1. Thaa haa.(QS. 20:1)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Thaahaa 1
طه (1)
Tha Ha, termasuk huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan beberapa surah Alquran. Ada dua hal yang perlu dibicarakan tentang huruf-huruf abjad yang disebutkan pada permulaan beberapa surah dari Alquranul Karim itu, yaitu apa yang dimaksud dengan huruf ini, dan apa hikmahnya menyebutkan huruf-huruf ini?
Tentang soal pertama, maka para mufassir berlainan pendapat, yaitu:
1. Ada yang menyerahkan saja kepada Allah, dengan arti mereka tidak mau menafsirkan huruf-huruf itu. Mereka berkata, "Allah sajalah yang mengetahui maksudnya." Mereka menggolongkan huruf-huruf itu ke dalam golongan ayat-ayat mutasyabihat.
2. Ada yang menafsirkannya. Mufassirin yang menafsirkannya ini berlain-lain pula pendapat mereka, yaitu:
a. Ada yang berpendapat bahwa huruf-huruf itu adalah isyarat (keringkasan dari kata-kata), umpamanya Alif Lam Mim. Maka "Alif" adalah keringkasan dari "Allah", "Lam" keringkasan dari "Jibril", dan "Mim" keringkasan dari Muhammad, yang berarti bahwa Alquran itu datangnya dari Allah, disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad. Pada Alif Lam Ra; "Alif" keringkasan dari "Ana", "Lam" keringkasan dari "Allah" dan "Ra" keringkasan dari "Ar-Rahman", yang berarti: Saya Allah Yang Maha Pemurah.
b. Ada yang berpendapat bahwa huruf-huruf itu adalah nama dari surah yang dimulai dengan huruf-huruf itu.
c. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan huruf-huruf abjad ini adalah huruf-huruf abjad itu sendiri. Maka yang dimaksud dengan "Alif" adalah "Alif", yang dimaksud dengan "Lam" adalah "Lam", yang dimaksud dengan "Mim" adalah "Mim", dan begitu seterusnya.
d. Huruf-huruf abjad itu untuk menarik perhatian.
Menurut para mufassir ini, huruf-huruf abjad itu disebut Allah pada permulaan beberapa surah dari Alquranul Karim, hikmahnya adalah untuk "menantang". Tantangan itu bunyinya kira-kira begini: Alquran itu diturunkan dalam bahasa Arab, yaitu bahasa kamu sendiri, yang tersusun dari huruf-huruf abjad, seperti Alif Lam Mim Ra, Ka Ha Ya Ain Shad, Qaf, Tha Sin dan lain-lainnya. Maka kalau kamu sekalian tidak percaya bahwa Alquran ini datangnya dari Allah dan kamu mendakwakan datangnya dari Muhammad, yakni dibuat oleh Muhammad sendiri, maka cobalah kamu buat ayat-ayat yang seperti ayat Alquran ini. Kalau Muhammad dapat membuatnya tentu kamu juga dapat membuatnya."
Maka ada "penantang", yaitu Allah, dan ada "yang ditantang", yaitu bahasa Arab, dan ada "alat penantang", yaitu Alquran. Sekalipun mereka adalah orang-orang yang fasih berbahasa Arab, dan mengetahui pula seluk-beluk bahasa Arab itu menurut naluri mereka, karena di antara mereka itu adalah pujangga-pujangga, penyair-penyair dan ahli-ahli pidato, namun demikian mereka tidak bisa menjawab tantangan Alquran itu dengan membuat ayat-ayat seperti Alquran. Ada juga di antara mereka yang memberanikan diri untuk menjawab tantangan Alquran itu, dengan mencoba membuat kalimat-kalimat seperti ayat-ayat Alquran itu, tetapi sebelum mereka ditertawakan oleh orang-orang Arab itu, lebih dahulu mereka telah ditertawakan oleh diri mereka sendiri.
Para mufassir dari golongan ini, yakni yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu disebut oleh Allah pada permulaan beberapa surah dari Alquran untuk menantang bangsa Arab itu, mereka sampai kepada pendapat itu adalah dengan "istiqra" artinya menyelidiki masing-masing surah yang dimulai dengan huruf-huruf abjad itu. Dengan penyelidikan itu mereka mendapat fakta-fakta sebagai berikut:
1. Surah-surah yang dimulai dengan huruf-huruf abjad ini adalah surah-surah Makiyah (diturunkan di Mekah), selain dari dua buah surah saja yang Madaniyah (diturunkan di Madinah), yaitu surah Al-Baqarah yang dimulai dengan Alif Lam Mim dan surah Ali Imran yang dimulai dengan Alif Lam Mim juga. Sedang penduduk Mekah itulah yang tidak percaya bahwa Alquran itu adalah dari Tuhan, dan mereka mendakwakan bahwa Alquran itu buatan Muhammad semata-mata.
2. Sesudah menyebutkan huruf-huruf abjad itu ditegaskan bahwa Alquran itu diturunkan dari Allah, atau diwahyukan oleh-Nya. Penegasan itu disebutkan oleh Allah secara langsung atau tidak langsung. Hanya ada 9 surah yang dimulai dengan huruf-huruf abjad itu yang tidak disebutkan sesudahnya penegasan bahwa Alquran itu diturunkan dari Allah.
3. Huruf-huruf abjad yang disebutkan itu adalah huruf-huruf abjad yang banyak terpakai dalam bahasa Arab.
Dari ketiga fakta yang didapat dari penyelidikan itu, mereka menyimpulkan bahwa huruf-huruf abjad itu didatangkan oleh Allah pada permulaan beberapa surah dari Alquranul Karim itu adalah untuk "menantang" bangsa Arab agar membuat ayat-ayat seperti ayat-ayat Alquran itu, bila mereka tidak percaya bahwa Alquran itu, datangnya dari Allah dan mendakwakan bahwa Alquran itu buatan Muhammad semata-mata sebagai yang disebutkan di atas. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa para mufassir yang mengatakan bahwa huruf-huruf abjad ini didatangkan Allah untuk "tahaddi" (menantang) adalah memakai tariqah (metode) ilmiah, yaitu "menyelidiki dari contoh-contoh, lalu menyimpulkan daripadanya yang umum". Tariqah ini disebut "Ath-Thariqat Al-Istiqra'iyah" (metode induksi).
Ada mufassir yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad ini didatangkan oleh Allah pada permulaan beberapa surah-surah Alquranul Karim untuk menarik perhatian. Memulai pembicaraan dengan huruf-huruf abjad adalah suatu cara yang belum dikenal oleh bangsa Arab di waktu itu, karena itu maka hal ini menarik perhatian mereka.
Tinjauan terhadap pendapat-pendapat ini:
1. Pendapat yang pertama yaitu menyerahkan saja kepada Allah karena Allah sajalah yang mengetahui, tidak diterima oleh kebanyakan mufassirin ahli-ahli tahqiq (yang menyelidiki secara mendalam). (Lihat Tafsir Al-Qasimi j.2, hal. 32)
Alasan-alasan mereka ialah:
a. Allah sendiri telah berfirman dalam Alquran:
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (195)
Artinya:
Dengan bahasa Arab yang jelas.
(Q.S. Asy Syu'ara': 195)
Maksudnya Alquran itu dibawa oleh Jibril kepada Muhammad dalam bahasa Arab yang jelas. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa ayat-ayat dalam Alquran itu adalah "jelas", tak ada yang tidak jelas, yang tak dapat dipahami atau dipikirkan, yang hanya Allah saja yang mengetahuinya.
b. Di dalam Alquran ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Alquran itu menjadi petunjuk bagi manusia. Di antaranya firman Allah:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2)
Artinya:
Kitab Alquran ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
(Q.S. Al-Baqarah: 2)
Firman-Nya lagi:
قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (97)
Artinya:
....dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
(Q.S. Al-Baqarah: 97)
Firman-Nya lagi:
هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (138)
Artinya:
(Alquran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
(Q.S. Ali Imran: 138)
Dan banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan bahwa Alquran itu adalah petunjuk bagi manusia. Sesuatu yang fungsinya menjadi "petunjuk" tentu harus jelas dan dapat dipahami. Hal-hal yang tidak jelas tentu tidak dijadikan petunjuk.
c. Dalam ayat yang lain Allah berfirman pula:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (17)
Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?
(Q.S. Al-Qamar: 17, 22, 32, dan 40)
2.
a. Pendapat yang menafsirkan bahwa huruf-huruf abjad itu adalah keringkasan dari suatu kalimat. Pendapat ini juga banyak para mufassir yang tidak dapat menerimanya.
Keberatan mereka ialah: tidak ada kaidah-kaidah atau patokan-patokan yang tertentu untuk ini, sebab itu para mufassir yang berpendapat demikian berlain-lainan pendapatnya dalam menentukan kalimat-kalimat itu. Maka di samping pendapat mereka bahwa Alif Lam Mim artinya ialah: Allah, Jibril, Muhammad, ada pula yang mengartikan "Allah, Latifun, Maujud" (Allah Maha Halus lagi Ada). (Dr. Mahmud Syaltut, Tafsir al Qur'anul Karim, hal. 73)
b. Pendapat yang menafsirkan bahwa huruf-huruf abjad yang terdapat pada permulaan beberapa surah ini adalah nama surah, juga banyak pula para mufassir yang tidak dapat menerimanya. Alasan mereka ialah: bahwa surah-surah yang dimulai dengan huruf-huruf itu kebanyakannya adalah mempunyai nama yang lain, dan nama yang lain itulah yang terpakai. Umpamanya surah Al-Baqarah, Ali Imran, Maryam dan lain-lain. Maka kalau betul huruf-huruf itu adalah nama surah, tentu nama-nama itulah yang akan dipakai oleh para sahabat Rasulullah dan kaum muslimin sejak dari dahulu sampai sekarang.
Hanya ada empat buah surah yang sampai sekarang tetap dinamai dengan huruf-huruf abjad yang terdapat pada permulaan surah-surah itu, yaitu: Surah Thaha, surah Yasin, surah Shad dan surah Qaf. (Dr. Mahmud Syaltut, Tafsir al Qur'anul Karim, hal. 73)
c. Pendapat yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan huruf-huruf abjad itu sendiri, dan abjad-abjad ini didatangkan oleh Allah ialah untuk "menantang" (tahaddi). Inilah yang dipegang oleh sebahagian mufassirin ahli tahqiq. (Di antaranya: Az Zamakhsyari, Al Baidawi, Ibnu Taimiah, dan Hafizh Al Mizzi, lihat Rasyid Rida, Tafsir Al Manar jilid 8, hal. 303 dan Dr Shubhi As Salih, Mabahis Ulumi Qur'an, hal 235. Menurut An Nasafi: pendapat bahwa huruf abjad ini adalah untuk menantang patut diterima. Lihat Tafsir An Nasafi, hal. 9)
d. Pendapat yang menafsirkan bahwa huruf-huruf abjad ini adalah untuk "menarik perhatian" (tanbih) pendapat ini juga diterima oleh ahli tahqiq. (Tafsir Al Manar jilid 8 hal. 209-303)
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa "yang dimaksud dengan huruf-huruf abjad yang disebutkan oleh Allah pada permulaan beberapa surat dari Alquran hikmahnya adalah untuk "menantang" bangsa Arab serta menghadapkan perhatian manusia kepada ayat-ayat yang akan dibacakan oleh Nabi Muhammad saw."
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Thaahaa 1
طه (1)
(Tha Ha) hanya Allahlah yang mengetahui maksudnya
2. Kami tidak menurunkan Al quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;(QS. 20:2)
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2)
Diriwayatkan oleh Muqatil bahwa Abu Jahal, Walid bin Mugirah, Mut'im bin 'Adiyy dan Nadr bin Haris berkata kepada Rasulullah saw, "Sesungguhnya engkau Muhammad akan mengalami kesulitan karena engkau meninggalkan agama nenek moyangmu". Rasulullah saw. menjawab, "Tidak! bahkan saya diutus Allah SWT. sebagai rahmat dari Tuhan seru sekalian alam". Ucapan Rasulullah itu ditentang oleh mereka, katanya , "Tidak! tetapi benar-benar engkau akan mengalami kesulitan", maka turunlah ayat ini untuk menolak anggapan keliru mereka, sekaligus memberitahu kepada Muhammad saw. bahwa agama Islam itu, adalah satu-satunya jalan untuk mencapai keberuntungan dan kebahagiaan.
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Alquran itu diturunkan bukanlah untuk menyusahkan dan mencelakakan. Bagi junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw, ayat ini adalah sebagai hiburan. Allah SWT. menegaskan bahwa Alquran itu diturunkan kepadanya bukanlah untuk menyusahkan dan memayahkannya, juga bukan untuk dipaksakan kepada orang-orang yang keras kepala, tetapi Alquran diturunkan kepadanya untuk disampaikan kepada umatnya dan untuk menjadi peringatan kepada mereka tentang perbuatannya yang sesat itu. Kalau tugas Nabi Muhammad itu telah dilaksanakan, dakwahnya telah dilakukan, tetapi umatnya masih juga membangkang dan tidak mau taat kepadanya, maka itu bukanlah urusan dia lagi, tetapi hal itu terserah kepada Allah SWT, karena kewajiban yang dibebankan atasnya, hanya menyampaikan apa yang menjadi tugasnya, sebagaimana firman Allah SWT:
فإن تولوا فإنما عليك البلاغ المبين
Artinya:
Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (Q.S An Nahl: 82)
Oleh karena itu, Muhammad tidak perlu merasa susah dan payah serta gelisah, apalagi akan membunuh diri, karena dakwahnya belum berhasil, umatnya tetap saja tidak mau beriman kepada apa yang telah disampaikannya sebagaimana digambarkan Allah SWT. di dalam firman-Nya.
فلعلك باخع نفسك على ءاثارهم إن لم يؤمنوا بهذا الحديث أسفا
Artinya:
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu, karena bersedih hati, sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Alquran). (Q.S Al Kahfi: 6)
Sejalan dengan ayat-ayat ini, firman Allah SWT.
كتاب أنزل إليك فلا يكن في صدرك حرج منه لتنذر به وذكرى للمؤمنين
Artinya:
Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir) dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Al A'raf: 2)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Thaahaa 2
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2)
(Kami tidak menurunkan Alquran ini kepadamu) hai Muhammad (agar kamu menjadi susah) supaya kamu letih dan payah disebabkan apa yang kamu kerjakan sesudah ia diturunkan, sehingga kamu harus berkepanjangan berdiri di dalam melakukan salat malam. Maksudnya berilah kesempatan istirahat bagi dirimu.
3. tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),(QS. 20:3)
إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Alquran itu diturunkan untuk menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia. Manusia yang takut kepada Allah SWT. akan segera menerimanya dan bermanfaatlah peringatan dan pelajaran itu baginya. Sedang orang yang tidak takut kepada Allah, karena jiwanya beku, mempunyai hati yang membatu atau lebih keras lagi, tidak akan membekas sedikitpun peringatan dan pelajaran yang terkandung di dalam Alquran itu kepadanya. Mereka itu seakan-akan tuli, bisu dan buta tidak berakal, seperti halnya makhluk-makhluk yang lain. Mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka kelak. Seperti tersebut dalam firman Allah SWT:
ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن والإنس لهم قلوب لا يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم ءاذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم أضل أولئك هم الغافلون
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q.S Al A'raf: 179)
4. yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.(QS. 20:4)
تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَا (4)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Alquran yang dibawa oleh junjungan Nabi Besar Muhammad saw. diturunkan oleh Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, Yang Maha Kuasa atas segala apa yang Dia kehendaki. Dia-lah yang menciptakan bumi dan semua apa yang terdapat di dalamnya. Dia-lah yang menciptakan langit yang tinggi dengan segala isinya.
5. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy.(QS. 20:5)
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى (5)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Pencipta langit dan bumi itu, adalah Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arasy. Allah bersemayam di atas Arasy, janganlah sekali-kali digambarkan seperti halnya seorang manusia yang duduk di atas kursi atau di atas kendaraan atau di atas dipan umpamanya, karena menggambarkan yang seperti itu, berarti telah menyerupakan Khaliq dengan makhluk-Nya. Anggapan seperti ini, tidak dibenarkan sama sekali oleh ajaran Islam, sesuai dengan firman Allah SWT:
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
Artinya:
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Asy Syu'ara: 11)
Berkata Ibnu Kasir di dalam tafsirnya, bahwa jalan yang paling selamat mengenai hal ini, ialah jalan yang telah ditempuh oleh Ulama Salaf, yaitu mempercayai sebagaimana tercantum di dalam Alquran dan Sunah Rasul, bahwa Allah SWT. bersemayam di atas Arasy (duduk di atas takhta) hanya cara dan kaifiatnya tidak boleh disamakan dengan cara duduk yang kita ketahui, seperti halnya seorang duduk di atas kursi umpamanya. Hal itu sepenuhnya adalah termasuk wewenang Allah SWT. semata-mata, yang tidak dibenarkan sama sekali makhluk campur tangan di dalamnya.
6. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.(QS. 20:6)
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى (6)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara langit dan bumi, begitu juga semua yang ada di bawah tanah, baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui adalah kepunyaan Allah SWT. Dialah yang menguasai semuanya, mengatur dan berhak berbuat sekehendak-Nya. Dia-lah yang mengetahui segala yang ada, baik yang gaib maupun yang nyata. Tidak ada sesuatu yang bergerak, diam. berubah, tetap, dan lain-lain sebagainya kecuali dengan izin-Nya. sesuai dengan Kodrat Iradah-Nya. Firman Allah SWT:
قل كل من عند الله
Artinya:
Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah" (Q.S An Nisa': 78)
7. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.(QS. 20:7)
وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى (7)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa di waktu mengucapkan doa atau zikir, tidak mesti dengan suara keras. Bagi Allah SWT. sama saja apa itu dengan suara keras atau tidak. Allah SWT. mengetahui apa-apa yang dirahasiakan begitu juga yang lebih tersembunyi dari rahasia itu. seperti bisikan hati, atau lintasan sesuatu di dalam pikiran. Doa dan zikir diucapkan dengan lidah hanya untuk menggambarkan dan membayangkan artinya di dalam diri kita. Jadi tidak perlu dengan suara keras. kecuali ada hal-hal yang mengganggu kemantapan arti doa dan zikir itu di dalam hati, seperti dalam firman Allah SWT.
وأسروا قولكم أو اجهروا به إنه عليم بذات الصدور
Artinya:
Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (Q.S Al Mulk: 13)
Sejalan dengan ayat ini, firman Allah SWT:
واذكر ربك في نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول
Artinya:
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dari rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara. (Q.S Al A'raf: 205)
8. Dialah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaa ul husna (nama-nama yang baik).(QS. 20:8)
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى (8)
Sifat-sifat kesempurnaan yang disebut pada ayat-ayat sebelum ayat ini seperti sifat Pencipta sifat Rahman, Penguasa langit dan bumi, semua yang ada di antara langit dan bumi, begitu juga yang terdapat di bawah tanah, semuanya itu, Pemilik satu-satunya ialah Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa. Tiada Tuhan sebenarnya melainkan Dia. Tiada sekutu bagi-Nya. Pada akhir ayat ini, Allah SWT. menerangkan bahwa Dia mempunyai banyak nama. Semua nama itu baik, karena menunjukkan kepada kesempurnaan-Nya, keperkasaan dan ke-Agungan-Nya. Namun demikian, zat-Nya tetap, tidak terbilang. Di dalam hadis yang mutawatir, disebutkan bahwa Allah SWT. itu mempunyai 99 nama. Sabda Nabi Muhammad saw:
إن لله تسعا وتسعين اسما مائة إلا واحدا من أحصاها دخل الجن
Artinya:
Sesungguhnya Allah SWT. mempunyai 99 nama, seratus kurang satu. Siapa menghafalnya, masuk surga. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Diriwayatkan bahwa ketika Abu Jahal mendengar Nabi Muhammad saw. di dalam seruannya menyebut, "Ya Allah! Ya Rahman!", berkata Abu Jahal kepada Walid bin Mugirah, "Muhammad melarang kita menyeru bersama Allah dengan Tuhan yang lain, padahal dia sendiri menyeru Allah bersama Ar Rahman" maka turunlah ayat yang menegaskan bahwa Allah itu mempunyai banyak nama, sebagaimana firman Allah SWT:
قل ادعوا الله أو ادعوا الرحمن أيا ما تدعوا فله الأسماء الحسنىى
Artinya:
Katakanlah, "Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai Asmaul Husna" (nama-nama yang terbaik)". (Al Isra': 110)
9. Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?(QS. 20:9)
وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى (9)
Pada ayat ini Allah SWT. memulai kisah Musa a.s. dengan mengemukakan uraian sekan-akan bertanya kepada Nabi Muhammad saw. "Apakah telah sampai kepadanya bagaimana penerimaan kaumnya ketika permulaan wahyu diturunkan kepada Musa, dan ketika Allah berfirman kepadanya? Cara yang demikian itu dilakukan oleh Allah ialah untuk mengalihkan perhatian Muhammad saw. kepada apa yang akan disampaikan kepadanya. Telah menjadi kebiasaan orang Arab, apabila akan mengemukakan suatu berita atau kisah, maka pada permulaannya diuraikan dengan ucapan berbentuk pertanyaan, untuk menarik perhatian agar supaya pendengarannya mengikuti berita atau kisah itu dengan seksama, dengan penuh perhatian.
10. Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya:` Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu `.(QS. 20:10)
إِذْ رَأَى نَارًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى (10)
Diriwayatkan bahwa setelah habis masa perjanjian Musa menggembalakan kambing Syuaib mertuanya di Madyan, minta izinlah dia dari mertuanya untuk kembali ke Mesir, menemui ibunya yang telah ditinggalkan selama sepuluh tahun lebih. Setelah mendapat izin, berangkatlah Musa a.s. bersama keluarganya, menuju Mesir, dengan menghindari jalan biasa dan mengambil jalan di lereng, karena takut kalau-kalau keluarganya mendapat gangguan dari raja Syam. Setelah sampai di lembah Tuwa arah Barat dari gunung Tursina, istrinya melahirkan seorang anak, pada suatu malam yang gelap gulita, berhawa dingin yang menembus tulang dan di dalam keadaan sesat jalan. Untuk menghangatkan rasa dingin yang menusuk sampai ke tulang itu, agar mendapat penerangan di dalam suasana gelap gulita, Musa a.s. berusaha mendapatkan api, tetapi usahanya itu belum juga berhasil. Dengan tidak disangka-sangka, tiba-tiba terlihat olehnya api dari jauh di sebelah kiri jalanan. Maka berkatalah ia kepada keluarganya dengan rasa gembira, "Tinggallah kalian di sini dulu, sekarang saya melihat api dari jauh, dan saya akan ke sana. Mudah-mudahan dapat saya membawa api itu kemari, atau mendapat petunjuk daripadanya, untuk dapat keluar dari kesesatan jalan kita ini". Peristiwa seperti ini, dicantumkan juga dalam ayat yang lain di dalam Alquran, sebagaimana firman Allah SWT:
فلما قضى موسى الأجل وسار بأهله ءانس من جانب الطور نارا قال لأهله امكثوا إني ءانست نارا لعلي آتيكم منها بخبر وجذوة من النار لعلكم تصطلون
Artinya:
Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung. la berkata kepada keluarganya, "Tunggulah (di sini) sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu, atau (membawa) sesuluh api agar kamu menghangatkan badan". (Q.S Al Qasas: 29)
11. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil:` Hai Musa.(QS. 20:11)
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى (11)
Diriwayatkan bahwa Musa as, sampai ke tempat api, dia melihat api itu bercahaya putih bersih mengitari sebuah pohon berwarna hijau. Musa keheran-heranan melihat kejadian itu, karena cahaya api yang putih bersih itu, tidak mengurangi kehijauan warna pohon, begitu pula sebaliknya, warna hijau pohon itu tidak mengurangi cahaya putih api itu. Di kala itulah Musa as, mendengar suara memanggil, "Hai Musa".
12. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa.(QS. 20:12)
إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِي الْمُقَدَّسِ طُوًى (12)
Musa mendengar panggilan itu, ia terkejut dan ragu, dari mana datangnya suara itu. Untuk meyakinkan dia, suara panggilan itu disusul dengan suara, "Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dengan sempurna, dan dengan susunan tubuh yang seimbang, yang telah memeliharamu di rumah musuh Firaun, yang senantiasa mengawasimu sampai sekarang ini. Sekarang tanggalkanlah kedua alas kakimu untuk menghormati tempat di mana kamu berada, yaitu Suatu lembah bernama "Tuwa", lembah yang suci dan sangat dihormati.
13. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).(QS. 20:13)
وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى (13)
Pada ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa Dia telah memilih dan menetapkan Musa as. menjadi Nabi dan Rasul kepada manusia maka hendaklah ia mendengarkan apa yang akan diwahyukan kepadanya, menerima apa yang didatangkan kepadanya. Sejalan dengan ayat ini firman Allah SWT:
قال يا موسى إني اصطفيتك على الناس برسالاتي وبكلام
Artinya:
Allah berfirman, "Hai Musa! sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku". (Q.S Al A'raf: 144)
14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.(QS. 20:14)
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan wahyu yang utama dan terpenting ialah bahwa tiada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah SWT, tiada sekutu bagi-Nya, untuk menanamkan rasa tauhid, meng-Esakan Allah SWT, memantapkan pengakuan yang disertai dengan keyakinan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Oleh karena itu hanya Dialah satu-satunya yang wajib disembah, ditaati peraturan-peraturan-Nya, Tauhid ini, adalah pokok dari segala yang pokok, dan tauhid ini pulalah merupakan kewajiban pertama dan atau untuk diajarkan lebih dahulu kepada manusia, sebelum pelajaran-pelajaran agama yang lain.
Pada akhir ayat ini Allah SWT. menekankan supaya salat didirikan. Tentunya salat yang sesuai dengan perintah-Nya, lengkap dengan rukun-rukun dan syariat-syariatnya, untuk mengingat Allah SWT. dan berdoa memohon kepada-Nya dengan penuh ikhlas. Menyebut ibadat salat di sini secara khusus, menunjukkan keutamaan ibadat salat itu dibanding dengan ibadat-ibadat wajib yang lain, seperti puasa, zakat, haji dan lain-lain. Antara lain keutamaan ibadat salat itu, ialah apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tata tertib yang telah digariskan untuknya, ia akan mencegah seseorang dari perbuatan yang keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah SWT;
وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر
Artinya:
"Dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu, mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar". (Q.S Al Ankabut: 45)
Sebagian ahli Tafsir berpendapat bahwa penutup ayat ini, ditujukan kepada orang yang tidak menunaikan salat pada waktunya, apakah karena lupa atau lainnya, supaya melaksanakannya apabila ia sudah sadar dan mengingat perintah Allah yang ditinggalkan itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.
من نسي صلاة فليصلها إذا ذكرها فإن الله قال أقم الصلاة لذكري.
Artinya:
Barangsiapa lupa menunaikan salat maka hendaklah ia melakukannya apabila ia telah mengingatnya, karena Allah SWT. berfirman, "Dirikanlah salat untuk mengingat Aku (perintah-Ku)!". (H.R Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Dan sabdanya pula:
إذا رقد أحدكم أو غفل عنها فليصلها إذا ذكرها قال أقم الصلاة لذكري.
Artinya:
Apabila salah seorang kamu tidur sehingga tidak salat atau lupa salat hendaklah ia menunaikannya, apabila ia telah mengingatnya, karena sesungguhnya Allah SWT. berfirman, "Dan dirikanlah salat karena mengingat Aku". (H.R Bukhari dan Muslim dari Anas)
15. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.(QS. 20:15)
إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى (15)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Hari Kiamat itu pasti datang, tetapi Dia sengaja merahasiakan dan tidak menjelaskan waktunya, kapan Hari Kiamat itu terjadi. Sengaja Allah SWT. merahasiakan waktu terjadinya Hari Kiamat, agar dengan demikian manusia selalu berhati-hati dan waspada untuk menghadapinya. Dirahasiakannya hari kiamat itu kapan datangnya sama halnya dengan dirahasiakannya kapan matinya seseorang itu. Tidak ada seseorang manusia mengetahui kapan dan di mana ia akan mati, sebagaimana firman Allah SWT:
وما تدري نفس بأي أرض تموت
Artinya:
"Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati". (Q.S Luqman: 34)
Apabila seseorang mengetahui waktu matinya, kapan ajalnya sampai, tentunya ia akan berbuat semau hatinya, menurut hawa nafsunya, mengerjakan segala macam maksiat yang dikehendakinya. Nanti sesudah ajalnya mendekat barulah ia tobat dan Allah tentunya akan menerima tobatnya sesuai dengan janji-Nya. Allah itu tidak akan menyalahi janji-Nya, sebagaimana firman-Nya:
إن الله لا يخلف الميعاد
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. (Q.S Ali Imran: 9)
Tetapi kalau ia tidak tahu kapan matinya, tentunya ia selalu hati-hati. perintah dikerjakannya, larangan dijauhinya. Apabila ia berbuat maksiat, segera ia bertobat karena ia takut kalau-kalau matinya datang mendadak sebelum ia bertobat. Kesemuanya itu dirahasiakan oleh Allah SWT. untuk dapat dibalas nanti di Hari Kiamat tiap-tiap orang sesuai dengan amal perbuatannya di dunia ini. Kalau amalnya baik dibalas dengan baik, begitu pula sebaliknya, sebagaimana firman Allah SWT:
فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah pun niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula. (Q.S Al Zalzalah: 7-8)
Dan firman-Nya:
إنما تجزون ما كنتم تعملون
Artinya:
"Kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan". (Q.S At Tur: 16)
16. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa `.(QS. 20:16)
فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى (16)
Sekalipun ayat ini ditujukan kepada Musa as, tetapi itu pelajaran bagi kita semua. Allah SWT. menerangkan pada ayat ini, supaya kita jangan terbawa-bawa oleh pendirian orang-orang yang tidak percaya kepada hari kiamat, ingkar adanya hari berbangkit nanti dan lain-lain sebagainya. Kalau kita ikuti orang-orang yang mendustakan hari kiamat, yang hanya mementingkan hidup di dunia yang fana ini, orang-orang yang bergelimang dosa, menuruti hawa nafsunya, kita akan merugi dan menyesal. Harta kekayaan, kemewahan tidak akan dapat menolong kita kalau azab sudah ditimpakan oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT.:
وما يغني عنه ماله إدا تردى
Artinya:
"Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa". (Q.S Al Lail: 11)
17. Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?(QS. 20:17)
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى (17)
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT. menanyakan kepada Nabi Musa a.s. apa yang ada di tangan kanannya, padahal Dia mengetahuinya; maksudnya ialah untuk menjelaskan bahwa tongkat yang terbuat dari kayu itu yang pada hakikatnya tidak mempunyai arti yang penting dan manfaat yang banyak akan dijadikan oleh-Nya benda yang mempunyai kelebihan dan manfaat yang besar yang tidak pernah terlintas dalam pikiran sebagai mukjizat baginya seperti berubahnya tongkat itu menjadi ular merayap ke sana ke mari, dan bila dipukulkannya ke laut akan terbelah laut itu dan bila dipukulkan kepada batu akan memancarlah air dari padanya dan sekaligus kejadian-kejadian itu menunjukkan atas kesempurnaan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.
18. Berkata Musa:` Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya `.(QS. 20:18)
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى (18)
Pada ayat ini Allah SWT. menjelaskan jawaban Nabi Musa a.s. atas pertanyaan-Nya, dengan perincian sebagai berikut, "Tongkat ini saya pergunakan untuk bertelekan, di waktu berjalan atau lelah, menggugurkan daun-daunan untuk dimakan kambingku, dan masih banyak lagi keperluan-keperluan yang lain, seperti membawa bekal untuk mengusir binatang buas yang akan memakan kambingku. Dan kalau perlu saya letakkan di atas pundakku untuk menggantungkan busur panahku, bajuku dan lain-lain. Jawab Musa akhirnya dipersingkatnya dengan mengatakan, "Bagiku tongkat ini mempunyai keperluan-keperluan yang lain lagi" karena dia mengharapkan supaya pembicaraannya dengan Tuhannya dapat berlangsung lebih lama, dengan kemungkinan-kemungkinan adanya pertanyaan berikut dari Tuhan.
19. Allah berfirman:` Lemparkanlah ia, hai Musa! `(QS. 20:19)
قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى (19)
Setelah jawaban Musa itu selesai, ia diperintahkan oleh Allah SWT. supaya melemparkan tongkatnya.
20. Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.(QS. 20:20)
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (20)
Begitu Musa memenuhi perintah Allah, tongkatnya itu menjadi ular besar merayap dengan cepatnya dari suatu tempat ke tempat lain. Tidak keduanya dengan ular kecil yang gesit, sebagaimana firman Allah SWT:
فلما رآها تهتز كأنها جان ولى مدبرا ولم يعقب
Artinya:
Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak sepertinya seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Q.S An Naml: 10)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Thaahaa 20
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (20)
(Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular) yang sangat besar (yang merayap) yakni berjalan cepat dengan perutnya seperti ular kecil, di dalam ayat lain disebutkan Al Jaan, bukan Hayyatun.
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2)
Diriwayatkan oleh Muqatil bahwa Abu Jahal, Walid bin Mugirah, Mut'im bin 'Adiyy dan Nadr bin Haris berkata kepada Rasulullah saw, "Sesungguhnya engkau Muhammad akan mengalami kesulitan karena engkau meninggalkan agama nenek moyangmu". Rasulullah saw. menjawab, "Tidak! bahkan saya diutus Allah SWT. sebagai rahmat dari Tuhan seru sekalian alam". Ucapan Rasulullah itu ditentang oleh mereka, katanya , "Tidak! tetapi benar-benar engkau akan mengalami kesulitan", maka turunlah ayat ini untuk menolak anggapan keliru mereka, sekaligus memberitahu kepada Muhammad saw. bahwa agama Islam itu, adalah satu-satunya jalan untuk mencapai keberuntungan dan kebahagiaan.
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Alquran itu diturunkan bukanlah untuk menyusahkan dan mencelakakan. Bagi junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw, ayat ini adalah sebagai hiburan. Allah SWT. menegaskan bahwa Alquran itu diturunkan kepadanya bukanlah untuk menyusahkan dan memayahkannya, juga bukan untuk dipaksakan kepada orang-orang yang keras kepala, tetapi Alquran diturunkan kepadanya untuk disampaikan kepada umatnya dan untuk menjadi peringatan kepada mereka tentang perbuatannya yang sesat itu. Kalau tugas Nabi Muhammad itu telah dilaksanakan, dakwahnya telah dilakukan, tetapi umatnya masih juga membangkang dan tidak mau taat kepadanya, maka itu bukanlah urusan dia lagi, tetapi hal itu terserah kepada Allah SWT, karena kewajiban yang dibebankan atasnya, hanya menyampaikan apa yang menjadi tugasnya, sebagaimana firman Allah SWT:
فإن تولوا فإنما عليك البلاغ المبين
Artinya:
Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (Q.S An Nahl: 82)
Oleh karena itu, Muhammad tidak perlu merasa susah dan payah serta gelisah, apalagi akan membunuh diri, karena dakwahnya belum berhasil, umatnya tetap saja tidak mau beriman kepada apa yang telah disampaikannya sebagaimana digambarkan Allah SWT. di dalam firman-Nya.
فلعلك باخع نفسك على ءاثارهم إن لم يؤمنوا بهذا الحديث أسفا
Artinya:
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu, karena bersedih hati, sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Alquran). (Q.S Al Kahfi: 6)
Sejalan dengan ayat-ayat ini, firman Allah SWT.
كتاب أنزل إليك فلا يكن في صدرك حرج منه لتنذر به وذكرى للمؤمنين
Artinya:
Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir) dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Al A'raf: 2)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Thaahaa 2
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2)
(Kami tidak menurunkan Alquran ini kepadamu) hai Muhammad (agar kamu menjadi susah) supaya kamu letih dan payah disebabkan apa yang kamu kerjakan sesudah ia diturunkan, sehingga kamu harus berkepanjangan berdiri di dalam melakukan salat malam. Maksudnya berilah kesempatan istirahat bagi dirimu.
إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Alquran itu diturunkan untuk menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia. Manusia yang takut kepada Allah SWT. akan segera menerimanya dan bermanfaatlah peringatan dan pelajaran itu baginya. Sedang orang yang tidak takut kepada Allah, karena jiwanya beku, mempunyai hati yang membatu atau lebih keras lagi, tidak akan membekas sedikitpun peringatan dan pelajaran yang terkandung di dalam Alquran itu kepadanya. Mereka itu seakan-akan tuli, bisu dan buta tidak berakal, seperti halnya makhluk-makhluk yang lain. Mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka kelak. Seperti tersebut dalam firman Allah SWT:
ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن والإنس لهم قلوب لا يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم ءاذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم أضل أولئك هم الغافلون
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q.S Al A'raf: 179)
تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَا (4)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Alquran yang dibawa oleh junjungan Nabi Besar Muhammad saw. diturunkan oleh Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, Yang Maha Kuasa atas segala apa yang Dia kehendaki. Dia-lah yang menciptakan bumi dan semua apa yang terdapat di dalamnya. Dia-lah yang menciptakan langit yang tinggi dengan segala isinya.
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى (5)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Pencipta langit dan bumi itu, adalah Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arasy. Allah bersemayam di atas Arasy, janganlah sekali-kali digambarkan seperti halnya seorang manusia yang duduk di atas kursi atau di atas kendaraan atau di atas dipan umpamanya, karena menggambarkan yang seperti itu, berarti telah menyerupakan Khaliq dengan makhluk-Nya. Anggapan seperti ini, tidak dibenarkan sama sekali oleh ajaran Islam, sesuai dengan firman Allah SWT:
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
Artinya:
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Asy Syu'ara: 11)
Berkata Ibnu Kasir di dalam tafsirnya, bahwa jalan yang paling selamat mengenai hal ini, ialah jalan yang telah ditempuh oleh Ulama Salaf, yaitu mempercayai sebagaimana tercantum di dalam Alquran dan Sunah Rasul, bahwa Allah SWT. bersemayam di atas Arasy (duduk di atas takhta) hanya cara dan kaifiatnya tidak boleh disamakan dengan cara duduk yang kita ketahui, seperti halnya seorang duduk di atas kursi umpamanya. Hal itu sepenuhnya adalah termasuk wewenang Allah SWT. semata-mata, yang tidak dibenarkan sama sekali makhluk campur tangan di dalamnya.
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى (6)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara langit dan bumi, begitu juga semua yang ada di bawah tanah, baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui adalah kepunyaan Allah SWT. Dialah yang menguasai semuanya, mengatur dan berhak berbuat sekehendak-Nya. Dia-lah yang mengetahui segala yang ada, baik yang gaib maupun yang nyata. Tidak ada sesuatu yang bergerak, diam. berubah, tetap, dan lain-lain sebagainya kecuali dengan izin-Nya. sesuai dengan Kodrat Iradah-Nya. Firman Allah SWT:
قل كل من عند الله
Artinya:
Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah" (Q.S An Nisa': 78)
وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى (7)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa di waktu mengucapkan doa atau zikir, tidak mesti dengan suara keras. Bagi Allah SWT. sama saja apa itu dengan suara keras atau tidak. Allah SWT. mengetahui apa-apa yang dirahasiakan begitu juga yang lebih tersembunyi dari rahasia itu. seperti bisikan hati, atau lintasan sesuatu di dalam pikiran. Doa dan zikir diucapkan dengan lidah hanya untuk menggambarkan dan membayangkan artinya di dalam diri kita. Jadi tidak perlu dengan suara keras. kecuali ada hal-hal yang mengganggu kemantapan arti doa dan zikir itu di dalam hati, seperti dalam firman Allah SWT.
وأسروا قولكم أو اجهروا به إنه عليم بذات الصدور
Artinya:
Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (Q.S Al Mulk: 13)
Sejalan dengan ayat ini, firman Allah SWT:
واذكر ربك في نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول
Artinya:
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dari rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara. (Q.S Al A'raf: 205)
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى (8)
Sifat-sifat kesempurnaan yang disebut pada ayat-ayat sebelum ayat ini seperti sifat Pencipta sifat Rahman, Penguasa langit dan bumi, semua yang ada di antara langit dan bumi, begitu juga yang terdapat di bawah tanah, semuanya itu, Pemilik satu-satunya ialah Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa. Tiada Tuhan sebenarnya melainkan Dia. Tiada sekutu bagi-Nya. Pada akhir ayat ini, Allah SWT. menerangkan bahwa Dia mempunyai banyak nama. Semua nama itu baik, karena menunjukkan kepada kesempurnaan-Nya, keperkasaan dan ke-Agungan-Nya. Namun demikian, zat-Nya tetap, tidak terbilang. Di dalam hadis yang mutawatir, disebutkan bahwa Allah SWT. itu mempunyai 99 nama. Sabda Nabi Muhammad saw:
إن لله تسعا وتسعين اسما مائة إلا واحدا من أحصاها دخل الجن
Artinya:
Sesungguhnya Allah SWT. mempunyai 99 nama, seratus kurang satu. Siapa menghafalnya, masuk surga. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Diriwayatkan bahwa ketika Abu Jahal mendengar Nabi Muhammad saw. di dalam seruannya menyebut, "Ya Allah! Ya Rahman!", berkata Abu Jahal kepada Walid bin Mugirah, "Muhammad melarang kita menyeru bersama Allah dengan Tuhan yang lain, padahal dia sendiri menyeru Allah bersama Ar Rahman" maka turunlah ayat yang menegaskan bahwa Allah itu mempunyai banyak nama, sebagaimana firman Allah SWT:
قل ادعوا الله أو ادعوا الرحمن أيا ما تدعوا فله الأسماء الحسنىى
Artinya:
Katakanlah, "Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai Asmaul Husna" (nama-nama yang terbaik)". (Al Isra': 110)
وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى (9)
Pada ayat ini Allah SWT. memulai kisah Musa a.s. dengan mengemukakan uraian sekan-akan bertanya kepada Nabi Muhammad saw. "Apakah telah sampai kepadanya bagaimana penerimaan kaumnya ketika permulaan wahyu diturunkan kepada Musa, dan ketika Allah berfirman kepadanya? Cara yang demikian itu dilakukan oleh Allah ialah untuk mengalihkan perhatian Muhammad saw. kepada apa yang akan disampaikan kepadanya. Telah menjadi kebiasaan orang Arab, apabila akan mengemukakan suatu berita atau kisah, maka pada permulaannya diuraikan dengan ucapan berbentuk pertanyaan, untuk menarik perhatian agar supaya pendengarannya mengikuti berita atau kisah itu dengan seksama, dengan penuh perhatian.
إِذْ رَأَى نَارًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى (10)
Diriwayatkan bahwa setelah habis masa perjanjian Musa menggembalakan kambing Syuaib mertuanya di Madyan, minta izinlah dia dari mertuanya untuk kembali ke Mesir, menemui ibunya yang telah ditinggalkan selama sepuluh tahun lebih. Setelah mendapat izin, berangkatlah Musa a.s. bersama keluarganya, menuju Mesir, dengan menghindari jalan biasa dan mengambil jalan di lereng, karena takut kalau-kalau keluarganya mendapat gangguan dari raja Syam. Setelah sampai di lembah Tuwa arah Barat dari gunung Tursina, istrinya melahirkan seorang anak, pada suatu malam yang gelap gulita, berhawa dingin yang menembus tulang dan di dalam keadaan sesat jalan. Untuk menghangatkan rasa dingin yang menusuk sampai ke tulang itu, agar mendapat penerangan di dalam suasana gelap gulita, Musa a.s. berusaha mendapatkan api, tetapi usahanya itu belum juga berhasil. Dengan tidak disangka-sangka, tiba-tiba terlihat olehnya api dari jauh di sebelah kiri jalanan. Maka berkatalah ia kepada keluarganya dengan rasa gembira, "Tinggallah kalian di sini dulu, sekarang saya melihat api dari jauh, dan saya akan ke sana. Mudah-mudahan dapat saya membawa api itu kemari, atau mendapat petunjuk daripadanya, untuk dapat keluar dari kesesatan jalan kita ini". Peristiwa seperti ini, dicantumkan juga dalam ayat yang lain di dalam Alquran, sebagaimana firman Allah SWT:
فلما قضى موسى الأجل وسار بأهله ءانس من جانب الطور نارا قال لأهله امكثوا إني ءانست نارا لعلي آتيكم منها بخبر وجذوة من النار لعلكم تصطلون
Artinya:
Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung. la berkata kepada keluarganya, "Tunggulah (di sini) sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu, atau (membawa) sesuluh api agar kamu menghangatkan badan". (Q.S Al Qasas: 29)
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى (11)
Diriwayatkan bahwa Musa as, sampai ke tempat api, dia melihat api itu bercahaya putih bersih mengitari sebuah pohon berwarna hijau. Musa keheran-heranan melihat kejadian itu, karena cahaya api yang putih bersih itu, tidak mengurangi kehijauan warna pohon, begitu pula sebaliknya, warna hijau pohon itu tidak mengurangi cahaya putih api itu. Di kala itulah Musa as, mendengar suara memanggil, "Hai Musa".
إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِي الْمُقَدَّسِ طُوًى (12)
Musa mendengar panggilan itu, ia terkejut dan ragu, dari mana datangnya suara itu. Untuk meyakinkan dia, suara panggilan itu disusul dengan suara, "Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dengan sempurna, dan dengan susunan tubuh yang seimbang, yang telah memeliharamu di rumah musuh Firaun, yang senantiasa mengawasimu sampai sekarang ini. Sekarang tanggalkanlah kedua alas kakimu untuk menghormati tempat di mana kamu berada, yaitu Suatu lembah bernama "Tuwa", lembah yang suci dan sangat dihormati.
وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى (13)
Pada ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa Dia telah memilih dan menetapkan Musa as. menjadi Nabi dan Rasul kepada manusia maka hendaklah ia mendengarkan apa yang akan diwahyukan kepadanya, menerima apa yang didatangkan kepadanya. Sejalan dengan ayat ini firman Allah SWT:
قال يا موسى إني اصطفيتك على الناس برسالاتي وبكلام
Artinya:
Allah berfirman, "Hai Musa! sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku". (Q.S Al A'raf: 144)
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan wahyu yang utama dan terpenting ialah bahwa tiada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah SWT, tiada sekutu bagi-Nya, untuk menanamkan rasa tauhid, meng-Esakan Allah SWT, memantapkan pengakuan yang disertai dengan keyakinan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Oleh karena itu hanya Dialah satu-satunya yang wajib disembah, ditaati peraturan-peraturan-Nya, Tauhid ini, adalah pokok dari segala yang pokok, dan tauhid ini pulalah merupakan kewajiban pertama dan atau untuk diajarkan lebih dahulu kepada manusia, sebelum pelajaran-pelajaran agama yang lain.
Pada akhir ayat ini Allah SWT. menekankan supaya salat didirikan. Tentunya salat yang sesuai dengan perintah-Nya, lengkap dengan rukun-rukun dan syariat-syariatnya, untuk mengingat Allah SWT. dan berdoa memohon kepada-Nya dengan penuh ikhlas. Menyebut ibadat salat di sini secara khusus, menunjukkan keutamaan ibadat salat itu dibanding dengan ibadat-ibadat wajib yang lain, seperti puasa, zakat, haji dan lain-lain. Antara lain keutamaan ibadat salat itu, ialah apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tata tertib yang telah digariskan untuknya, ia akan mencegah seseorang dari perbuatan yang keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah SWT;
وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر
Artinya:
"Dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu, mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar". (Q.S Al Ankabut: 45)
Sebagian ahli Tafsir berpendapat bahwa penutup ayat ini, ditujukan kepada orang yang tidak menunaikan salat pada waktunya, apakah karena lupa atau lainnya, supaya melaksanakannya apabila ia sudah sadar dan mengingat perintah Allah yang ditinggalkan itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.
من نسي صلاة فليصلها إذا ذكرها فإن الله قال أقم الصلاة لذكري.
Artinya:
Barangsiapa lupa menunaikan salat maka hendaklah ia melakukannya apabila ia telah mengingatnya, karena Allah SWT. berfirman, "Dirikanlah salat untuk mengingat Aku (perintah-Ku)!". (H.R Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Dan sabdanya pula:
إذا رقد أحدكم أو غفل عنها فليصلها إذا ذكرها قال أقم الصلاة لذكري.
Artinya:
Apabila salah seorang kamu tidur sehingga tidak salat atau lupa salat hendaklah ia menunaikannya, apabila ia telah mengingatnya, karena sesungguhnya Allah SWT. berfirman, "Dan dirikanlah salat karena mengingat Aku". (H.R Bukhari dan Muslim dari Anas)
إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى (15)
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan bahwa Hari Kiamat itu pasti datang, tetapi Dia sengaja merahasiakan dan tidak menjelaskan waktunya, kapan Hari Kiamat itu terjadi. Sengaja Allah SWT. merahasiakan waktu terjadinya Hari Kiamat, agar dengan demikian manusia selalu berhati-hati dan waspada untuk menghadapinya. Dirahasiakannya hari kiamat itu kapan datangnya sama halnya dengan dirahasiakannya kapan matinya seseorang itu. Tidak ada seseorang manusia mengetahui kapan dan di mana ia akan mati, sebagaimana firman Allah SWT:
وما تدري نفس بأي أرض تموت
Artinya:
"Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati". (Q.S Luqman: 34)
Apabila seseorang mengetahui waktu matinya, kapan ajalnya sampai, tentunya ia akan berbuat semau hatinya, menurut hawa nafsunya, mengerjakan segala macam maksiat yang dikehendakinya. Nanti sesudah ajalnya mendekat barulah ia tobat dan Allah tentunya akan menerima tobatnya sesuai dengan janji-Nya. Allah itu tidak akan menyalahi janji-Nya, sebagaimana firman-Nya:
إن الله لا يخلف الميعاد
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. (Q.S Ali Imran: 9)
Tetapi kalau ia tidak tahu kapan matinya, tentunya ia selalu hati-hati. perintah dikerjakannya, larangan dijauhinya. Apabila ia berbuat maksiat, segera ia bertobat karena ia takut kalau-kalau matinya datang mendadak sebelum ia bertobat. Kesemuanya itu dirahasiakan oleh Allah SWT. untuk dapat dibalas nanti di Hari Kiamat tiap-tiap orang sesuai dengan amal perbuatannya di dunia ini. Kalau amalnya baik dibalas dengan baik, begitu pula sebaliknya, sebagaimana firman Allah SWT:
فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah pun niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula. (Q.S Al Zalzalah: 7-8)
Dan firman-Nya:
إنما تجزون ما كنتم تعملون
Artinya:
"Kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan". (Q.S At Tur: 16)
فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى (16)
Sekalipun ayat ini ditujukan kepada Musa as, tetapi itu pelajaran bagi kita semua. Allah SWT. menerangkan pada ayat ini, supaya kita jangan terbawa-bawa oleh pendirian orang-orang yang tidak percaya kepada hari kiamat, ingkar adanya hari berbangkit nanti dan lain-lain sebagainya. Kalau kita ikuti orang-orang yang mendustakan hari kiamat, yang hanya mementingkan hidup di dunia yang fana ini, orang-orang yang bergelimang dosa, menuruti hawa nafsunya, kita akan merugi dan menyesal. Harta kekayaan, kemewahan tidak akan dapat menolong kita kalau azab sudah ditimpakan oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT.:
وما يغني عنه ماله إدا تردى
Artinya:
"Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa". (Q.S Al Lail: 11)
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى (17)
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT. menanyakan kepada Nabi Musa a.s. apa yang ada di tangan kanannya, padahal Dia mengetahuinya; maksudnya ialah untuk menjelaskan bahwa tongkat yang terbuat dari kayu itu yang pada hakikatnya tidak mempunyai arti yang penting dan manfaat yang banyak akan dijadikan oleh-Nya benda yang mempunyai kelebihan dan manfaat yang besar yang tidak pernah terlintas dalam pikiran sebagai mukjizat baginya seperti berubahnya tongkat itu menjadi ular merayap ke sana ke mari, dan bila dipukulkannya ke laut akan terbelah laut itu dan bila dipukulkan kepada batu akan memancarlah air dari padanya dan sekaligus kejadian-kejadian itu menunjukkan atas kesempurnaan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى (18)
Pada ayat ini Allah SWT. menjelaskan jawaban Nabi Musa a.s. atas pertanyaan-Nya, dengan perincian sebagai berikut, "Tongkat ini saya pergunakan untuk bertelekan, di waktu berjalan atau lelah, menggugurkan daun-daunan untuk dimakan kambingku, dan masih banyak lagi keperluan-keperluan yang lain, seperti membawa bekal untuk mengusir binatang buas yang akan memakan kambingku. Dan kalau perlu saya letakkan di atas pundakku untuk menggantungkan busur panahku, bajuku dan lain-lain. Jawab Musa akhirnya dipersingkatnya dengan mengatakan, "Bagiku tongkat ini mempunyai keperluan-keperluan yang lain lagi" karena dia mengharapkan supaya pembicaraannya dengan Tuhannya dapat berlangsung lebih lama, dengan kemungkinan-kemungkinan adanya pertanyaan berikut dari Tuhan.
قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى (19)
Setelah jawaban Musa itu selesai, ia diperintahkan oleh Allah SWT. supaya melemparkan tongkatnya.
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (20)
Begitu Musa memenuhi perintah Allah, tongkatnya itu menjadi ular besar merayap dengan cepatnya dari suatu tempat ke tempat lain. Tidak keduanya dengan ular kecil yang gesit, sebagaimana firman Allah SWT:
فلما رآها تهتز كأنها جان ولى مدبرا ولم يعقب
Artinya:
Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak sepertinya seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Q.S An Naml: 10)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Thaahaa 20
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (20)
(Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular) yang sangat besar (yang merayap) yakni berjalan cepat dengan perutnya seperti ular kecil, di dalam ayat lain disebutkan Al Jaan, bukan Hayyatun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar