluarganya. Kecuali itu, perubahan siang dan malam itu sangat berguna bagi manusia untuk mengetahui bilangan tahun, bulan dan hari serta perhitungannya, terkecuali di daerah kutub utara dan selatan.
Siang dan malam terjadi karena perputaran bumi pada porosnya bergerak dari barat ke timur, yang memberikan kesan kepada manusia seolah-olah matahari bergerak dari timur ke barat. Apabila matahari muncul dibelah timur disebut, hari telah siang dan apabila matahari terbenam di ufuk barat disebut hari telah malam.
Dari saat matahari terbenam pada suatu saat, hingga matahari terbenam pada hari berikutnya disebut satu hari satu malam menurut kebiasaan dan anggapan dalam perhitungan tahun qamariyah. Tetapi dalam perhitungan tahun syamsiyah, yang disebut sehari semalam ialah waktu dari pertengahan malam hingga pertengahan malam berikutnya. Sedang yang dimaksud dengan satu tahun dalam perhitungan tahun qamariyah ialah lama waktu dari tanggal I Muharam hingga tanggal 1 Muharam berikutnya, yang lamanya 354 hari untuk Tahun-tahun basitah, atau 355 hari untuk tahun-tahun kabisah. Perhitungan serupa ini dinamakan hisab `urfi, sedang yang disebut satu tahun dalam tahun Syamsiyah ialah dari tanggal I Januari hingga tanggal 1 Januari tahun berikutnya, yang lamanya 365 hari untuk tahun-tahun basitah dan 366 hari untuk tahun-tahun kabisah.
Sebenarnya secara astronomis yang disebut satu tahun itu ialah peredaran matahari di antara bintang-bintang pada saat matahari berada di titik Aries hingga ke titik Aries kembali, itulah yang disebut tahun Syamsiyah. Sedang untuk perhitungan qamariyah, perhitungan tahun ini didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Maka dari bulan sabit ke bulan berikutnya disebut 1 bulan, dan apabila telah 12 kali terjadi bulan sabit dianggap telah genap satu tahun qamariyah.
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.(QS. 17:13)
Surah Al Israa' 13
وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا (13)
Allah SWT menjelaskan bahwa masing-masing manusia itu telah dicatat amal perbuatannya, dan tetaplah amal perbuatan itu dalam buka catatan seperti tetapnya kalung pada leher mereka. Maksudnya bahwa tiap-tiap amal perbuatan yang mereka perbuat, terekam dalam rekaman atau tercatat dalam sebuah kitab. Amal perbuatan tersebut mencakup amal baik dan amal buruk, besar maupun kecil yang diperbuat manusia atas dasar pilihannya. Rekaman rekaman atau catatan-catatan dari amal perbuatan mereka itu termuat dalam sebuah kitab yang terpelihara dan bersifat tetap tidak dapat berubah-ubah lagi.
Tetapnya catatan-catatan mereka dalam kitab itu, diumpamakan seperti tetapnya kalung pada leher manusia, sebagai kiasan bahwa catatan itu akan terpelihara, dengan tidak akan hilang, dan selalu berada pada manusia itu.
Selanjutnya Allah SWT menegaskan bahwa kitab yang mengandung rekaman amal perbuatan manusia itu akan dikeluarkan dan simpanannya pada hari kiamat, dan akan diperlihatkan kepada mereka, sehingga mereka dapat mengetahui isinya secara terbuka.
Di dalam ayat yang lain dijelaskan bahwa tugas pencatatan amal perbuatan manusia itu diurus oleh malaikat. Allah SWT berfirman:
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (10) كِرَامًا كَاتِبِينَ (11) يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ (12)
Artinya.
Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Q.S. Al-Infithar: 10, 11, 12)
Menurut riwayat Ibnu Jarir dari Al Hasan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Allah berfirman kepada Bani Adam: "Hai Bani Adam ! Kami telah membuka lembaran-lembaran Kitab, dan telah ditunjuk dua orang malaikat yang mulia sebagai wakil. Seorang di antara keduanya di sebelah kanan, dan seorang lagi di belah kirimu. Adapun yang berada di sebelah kananmu pekerjaannya mencatat amal baikmu, sedang yang di sebelah kirimu mencatat amal perbuatan burukmu. Maka berbuatlah menurut kesukaanmu amal perbuatan yang banyak atau yang Sedikit sehingga ajal datang merenggutmu. Dan apabila engkau telah mati Aku lipatkan lembaran-lembaran kitab dan aku kalungkan ke lehermu dan tetap bersamamu dalam kuburmu hingga hari kiamat.
Pada hari itu kitab itu akan dikeluarkan dan engkau menemuinya terbuka. Bacalah kitab catatan itu niscaya pada hari itu engkau akan mengetahui bahwa kitab itu cukup sebagai penghisab amal perbuatanmu.
`Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu`.(QS. 17:14)
Surah Al Israa' 14
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا (14)
Sesudah Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar membaca kitabnya. Peristiwa itu terjadi pada saat menjelang Yaumul Hisab. Pada ketika itu Allah akan mengeluarkan kitab yang memuat catatan amal perbuatan mereka dan ditunjukkan Nya dalam keadaan terbuka; agar manusia dapat mengetahui semua amal perbuatannya yang diperbuatnya ketika ia hidup di dunia.
Pada waktu itu mereka tidak dapat memungkiri catatan-catatan itu, karena pencatatnya adalah malaikat-malaikat yang memang ditunjuk oleh Allah yang pekerjaannya khusus mencatat amal-amal perbuatan manusia. Itulah sebabnya maka Allah SWT menegaskan di akhir ayat bahwa cukuplah pada hari itu, diri mereka sendiri sebagai penghisab amal perbua1an mereka. Maksudnya semua catatan yang termuat dalam kitab itu cukup kuat, sebagai bukti karena apa yang tercatat dalam kitab itu merupakan rekaman bagi amal perbuatan mereka; sehingga seolah-olah mereka sendirilah yang membuat catatan-catatan itu.
Dengan demikian maka tidak perlu adanya bukti-bukti lain sebagai penguat karena semua catatan yang tergores dalam kitab itu menjadi bukti yang sangat meyakinkan, sehingga tidak bisa ditambah atau dikurangi lagi.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 14
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا (14)
Dan dikatakan kepadanya: ("Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu itu sebagai penghisab terhadapmu.") menjadi penghisab sendiri.
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.(QS. 17:15)
Surah Al Israa' 15
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا (15)
Kemudian Allah SWT menegaskan bahwa barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, yaitu orang-orang yang melaksanakan perintah perintah Nya dan menjauhi larangan-larangan Nya sesuai dengan tuntunan Rasul, maka berarti dia telah berbuat sesuatu yang menyelamatkan dirinya sendiri; karena ia akan menemui catatan-catatan tentang amal perbuatan baiknya di dalam kitab itu. Ia akan merasa berbahagia karena akan mendapatkan keridaan Allah, dan akan menerima imbalan yang berlimpah-limpah, yaitu surga dan yang serba menyenangkan. Akan tetapi barang siapa yang sesat, yaitu orang yang menyimpang dari bimbingan Alquran, dan menyesatkan dirinya sendiri sehingga ia mengalami kerugian. Ia akan menemui catatan-catatan tentang amal perbuatan buruknya di dalam kitab itu. Ia akan merasakan penyesalan yang tidak ada gunanya lagi, karena mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagai imbalan yang pantas baginya.
Sesudah itu Allah SWT menegaskan bahwa pada hari itu seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, maksudnya tiap-tiap orang bertanggung jawab terhadap perbuatan buruknya sendiri, sehingga tidak mungkin seorang dibebani dosa selain dosanya sendiri. Dan mereka akan menerima balasan amalnya sesuai dengan berat ringannya kejahatan sendiri-sendiri.
Dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin Mugirah ketika ia berkata: "Ingkarilah Muhammad dan sayalah yang menanggung dosamu".
Dan apabila ada seorang yang disiksa karena menyesatkan orang lain, sehingga kepadanya dijatuhi hukuman yang pantas bagi orang yang disesatkan di samping dosanya sendiri, bukanlah berarti orang yang menyesatkan itu menanggung dosa orang yang disesatkan akan tetapi orang yang menyesatkan itu dianggap berdosa karena menyesatkan orang yang disesatkan itu. Oleh sebab itu ia dikenakan siksaan sesuai dengan dosanya sendiri, dan ditambah dengan dosa menyesatkan orang lain.
Allah SWT berfirman:
لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْم
Artinya:
(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (Q.S. An Nahl: 25)
Dan firman Allah lagi:
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ
Artinya:
Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. (Q.S. Al Ankabut: 13)
Di akhir ayat Allah SWT menyebutkan bahwa Allah tidak akan mengazab sebelum Dia mengutus seorang Rasul. Maksudnya Allah tidak akan membebankan hukuman kepada orang-orang yang melakukan sesuatu perbuatan terkecuali setelah Allah mengutus seorang Rasul untuk membacakan dan menerangkan ketentuan hukumannya. Dengan demikian ayat ini dipandang sebagai asas legalitas dalam pidana Islam. Artinya semua perbuatan yang diancam dengan hukuman haruslah terlebih dahulu diundangkan melalui sarana perundang-undangan yang dapat menjamin bahwa peraturan ini dapat diketahui oleh seluruh rakyat.
Kecuali ayat ini mengandung maksud pula bahwa Allah tidak akan membinasakan umat karena dosanya, sebelum Dia mengutus seorang utusan yang memberi peringatan dan menyampaikan syariat Allah kepada mereka dan memberi peringatan apa yang akan dilakukan terhadap mereka, dan memberi ancaman jika mereka membangkang dan tetap dalam pembangkangannya.
Allah SWT berfirman:
تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8) قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9)
Artinya:
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir) penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan ?". Mereka menjawab: "Benar ada, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan (nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar".
(Q.S. Al-Mulk: 8-9)
Dan firman Nya lagi:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Artinya:
Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?. Maka rasakanlah (azab Kami). Dan tidak ada bagi yang lalim seorang penolongpun. (Q.S. Fatir: 37)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 15
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا (15)
(Barang siapa berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk keselamatan dirinya) karena pahala hidayahnya itu dia sendirilah yang memetiknya (dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia tersesat bagi kerugian dirinya sendiri) karena sesungguhnya dia sendirilah yang menanggung dosa sesatnya itu. (Dan tidak dapat menanggung) seseorang (yang berdosa) pelaku dosa; artinya ia tidak dapat menanggung (dosa) orang (lain, dan Kami tidak akan mengazab) seorang pun (sebelum Kami mengutus seorang rasul) yang menjelaskan kepadanya apa yang seharusnya ia lakukan.
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.(QS. 17:16)
Surah Al Israa' 16
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا (16)
Kemudian dari pada itu Allah SWT menjelaskan bahwa apabila Dia berkehendak membinasakan sesuatu negeri, maka Allah SWT kepada orang-orang yang hidup mewah di negerinya supaya menaati Allah. Maksudnya apabila sesuatu kaum telah melakukan kemaksiatan dan kejahatan secara merata, yang semestinya itu pantas dijatuhi siksaan dengan jalan menghancurkan negeri mereka dengan bencana alam, sebagai balasan yang setimpal, maka Allah SWT, karena keadilan Nya, tidaklah segera menjatuhkan siksaan itu, sebelum memberikan peringatan kepada para pemimpin mereka untuk menghentikan kemaksiatan dan kejahatan kaumnya dan kembali taat kepada Allah.
Akan tetapi menurut sejarah, mereka itu tidak mau mendengarkan peringatan itu, bahkan mereka menjadi pendurhaka-pendurhaka di dalam negeri itu dengan cara membangkang dan menentang peringatan itu dan memperolok-oloknya.
Maka sebagai tindakan yang pantas diperlakukan atas mereka, jalan memusnahkan mereka dari muka bumi dengan azab siksaan yang berupa bencana alam. Itulah ketentuan Allah yang tak dapat dielakkan lagi, yaitu Allah menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya, sehingga tidak ada sedikitpun yang tersisa, baik rumah-rumah mereka maupun harta kekayaan mereka.
Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.(QS. 17:17)
Surah Al Israa' 17
وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (17)
Sesudah itu Allah SWT mengisahkan kaum-kaum yang mengalami nasib yang sama setelah Nuh. Mereka itu dibinasakan karena pembangkangan mereka terhadap utusan-utusan Allah, yang diutus Allah untuk menghentikan pembangkang-pembangkang itu, dan mengajak mereka kembali menaati Allah. Ayat ini sebagai penegasan terhadap ayat yang lalu, bahwa tiap kaum yang tetap membangkang setelah datangnya Rasul yang memberi peringatan kepada mereka, pasti akan mengalami nasib yang sama dengan umat-umat terdahulu.
Di akhir ayat Allah SWT menyebutkan bahwa balasan yang serupa itu adalah balasan yang bijaksana dan adil, karena Allah telah cukup mengetahui tindak tanduk mereka, lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba Nya.
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.(QS. 17:18)
Surah Al Israa' 18
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (18)
Kemudian Allah SWT menyebutkan dua golongan manusia yaitu golongan yang mencintai kehidupan dunia, dan golongan yang mencintai kehidupan akhirat.
Di dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan golongan yang pertama, sedangkan golongan yang lain, disebutkan dalam ayat berikutnya. Di dalam menyebutkan golongan yang pertama, Allah SWT menyatakan bahwa barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia yang kenikmatannya segera mereka rasakan, maka Allah SWT menyegerakan keinginan mereka itu di dunia sesuai dengan kehendaknya.
Pernyataan ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak mempercayai adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan, sehingga mereka berkeyakinan bahwa tidak ada kehidupan lagi sesudah kehidupan di dunia ini. Itulah sebabnya maka mereka terlalu tamak dan rakus terhadap kekayaan dunia dan kemewahannya, padahal kehidupan dunia serta kenikmatannya adalah bersifat sementara. Itulah sebabnya, kehidupan di dunia serta kemewahan itu oleh Allah SWT digambarkan sebagai suatu yang segera dapat diperoleh, tetapi segera pula musnah.
Kemudian Allah SWT mengancam mereka dengan ancaman neraka Jahanam sebagai imbalan yang pantas bagi mereka. Di dunia mereka akan mengalami penyesalan-penyesalan yang sedalam-dalamnya, akibat berpisah dengan kemewahan dunia yang sangat mereka cintai itu, yaitu pada saat ajal telah merenggut mereka. Sedang di akhirat mereka akan mengalami penderitaan yang senista-nistanya, karena menyesali perbuatan yang tercela, dan jauh pula dari nikmat Allah.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 18
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (18)
(Barang siapa yang menghendaki) dengan amalnya (kehidupan sekarang) yakni perkara duniawi (maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki) lafal liman menjadi badal dari lafal lahuu yang juga disertai pengulangan huruf jar (dan Kami tentukan baginya) di akhirat kelak (neraka Jahanam; ia akan memasukinya) dijebloskan ke dalamnya (dalam keadaan tercela) terhina (lagi terusir) dijauhkan dari rahmat Allah.
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.(QS. 17:19)
Surah Al Israa' 19
وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (19)
Di dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan golongan yang kedua. Allah SWT menyatakan bahwa barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang dirinya tetap beriman, maka dialah orang yang usahanya mendapat balasan yang baik. Yang dimaksud dengan orang-orang yang menghendaki kehidupan akhirat, ialah orang-orang mencita-citakan kebahagiaan hidup di akhirat, sedang ia berusaha untuk mendapatkannya dengan mematuhi bimbingan Allah serta menjauhi tuntutan hawa nafsunya. Orang yang demikian ini selama hidup di dunia menganggap bahwa kenikmatan hidup di dunia serta kemewahannya adalah nikmat Allah yang digunakan sebagai sarana untuk kepentingan mengabdi kepada Allah dan mensyukuri nikmat-Nya.
Itulah sebabnya, maka di akhir ayat ini Allah SWT menandaskan bahwa orang yang demikian itulah yang akan mendapat pembalasan dari Allah dengan pahala yang berlimpah-limpah, sebagai imbalan dan amalnya yang saleh dan ketabahannya melawan kehendak hawa nafsunya. Ia akan dimasukkan ke dalam surga firdaus dan kekal selama-lamanya di sana.
Di dalam ayat ini disebut tiga syarat yang harus dipenuhi agar seseorang itu mencapai kebahagiaan yang abadi yakni:
1. Adanya kehendak untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan mengutamakan kebahagiaan akhirat di atas kepentingan duniawi.
2. Hendaklah ia melakukan amal-amalan yang mengantar niatnya kepada kebahagiaan akhirat yaitu dengan jalan menaati perintah Allah dan selalu mendekatkan diri kepada Nya.
3. Hendaklah dia menjadi orang mukmin, karena iman adalah merupakan dasar untuk diterima atau tidaknya amal perbuatan. Seseorang yang hatinya kosong dari iman, tidak akan mungkin menerima kebahagiaan yang abadi itu.
Kepada masing-masing golongan--baik golongan ini maupun golongan itu--Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.(QS. 17:20)
Surah Al Israa' 20
كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (20)
Kemudian dari pada itu Allah SWT menegaskan bahwa kepada kedua golongan itu akan dilimpahkan kemurahan Nya. Maksudnya baik golongan yang mencintai kehidupan duniawi, ataupun golongan yang lebih menyukai kebahagiaan akhirat dan akan merasakan kemurahan Tuhan di dunia ini secara sama, mereka akan diberi rezeki dan dibiarkan memperkembangkan keturunan, karena kemurahan Tuhan Yang Maha Luas tidak terhalang karena ingkarnya seseorang kepada Nya. Karena itulah kedua golongan itu sama-sama dapat mencicipi kelezatan hidup di dunia, sesuai dengan usaha mereka masing-masing. Akan tetapi kedua golongan itu tidaklah akan merasakan kasih sayang Allah yang sama. Mereka yang mengutamakan kehidupan dunia, akan memasuki neraka Jahanam sebagai tempat yang pantas untuk mereka sedangkan mereka yang lebih mengutamakan kehidupan akhirat, akan memasuki surga sebagai tempat yang penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan yang tiada putusnya.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 20
كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (20)
(Kepada masing-masing) dari kedua golongan itu (Kami membantu) memberikan bantuan (baik kepada golongan ini maupun golongan itu) kalimat ayat ini menjadi badal (dari) bertaalluq kepada lafal numiddu (kemurahan Rabbmu) di dunia (Dan tiadalah kemurahan Rabbmu) di dunia ini (dapat dihalangi) artinya tiada seorang pun yang terhalang dari kemurahan-Nya itu.
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا (8)
Kemudian Allah SWT memerintahkan agar mereka itu kembali menginsafi diri mereka betul-betul, dan bertobat serta mempedomani ajaran Taurat dengan menjauhi perbuatan maksiat, agar dapat diharapkan bahwa Allah SWT akan melimpahkan rahmat Nya kepada mereka. Janji Allah serupa ini tentu akan terjadi dan pasti mereka rasakan.
Tersebut dalam sejarah bahwa pada tahun 614 M yakni sesudah 483 tahun dari peristiwa penghancuran Yerusalem oleh Hadrianus bangsa Persia di bawah pimpinan Kisra Barwiz Yerusalem, mereka merebut kota-kota yang lain di Palestina dari tangan bangsa Romawi, melawan orang Romawi menindas orang Yahudi membatalkan kebiasaan membuang sampah-sampah orang-orang Nasrani ke Haikal Sulaeman, bahkan orang-orang Nasrani yang berdiam di Yerusalem mereka jual ke kota orang-orang Yahudi, gereja-gereja orang-orang Nasrani mereka bakar, palang salib yang asli, yang di situ Nabi Isa di salib, dirampas oleh mereka dan di bawa ke Persia.
Kemudian pada tahun 624 M bangsa Romawi di bawah pimpinan Kaisar Heraclius I dapat merebut Palestina kembali dari tangan bangsa Persia, bahkan Heraclius dapat memasuki pedalaman kerajaan Persia, maka dipadamkanlah api yang disembah Persia.
Kemenangan bangsa Romawi terhadap bangsa Persia ini bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar melawan kaum musyrikin Mekah (Ramadan tahun 2 H) atau Januari 624 M, yakni selama 9 tahun sesudah bangsa Romawi dikalahkan oleh bangsa Persia. Akan tetapi perdamaian antara bangsa Romawi dan Persia baru terjadi sesudah Kisra Evermiz dibunuh oleh perwiranya sendiri, yaitu pada tahun 928 M, yang pada tahun tersebut seluruh Palestina kembali di bawah kekuasaan Romawi dan palang salibpun dikembalikan ke Yerusalem.
Pada tahun 610 M. Nabi Muhammad saw diutus sebagai rahmat bagi seluruh Alam, dan pada tahun 622 M Nabi berhijrah ke Madinah, maka diadakanlah Perjanjian dengan orang-orang Yahudi yang ada di Madinah yang berupa suatu Piagam. Di dalamnya diakui bahwa orang-orang Yahudi adalah warga kota Madinah di samping kaum Ansar dan Muhajirin. Mereka dibiarkan tetap Menganut agama mereka. Akan tetapi oleh karena mereka akhirnya berkhianat dan mengadakan makar untuk membunuh Rasulullah, maka mereka diperangi oleh Rasulullah, di antaranya ada yang diusir dari Madinah yaitu Bani Nadr setelah Umar bin Khatab menjadi khalifah beliau menaklukkan negeri Syam (Suriah) penduduk Yerusalem (Baitulmakdis) di bawah pimpinan Patrip Suverianus menyerahkan kota itu kepada Umar, dan dibuatlah piagam perdamaian. Peristiwa itu terjadi pada tahun 636 Masehi. Oleh Umar bin Khatab didirikanlah Mesjid di tempat Kiblat Masjidilaksa (Haikal Sulaiman), Dan bersihkanlah kota Yerusalem itu. Maka kembalilah kemegahan kota Yerusalem yang sudah hilang selama ini.
Sedang Kaisar Romawi Heraclius I oleh karena negeri Syam seluruhnya Termasuk Palestina telah jatuh ke tangan kaum Muslimin maka naiklah dia ke satu bukit. Kemudian dengan menghadap ke Suriah dilambaikannya tangannya dengan mengucapkan "selamat tinggal Suriah" buat selama-lamanya.
Dengan demikian lepaslah bangsa Yahudi dari cengkeraman, aniaya dan penindasan bangsa Romawi dan merdekalah mereka beribadat di sekeliling Haikal Sulaiman (Masjidilaksa) itu. Inilah rahmat dari Allah SWT yang Maha Besar.
Demikianlah diterangkan dalam buku-buku sejarah. Adapun dalam Alquran, tidak diterangkan dengan terperinci, karena Alquran bukanlah buku sejarah. Dalam pada itu Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
Dalam pada itu Allah SWT mengancam, bahwa apabila mereka kembali mengulang kedurhakaan mereka, seperti yang pernah dilakukan oleh nenek moyang mereka, niscaya Allah SWT akan menurunkan Azab Nya lagi dengan yang lebih pedih dari yang dirasakan oleh nenek moyang mereka.
Di samping itu Allah menyediakan siksaan api neraka Jahanam sebagai Penjara yang abadi bagi mereka di akhirat, karena memang siksa yang demikian itulah yang sepantasnya dijatuhkan terhadap orang-orang yang tidak mau beriman.
Sesungguhnya Al quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,(QS. 17:9)
Surah Al Israa' 9
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا (9)
Allah SWT menyatakan keistimewaan-keistimewaan kitab Nya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yaitu kitab Alquran, dengan menunjukkan fungsi dari kitab Alquran itu sendiri serta faedahnya bagi seluruh umat manusia, yang di dalam ayat ini disebutkan tiga macam:
Pertama: Bahwa Alquran itu memberi petunjuk kepada orang yang suka mempedomaninya ke jalan yang lurus. Yang dimaksud jalan yang lurus dalam ayat ini ialah agama yang benar yaitu Islam, dan murni serta dapat diterima oleh akal yang sehat, yang berpangkal pada ajaran tauhid, yaitu keyakinan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat menguasai alam semesta ini terkecuali Allah SWT yang kekuasaan Nya tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Dia adalah Penguasa alam yang sebenarnya, dan Zat yang mempunyai kekuatan Yang Maha Kuat.
Kedua : Bahwa Alquran itu memberi kabar gembira kepada orang-orang yang percaya kepada Allah SWT dan Rasul Nya, yang berbuat amal yang baik, yaitu mereka yang melakukan apa saja Yang diperintahkan Allah kepadanya, dan mencegah diri dari berbuat sesuatu yang dilarang Nya. Kabar gembira itu berupa pahala yang berlimpah-limpah yang akan mereka terima di akhirat, sebagai imbalan dari amal saleh yang mereka lakukan di dunia.
dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab azab yang pedih.(QS. 17:10)
Surah Al Israa' 10
وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (10)
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan fungsi yang lain dari Alquran yaitu:
Ketiga : Bahwa Alquran sebagai peringatan bagi orang-orang yang tidak mau mempercayai hari pembalasan dan tidak mengakui adanya pahala dan siksa yang akan diberikan Allah di hari kiamat itu sebagai balasan bagi perbuatan mereka selagi mereka hidup di dunia, sehingga mereka semakin berani bergelimang dalam kemaksiatan. Ancaman yang ditujukan kepada mereka ialah siksaan yang mengguncangkan jiwa mereka sebagai imbalan dari perbuatan maksiat yang menodai jiwa mereka. Termasuk pula di sini orang orang ahli kitab yang tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw.
Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.(QS. 17:11)
Surah Al Israa' 11
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا (11)
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa di antara manusia ada yang bersumpah untuk dirinya, keturunannya bahkan untuk hartanya dengan doa yang jahat pada saat ia marah, seperti doa "Wahai Tuhan ! Turunkanlah laknat kepadaku, binasakanlah aku !", sebagaimana ia berdoa kepada Allah dengan doa yang baik seperti doa mereka agar Allah memberikan kesehatan dan melimpahkan keselamatan kepadanya, kepada keturunannya dan kepada harta bendanya.
Seandainya Allah SWT mengabulkan doanya itu, niscaya mereka tidak bisa mengelakkan diri dari hasil doanya. Akan tetapi Allah SWT tidak berbuat demikian. Hal ini tidak lain hanyalah karena keutamaan Allah yang Maha Besar. Allah SWT berfirman
وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ
Artinya:
Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. (Q.S. Yunus: 11)
Di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa manusia itu mempunyai sifat tergesa-gesa, yaitu apabila ia menginginkan sesuatu sesuai dengan kehendak hatinya, maka tertutuplah pikirannya untuk menilai apa yang diinginkannya itu, apakah bermanfaat bagi dirinya, ataukah merugikan. Hal itu semata-mata didorong oleh sifat-sifat tergesa-gesa untuk mencapai tujuannya, tanpa dipikirkan dengan pemikiran yang matang terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya manusia itu tertarik pada keadaan lahiriah dari sesuatu tanpa meneliti hakikat dan rahasia dari sesuatu itu lebih mendalam.
Di dalam ayat ini terdapat sindiran terhadap orang-orang musyrik Arab yang mendustakan kebenaran Alquran, karena mereka tidak mau mempercayai terjadinya hari Pembalasan. Mereka lebih menyenangi dunia yang dapat mereka nikmati secara langsung, dari pada memikirkan janji dan ancaman yang akan diterimakan kepada mereka di Hari Pembalasan.
Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.(QS. 17:12)
Surah Al Israa' 12
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا (12)
Kemudian dari pada itu Allah SWT menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Nya yang ada di alam semesta, dengan maksud agar supaya manusia memikirkan dan merenungi Penciptanya. Allah SWT menjelaskan bahwa Dia menciptakan malam dan siang, masing-masing sebagai tanda kekuasaan Nya. Slang dan malam merupakan dua peristiwa yang selalu silih berganti yang sangat berguna bagi kemaslahatan man usia dalam menjalankan kewajiban agama dan urusan-urusan duniawi. Pergantian yang teratur seperti itu merupakan tanda kekuasaan Allah yang sangat jelas bagi manusia. Barang siapa yang memperhatikan dan memikirkan pergantian slang dan malam itu tentu akan yakin bahwa alam semesta ini ada yang mengaturnya dengan aturan-aturan yang sangat baik dan tepat, yang menunjukkan bahwa pengaturannya sangat teliti, sehingga dengan demikian, manusia akan dapat mengakui adanya Pencipta jagat raya ini dan seluruh isinya.
Di samping itu adanya pergantian siang dan malam merupakan anugerah yang dapat dirasakan secara langsung oleh manusia dalam kehidupan mereka sehari hari. Di waktu slang mereka dapat berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan di waktu malam mereka dapat beristirahat untuk melepaskan lelah. Allah SWT menjelaskan lebih lanjut bahwa Dialah yang menghapuskan tanda-tanda malam yaitu hilangnya cahaya matahari dan ufuk barat, sehingga lama kelamaan hari menjadi gelap gulita. Hal ini merupakan tanda kekuasaan Nya pula. Dan Allah menjadikan tanda-tanda siang bercahaya, maksudnya Allah menjadikan slang yang terang benderang itu sebagai tanda kekuasaan Nya pula, dan juga untuk memberikan kesempatan kepada manusia untuk mencari kebutuhan hidup untuk diri mereka sendiri dan keluarganya. Kecuali itu, perubahan siang dan malam itu sangat berguna bagi manusia untuk mengetahui bilangan tahun, bulan dan hari serta perhitungannya, terkecuali di daerah kutub utara dan selatan.
Siang dan malam terjadi karena perputaran bumi pada porosnya bergerak dari barat ke timur, yang memberikan kesan kepada manusia seolah-olah matahari bergerak dari timur ke barat. Apabila matahari muncul dibelah timur disebut, hari telah siang dan apabila matahari terbenam di ufuk barat disebut hari telah malam.
Dari saat matahari terbenam pada suatu saat, hingga matahari terbenam pada hari berikutnya disebut satu hari satu malam menurut kebiasaan dan anggapan dalam perhitungan tahun qamariyah. Tetapi dalam perhitungan tahun syamsiyah, yang disebut sehari semalam ialah waktu dari pertengahan malam hingga pertengahan malam berikutnya. Sedang yang dimaksud dengan satu tahun dalam perhitungan tahun qamariyah ialah lama waktu dari tanggal I Muharam hingga tanggal 1 Muharam berikutnya, yang lamanya 354 hari untuk Tahun-tahun basitah, atau 355 hari untuk tahun-tahun kabisah. Perhitungan serupa ini dinamakan hisab `urfi, sedang yang disebut satu tahun dalam tahun Syamsiyah ialah dari tanggal I Januari hingga tanggal 1 Januari tahun berikutnya, yang lamanya 365 hari untuk tahun-tahun basitah dan 366 hari untuk tahun-tahun kabisah.
Sebenarnya secara astronomis yang disebut satu tahun itu ialah peredaran matahari di antara bintang-bintang pada saat matahari berada di titik Aries hingga ke titik Aries kembali, itulah yang disebut tahun Syamsiyah. Sedang untuk perhitungan qamariyah, perhitungan tahun ini didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Maka dari bulan sabit ke bulan berikutnya disebut 1 bulan, dan apabila telah 12 kali terjadi bulan sabit dianggap telah genap satu tahun qamariyah.
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.(QS. 17:13)
Surah Al Israa' 13
وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا (13)
Allah SWT menjelaskan bahwa masing-masing manusia itu telah dicatat amal perbuatannya, dan tetaplah amal perbuatan itu dalam buka catatan seperti tetapnya kalung pada leher mereka. Maksudnya bahwa tiap-tiap amal perbuatan yang mereka perbuat, terekam dalam rekaman atau tercatat dalam sebuah kitab. Amal perbuatan tersebut mencakup amal baik dan amal buruk, besar maupun kecil yang diperbuat manusia atas dasar pilihannya. Rekaman rekaman atau catatan-catatan dari amal perbuatan mereka itu termuat dalam sebuah kitab yang terpelihara dan bersifat tetap tidak dapat berubah-ubah lagi.
Tetapnya catatan-catatan mereka dalam kitab itu, diumpamakan seperti tetapnya kalung pada leher manusia, sebagai kiasan bahwa catatan itu akan terpelihara, dengan tidak akan hilang, dan selalu berada pada manusia itu.
Selanjutnya Allah SWT menegaskan bahwa kitab yang mengandung rekaman amal perbuatan manusia itu akan dikeluarkan dan simpanannya pada hari kiamat, dan akan diperlihatkan kepada mereka, sehingga mereka dapat mengetahui isinya secara terbuka.
Di dalam ayat yang lain dijelaskan bahwa tugas pencatatan amal perbuatan manusia itu diurus oleh malaikat. Allah SWT berfirman:
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (10) كِرَامًا كَاتِبِينَ (11) يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ (12)
Artinya.
Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Q.S. Al-Infithar: 10, 11, 12)
Menurut riwayat Ibnu Jarir dari Al Hasan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Allah berfirman kepada Bani Adam: "Hai Bani Adam ! Kami telah membuka lembaran-lembaran Kitab, dan telah ditunjuk dua orang malaikat yang mulia sebagai wakil. Seorang di antara keduanya di sebelah kanan, dan seorang lagi di belah kirimu. Adapun yang berada di sebelah kananmu pekerjaannya mencatat amal baikmu, sedang yang di sebelah kirimu mencatat amal perbuatan burukmu. Maka berbuatlah menurut kesukaanmu amal perbuatan yang banyak atau yang Sedikit sehingga ajal datang merenggutmu. Dan apabila engkau telah mati Aku lipatkan lembaran-lembaran kitab dan aku kalungkan ke lehermu dan tetap bersamamu dalam kuburmu hingga hari kiamat.
Pada hari itu kitab itu akan dikeluarkan dan engkau menemuinya terbuka. Bacalah kitab catatan itu niscaya pada hari itu engkau akan mengetahui bahwa kitab itu cukup sebagai penghisab amal perbuatanmu.
`Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu`.(QS. 17:14)
Surah Al Israa' 14
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا (14)
Sesudah Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar membaca kitabnya. Peristiwa itu terjadi pada saat menjelang Yaumul Hisab. Pada ketika itu Allah akan mengeluarkan kitab yang memuat catatan amal perbuatan mereka dan ditunjukkan Nya dalam keadaan terbuka; agar manusia dapat mengetahui semua amal perbuatannya yang diperbuatnya ketika ia hidup di dunia.
Pada waktu itu mereka tidak dapat memungkiri catatan-catatan itu, karena pencatatnya adalah malaikat-malaikat yang memang ditunjuk oleh Allah yang pekerjaannya khusus mencatat amal-amal perbuatan manusia. Itulah sebabnya maka Allah SWT menegaskan di akhir ayat bahwa cukuplah pada hari itu, diri mereka sendiri sebagai penghisab amal perbua1an mereka. Maksudnya semua catatan yang termuat dalam kitab itu cukup kuat, sebagai bukti karena apa yang tercatat dalam kitab itu merupakan rekaman bagi amal perbuatan mereka; sehingga seolah-olah mereka sendirilah yang membuat catatan-catatan itu.
Dengan demikian maka tidak perlu adanya bukti-bukti lain sebagai penguat karena semua catatan yang tergores dalam kitab itu menjadi bukti yang sangat meyakinkan, sehingga tidak bisa ditambah atau dikurangi lagi.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 14
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا (14)
Dan dikatakan kepadanya: ("Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu itu sebagai penghisab terhadapmu.") menjadi penghisab sendiri.
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.(QS. 17:15)
Surah Al Israa' 15
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا (15)
Kemudian Allah SWT menegaskan bahwa barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, yaitu orang-orang yang melaksanakan perintah perintah Nya dan menjauhi larangan-larangan Nya sesuai dengan tuntunan Rasul, maka berarti dia telah berbuat sesuatu yang menyelamatkan dirinya sendiri; karena ia akan menemui catatan-catatan tentang amal perbuatan baiknya di dalam kitab itu. Ia akan merasa berbahagia karena akan mendapatkan keridaan Allah, dan akan menerima imbalan yang berlimpah-limpah, yaitu surga dan yang serba menyenangkan. Akan tetapi barang siapa yang sesat, yaitu orang yang menyimpang dari bimbingan Alquran, dan menyesatkan dirinya sendiri sehingga ia mengalami kerugian. Ia akan menemui catatan-catatan tentang amal perbuatan buruknya di dalam kitab itu. Ia akan merasakan penyesalan yang tidak ada gunanya lagi, karena mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagai imbalan yang pantas baginya.
Sesudah itu Allah SWT menegaskan bahwa pada hari itu seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, maksudnya tiap-tiap orang bertanggung jawab terhadap perbuatan buruknya sendiri, sehingga tidak mungkin seorang dibebani dosa selain dosanya sendiri. Dan mereka akan menerima balasan amalnya sesuai dengan berat ringannya kejahatan sendiri-sendiri.
Dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin Mugirah ketika ia berkata: "Ingkarilah Muhammad dan sayalah yang menanggung dosamu".
Dan apabila ada seorang yang disiksa karena menyesatkan orang lain, sehingga kepadanya dijatuhi hukuman yang pantas bagi orang yang disesatkan di samping dosanya sendiri, bukanlah berarti orang yang menyesatkan itu menanggung dosa orang yang disesatkan akan tetapi orang yang menyesatkan itu dianggap berdosa karena menyesatkan orang yang disesatkan itu. Oleh sebab itu ia dikenakan siksaan sesuai dengan dosanya sendiri, dan ditambah dengan dosa menyesatkan orang lain.
Allah SWT berfirman:
لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْم
Artinya:
(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (Q.S. An Nahl: 25)
Dan firman Allah lagi:
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ
Artinya:
Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. (Q.S. Al Ankabut: 13)
Di akhir ayat Allah SWT menyebutkan bahwa Allah tidak akan mengazab sebelum Dia mengutus seorang Rasul. Maksudnya Allah tidak akan membebankan hukuman kepada orang-orang yang melakukan sesuatu perbuatan terkecuali setelah Allah mengutus seorang Rasul untuk membacakan dan menerangkan ketentuan hukumannya. Dengan demikian ayat ini dipandang sebagai asas legalitas dalam pidana Islam. Artinya semua perbuatan yang diancam dengan hukuman haruslah terlebih dahulu diundangkan melalui sarana perundang-undangan yang dapat menjamin bahwa peraturan ini dapat diketahui oleh seluruh rakyat.
Kecuali ayat ini mengandung maksud pula bahwa Allah tidak akan membinasakan umat karena dosanya, sebelum Dia mengutus seorang utusan yang memberi peringatan dan menyampaikan syariat Allah kepada mereka dan memberi peringatan apa yang akan dilakukan terhadap mereka, dan memberi ancaman jika mereka membangkang dan tetap dalam pembangkangannya.
Allah SWT berfirman:
تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8) قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9)
Artinya:
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir) penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan ?". Mereka menjawab: "Benar ada, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan (nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar".
(Q.S. Al-Mulk: 8-9)
Dan firman Nya lagi:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Artinya:
Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?. Maka rasakanlah (azab Kami). Dan tidak ada bagi yang lalim seorang penolongpun. (Q.S. Fatir: 37)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 15
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا (15)
(Barang siapa berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk keselamatan dirinya) karena pahala hidayahnya itu dia sendirilah yang memetiknya (dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia tersesat bagi kerugian dirinya sendiri) karena sesungguhnya dia sendirilah yang menanggung dosa sesatnya itu. (Dan tidak dapat menanggung) seseorang (yang berdosa) pelaku dosa; artinya ia tidak dapat menanggung (dosa) orang (lain, dan Kami tidak akan mengazab) seorang pun (sebelum Kami mengutus seorang rasul) yang menjelaskan kepadanya apa yang seharusnya ia lakukan.
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.(QS. 17:16)
Surah Al Israa' 16
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا (16)
Kemudian dari pada itu Allah SWT menjelaskan bahwa apabila Dia berkehendak membinasakan sesuatu negeri, maka Allah SWT kepada orang-orang yang hidup mewah di negerinya supaya menaati Allah. Maksudnya apabila sesuatu kaum telah melakukan kemaksiatan dan kejahatan secara merata, yang semestinya itu pantas dijatuhi siksaan dengan jalan menghancurkan negeri mereka dengan bencana alam, sebagai balasan yang setimpal, maka Allah SWT, karena keadilan Nya, tidaklah segera menjatuhkan siksaan itu, sebelum memberikan peringatan kepada para pemimpin mereka untuk menghentikan kemaksiatan dan kejahatan kaumnya dan kembali taat kepada Allah.
Akan tetapi menurut sejarah, mereka itu tidak mau mendengarkan peringatan itu, bahkan mereka menjadi pendurhaka-pendurhaka di dalam negeri itu dengan cara membangkang dan menentang peringatan itu dan memperolok-oloknya.
Maka sebagai tindakan yang pantas diperlakukan atas mereka, jalan memusnahkan mereka dari muka bumi dengan azab siksaan yang berupa bencana alam. Itulah ketentuan Allah yang tak dapat dielakkan lagi, yaitu Allah menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya, sehingga tidak ada sedikitpun yang tersisa, baik rumah-rumah mereka maupun harta kekayaan mereka.
Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.(QS. 17:17)
Surah Al Israa' 17
وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (17)
Sesudah itu Allah SWT mengisahkan kaum-kaum yang mengalami nasib yang sama setelah Nuh. Mereka itu dibinasakan karena pembangkangan mereka terhadap utusan-utusan Allah, yang diutus Allah untuk menghentikan pembangkang-pembangkang itu, dan mengajak mereka kembali menaati Allah. Ayat ini sebagai penegasan terhadap ayat yang lalu, bahwa tiap kaum yang tetap membangkang setelah datangnya Rasul yang memberi peringatan kepada mereka, pasti akan mengalami nasib yang sama dengan umat-umat terdahulu.
Di akhir ayat Allah SWT menyebutkan bahwa balasan yang serupa itu adalah balasan yang bijaksana dan adil, karena Allah telah cukup mengetahui tindak tanduk mereka, lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba Nya.
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.(QS. 17:18)
Surah Al Israa' 18
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (18)
Kemudian Allah SWT menyebutkan dua golongan manusia yaitu golongan yang mencintai kehidupan dunia, dan golongan yang mencintai kehidupan akhirat.
Di dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan golongan yang pertama, sedangkan golongan yang lain, disebutkan dalam ayat berikutnya. Di dalam menyebutkan golongan yang pertama, Allah SWT menyatakan bahwa barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia yang kenikmatannya segera mereka rasakan, maka Allah SWT menyegerakan keinginan mereka itu di dunia sesuai dengan kehendaknya.
Pernyataan ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak mempercayai adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan, sehingga mereka berkeyakinan bahwa tidak ada kehidupan lagi sesudah kehidupan di dunia ini. Itulah sebabnya maka mereka terlalu tamak dan rakus terhadap kekayaan dunia dan kemewahannya, padahal kehidupan dunia serta kenikmatannya adalah bersifat sementara. Itulah sebabnya, kehidupan di dunia serta kemewahan itu oleh Allah SWT digambarkan sebagai suatu yang segera dapat diperoleh, tetapi segera pula musnah.
Kemudian Allah SWT mengancam mereka dengan ancaman neraka Jahanam sebagai imbalan yang pantas bagi mereka. Di dunia mereka akan mengalami penyesalan-penyesalan yang sedalam-dalamnya, akibat berpisah dengan kemewahan dunia yang sangat mereka cintai itu, yaitu pada saat ajal telah merenggut mereka. Sedang di akhirat mereka akan mengalami penderitaan yang senista-nistanya, karena menyesali perbuatan yang tercela, dan jauh pula dari nikmat Allah.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 18
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (18)
(Barang siapa yang menghendaki) dengan amalnya (kehidupan sekarang) yakni perkara duniawi (maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki) lafal liman menjadi badal dari lafal lahuu yang juga disertai pengulangan huruf jar (dan Kami tentukan baginya) di akhirat kelak (neraka Jahanam; ia akan memasukinya) dijebloskan ke dalamnya (dalam keadaan tercela) terhina (lagi terusir) dijauhkan dari rahmat Allah.
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.(QS. 17:19)
Surah Al Israa' 19
وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (19)
Di dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan golongan yang kedua. Allah SWT menyatakan bahwa barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang dirinya tetap beriman, maka dialah orang yang usahanya mendapat balasan yang baik. Yang dimaksud dengan orang-orang yang menghendaki kehidupan akhirat, ialah orang-orang mencita-citakan kebahagiaan hidup di akhirat, sedang ia berusaha untuk mendapatkannya dengan mematuhi bimbingan Allah serta menjauhi tuntutan hawa nafsunya. Orang yang demikian ini selama hidup di dunia menganggap bahwa kenikmatan hidup di dunia serta kemewahannya adalah nikmat Allah yang digunakan sebagai sarana untuk kepentingan mengabdi kepada Allah dan mensyukuri nikmat-Nya.
Itulah sebabnya, maka di akhir ayat ini Allah SWT menandaskan bahwa orang yang demikian itulah yang akan mendapat pembalasan dari Allah dengan pahala yang berlimpah-limpah, sebagai imbalan dan amalnya yang saleh dan ketabahannya melawan kehendak hawa nafsunya. Ia akan dimasukkan ke dalam surga firdaus dan kekal selama-lamanya di sana.
Di dalam ayat ini disebut tiga syarat yang harus dipenuhi agar seseorang itu mencapai kebahagiaan yang abadi yakni:
1. Adanya kehendak untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan mengutamakan kebahagiaan akhirat di atas kepentingan duniawi.
2. Hendaklah ia melakukan amal-amalan yang mengantar niatnya kepada kebahagiaan akhirat yaitu dengan jalan menaati perintah Allah dan selalu mendekatkan diri kepada Nya.
3. Hendaklah dia menjadi orang mukmin, karena iman adalah merupakan dasar untuk diterima atau tidaknya amal perbuatan. Seseorang yang hatinya kosong dari iman, tidak akan mungkin menerima kebahagiaan yang abadi itu.
Kepada masing-masing golongan--baik golongan ini maupun golongan itu--Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.(QS. 17:20)
Surah Al Israa' 20
كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (20)
Kemudian dari pada itu Allah SWT menegaskan bahwa kepada kedua golongan itu akan dilimpahkan kemurahan Nya. Maksudnya baik golongan yang mencintai kehidupan duniawi, ataupun golongan yang lebih menyukai kebahagiaan akhirat dan akan merasakan kemurahan Tuhan di dunia ini secara sama, mereka akan diberi rezeki dan dibiarkan memperkembangkan keturunan, karena kemurahan Tuhan Yang Maha Luas tidak terhalang karena ingkarnya seseorang kepada Nya. Karena itulah kedua golongan itu sama-sama dapat mencicipi kelezatan hidup di dunia, sesuai dengan usaha mereka masing-masing. Akan tetapi kedua golongan itu tidaklah akan merasakan kasih sayang Allah yang sama. Mereka yang mengutamakan kehidupan dunia, akan memasuki neraka Jahanam sebagai tempat yang pantas untuk mereka sedangkan mereka yang lebih mengutamakan kehidupan akhirat, akan memasuki surga sebagai tempat yang penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan yang tiada putusnya.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 20
كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (20)
(Kepada masing-masing) dari kedua golongan itu (Kami membantu) memberikan bantuan (baik kepada golongan ini maupun golongan itu) kalimat ayat ini menjadi badal (dari) bertaalluq kepada lafal numiddu (kemurahan Rabbmu) di dunia (Dan tiadalah kemurahan Rabbmu) di dunia ini (dapat dihalangi) artinya tiada seorang pun yang terhalang dari kemurahan-Nya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar