Rabu, 29 Agustus 2012

Al-Anbiyaa' 1 - 20


Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Anbiyaa' 
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Anbiyaa' 1 
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).(QS. 21:1)

اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ (1) 
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa hari berhisab untuk manusia sudah dekat. Pada hari berhisab itu kelak akan diperhitungkan semua perbuatan yang telah mereka lakukan selagi mereka hidup di dunia. Selain itu, juga akan diperhitungkan semua nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada mereka, baik nikmat berupa diri mereka sendiri, akal pikiran, makanan dan minuman, serta anak keturunan dan harta benda. Mereka akan ditanya, apakah yang mereka perbuat dengan nikmat itu semuanya? Apakah karunia Allah tersebut mereka gunakan untuk berbuat kebaikan dalam rangka taat kepada-Nya ataukah semuanya itu digunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang membuktikan keingkaran dan kedurhakaan mereka kepada-Nya? 
Allah SWT. menegaskan bahwa manusia sesungguhnya lalai terhadap apa yang akan diperbuat Allah kelak terhadap mereka di hari kiamat. Kelalaian itulah yang menyebabkan mereka tidak mau berpikir mengenai hari-hari kiamat itu sehingga mereka tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memperoleh keselamatan diri mereka dari azab Allah. 
Sudah jelas, bahwa orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kaum musyrikin. Dan sudah dimaklumi pula bahwa kaum musyrikin itu justru adalah orang-orang yang tidak beriman tentang adanya hari kiamat dan mengingkari adanya hari berbangkit dan hari berhisab. Namun demikian, memperingatkan kepada mereka bahwa hari berhisab sudah dekat. Ini adalah untuk menekankan, bahwa hari kiamat, termasuk hari berbangkit dan hari berhisab, pasti akan datang, walaupun mereka itu tidak mempercayainya; dan hari berhisab itu akan diikuti pula oleh hari-hari pembalasan terhadap amal-amal yang baik ataupun yang buruk. 
Kaum musyrikin itu lalai dan tidak mau berpikir tentang nasib jelek yang akan mereka temui kelak pada hari berhisab dan hari pembalasan itu. Padahal, dengan akal sehat semata-mata, orang dapat meyakini, bahwa perbuatan yang baik sepantasnya dibalasi dengan kebaikan pula dan perbuatan yang jahat sepatutnya dibalasi pula dengan azab dan siksa. Akan tetapi karena mereka itu tidak mau memikirkan akibat jelek yang akan mereka peroleh di akhirat kelak, maka mereka senantiasa memalingkan muka menutup telinga, setiap kali mereka diperingatkan, baik dengan ayat-ayat Alquran, maupun dengan ancaman dan sebagainya.

Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al quran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main,(QS. 21:2)

مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ ذِكْرٍ مِنْ رَبِّهِمْ مُحْدَثٍ إِلَّا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ (2) 
Dalam ayat ini Allah SWT. menunjukkan bukti-bukti tentang kelalaian dan sikap masa bodoh kaum musyrikin, yakni : bahwa mereka mendengarkan ayat-ayat yang diturunkan Allah, yang disampaikan kepada mereka oleh Rasulullah saw, akan tetapi mereka tidak menggubrisnya, bahkan mereka memperolok-olokkannya. Dengan demikian, dalam ayat ini terdapat suatu peringatan terhadap kaum kafir itu dan juga merupakan peringatan keras terhadap yang lain, yang tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat yang disampaikan kepada mereka. Pelajaran, peringatan dan ancaman yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut tidak sampai ke lubuk hati mereka dan tidak menyentuh hati nurani mereka. Mereka hanya sekadar mendengar, akan tetapi tidak memperhatikannya. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Anbiyaa' 2 
مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ ذِكْرٍ مِنْ رَبِّهِمْ مُحْدَثٍ إِلَّا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ (2) 
(Tidak datang kepada mereka suatu ayat Alquran pun yang baru diturunkan dari Rabb mereka) secara berangsur-angsur, yakni lafal Alquran (melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main) mereka memperolok-oloknya.

(lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: `Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?`(QS. 21:3)

لَاهِيَةً قُلُوبُهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا هَلْ هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (3) 
Dalam ayat-ayat Yang baru lalu, Allah SWT. menjelaskan tingkah laku dan sikap yang diperlihatkan oleh kaum musyrikin ketika mendengar ayat-ayat Alquran dibacakan kepada mereka, maka dalam ayat ini Allah menerangkan apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka, yaitu pembicaraan di antara mereka yang mereka sembunyikan terhadap orang lain, mengenai Rasulullah, di mana mereka mengatakan kepada sesamanya, bahwa Muhammad adalah manusia juga seperti mereka dan bahwa apa yang disampaikannya kepada mereka hanyalah sihir belaka. Ini merupakan salah satu dari usaha-usaha mereka untuk menghasut orang banyak, agar tidak memperhatikan ayat-ayat Alquran yang disampaikan Rasulullah kepada mereka. Karena menurut anggapan mereka, Muhammad saw. adalah manusia biasa, seperti manusia yang lain ia juga makan, minum serta hidup berkeluarga, bekerja dan berusaha untuk mencari rezeki, sedang ayat-ayat yang disampaikannya adalah sihir belaka, oleh sebab itu tidak patut untuk didengar dan ditaati. 
Akan tetapi pada ucapan mereka bahwa ayat-ayat itu adalah sihir, sebenarnya mencerminkan suatu pengakuan dari mereka, bahwa ayat-ayat tersebut adalah suatu yang menakjubkan mereka dan mereka merasa tidak mampu untuk menandinginya. Hanya saja, karena mereka ingin menghalangi orang lain untuk mendengarkan ayat-ayat tersebut serta mengambil pelajaran daripadanya, maka mereka menamakannya sihir, supaya orang lain menjauhinya. 
Dapat disimpulkan, bahwa kaum musyrikin itu menyerang kenabian Muhammad saw. dengan dua cara. Pertama dengan mengatakan bahwa Rasul haruslah dari kalangan malaikat, bukan dari kalangan manusia; padahal Muhammad adalah manusia juga, karena mempunyai sifat dan tingkah laku yang sama dengan manusia lainnya. Kedua, dengan mengatakan bahwa ayat-ayat yang disampaikannya adalah semacam sihir, bukan wahyu dari Allah. 
Kedua macam tuduhan itu mereka rahasiakan di antara sesama mereka sendiri, sebagai suatu usaha diskusi di antara mereka untuk mencari jalan yang paling tepat untuk meruntuhkan agama Islam. Dan sudah menjadi kecenderungan bagi manusia, bahwa mereka tidak akan mengajak, musuh-musuh mereka berunding dalam mencari upaya untuk merusak dan membinasakan musuh-musuh itu.

Berkatalah Muhammad (kepada mereka: `Tuhanku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui`.(QS. 21:4)

قَالَ رَبِّي يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (4) 
Allah SWT. menjelaskan pada ayat ini, bahwa dalam menanggapi tuduhan dan serangan kaum musyrikin ini, Rasulullah saw. menegaskan bahwa Tuhannya, mengetahui semua perkataan yang diucapkan makhluk-makhluk-Nya, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi, baik kata-kata yang diucapkan dengan terang-terangan maupun yang dirahasiakan, karena Dialah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui. Oleh sebab itu walaupun kaum musyrik itu merahasiakan rencana jahat mereka, Allah tetap mengetahuinya dan Dia akan memberikan balasan kepada mereka berupa azab dan siksa. Dengan demikian jelaslah, bahwa ayat, ini berisi suatu ancaman terhadap kaum musyrikin.

Bahkan mereka berkata (pula): ` (Al quran itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair, maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu diutus`.(QS. 21:5)

بَلْ قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلَامٍ بَلِ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ شَاعِرٌ فَلْيَأْتِنَا بِآيَةٍ كَمَا أُرْسِلَ الْأَوَّلُونَ (5) 
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan, bahwa kejahatan kaum musyrikin itu tidak hanya sekadar mengatakan bahwa Muhammad bukan Rasul dan Alquran itu adalah sihir, bahkan lebih dari itu, mereka mengatakan bahwa Alquran adalah merupakan mimpi-mimpi yang kalut. Bahkan yang lain berkata bahwa Alquran hanyalah sesuatu yang diada-adakan oleh Muhammad sendiri. Bahkan di antara mereka ada pula yang mengatakan, bahwa Muhammad adalah seorang penyair. Di samping itu mereka menuntut dari Muhammad saw. suatu mukjizat yang lain daripada Alquran, seperti yang diperlihatkan oleh Rasul-rasul yang terdahulu. Padahal Alquran itulah mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad. 
Pendek kata mereka tidak mengetahui bahwa Alquran adalah wahyu Allah kepada Muhammad Saw. Dan mereka tidak mengakui bahwa Alquran adalah mukjizat yang dikaruniakan Allah kepadanya sebagai bukti dari kenabian dan kerasulannya. 
Barang siapa yang berhati jujur serta mempunyai pengetahuan tentang bahasa Arab dan sastranya yang tinggi, niscaya akan mengakui bahwa bahasa dan isi ayat-ayat Alquran adalah suatu yang sangat menakjubkan. Akan tetapi, kaum musyrikin telah memutar balikkan kenyataan ini. Mereka mengatakan bahwa Alquran adalah merupakan isi mimpi-mimpi yang kalut, kemudian mereka katakan pula bahwa Muhammad adalah penyair. Padahal sebelumnya mereka telah mengatakan bahwa Alquran mempunyai daya tarik yang luar bisa, seperti sihir. Dengan demikian nyatalah, bahwa yang sebenarnya kalut adalah pikiran mereka sendiri, bukan Alquran.

Tidak ada (penduduk) suatu negeripun yang beriman yang Kami telah membinasakannya sebelum mereka; maka apakah mereka akan beriman?(QS. 21:6)

مَا آمَنَتْ قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا أَفَهُمْ يُؤْمِنُونَ (6) 
Setelah menceritakan bermacam-macam tuduhan dan tuntutan kaum musyrikin yang tersebut pada ayat-ayat yang lalu, maka dalam ayat ini Allah SWT. menegaskan, bahwa andai kata tuntutan mereka dikabulkan, namun mereka tidak akan beriman juga. Kenyataan ini telah terjadi pada kaum musyrikin pada masa-masa sebelumnya Mereka juga tidak beriman kendatipun tuntutan mereka dikabulkan. Itulah sebabnya Allah telah membinasakan mereka. lalu apa alasannya untuk tidak mengabulkan tuntutan kaum musyrikin yang ada sekarang. Allah telah mengetahui bahwa mereka juga tidak akan beriman. Dan Sunah Allah tidak akan berubah, siapa yang zalim, pasti akan binasa. Maka kaum musyrikin Quraisy yang tidak beriman kepadamu itu, Hai Muhammad dan yang berlaku zalim itu juga pasti akan binasa.

Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.(QS. 21:7)

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (7) 
Pada ayat yang lalu Allah SWT. telah menegaskan bahwa kaum musyrikin itu tidak juga akan beriman, walaupun permintaan mereka mendatangkan mukjizat yang lain dari Alquran itu dipenuhi Maka. dalam ayat ini Allah SWT. menegaskan pula bahwa sebenarnya tidaklah ada alasan bagi kaum musyrikin Mekah itu untuk mengingkari bahwa Rasul-rasul Allah adalah manusia biasa, sebab semua rasul-rasul yang diutus-Nya sebelum Nabi Muhammad semuanya adalah manusia-manusia yang telah diberi-Nya wahyu. Kemudian Allah SWT. menjelaskan lagi bahwa kalau mereka tidak mengetahui bahwa para Rasul yang diutus Allah adalah manusia bukan malaikat, mereka boleh bertanya kepada orang-orang yang mengetahui baik dari kalangan kaum yahudi maupun Nasrani, sebab mereka itu mengetahui masalah tersebut dan tidak pernah mengingkarinya 
Dalam ayat yang lain Allah SWT. menyuruh Nabi Muhamniad mengatakan kepada kaum musyrikin itu bahwa dia adalah manusia. Berfirman Allah: 

قل إنما أنا بشر مثلكم يوحى إلي أنما إلهكم إله واحد 
Artinya: 
Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku; "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa". (Q.S Al Kahfi: 110) 
Jadi Nabi Muhammad bukanlah terkecuali dari para Rasul yang sebelumnya.

Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.(QS. 21:8)

وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ (8) 
Kaum musyrikin juga menyerang Rasulullah, di mana mereka menyinggung sifat-sifat kemanusiaan yang terlihat pada diri Rasulullah saw, sehingga mereka mengatakan, "Mengapa Rasul itu juga memakan makanan (seperti manusia lainnya), serta berjalan di pasar-pasar (untuk berdagang), sebagai yang disebutkan dalam surah Al Furqan, ayat 7. Maka dalam ayat ini Allah SWT. menjawab, "Memang Kami tidak menjadikan mereka itu tubuh-tubuh yang tidak memakan makanan dan tidak pula Kami jadikan mereka itu orang-orang yang kekal abadi, karena mereka itu adalah manusia juga, yang memerlukan makanan, minuman, tidur dan hidup berumah tangga. Hanya saja Allah telah memilih mereka untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia dan diberinya wahyu yang berisi petunjuk dan bimbingan, untuk mengeluarkan umatnya dari kegelapan kekafiran kepada cahaya iman yang terang benderang.

Kemudian Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan) kepada mereka. Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas.(QS. 21:9)

ثُمَّ صَدَقْنَاهُمُ الْوَعْدَ فَأَنْجَيْنَاهُمْ وَمَنْ نَشَاءُ وَأَهْلَكْنَا الْمُسْرِفِينَ (9) 
Allah SWT. menjanjikan kepada setiap Rasul yang diutusnya, bahwa Dia akan menyelamatkan bersama para pengikutnya yang telah beriman; dan di samping itu, Allah SWT. juga berjanji akan membinasakan kaum kafir dan para pendurhaka di antara kaumnya. Hal ini diterangkan dengan jelas dalam surah Hud, yang berisi kisah-kisah tentang para Nabi dan Rasul. Maka dalam ayat ini Allah SWT. menegaskan bahwa Dia telah menepati janji-Nya itu kepada Rasul-rasul yang terdahulu itu, sehingga mereka bersama umat mereka telah diselamatkan-Nya dari kelaliman kaum kafir dan musyrik yang mengingkari agama-Nya, serta mendustakan Rasul-rasul-Nya. Demikianlah balasan yang layak untuk mereka Dan janji semacam itupun akan ditepati-Nya pula terhadap Nabi Muhammad beserta kaum Muslimin.

Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?(QS. 21:10)

لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (10) 
Dalam ayat ini Allah SWT. menghadapkan firman-Nya kepada seluruh umat manusia, bahwa Dia telah menemukan kitab Alquran ini, yang disebutkan di dalamnya hal ihwal dan faktor-faktor yang menggambarkan kemuliaan kepada mereka baik di dunia maupun di akhirat kelak. Sebab itu selayaknyalah mereka memahami isinya serta mengamalkan dengan cara yang sebaik-baiknya.

Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya).(QS. 21:11)

وَكَمْ قَصَمْنَا مِنْ قَرْيَةٍ كَانَتْ ظَالِمَةً وَأَنْشَأْنَا بَعْدَهَا قَوْمًا آخَرِينَ (11) 
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa sudah banyak negeri-negeri yang penduduknya zalim, telah dibinasakan, kemudian digantinya penduduk negeri itu dengan kaum yang beriman dan beramal saleh. 
Sehubungan dengan ini, Allah SWT. telah berfirman dalam ayat yang lain sebagai berikut: 

وكم أهلكنا من القرون من بعد نوح 
Artinya: 
Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. (Q.S Al Isra': 17) 
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain: 

فكأين من قرية أهلكناها وهي ظالمة فهي خاوية على عروشها 
Artinya: 
Berapalah banyaknya kota yang telah Kami binasakan, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya. (Q.S Al Hajj: 45)

Maka tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka lari tergesa-gesa daripadanya.(QS. 21:12)

فَلَمَّا أَحَسُّوا بَأْسَنَا إِذَا هُمْ مِنْهَا يَرْكُضُونَ (12) 
Selanjutnya, dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bagaimana keadaan kaum kafir itu pada waktu terjadinya malapetaka tersebut; yaitu: bahwa setelah mereka itu yakin bahwa azab Allah pasti akan menimpa diri mereka, sebagaimana yang telah diperingatkan oleh para Nabi dan Rasul kepada mereka, maka larilah mereka dalam keadaan tunggang langgang, padahal dahulunya mereka dengan penuh kesombongan berkata kepada Rasul-rasul mereka, "Kami pasti akan mengusir kamu dari negeri kami ini, atau kamu pasti akan kembali kepada agama kami. Sekarang sebaliknya merekalah yang terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka, melarikan diri dari azab Allah.

Janganlah kamu lari tergesa-gesa; kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik), supaya kamu ditanya.(QS. 21:13)

لَا تَرْكُضُوا وَارْجِعُوا إِلَى مَا أُتْرِفْتُمْ فِيهِ وَمَسَاكِنِكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْأَلُونَ (13) 
Pada ayat ini Allah menjelaskan, bahwa ketika mereka itu sedang lari untuk menyelamatkan diri dari malapetaka itu, dianjurkan kepada mereka, supaya mereka kembali ke tempat semula, di mana mereka telah merasakan nikmat Allah, untuk kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada mereka, sebagai pertanggungjawaban kepada Allah.

Mereka berkata: `Aduhai, celaka kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim`.(QS. 21:14)

قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (14) 
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan apa jawaban kaum kafir itu terhadap anjuran orang-orang mukmin tersebut di atas ialah bahwa ketika itu mereka melahirkan rasa penyesalan, serta pengakuan atas kelaliman yang telah mereka perbuat selama ini. Mereka berkata, "Aduhai, celaka sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim". 
Akan tetapi, pengakuan dan penyesalan itu sudah tak berguna lagi. Azab Allah tak dapat dielakkan lagi. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna

Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi.(QS. 21:15)

فَمَا زَالَتْ تِلْكَ دَعْوَاهُمْ حَتَّى جَعَلْنَاهُمْ حَصِيدًا خَامِدِينَ (15) 
Allah SWT. menegaskan dalam ayat ini, senantiasa mereka mengulangi keluhan yang semacam itu, namun azab-Nya telah menimpa dan membinasakan mereka, sehingga jadilah mereka seperti tanaman yang telah dituai, rusak binasa dan tak mungkin hidup kembali

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.(QS. 21:16)

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ (16) 
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi serta semua yang terdapat di antaranya, tidaklah untuk maksud yang percuma atau main-main, melainkan dengan tujuan yang benar, yang sesuai dengan hikmah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna. 
Pernyataan ini merupakan tangkisan terhadap sikap dan perbuatan kaum kafir yang mengingkari kenabian Muhammad saw, serta kemukjizatan Alquran. Karena. tuduhan-tuduhan yang mereka lemparkan kepadanya yaitu, bahwa Alquran adalah buatan Muhammad, bukan wahyu dan mukjizat yang diturunkan Allah kepadanya adalah berarti bahwa mereka tidak mengakui ciptaan Allah dan seakan-akan Allah menciptakan sesuatu hanya untuk main-main dan tidak mempunyai tujuan yang benar dan luhur. Padahal Allah menciptakan langit dan bumi dan seisinya dan yang ada di antaranya, adalah agar manusia menyembah-Nya dan berusaha untuk mengenal-Nya melalui ciptaan-Nya itu. Akan tetapi maksud tersebut barulah dapat tercapai dengan sempurna apabila penciptaan alam itu disusuli dengan penurunan Kitab yang memberikan petunjuk dan dengan mengutus para Rasul untuk membimbing manusia. Dan Alquran, selain menjadi petunjuk bagi manusia, juga berfungsi sebagai mukjizat terbesar bagi Muhammad saw, untuk membuktikan kerasulannya. Oleh sebab itu, orang-orang yang mengingkari kerasulan Muhammad dengan sendirinya berarti mereka menganggap bahwa Allah menciptakan alam ini dengan sia-sia, tanpa adanya tujuan dan hikmah yang luhur, tanpa ada manfaat dan kegunaannya. 
Apabila manusia mau memperhatikan apa-apa yang di bumi ini, baik yang terdapat di permukaannya, maupun yang tersimpan dalam perut bumi itu, niscaya ia akan menemukan banyak keajaiban yang menunjukkan kekuasaan Allah. Dan jika ia yakin, bahwa kesemuanya itu diciptakan Allah untuk kemaslahatan dan kemajuan hidup manusia sendiri, maka ia akan merasa bersyukur kepada Allah dan meyakini bahwa semuanya itu diciptakan Allah berdasar tujuan yang luhur karena semuanya memberikan faedah yang tak terhitung banyaknya. Bila manusia sampai kepada keyakinan semacam itu, sudah pasti ia tidak akan mengingkari Alquran dan tidak akan menolak kerasulan Nabi Muhammad saw. 
Senapas dengan isi ayat ini, Allah telah berfirman dalam ayat-ayat yang lain. 

وما خلقنا السماء والأرض باطلا ذلك ظن الذين كفروا فويل للذين كفروا من النار 
Artinya: 
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah, yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir maka celakalah orang-orang kafir itu, karena mereka akan masuk neraka. (Q.S Sad: 27) 
Dan firman Allah lagi: 

ما خلقناهما إلا بالحق 
Artinya: 
Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan hak. (Q.S Ad Dukhan: 39)

Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukannya).(QS. 21:17)

لَوْ أَرَدْنَا أَنْ نَتَّخِذَ لَهْوًا لَاتَّخَذْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا إِنْ كُنَّا فَاعِلِينَ (17) 
Untuk memahami sehabis-habisnya anggapan orang-orang kafir yang keliru itu, maka dalam ayat ini Allah menambah keterangan bahwa jika seandainya Allah menciptakan alam ini dengan maksud main-main, niscaya Allah dapat saja menciptakan permainan-permainan yang sesuai dengan sifat-sifat keangan-anganan-Nya, sebagai perbuatan raja-raja yang mendirikan istana yang megah-megah dengan singgasana dan tempat-tempat tidur yang empuk. Akan tetapi Allah tidak bermaksud demikian dan tidak akan berbuat semacam itu. Dia menciptakan langit dan bumi itu adalah untuk kebahagiaan hidup manusia dan untuk dijadikan sarana berpikir bagi manusia agar dengan demikian meyakini keagungan Khalik-Nya. maka Allah menciptakan langit dan bumi adalah dengan hikmah dan tujuan yang tinggi, sesuai dengan ketinggian martabat-Nya. Sifat main-main dan bersantai-santai adalah sifat makhluk, bukan sifat Allah. 
Manusia juga termasuk ciptaan Allah yang telah diciptakan-Nya berdasarkan hikmah dan tujuan yang mulia dan diberinya kelebihan dari makhluk-makhluk-Nya yang lain. Oleh karena itu manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan Allah akan memberinya balasan pahala atau siksa, sesuai dengan baik dan buruknya perbuatan manusia itu. 
Sebagian mufasirin menafsirkan "لَهْوًا" dalam ayat ini dengan arti "anak".jadi menurut mereka : Jika Allah hendak mengambil anak tentu diambil-Nya dari golongan makhluk-Nya yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya, yaitu dari golongan malaikat, umpamanya sebagaimana firman Allah dalam ayat-ayat lain: 

لو أراد الله أن يتخذ ولدا لاصطفى مما يخلق ما يشاء 
Artinya: 
Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa di kehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan Nya". (Q.S Az Zumar: 4) 
Akan tetapi mempunyai anak: istri dan keturunan bukanlah termasuk sifat, Allah, melainkan sifat-sifat makhluk-Nya; sedang Allah tidak: sama dengan makhluk-Nya. Oleh sebab itu Allah tidak beranak. Maka anggapan sebagian manusia bahwa Allah mempunyai anak, adalah anggapan yang tidak benar.

Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).(QS. 21:18)

بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ (18) 
Dalam ayat ini Allah SWT. menegaskan bahwa Dia membasmi kebatilan itu dengan kebenaran. Allah melemparkan kebenaran kepada kebatilan, sehingga kebenaran itu menghancurkan kebatilan tersebut, sampai lenyap sama sekali. 
Yang dimaksud dengan kebatilan di sini ialah sifat-sifat dan perbuatan yang percuma dan tak berguna, termasuk sifat main-main dan berolok-olok. Sedang yang dimaksud dengan kebenaran di sini, ialah sifat-sifat dan perbuatan yang bersungguh-sungguh dun bermanfaat. 
Pada akhir ayat ini Allah memberikan peringatan keras kepada kaum kafir, bahwa azab malapetaka disediakan-Nya untuk mereka, karena mereka telah menghubungkan sifat-sifat yang jelek kepada-Nya yaitu sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya, misalnya: bermain-main dalam menciptakan makhluk-Nya. atau bahwa Allah mempunyai anak dan istri, atau lain-lainnya.

Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.(QS. 21:19)

وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِنْدَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ (19) 
Setelah pada ayat yang lalu Allah menjelaskan tuduhan yang tidak benar dari orang-orang kafir terhadap-Nya dan terhadap Rasul serta kitab suci-Nya, maka dalam ayat ini Allah kembali mengingatkan tentang kekuasaan-Nya yang mutlak, baik di langit maupun di bumi, yaitu bahwa Dialah yang menciptakan, menguasai, mengatur, mengelola, menghidupkan, mematikan, memberikan pahala dan menimpakan azab terhadap makhluk-Nya. Tidak ada selain Allah yang mempunyai wewenang dan hak untuk campur tangan dalam masalah tersebut. Demikian pula kekuasaan-Nya terhadap makhluk-makhluk-Nya yang berada di sisi-Nya, yaitu para malaikat muqarrabin, yang diberi-Nya kedudukan yang mulia, patuh dan taat serta beribadah kepada-Nya tanpa henti-hentinya dan tiada merasa payah atau tetih dalam mengabdi kepada-Nya.

Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.(QS. 21:20)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Anbiyaa' 20
يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ (20)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bagaimana caranya para malaikat itu beribadah kepada-Nya, yaitu dengan Senantiasa bertasbih siang dan malam dengan tiada putus-putusnya.
Dalam ayat lain Allah berfirman tentang para malaikat ini:

لا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون
Artinya:
"Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S At Tahrim: 6)

Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Anbiyaa' 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar