Kamis, 30 Agustus 2012

Al-Hajj 21 - 40

SURAH AL-HAJJ
<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH                         DAFTAR SURAH AL -HAJJ>>
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=2&SuratKe=22
Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.(QS. 22:21)
Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): `Rasailah azab yang membakar ini`.(QS. 22:22)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Hajj 19 - 22 
هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ (19) يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ (20) وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ (21) كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (22) 
Ayat ini menerangkan bahwa yang enam tersebut pada ayat di atas dapat dibagi kepada dua golongan saja, yaitu golongan kafir dan golongan mukmin. Yang termasuk gologan kafir ialah orang-orang Yahudi, orang-orang Sabi'in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang yang mempersekutukan Allah. Kelima golongan ini mempunyai asas-asas kepercayaan yang berbeda, golongan yang satu tidak mengakui bahkan mengingkari pokok-pokok kepercayaan golongan yang lain, sehingga antara mereka terjadi pertikaian pikiran dan pendapat yang kadang-kadang meningkat menjadi permusuhan. Golongan kedua ialah golongan mukmin yaitu golongan yang taat kepada Allah. Antara golongan pertama dan golongan kedua sering terjadi perdebatan dan permusuhan, sebagaimana yang dilukiskan hadis Nabi Muhammad saw. juga merupakan sebab turunnya ayat ini: 
اخرج ابن جرير وابن مردويه عن ابن عباس أنه قال: تخاصم المؤمنون واليهود فقالت اليهود: نحن أولى بالله تعالى وأقدم منكم كتابا ونبينا قبل نبيكم وقال المؤمنون نحن أحق بالله تعالى: آمنا بمحمد صلى الله عليه وسلم وآمنا بنبيكم بما انزل الله تعالى من كتاب وأنتم تعرفون كتابنا ونبينا ثم تركتموه وكفرتم به حسدا, فنزلت الآية. 
Artinya: 
Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata, "Telah berbantahan orang-orang mukmin dengan orang-orang Yahudi, maka berkata orang-orang Yahudi, "Kami lebih utama di sisi Allah Taala, Kitab kami lebih dahulu diturunkan dari pada kitabmu, Nabi kami lebih dahulu diturunkan dari pada Nabimu". Berkata orang-orang mukmin, "Kami lebih berhak dengan Allah Taala, kami beriman kepada Muhammad saw, beriman kepada Nabimu, beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan Allah, sedang kamu mengenal kitab kami dan Nabi kami, kemudian kamu meninggalkannya dan kafir kepadanya karena dengki". Maka turunlah ayat ini. (H.R. Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas) 
Hadis yang lain menerangkan 

ويروي جماعة من الصحابة والتابعين وهم أعرف من غيرهم أسباب النزول أن المراد بالخصمين هنا هم الذين برزوا يوم بدر فمن المؤمنين حمزة وعلي وعبيدة ومن الكافرين عتبة وشيبة أبناء ربيعة والوليد بن عتبة. 
Artinya: 
Jemaah sahabat dan tabiin meriwayatkan sebab turunnya ayat ini. Dan mereka lebih mengetahui dari yang lain. Yang dimaksud dua golongan yang bermusuhan dalam ayat ini, ialah dua golongan yang terlibat dalam perang Badar dan golongan mukmin ialah Hamzah, Ali dan Ubaidah dan dari golongan kafir, yaitu `Utbah dan Sayibah keduanya putra Rabi'ah dan Walid bin Utbah. (H.R. Bukhari dan Muslim) 
Menurut riwayat Bukhari dan imam-imam hadis yang lain dari Ali, ia berkata "Ayat ini diturunkan berhubungan dengan kami dan kamilah orang yang mula-mula diperiksa yang berhubungan dengan permusuhan di hadapan Allah pada hari kiamat. 
Melihat kepada riwayat hadis Ali maka yang diriwayatkan Bukharilah yang kuat, yang menerangkan bahwa golongan yang bertentangan itu ialah golongan-golongan yang berperang pada perang Badar. Namun demikian ayat inipun mencakup semua pertentangan dan permusuhan antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir sejak masa Ali dan sahabat-sahabatnya itu sampai kepada pertentangan-pertentangan antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir masa kini. Semua pertentangan dan permusuhan itu akan diadili Allah pada hari kiamat. Dan kepada mereka akan diberi keputusan yang seadil-adilnya akan diberi hukuman dan ganjaran yang tepat pula. 
Dalam ayat ini dan ayat berikutnya akan digambarkan bentuk-bentuk hukuman dan azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir serta bentuk-bentuk nikmat yang akan diterima oleh orang-orang mukmin kelak. 
Azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir diterangkan Allah sebagai berikut: 
1. Orang-orang kafir itu akan dimasukkan ke dalam api neraka yang panas menyala-nyala, sehingga api itu meliputi seluruh badan mereka, seperti pakaian yang membungkus dan meliputi seluruh badan orang yang memakainya. Pada ayat lain diterangkan pula keadaan orang-orang kafir di dalam neraka; mereka diliputi api neraka sampai meliputi seluruh badan mereka. Allah berfirman: 

لهم من جهنم مهاد ومن فوقهم غواش وكذلك نجزي الظالمين 
Artinya: 
Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al A'raf: 41) 
Sebagian ulama berpendapat bahwa pakaian yang menutupi seluruh badan mereka itu, terbuat dari pelangkin sangat panas, sebagai firman Allah: 

سرابيلهم من قطران وتغشى وجوههم النار 
Artinya: 
Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api neraka. (Q.S. Ibrahim: 50) 
2. Dituangkan ke atas kepala mereka air yang mendidih yang sangat panas. Hadis Nabi Muhammad saw. menjelaskan pula hal ini. 

عن أبي هريرة أنه تلا هذه الآية فقال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول أن الحميم ليصب على رءوسهم فينفذ من الجمجمة حتى يخلص إلى جوفه فيسلت ما في جوفه حتى يبلغ قدميه وهو الصهر ثم يعاد كما كان 
Artinya: 
Dari Abu Hurairah, sesugguhnya dia membaca ayat ini, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw, bersabda, "Sesungguhnya air panas mendidih dituangkan ke atas kepala mereka (orang-orang kafir), lalu air panas itu menembus tenggorokannya sampai ke rongga perutnya, maka dihancurkannya apa yang berada dalam rongga perut itu, hingga sampailah air panas itu ke tumitnya yang dalam keadaan cair, kemudian (tubuh orang itu) kembali seperti semula. (H.R. Tirmizi) 
3. Mereka dicambuk dengan cemeti-cemeti yang terbuat dari besi, hingga mengenai muka, kepala dan seluruh tubuhnya. 
4. Setiap mereka mencoba-coba lari ke luar dari neraka, mereka dihalau dan dicambuk dengan cemeti itu, seraya dikatakan kepada mereka, "Rasakanlah olehmu azab yang sangat ini, sebagai balasan bagi keingkaran dan kedurhakaan. 
Inilah gambaran azab ukhrawi yang diterangkan Allah SWT. kepada manusia, sesuai dengan gambaran manusia di dunia terhadap azab atau siksaan yang ditakutinya, serta berat dan pedih dirasakannya Dengan keterangan itu manusia dapat membayangkan bagaimana hebat dan pedihnya azab yang diterima orang-orang kafir di hari kiamat nanti, sehingga gambaran itu merupakan khabar yang menakutkan baginya. Hal ini adalah sebagai salah satu cara Alquran meyakinkan manusia dan menyadarkannya dari keingkaran dan kedurhakaan yang telah diperbuatnya Bagaimana hakikat yang sebenarnya dari azab ukhrawi itu, adalah termasuk pengetahuan yang gaib, hanya Allah sajalah yang Maha Mengetahui, mungkin sesuai dengan yang dilukiskan itu yang berupa azab jasmani atau mungkin pula berupa azab jasmani dan azab rohani.

Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam syurga-syurga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. Di syurga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera.(QS. 22:23)
Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji.(QS. 22:24)
Surah Al Hajj 23 - 24 
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ (23) وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ (24) 
Pada ayat ini Allah SWT. menerangkan balasan atau ganjaran yang akan diterima oleh orang-orang yang beriman dan beramal saleh yang membersihkan diri dan hatinya serta selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah. 
Balasan itu ialah: 
1. Mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh kenikmatan, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. 
2. Mereka diberi perhiasan yang indah, seperti gelang-gelang dari emas, mahkota yang bertahtakan permata dan mutiara yang indah. 
3. Bagi mereka disediakan pakaian sutera yang indah. 
4. Mereka diberi petunjuk dan pelajaran, sehingga mereka mengucapkan perkataan yang sopan dan sedap di dengar, mengerjakan perbuatan yang menyenangkan hati orang dapat bergaul dengan baik dengan penduduk surga yang lain, hidup bersaudara, saling kasih mengasihi. 
Sebagaimana keterangan Allah tentang azab di atas, maka gambaran kenikmatan dan kesenangan yang digambarkan pada ayat ini, sebagai balasan yang akan diterima orang-orang yang beriman dan beramal saleh di akhirat nanti adalah sama dengan kenikmatan dan kesenangan yang selalu diimpikan oleh manusia selama mereka hidup di dunia. Pada umumnya manusia waktu hidup di dunia menginginkan kekayaan yang berlimpah-limpah, mempunyai kedudukan yang terhormat dan kekuasaan yang tidak terbatas, mempunyai istri-istri yang cantik dan perkakas rumah tangga yang serba mewah. 
Sekalipun Allah SWT. telah menjelaskan dalam ayat-ayat-Nya hal-hal yang demikian itu, namun masalah surga dan juga masalah neraka itu termasuk hal yang gaib bagi manusia, hanya Allah sajalah yang mengetahui hakikat yang sebenarnya, tetapi kaum Muslimin wajib percaya bahwa surga dan neraka itu pasti ada. Gambaran yang diberikan Allah itu, merupakan sebagian saja dari kesenangan yang dijanjikan itu. Kesenangan yang sebenarnya lebih dari itu, karena bagi manusia sendiri tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan sebagai perbandingan. Yang jelas ialah bahwa orang-orang yang beriman akan mengalami kesenangan dan kenikmatan yang tiada taranya, belum pernah di rasakan selama hidup di dunia, semua menyenangkan hati, perasaan, pikiran, penglihatan, pendengaran dan sebagainya.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.(QS. 22:25)

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِي وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (25) 
Ayat ini menerangkan bahwa semua orang yang mengingkari ke-Esaan dan kekuasaan Allah, mendustakan Rasul dan mengingkari agama yang dibawanya, menghalang-halangi manusia masuk agama Islam dan menegakkan kalimat Allah, menghalang-halangi kaum Muslimin masuk Masjidilharam untuk beribadat, baik orang-orang penduduk Mekah asli maupun datang dari negeri lain dan menghalang-halangi orang beribadat di dalamnya, niscaya Allah akan menimpakan kepada mereka azab yang sangat pedih. 
Menurut riwayat Ibnu Abbas r.a. ayat ini sesungguhnya diturunkan berhubungan dengan Abu Sofyan bin Harb dan kawan-kawannya. Mereka itu menghalang-halangi Rasulullah saw. dan para sahabat memasuki Masjidilharam untuk melakukan ibadah umrah di tahun "perdamaian Hudaibiyah". Karena itu Rasulullah saw. mengancam akan memerangi mereka jika mereka tetap menghalangi beliau dari mengerjakan umrah itu. Waktu itu Rasulullah berada dalam keadaan ihram. Kemudian terjadilah kesepakatan yang melahirkan perjanjian Hudaibiyah, yang di dalamnya tercantum bahwa Rasulullah tidak jadi umrah di tahun itu, akan tetapi ditangguhkan sampai tahun depan dan mereka tidak akan menghalangi masuk Masjidilharam mengerjakan ibadah, pada tahun yang akan datang itu. 
Dari ayat di atas dipahamkan bahwa Masjidilharam adalah suatu daerah yang terletak di sekitar Kakbah. Tempat tersebut adalah tempat kaum Muslimin mengerjakan ibadah haji, umrah serta ibadah-ibadah yang lain, seperti tawaf, salat, iktikaf, zikir, dan sebagainya baik mereka berasal dari Mekah sendiri maupun yang berasal dari negara-negara yang lain di luar negeri Mekah. Dengan perkataan lain Bahwa semua kaum Muslimin berhak melakukan ibadah di tempat itu, dari manapun mereka datang. Allah SWT. mengancam dengan azab yang keras orang-orang yang mencegah dan menghalang-halanginya. Karena itu ada para ulama yang mempersoalkan kedudukan tanah yang berada di sekitar Masjidilharam itu, apakah tanah itu dapat dimiliki oleh perorangan atau pemerintah, atau tanah itu merupakan hak seluruh kaum Muslimin Untuk pengaturannya sekarang diserahkan kepada negara Arab Saudi, karena negara itulah yang paling dekat dengan Masjidilharam itu, selama negara tersebut melaksanakan perintah-perintah Allah. 
Menurut Imam Mujahid dan Malik: Masjidilharam itu adalah milik kaum Muslimin seluruhnya, tidak seorangpun atau sesuatu negarapun yang boleh memilikinya. Pendapat ini juga diikuti oleh Imam Abu Hanifah, alasan mereka ialah: perkataan baik "yang bermukim maupun yang berkunjung" berarti Masjidilharam dijadikan bagi manusia, agar mereka menghormatinya, beribadat padanya baik bagi orang-orang Mekah maupun orang-orang yang berasal dari luar Mekah. 
Karena itu tiadalah dapat dikatakan bahwa penduduk Mekah lebih berhak atas Masjidilharam itu dari penduduk dari luar Mekah. 
Alasan-alasan mereka yang lain ialah: 
1. Menurut riwayat, bahwa Umar, Ibnu Abbas dan Jemaah sahabat berpendapat: para pengunjung Masjidilharam boleh menempati rumah-rumah yang didapatinya kosong, belum berpenghuni di Mekah, dan orang-orang Mekah sendiri yang empunya rumah kosong itu, hendaklah mengizinkannya. 
2. Hadis Nabi Muhammad saw: 

عن عبد الله ابن عمر قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مكة مناح لا تباع رباعها وتؤاجر بيوتها. 
Artinya: 
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, "Berkata Rasulullah saw. "Mekah itu pemberian, tidak boleh dijual hasilnya dan tidak boleh disewakan rumahnya. (H.R. Daruqutni) 
3. Dan hadis Nabi saw. lagi: 

عن عائشة رضي الله عنها قالت, قلت يا رسول الله ألا أبني لك بمنى بيتا أو بناء يظلك من الشمس, قال لا, إنما هو مناح من سبق إليه. 
Artinya: 
Dari Aisyah ra. ia berkata, "Ya Rasulullah, bolehkah aku buatkan untukmu rumah di Mina atau rumah yang dapat melindungi engkau dari terik panas matahari? Beliau menjawab, "Tidak, sesungguhnya tanah itu adalah hadiah bagi orang yang lebih dahulu mendapatkannya" (H.R. Abu Daud) 
4. Menurut suatu riwayat: pada permulaan Islam, Masjidilharam tidak mempunyai pintu-pintu masuk, sehingga sampai pada suatu masa, yang pada waktu itu telah banyak pencuri berdatangan, lalu seorang laki-laki membuat pintu-pintu, tetapi Umar melarangnya dan berkata, "Apakah kamu menutup pintu-pintu orang-orang berhaji ke Baitullah? Laki-laki itu menjawab : Aku membuat pintu-pintu untuk memelihara barang-barang pengunjung dari pencuri". Karena itu Umar r.a. membiarkannya. 
Dalam pada itu Imam Syafii berpendapat bahwa tanah sekitar Masjidilharam itu boleh dimiliki dan diperjual-belikan, asal tidak menghalangi kaum Muslimin beribadat di sana. 
Perbedaan pendapat ini berpangkal pada persoalan; Apakah Nabi Muhammad dan para sahabat menaklukkan Mekah dari orang-orang musyrik Mekah waktu fathu Mekah dengan cara kekerasan atau dengan cara damai? Jika direbut dari tangan orang-orang musyrik dengan kekerasan, tentulah tanah sekitar Masjidilharam itu merupakan harta rampasan bagi kaum Muslimin yang harus dibagi-bagi sesuai dengan ketentuan agama. Tetapi Rasulullah tidak membagi-baginya, sehingga tetaplah tanah itu merupakan milik bagi kaum Muslimin sampai saat ini. hal yang seperti ini pernah pula dilakukan oleh Sayidina `Umar pada suatu daerah yang telah direbutnya dari orang-orang kafir. Pendapat kedua menyatakan bahwa tanah Mekah itu direbut Nabi Muhammad saw. dengan cara damai, karena itu ia bukan merupakan barang rampasan, dan tetap menjadi milik empunya waktu itu. Kemudian diwariskan atau dijual oleh pemiliknya yang dahulu, sehingga menjadi milik dari yang empunya pada saat ini. 
Sekalipun ada perbedaan pendapat yang demikian, namun para ulama sependapat bahwa Masjidilharam merupakan tempat beribadat bagi seluruh kaum Muslimin di manapun mereka berada. Mereka boleh datang kapan saja mereka kehendaki, tanpa seorangpun yang boleh mengganggu dan menghalanginya. Jika berlawanan kepentingan pribadi atau golongan dengan kepentingan agama Islam, maka kepentingan agama Islam yang harus diutamakan dun diprioritaskan. Tentu saja kaum Muslimin yang telah bermukim dan menjadi penduduk Mekah itu berhak dan boIeh mencari nafkah dari hasil usaha mereka melayani dan mengurus jemaah haji yang datang dari segenap penjuru dunia Sekalipun demikian, usaha mengurus dan melayani jemaah haji itu, tidak boleh dikomersilkan, semata-mata dilakukan untuk mencari keuntungan yang besar. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 25 
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِي وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (25) 
(Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah) dari ketaatan kepada-Nya (dan) dari (Masjidilharam yang telah Kami jadikan ia) sebagai manasik dan tempat beribadah (untuk semua manusia, baik yang bermukim) yang tinggal (di situ maupun di padang pasir) yakni pendatang (dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan) huruf Ba di sini adalah Zaidah (secara zalim) yang menyebabkan orang yang bersangkutan zalim, seumpamanya ia mengerjakan perbuatan yang terlarang, sekalipun dalam bentuk mencaci pelayan (niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih)" yang menyakitkan. Berdasarkan pengertian ini maka Khabar Inna diambil daripadanya. Maksudnya, sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan dari Masjidilharam, niscaya Kami akan rasakan kepada mereka sebagian siksa yang pedih.

Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): `Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku dan sujud.(QS. 22:26)

وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (26) 
Pada ayat ini Allah SWT. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. agar mengingatkan kepada orang-orang musyrik Mekah yang menghalang-halangi manusia masuk agama Islam dan masuk Masjidilharam tentang peristiwa yang pernah terjadi dahulu, ialah pada waktu Allah SWT. menunjukkan kepada Nabi Ibrahim a.s. letak Baitullah yang akan dibina itu dan waktu ia memaklumkan kepada seluruh manusia di dunia atas perintah Allah bahwa Baitullah menjadi pusat peribadatan bagi seluruh manusia. Dengan mengingatkan peristiwa-peristiwa itu diharapkan orang-orang musyrik Mekah ingat kembali dan memikirkannya, tentulah mereka tidak lagi menghalang-halangi manusia masuk agama Islam dan masuk Masjidilharam, karena agama Islam itu adalah agama nenek moyang mereka Ibrahim dan Masjidilharam itu didirikan oleh nenek moyang mereka itu. 
Menurut zahir ayat ini lbrahimlah orang yang pertama kali membangun Kakbah. Tetapi menurut suatu riwayat bahwa Ibrahim hanyalah bertugas membangun Kakbah itu kembali bersama putranya Ismail as. Sebelumnya telah didirikan Kakbah itu, kemudian runtuh dan bekasnya tertimbun oleh pasir. Menurut riwayat tersebut, setelah Ismail putra Ibrahim dari istrinya Hajar yang ditinggalkannya di Mekah menjadi dewasa maka Ibrahim datang ke Mekah dari Suriah, untuk melaksanakan perintah Allah mendirikan Kakbah bersama putranya Ismail itu. Allah SWT. memberitahukan kepada Ibrahim bekas tempat berdirinya Kakbah yang telah runtuh itu dengan meniupkan angin kencang ke tempat itu, sehingga tempat itu menjadi bersih, lalu Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. mendirikan Kakbah di tempat itu. 
Kemudian Allah SWT. memerintahkan kepada Ibrahim a.s. dan umatnya agar mentauhidkan Allah; tidak mempersekutukannya dengan sesuatupun, membersihkan Kakbah dari segala macam perbuatan yang mengandung unsur-unsur syirik, menyucikannya dari segala macam najis dan kotoran, menjadikan Kakbah itu sebagai pusat peribadatan bagi orang-orang yang beriman, seperti mengerjakan tawaf (Tawaf ialah berjalan mengelilingi Kakbah, menurut ketentuan-ketentuan syarak dalam rangka menunaikan ibadah haji atau umrah), rukuk dan sujud. 
Perkataan "salat, rukuk dan sujud", merupakan isyarat bahwa Kakbah itu didirikan untuk umat Islam, Nabi Muhammad saw, yang mana ibadat salat, rukuk dan sujud itu, merupakan ciri khas ibadat mereka dan ibadat itu dilakukan ^ dengan menghadap Kakbah. Bahkan sujud itu tampak di kening kaum Muslimin dan sebagai tanda bagi mereka. Hal ini disebut di dalam Taurat, sebagaimana 

محمد رسول الله والذين معه أشداء على الكفار رحماء بينهم تراهم ركعا سجدا يبتغون فضلا من الله ورضوانا سيماهم في وجوههم من أثر السجود ذلك مثلهم في التوراة 
Artinya: 
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka di dalam Taurat. (Q.S. Al Fath: 29) 
Demikianlah Allah SWT. telah melimpahkan karunia-Nya yang besar kepada kaum Muslimin, umat Muhammad, yang telah mempersiapkan pusat peribadatan mereka sejak lama sebelum diutus Rasul mereka yang membawa risalah Islamiyah. Dengan perkataan yang lain dapat dikatakan bahwa pendirian Kakbah yang dilaksanakan Nabi lbrahim atas perintah Allah SWT. itu, merupakan persiapan penyampaian risalah Islamiyah. Karena kemudian hari Kakbah itu dijadikan Allah sebagai kiblat salat kaum Muslimin dan tempat mereka mengerjakan ibadah haji dan umrah.

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,(QS. 22:27)

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27) 
Pada ayat ini Allah SWT. memerintahkan kepada Nabi Ibrahim a.s. agar menyeru manusia mengerjakan ibadah haji ke Baitullah dan menyampaikan kepada mereka bahwa ibadat haji itu termasuk ibadat yang diwajibkan bagi kaum Muslimin. 
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa perintah Allah SWT. dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Ibrahim a.s. yang baru saja selesai membangun Kakbah. Pendapat ini sesuai dengan ayat ini, terutama jika diperhatikan hubungannya dengan ayat-ayat yang sebelumnya. Pada ayat-ayat yang sebelum ayat ini disebutkan perintah Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. agar mengingatkan kepada orang-orang musyrik Mekah akan peristiwa waktu Allah memerintahkan Ibrahim supaya membangun Kakbah, sedang ayat-ayat ini menyuruh orang-orang musyrik itu mengingat peristiwa ketika Allah SWT. memerintahkan Ibrahim menyeru manusia agar menunaikan ibadah haji. 
Pendapat ini sesuai pula dengan riwayat Ibnu Abbas dari Jubair yang menerangkan, bahwa tatkala Ibrahim as. selesai membangun Kakbah, Allah SWT. memerintahkan kepadanya, "Serulah manusia untuk mengerjakan ibadah haji". 
Ibrahim as. menjawab, "Wahai Tuhan, apakah suaraku akan sampai kepada mereka?", Allah berkata, "Serulah mereka, Aku akan menyampaikannya". Maka Ibrahim naik ke atas bukit Abi Qubaisy, lalu mengucapkan dengan suara yang keras: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah benar-benar telah memerintahkan kepadamu sekalian mengunjungi rumah ini, supaya Dia memberikan kepadamu surga dan melindungi kamu dari azab neraka, karena itu tunaikanlah olehmu ibadat haji itu. Maka suara itu diperkenankan oleh orang-orang yang berada dalam tulang sulbi laki-laki dan orang-orang yang telah berada dalam rahim wanita, dengan jawaban, "Labbaika, Allahumma labbaika" (Maha Suci Engkau Wahai Tuhan, Maha Suci Engkau"). Maka berlakulah "talbiyah" dengan cara yang demikian itu. (Talbiyah ialah doa yang diucapkan orang yang sedang mengerjakan ibadah haji atau umrah, doa itu ialah, "Labbaika Allahuma Labbaika") 
Hasan berpendapat bahwa perintah Allah dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. Alasan beliau ialah: Semua perkataan dan pembicaraan dalam ayat-ayat Alquran itu ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, termasuk di dalamnya perintah melaksanakan ibadah haji ini. Perintah ini telah dilaksanakan oleh Rasulullah bersama para sahabat dengan mengerjakan haji wada' (haji yang penghabisan), sebagaimana tersebut dalam hadis: 

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال يا أيها الناس, إن الله قد فرض عليكم الحج فحجوا 
Artinya: 
Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah telah berkhutbah di hadapan kami; beliau berkata, "Wahai sekalian manusia Allah telah mewajibkan atasmu ibadah haji, maka laksanakanlah olehmu". (H.R. Ahmad dari Ishaq) 
Jika diperhatikan, maka sebenarnya kedua pendapat ini tidaklah berlawanan. Karena perintah menunaikan ibadah haji itu ditujukan kepada Nabi Ibrahim dan umatnya di waktu beliau selesai membangun Kakbah. Kemudian setelah Nabi Muhammad saw. diutus, maka perintah itu diberikan pula kepadanya, sehingga Nabi Muhammad saw. dan umatnya diwajibkan pula menunaikan ibadah haji itu, bahkan ditetapkan sebagai rukun Islam yang kelima. 
Dalam ayat ini terdapat perkataan, "..niscaya mereka akan datang kepadamu..". Dari perkataan ini dipahamkan: Seakan-akan Tuhan mengatakan kepada Ibrahim a.s. bahwa jika kamu hai Ibrahim menyeru manusia untuk menunaikan ibadah haji, niscaya manusia akan memenuhi panggilanmu itu, mereka akan berdatangan dari segenap penjuru dunia walaupun dengan menempuh perjalanan yang sulit dan sukar. Barang siapa yang memenuhi panggilan itu, baik waktu ini maupun kemudian hari, maka berarti ia telah datang memenuhi panggilan-Ku seperti kamu dahulu telah memenuhinya pula. Kamu dahulu pernah Aku perintah datang ke Mekah yang masih sepi, kamu memenuhinya walaupun perjalanannya sukar, melalui terik panas padang pasir yang terbentang antara Mekah dan Suriah. Perintah itu telah kamu laksanakan dengan baik, bahkan kamu bersedia menyembelih anak kandungmu Ismail, semata-mata untuk melaksanakan perintah-Ku, karena itu Aku akan menyediakan pahala yang besar untukmu, dan pahala yang seperti itu akan Aku berikan pula kepada siapa yang berkunjung ke Baitullah ini, terutama bagi orang yang sengaja datang ke Mekah ini untuk melaksanakan ibadah haji. Perkataan ini merupakan penghormatan bagi Ibrahim dan menunjukkan betapa besarnya pahala yang disediakan Allah bagi orang-orang yang menunaikan ibadah haji semata-mata karena Allah. 
Para ulama sependapat bahwa datang ke Baitullah mengerjakan ibadah haji dibolehkan mempergunakan kendaraan dan cara-cara apa saja yang dihalalkan, seperti dengan berjalan kaki, dengan kapal melalui laut atau dengan pesawat udara atau dengan kendaraan melalui darat dan sebagainya. Tetapi Imam Malik dan Imam Asy Syafii berpendapat bahwa: pergi menunaikan ibadah haji dengan menggunakan kendaraan melalui perjalanan darat itu lebih baik dan lebih besar pahalanya, karena cara yang demikian itu mengikuti perbuatan Rasulullah. Dengan cara yang demikian diperlukan perbelanjaan yang banyak, menempuh perjalanan yang sukar serta menambah syiar ibadah haji, terutama di waktu melalui negara-negara yang ditempuh selama dalam perjalanan. Sebagian ulama berpendapat bahwa berjalan kaki lebih utama dari berkendaraan, karena berjalan dengan kaki lebih banyak ditemui kesulitan-kesulitan daripada dengan berkendaraan. 
Sebenarnya dengan cara dan kendaraan apapun seseorang menunaikan ibadah haji, pasti akan memperoleh pahala yang besar dari Allah, jika ibadah itu semata-mata dilaksanakan karena Allah. Yang dinilai adalah niat dan keikhlasan seseorang serta cara cara melaksanakannya. Sekalipun sulit perjalanan yang ditempuh, tetapi niat mengerjakan haji itu bukan karena Allah maka ia tidak akan memperoleh sesuatupun dari Allah, bahkan sebaliknya ia akan diazab dengan azab yang sangat pedih karena niatnya itu. 
Jika seseorang telah sampai di Mekah dan melihat Baitullah, disunahkan mengangkat tangan, sebagaimana tersebut dalam hadis: 

روى ابن عباس رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال ترفع الأيدي في سبع مواطن افتتاح الصلاة واستقبال البيت والصفا والمروة والموقفين والجمرتين. 
Artinya: 
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra dari Nabi saw, beliau bersabda: Diangkat kedua tangan pada tujuh tempat, yaitu pada pembukaan salat, waktu menghadap Baitullah, waktu menghadap bukit Safa dan bukit Marwah, waktu wukuf dan melempar kedua jumrah" (H.R. Ahmad dari Ishaq) 
Hadis ini diamalkan oleh Ibnu Umar ra. 


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 27 
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27) 
(Dan berserulah) serukanlah (kepada manusia untuk mengerjakan haji) kemudian Nabi Ibrahim naik ke puncak bukit Abu Qubais, lalu ia berseru, "Hai manusia! Sesungguhnya Rabb kalian telah membangun Baitullah dan Dia telah mewajibkan kalian untuk melakukan haji, maka sambutlah seruan Rabb kalian ini". Lalu Nabi Ibrahim menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri serta ke arah Timur dan ke arah Barat. Maka menjawablah semua orang yang telah ditentukan baginya dapat berhaji dari tulang-tulang sulbi kaum lelaki dan rahim-rahim kaum wanita, seraya mengatakan, "Labbaik allaahumma Labbaika", artinya: Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu, Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu. Sedangkan Jawab dari Amar yang di muka tadi ialah (niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki) lafal Rijaalan adalah bentuk jamak dari lafal Raajilun, wazannya sama dengan lafal Qaaimun yang bentuk jamaknya adalah Qiyaamun; artinya berjalan kaki (dan) dengan berkendaraan (dengan menaiki unta yang kurus) karena lamanya perjalanan; lafal Dhamirin dapat ditujukan kepada jenis jantan dan betina (mereka datang) yakni unta-unta kurus itu yang dimaksud adalah orang-orang yang mengendarainya (dari segenap penjuru yang jauh) dari daerah yang perjalanannya sangat jauh.

supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.(QS. 22:28)

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28) 
Ayat ini menerangkan tujuan disyariatkan ibadah haji, yaitu untuk memperoleh kemanfaatan. Tidak disebutkan dalam ayat ini bentuk bentuk manfaat itu hanya disebut secara umum saja. Penyebutan Secara umum kemanfaatan-kemanfaatan yang akan diperoleh orang mengerjakan ibadah haji dalam ayat ini, menunjukkan banyaknya macam dan jenis kemanfaatan yang akan diperoleh itu. Kemanfaatan-kemanfaatan itu sukar menerangkannya secara terperinci, hanya yang dapat menerangkan dan merasakannya ialah orang yang pernah mengerjakan ibadah haji dan melaksanakannya dengan niat ikhlas. 
Kemanfaatan itu ada yang berhubungan dengan rohani dan ada pula dengan jasmani, dan yang langsung dirasakan oleh individu yang melaksanakannya dan ada pula yang dirasakan oleh masyarakat, ada yang berhubungan dengan dunia dan ada pula yang berhubungan dengan akhirat. 
Para ulama banyak yang mencoba melukiskan bentuk-bentuk manfaat yang mungkin diperoleh oleh para haji, setelah mereka mengalami dan mempelajarinya kebanyakan mereka itu menyatakan bahwa mereka belum sanggup melukiskan semua manfaat itu. Di antara manfaat yang dilukiskan itu ialah. 
1. Melatih diri dengan mempergunakan seluruh kemampuan mengingat Allah dengan khusyuk pada hari-hari yang telah ditentukan dengan memurnikan kepatuhan dan ketundukan hanya kepada-Nya saja. Pada waktu seseorang berusaha mengendalikan hawa nafsunya dengan mengikuti perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya walau apapun yang menghalangi dan merintanginya. Latihan-latihan yang dikerjakan selama mengerjakan ibadah haji itu diharapkan berbekas di dalam sanubari kemudian dapat diulangi lagi mengerjakannya setelah kembali dari tanah suci nanti, sehingga menjadi kebiasaan yang baik dalam penghidupan dan kehidupan. 
2. Menimbulkan rasa perdamaian dan rasa persaudaraan di antara sesama kaum Muslimin. Sejak seseorang calon haji mengenakan pakaian ihram, pakaian yang putih yang tidak berjahit, sebagai tanda telah mengerjakan ibadah haji, maka sejak itu ia telah menanggalkan pakaian duniawi, pakaian kesukaannya, pakaian kebesaran, pakaian kemewahan dan sebagainya. Semua manusia kelihatan sama dalam pakaian ihram itu; tidak dapat dibedakan antara si kaya dengan si miskin, antara penguasa dengan rakyat jelata, antara yang pandai dengan yang bodoh, antara tuan dengan budak, semuanya sama tunduk dan menghambakan diri kepada Tuhan semesta alam, sama tawaf, sama-sama berlari antara bukit Safa dan bukit Marwa, sama-sama berdesakan melempar Jumrah, sama-sama tunduk dan tafakkur di tengah tengah padang Arafah. Dalam keadaan demikian terasalah bahwa diri itu sama saja dengan orang yang lain. Yang membedakan derajat antara seorang dengan yang lain hanyalah tingkat ketakwaan dan ketaatan kepada Allah. Karena itu timbullah rasa ingin tolong menolong, rasa seagama, rasa senasib dan sepenanggungan, rasa hormat menghormati sesama manusia. 
3. Mencoba mengalami dan membayangkan kehidupan di akhirat nanti, yang pada waktu itu tidak seorangpun yang dapat memberikan pertolongan kecuali Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Wukuf di Arafah di tempat berkumpulnya manusia yang hanyak merupakan gambaran kehidupan di Mahsyar nanti demikian pula melempar Jumrah di panas terik di tengah padang pasir dalam keadaan haus dan dahaga. Semua itu menggambarkan saat-saat ketika manusia berdiri di hadapan Mahkamah Allah di akhirat nanti. 
4. Menghilangkan rasa harga diri yang berlebih-lebihan. Seseorang waktu berada di negerinya, biasanya terikat oleh adat istiadat yang biasa mereka lakukan sehari-hari dalam pergaulan mereka. Sedikit saja terasalah dapat menimbulkan kesalah pahaman perselisihan dan pertentangan. Pada waktu melaksanakan ibadah haji, bertemulah kaum Muslimin yang datang dari segala penjuru dunia, dari negeri yang berbeda-beda, masing-masing mempunyai adat istiadat dan kebiasaan hidup dan tata cara yang berbeda-beda pula maka terjadilah persinggungan antara adat istiadat dan kebiasaan hidup itu. Seperti cara berbicara. cara makan, cara berpakaian, cara menghormati tamu dan sebagainya. Di waktu menunaikan ibadah haji terjadi persinggungan dan perbenturan badan antara jama' ah dari suatu negeri, dengan jemaah dari negara yang lain, seperti waktu tawaf, waktu sai, waktu wukuf di Arafah. Waktu melempar jumrah dan sebagainya. Waktu salat di Masjidilharam, tubuh seorang yang duduk dilangkahi oleh temannya yang lain karena ingin mendapatkan saf yang paling di depan, demikian pula persoalan bahasa dan isyarat, semua itu muduh menimbulkan kesalah pahaman dan perselisihan. Bagi seorang yang sedang melakukan ibadah haji, semuanya itu harus dihadapi dengan sabar, dengan dada yang lapang, harus dihadapi dengan berpangkal kepada dugaan: bahwa semua jemaah haji itu melakukan yang demikian itu bukanlah untuk menyakiti temannya dan bukan untuk menyinggung perasaan orang lain, tetapi semata-mata untuk mencapai tujuan maksimal dari ibadah haji. Semua mereka ingin memperoleh haji mabrur, apakah ia seorang kaya atau seorang miskin dan sebagainya. 
5. Menghayati kehidupan dan perjuangan Nabi Ibrahim beserta putranya Nabi Ismail dan Nabi Muhammad beserta para sahabatnya. Waktu Ibrahim pertama kali datang di Mekah bersama istrinya Hajar dan putranya Ismail yang masih kecil, kota Mekah masih merupakan padang pasir yang belum didiami oleh seorang manusiapun. Dalam keadaan demikianlah Ibrahim meninggalkan istri dan putranya di sana, sedang ia kembali ke Syria. Dapat dirasakan Hajar dan putranya yang masih kecil, tidak ada manusia tempat mengadu dan minta tolong kecuali hanya kepada Tuhan saja. Sesayup-sayup mata memandang, terbentang padang pasir yang luas, tanpa tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan tempat berlindung. Dapat dirasakan kesusahan Hajar berlari antara Safa dan Marwa mencari setetes air untuk diminum anaknya. Dapat direnungkan dan dijadikan teladan tentang ketaatan dan kepatuhan Ibrahim kepada Allah. Beliau bersedia menyembelih putranya tercinta, Ismail a.s. semata-mata untuk memenuhi dan melaksanakan perintah Allah. Kaum Muslimin selama mengerjakan ibadah haji dapat melihat bekas-bekas dan tempat-tempat yang ada hubungannya dengan perjuangan Nabi Muhammad saw. beserta sahabatnya dalam menegakkan agama Allah. Sejak dari Mekah disaatsaat beliau mendapat halangan, rintangan bahkan siksaan dari orang-orang musyrik Mekah, kemudian beliau hijrah ke Madinah, berjalan kaki, dalam keadaan dikejar-kejar orang-orang kafir. Demikian pula usaha-usaha yang beliau lakukan di Madinah, berperang dengan orang kafir, menghadapi kelicikan dan fitnah orang Yahudi. Semuanya itu dapat diingat dan dihayati selama menunaikan ibadah haji dan diharapkan dapat menambah iman ketakwaan kepada Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 
6. Sebagai Muktamar Islam seluruh dunia. Pada musim haji berdatanganlah kaum Muslimin dari seluruh dunia. Secara tidak langsung terjadilah pertemuan antara seorang dengan seorang, antara suku bangsa dengan suku bangsa dan antara bangsa dengan bangsa yang beraneka ragam coraknya itu. Antara mereka itu dapat berbincang dan bertukar pengalaman dengan yang lain, sehingga pengalaman dan pikiran seseorang dapat diambil dan dimanfaatkan oleh yang lain, terutama setelah masing-masing mereka sampai di negeri mereka nanti. Jika pertemuan yang seperti ini diorganisir dengan baik, tentulah akan besar manfaatnya, akan dapat memecahkan masalah-masalah yang sulit yang dihadapi oleh umat Islam di negara mereka masing-masing. Semuanya itu akan berfaedah pula bagi individu, masyarakat dan agama. Alangkah baiknya jika pada waktu itu diadakan pertemuan antara kepala negara yang menunaikan ibadah haji, pertemuan para ahli, para ulama, para pemuka masyarakat, para usahawan dan sebagainya. 
Amatlah banyak manfaat yang lain lagi yang akan diperoleh oleh orang yang mengerjakan ibadah haji, tetapi hanyalah Allah, SWT. yang dapat mengetahui dengan pasti semua manfaat itu, Dalam pada itu, dari orang-orang yang pernah mengerjakan haji didapat keterangan bahwa keinginan mereka menunaikan ibadah haji bertambah setelah mereka selesai menunaikan ibadah haji yang pertama, makin sering seseorang menunaikan ibadah haji, makin bertambah pula keinginan tersebut. Rahasia dan manfaat dari ibadah haji itu dapat dipahamkan pula dari doa Nabi Ibrahim kepada Allah, sebagaimana yang tersebut dalam firman-Nya: 

فاجعل أفئدة من الناس تهوى إليهم 
Artinya: 
Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. (Q.S. Ibrahim: 37) 
Selanjutnya disebutkan pula manfaat yang lain dari ibadah haji, yaitu agar manusia menyebut nama Allah pada hari-hari yang ditentukan dan melaksanakan kurban dengan menyebut nama Allah untuk menyembelih binatang kurban itu. 
Yang dimaksud dengan hari-hari yang ditentukan ialah hari raya haji dan hari-hari tasyriq, yaitu tanggal 11,12, dan 13 Zulhijjah. Pada hari-hari ini dilakukan penyembelihan binatang kurban. 
Waktu menyembelih bintang kurban ialah setelah masuk waktu mengerjakan salat Idul Adha sampai dengan waktu terbenam matahari tanggal 13 Zulhijah. Rasulullah saw. bersabda: 

من ذبح قبل الصلاة فإنما ذبح لنفسه ومن ذبح بعد الصلاة فقد أتم نسكه وأصاب سنة المسلمين. 
Artinya: 
Barangsiapa yang menyembelih kurban sebelum salat Idul Adha maka sesungguhnya ia hanyalah menyembelih untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang menyembelih sesudah salat Idul Adha dan setelah membaca dua Khutbah maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadatnya dan telah melaksanakan sunah kaum Muslimin. (H.R. Bukhari) 
Yang dimaksud dengan salat hari raya dalam hadis ini, ialah waktu salat hari raya, bukanlah salatnya, karena salat hari raya itu bukanlah menjadi syarat penyembelihan kurban. 
Dan sabda Rasulullah saw: 

أيام التشريق كلها ذبح 
Artinya: 
Semua hari-hari tasyriq adalah waktu dilakukannya penyembelihan kurban (H.R. Ahmad dari Juber bin Muthni) 
Setelah binatang kurban itu disembelih, maka dagingya boleh dimakan oleh yang berkurban dan sebagiannya disedekahkan kepada orang-orang fakir dan miskin. Menurut jumhur ulama, sebaiknya orang-orang yang berkurban memakan daging kurban sebagian kecil saja, sedang sebagian besarnya disedekahkan kepada fakir miskin. Dalam pada itu tidak mengapa jika orang yang berkurban menyedekahkan seluruh daging kurbannya itu kepada fakir miskin. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 28 
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28) 
(Supaya mereka mempersaksikan) yakni mendatangi (berbagai manfaat untuk mereka) dalam urusan dunia mereka melalui berdagang, atau urusan akhirat atau untuk keduanya. Sehubungan dengan masalah ini ada berbagai pendapat mengenainya (dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan) yakni tanggal sepuluh Zulhijah, atau hari Arafah, atau hari berkurban hingga akhir hari-hari Tasyriq; mengenai masalah ini pun ada beberapa pendapat (atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak) unta, sapi dan kambing yang disembelih pada hari raya kurban dan ternak-ternak yang disembelih sesudahnya sebagai kurban. (Maka makanlah sebagian daripadanya) jika kalian menyukainya (dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir) yakni sangat miskin.

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).(QS. 22:29)

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ (29) 
Ayat ini menerangkan bahwa setelah orang yang mengerjakan ibadah haji selesai menyembelih binatang kurban, hendaklah mereka melakukan tiga hal: 
1. Menghilangkan dengki atau kotoran yang ada pada diri mereka, yaitu dengan menggunting misai, menggunting rambut, mengerat kuku dan sebagainya. Hal ini diperintahkan karena perbuatan-perbuatan itu dilarang melakukannya selama mengerjakan ibadah haji. Perbuatan ini dinamakan "tahalul". 
2. Melaksanakan nazar yang pernah diikrarkan, karena pada waktu, tempat dan keadaan inilah yang paling baik menyempurnakan nazar. 
3. Melakukan tawaf di Baitul Atik. Yang dimaksud dengan tawaf dalam ayat ini adalah tawaf ifadah. Ada tiga macam, yaitu tawaf qudum, tawaf atau berjalan mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali pada waktu pertama kali datang ke Mekah. Tawaf wada' yaitu tawaf yang dilakukan waktu akan meninggalkan Mekah, selesai menunaikan ibadah haji. Tawaf Ifadah, yaitu tawaf yang dilakukan dalam rangka mengerjakan ibadah haji. Tawaf ifadah termasuk salah satu dari rukun haji. 
Dalam ayat ini Baitullah disebut Baitul Atik, yang berarti "rumah tua" karena Baitullah adalah rumah ibadah pertama kali didirikan oleh Nabi Ibrahim a.s. beserta putranya Nabi Ismail as. kemudian barulah di dirikan Baitulmakdis oleh Nabi Daud a.s. beserta Nabi Sulaiman as. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 29 
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ (29) 
(Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka) maksudnya hendaklah mereka merapihkan ketidakrapihan diri mereka seperti memotong rambut dan kuku yang panjang (dan hendaklah mereka menunaikan) dapat dibaca Walyuufuu dan Walyuwaffuu (nazar-nazar mereka) dengan menyembelih hewan ternak sebagai hewan kurban (dan hendaklah mereka melakukan tawaf) tawaf ifadah (sekeliling rumah yang tua itu) yakni rumah kuno, karena ia adalah rumah pertama yang dibuat untuk ibadah manusia.

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, kecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta,(QS. 22:30)

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ (30) 
Ayat ini menerangkan bahwa semua yang tersebut pada ayat-ayat yang lalu, seperti mencukur rambut, mengerat kuku, memenuhi nazar, tawaf mengelilingi Kakbah, termasuk fardu haji yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menunaikan ibadah haji. Barang siapa yang melaksanakan semua yang diperintahkan itu selama mereka berihram, karena ingin mengagungkan dan mencari keridaan Allah, maka perbuatan itu adalah perbuatan yang paling baik di sisi Allah dan akan dibalasinya dengan pahala yang berlipat ganda serta yang penuh kenikmatan. 
Menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dengan "hurumatillah", ialah semua yang dilarang melakukannya oleh orang-orang yang sedang menunaikan ibadah haji, seperti berlaku fasik, bertengkar, bersetubuh dengan istri, berburu dan sebagainya. Menghormati "hurumatillah", ialah menjauhi semua larangan itu. Sedang menurut riwayat Zaid bin Aslam, yang dimaksud dengan "hurumatillah", ialah Al Masyarilharam, Masjidilharam, Baitulharam, Syahrul Haram dan Tanah Haram. Menghormati "hurumatillah" itu adalah perbuatan yang paling baik pada sisi Allah dari perbuatan lain selama seseorang mengerjakan ibadah haji. 
Dalam ibadah haji terdapat dua macam ibadat, yaitu ibadat yang berhubungan dengan anggota badan, disebut ibadat badaniyah", seperti tawaf, sai, melempar jumrah dan sebagainya. Yang kedua ialah ibadat yang berhabungan dengan harta, disebut maliyah", seperti menyembelih binatang kurban dan sebagainya. Dalam ayat ini disebutkan makanan yang dihalalkan, perintah menjauhi perkataan dusta. Sekalipun perintah itu ditujukan kepada semua kaum Muslimin, tetapi orang-orang yang sedang menunaikan ibadah haji sangat diutamakan melaksanakannya. Di samping perintah-perintah itu ada lagi perintah yang lain ditujukan kepada orang-orang muslim, khususnya orang-orang yang mengerjakan ibadah haji. Semua perintah itu ada yang termasuk ibadah badaniyah dan ada pula termasuk maliyah. 
Allah SWT menerangkan bahwa dihalalkan bagi orang-orang yang beriman memakan dan menyembelih unta, lembu dan sebagainya, kecuali binatang-binatang yang telah ditetapkan keharamannya, sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT: 

حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير الله به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أكل السبع إلا ما ذكيتم وما ذبح على النصب 
Artinya: 
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai. darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik. yang dipukul, yang jatuh. yang ditanduk. dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.....". (Q.S. Al Maidah: 3)
Dan firman Allah SWT: 

قل لا أجد في ما أوحى إلي محرما على طاعم يطعمه إلا أن يكون ميتة أو دما مسفوحا أو لحم خنزير فإنه رجس أو فسقا أهل لغير الله به 
Artinya: 
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya itu adalah kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (Q.S. Al An'am: 145) 
Allah SWT tidak pernah mengharamkan memakan daging binatang seperti yang diharamkan oleh kaum musyrik Mekah, perbuatan itu adalah perbuatan yang mereka ada-adakan saja. Mereka mengharamkan bahirah, sa'ibah, wasilah, hamiyah dan sebagainya, sebagaimana firman Allah SWT: 

ما جعل الله من بحيرة ولا سائبة ولا وصيلة ولا حام ولكن الذين كفروا يفترون على الله الكذب وأكثرهم لا يعقلون 
Artinya: 
Allah sekali kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah. sa'ibah, wasilah, dan ham. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah. dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (Q.S. Al Maidah: 103) 
Dalam ayat ini Allah SWT pernah menyebutkan dua macam perintah, yaitu: 
1. Perintah menjauhi perbuatan menyembah patung atau berhala, karena perbuatan itu adalah perbuatan yang menimbulkan kekotoran dalam diri dan sanubari seseorang yang mengerjakannya dan perbuatan itu berasal dari perbuatan setan. Setan selalu berusaha mengotori jiwa dan diri manusia. 
2. Perintah menjauhi perkataan dusta dan mengadakan persaksian yang palsu. 
Dalam ayat ini digandengkan penyebutan persaksian palsu dan penyembahan berhala, karena kedua perbuatan itu pada hakikatnya adalah sama, semua sama berdusta dan mengingkari kebenaran. Dalam pada itu dapat dipahami pula betapa besar dosanya mengadakan persaksian palsu itu karena oleh Allah SWT digandengkan dengan perbuatan mempersekutukannya. 
Dalam hadis Nabi Muhammad saw pun diterangkan bahwa persaksian palsu itu sama beratnya dengan memperserikatkan Allah SWT: 

عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه صلى الصبح قائما واستقبل الناس بوجهه وقال عدلت شهادة الزور الإشراك بالله عدلت شهادة الزور الإشراك بالله, عدلت شهادة الزور الإشراك بالله. 
Artinya 
Dari Nabi saw bahwa (pada suatu ketika) beliau salat Subuh, setelah selesai memberi salam, beliau berdiri dan menghadap kepada manusia dan berkata: "Persaksian palsu sama beratnya dengan memperserikatkan sesuatu dengan Allah, persaksian palsu sama beratnya dengan memperserikatkan sesuatu dengan Allah, persaksian palsu sama beratnya dengan memperserikatkan sesuatu dengan Allah". (H.R. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tabrabi) 


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 30 
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ (30) 
(Demikianlah) menjadi Khabar dari Mubtada yang keberadaannya diperkirakan sebelumnya, yakni perintah Allah itu sebagaimana yang telah disebutkan (dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah) yaitu hal-hal yang tidak boleh dirusak (maka itu adalah) mengagungkannya (lebih baik baginya di sisi Rabbnya) di akhirat kelak. (Dan telah dihalalkan bagi kamu sekalian binatang ternak) untuk memakannya sesudah disembelih terlebih dahulu (kecuali yang diterangkan kepada kalian) keharamannya di dalam firman yang lainnya yaitu, "Diharamkan bagi kalian memakan bangkai..." (Q.S. Al-Maidah, 3). Dengan demikian berarti Istitsna di sini bersifat Munqathi'. Dan dapat pula dikatakan Muttashil, sedangkan barang yang diharamkan adalah ditujukan kepada hewan yang mati dengan sendirinya dan oleh penyebab-penyebab lainnya (maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu) huruf Min di sini menunjukkan arti Bayan atau keterangan, maksudnya barang yang najis itu adalah berhala-berhala (dan jauhilah perkataan-perkataan dusta) perkataan yang mengandung kemusyrikan terhadap Allah di dalam bacaan Talbiyah kalian, atau yang dimaksud adalah kesaksian palsu.

dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.(QS. 22:31)

حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ (31) 
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan lagi bahwa manusia haruslah menjauhi berhala dan perkataan dusta dengan memurnikan ketaatan kepada Tuhan, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Kemudian Allah menjelaskan tentang besarnya dosa akibat mengerjakan perbuatan syirik. Barang siapa yang memperserikatkan Allah, berarti telah membinasakan dirinya sendiri, karena orang yang mengerjakan syirik itu akan memperoleh malapetaka yang besar di dunia dan akhirat nanti, tidak ada lagi harapan untuk memperoleh keselamatan bagi dirinya. 
Dalam ayat ini orang yang melakukan perbuatan syirik itu, diserupakan dengan seorang yang jatuh dari langit yang tinggi, kemudian tubuhnya disambar oleh burung-burung buas yang beterbangan di angkasa, burung-burung itu memperebutkannya, sehingga koyak-koyak menjadi bagian-bagian yang kecil, lalu dagingnya dimakan oleh burung-burung itu, atau tubuhnya itu diterbangkan angin sampai terlempar ke tempat yang berjauhan, ada yang jatuh ke dalam laut, ada yang jatuh ke dalam jurang yang dalam dan sebagainya. Maka tidak ada sesuatupun yang dapat diharapkan lagi dari orang itu, kecuali menerima kesengsaraan dan azab yang kekal. 
Allah SWT berfirman: 

إن الذين كفروا وصدوا عن سبيل الله قد ضلوا ضلالا بعيدا 
Artinya: 
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. (Q.S. An Nisa: 167) 
Dan firman Allah SWT: 

قل اندعوا من دون الله ما لا ينفعنا ولا يضرنا ونرد على أعقابنا بعد إذ هدانا الله كالذي استهوته الشياطين في الأرض حيران 
Artinya: 
Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain dari pada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita. seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan dalam keadaan bingung..." (Q.S. Al An'am: 71) 


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 31 
حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ (31) 
(Dengan ikhlas kepada Allah) yakni berserah diri kepada-Nya serta berpaling dari semua agama selain dari agama-Nya (tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia) kalimat ayat ini mengukuhkan makna kalimat yang sebelumnya dan keduanya itu merupakan Hal atau kata keterangan dari dhamir Wawu. (Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah terjungkal) yakni jatuh (dari langit lalu disambar oleh burung) diambil dengan cepat (atau diterbangkan oleh angin yang melemparkannya) yang menjatuhkannya (ke tempat yang jauh sekali) sangat jauh sehingga tidak dapat diharapkan lagi keselamatannya.

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.(QS. 22:32)

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (32) 
Barangsiapa yang menghormati syiar-syiar Allah, memilih binatang kurban yang baik gemuk, lagi mahal harganya, maka sesungguhnya yang demikian adalah perbuatan orang yang benar-benar takwa kepada Allah dan perbuatan yang berasal dari hati sanubari orang yang mengikhlaskan ketaatannya kepada Allah. 
Dalam hadis diterangkan binatang yang biasa disembelih para sahabat. 

عن سهل كنا نسمي الأضحية بالمدينة وكان المسلمون يسمنون 
Artinya: 
Dari Sahal: "Adalah kami (mencari kurban) yang gemuk di Madinah, dan kaum Muslimin mencari yang gemuk pula" 
Dan hadis Nabi Muhammad saw: 

عن البراء قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أربع لا تجوز في الأضاحي العوراء البين عورها والمريضة البين مرضها والعرجاء البين ظلعها وكسيرة التي لا تنقى. 
Artinya: 
Dari Barra', telah berkata ia telah bersabda Rasulullah saw: "Empat macam yang tidak boleh ada pada binatang kurban, yaitu buta matanya sebelah, yang jelas kebutaannya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan yang patah dan yang tidak gemuk". (H.R. Bukhari, Ahmad dan Ahli Sunan)

Bagi kamu pada binatang-binatang had-yu, itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah).(QS. 22:33)

لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ (33) 
Pada ayat ini ditegaskan bahwa binatang kurban itu dapat diambil manfaatnya sebelum disembelih, yaitu dapat digunakan sebagai kendaraan dalam perjalanan menuju tanah suci, dapat diminum air susunya dan sebagainya. Setelah disembelih bulunya dapat dimanfaatkan, dagingnya dapat dimakan, disedekahkan kepada fakir dan miskin, sebagaimana yang diterangkan pada hadis Nabi saw. 

عن أنس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى رجلا يسوق بدنة قال اركبها قال إنها بدنة قال اركبها ويحك في الثانية أو الثالثة 
Artinya: 
Dari Anas bahwasanya Rasulullah saw melihat seorang laki-laki menghalau seekor budnah (unta yang digemukkan untuk dijadikan korban) maka beliau bersabda: "Kendarailah! Kasihan kamu!" Orang itu menjawab: "Dia digemukkan untuk dijadikan kurban! Maka Nabi bersabda: "Kendarailah. Kasihan Kamu! Nabi mengatakan kasihan kamu itu sesudah beliau menyuruh orang itu mengendarinya, dua atau tiga kali". (H.R. Bukhari dan Muslim) 
Tempat penyembelihan binatang korban itu ialah di sekitar daerah Haram atau di tempat sekitar Kakbah. Allah SWT berfirman: 

ياأيها الذين ءامنوا لا تقتلوا الصيد وأنتم حرم ومن قتله منكم متعمدا فجزاء مثل ما قتل من النعم يحكم به ذوا عدل منكم هديا بالغ الكعبة أو كفارة طعام مساكين أو عدل ذلك صياما ليذوق وبال أمره عفا الله عما سلف ومن عاد فينتقم الله منه والله عزيز ذو انتقام 
Artinya: 
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu yang membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-ya yang dibawa sampai ke Kakbah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa". (Q.S. Al Maidah: 95) 
Maksud dibawa sampai ke Kakbah menurut ayat di atas ialah membawanya ke daerah Haram untuk disembelih di tempat itu. 


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 33 
لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ (33) 
(Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat) seperti menjadikannya sebagai hewan kendaraan dan untuk mengangkut barang-barang selagi hal itu tidak membuatnya bahaya atau cacat (sampai pada waktu yang ditentukan) yaitu waktu disembelih sebagai hewan kurban (kemudian tempat wajib serta akhir masa penyembelihannya) tempat diperbolehkan menyembelihnya (ialah setelah sampai ke Baitul Atiq) yaitu maksudnya di semua tanah suci.

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),(QS. 22:34)

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34) 
Allah SWT telah menetapkan syariat bagi tiap-tiap manusia, termasuk di di-dalamnya syariat kurban. Seseorang yang berkurban berarti ia telah menumpahkan darah binatang untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dan ingin mencari keridaan Allah. Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang berkurban itu agar mereka menyebut dan mengagungkan nama Allah waktu menyembelih binatang kurban itu, dan agar mereka mensyukuri nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka. Di antara nikmat Allah itu ialah berupa binatang ternak, seperti unta, lembu, kambing dan sebagainya yang merupakan rezeki dan makanan yang halal bagi mereka. 
Dari ayat ini dipahamkan bahwa dilarang orang-orang yang beriman mengagungkan nama apapun selain daripada nama Allah. 
Rasulullah saw menyembelih binatang kurban dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, sebagaimana tersebut dalam hadis beliau: 

عن أنس قال: أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم بكبشين أملحين (فيهما بياض يخالطه سواد) أقرنين فمسى وكبر ووضع رجله على صفاحها 
Artinya: 
Dari Anas, ia berkata: "Rasulullah saw telah datang membawa dua ekor kibas yang bagus (pada kedua kibas itu terdapat warna putih yang bercampur hitam) yang bertanduk, maka beliau menyebut nama Allah dan bertakbir (waktu menyembelihnya) dan meletakkan kakinya di atas rusuk binatang itu". (H.R. Bukhari dan Muslim) 
Pada akhir ayat ditegaskan bahwa Allah yang berhak disembah itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan kepercayaan tauhid itu telah dianut pula oleh orang-orang dahulu, karena itu patuh dan taatlah hanya kepada-Nya saja, ikutilah semua perintah-perintah-Nya, hentikanlah semua larangan-larangan-Nya dan lakukan semua pekerjaan semata-mata karena-Nya saja dan untuk mencari keridaan-Nya. 
Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar menyampaikan berita gembira kepada orang-orang yang tunduk, patuh, taat, bertobat dan merendahkan dirinya kepada-Nya bahwa bagi mereka disediakan pahala yang berlipat ganda, berupa surga di akhirat nanti. 
Perkataan "maka Tuhanmu ialah Tuhan. Yang Maha Esa" memberi pengertian bahwa kurban, menghormati syiar-syiar Allah, beribadat yang mereka lakukan atas petunjuk para Rasul yang diutus kepada mereka, sekalipun ibadat dan syariat itu berbeda pada tiap-tiap umat, namun termasuk dalam agama Allah, termasuk jalan yang lurus yang harus ditempuh oleh setiap yang mengaku sebagai hamba Allah, dalam menaati dun mencari rida-Nya. Perbedaan cara-cara beribadat antara umat-umat yang dahulu dengan umat-umat yang datang kemudian, di dalamnya umat Nabi Muhammad, janganlah dijadikan alasan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara orang-orang yang beriman. Semuanya itu dilakukan hanyalah untuk menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.(QS. 22:35)

الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (35) 
Dalam ayat ini disebutkan tanda-tanda orang yang taat dan patuh kepada Allah, yaitu: 
1. Apabila disebutkan nama Allah di hadapan mereka gemetarlah hati mereka, karena merasakan kebesaran dan kekuasaan-Nya. Mendengar nama Allah itu timbul rasa harap dan takut dalam hati mereka. Mereka harap akan keridaan Nya, sebagaimana mereka harap pula akan ampunan dan pahala yang disediakan Allah bagi orang yang takwa. Mereka sangat ingin agar dimasukkan ke dalam orang-orang yang bertakwa itu. Mereka takut mendengar nama Allah, karena mereka belum mempunyai persiapan yang cukup untuk menghadap-Nya, seperti ibadat yang mereka kerjakan, perbuatan baik dan jihad yang telah mereka lakukan, semuanya itu dirasakan mereka belum cukup dikerjakan, karena itu mereka takut kepada siksa Allah, yang akan ditimpakan kepada orang-orang kafir. Mereka ingin terhindar dari siksa itu. 
2. Mereka sabar menghadapi segala cobaan dari Allah. Di saat mereka memperoleh rezeki dan karunia yang banyak dari Allah, mereka ingat bahwa di dalam harta mereka itu terdapat hak orang kafir dan orang miskin, karena itu mereka mengeluarkan zakat dan sedekah. Di-saat mereka menjadi miskin dan papa, mereka sadar bahwa itu adalah cobaan terhadap iman mereka; karena itu kemiskinan itu adalah tidak menggoyahkan iman mereka sedikitpun. Mereka yakin bahwa cobaan dari Allah itu bermacam-macam bentuk dan ragamnya, ada yang berupa kesenangan dan ada pula berupa kesengsaraan. Hanyalah hamba Allah yang sabar dan tabahlah yang akan memperoleh keberuntungan. 
3. Mereka selalu mendirikan salat yang difardukan atas mereka pada waktu-waktu yang telah ditentukan. 
4. Mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka Tindakan menafkahkan harta itu mereka lakukan semata-mata untuk mencari keridaan Allah. 


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 35 
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (35) 
(Yaitu orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah gemetarlah) yakni takutlah (hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka) berupa musibah dan malapetaka (orang-orang yang mendirikan salat) yang mengerjakan salat pada waktu-waktunya (dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka) mereka menyedekahkannya.

Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian daripada syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.(QS. 22:36)

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (36) 
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa dia menciptakan unta agar diambil manfaatnya oleh manusia dan menjadikan unta itu sebagai salah satu syiar-syiar Allah dengan menyembelihnya sebagai binatang kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kemudian Dia pula yang memberi balasan kepada otang-orang berkurban itu berupa pahala yang berlipat ganda di akhirat nanti. 
Menurut Imam Abu Hanifah yang berasal dari pendapat Ata' dan Said bin Musayyab dari golongan tabi'in bahwa yang dimaksud dengan: "Budna" yang tersebut dalam ayat, ialah unta atau lembu. Pendapat ini dikuatkan pula oleh pendapat Ibnu Umar bahwa tidak dikenal arti "badnah" (mufrad "badna ..) selain arti unta dan lembu. 
Seekor unta atau lembu dapat dijadikan korban oleh tujuh orang berdasarkan hadis Rasulullah saw: 

عن جابر رضي الله عنه قال حججنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فنحرنا الإبل عن سبعة والبقرة عن سبعة. 
Artinya: 
Berkata Jabir r.a.: "Kami telah menunaikan ibadah haji bersama Rasulullah saw, maka kami berkurban seekor unta untuk tujuh orang dan seekor lembu untuk tujuh orang". (H.R. Muslim dari Jabir) 
Seseorang diwajibkan menyembelih "Budnah" di antaranya, ialah apabila seseorang yang mengerjakan ibadah haji tidak mengerjakan perintah-perintah Allah atau melanggar larangan-larangan-Nya, seperti tidak melempar Jumrah, tidak bermalam di Muzdalifah, tidak mengerjakan tawaf wada', mencukur rambut di waktu terlarang mencukurnya, memburu atau membunuh binatang buruan dan sebagainya. 
Jika seorang tidak sanggup membeli "budnah", ia boleh menggantinya dengan tujuh ekor kambing berdasarkan hadis: 

عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم أتاه رجل فقال إن علي بدنة وأنا موسر ولا أجدها فأشتريها فأمره النبي صلى الله عليه وسلم أن يبتاع سبع شياه فيذبحهن. 
Artinya: 
"Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw. telah didatangi seorang laki-laki, ia berkata "Sesungguhnya telah wajib atasku menyembelih budnah, sedangkan aku orang yang sanggup melakukannya dan aku tidak memperoleh untuk aku beli. Maka Rasulullah saw menyuruh membeli tujuh ekor kambing, maka ia menyembelihnya". (h>r. Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad yang sahih) 
Sebagian ulama berpendapat bahwa budnah itu hanyalah unta saja, karena unta itu besar badannya dan mahal harganya. 
Sebelum binatang kurban itu disembelih dapat diambil manfaatnya, seperti dijadikan kendaraan pergi ke tanah suci, diminum air susunya, sebagaimana diterangkan dalam hadis Nabi saw: 

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى رجلا يسوق بدنة فقال "اركبها" فقال إنها بدنة فقال "اركبها" قال إنها بدنة, قال "اركبها ويحك" في الثانية أو الثالثة. 
Artinya: 
Dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah saw telah melihat seorang laki-laki menghalau seekor budnah, beliau berkata: "Kendarailah! orang itu menjawab: "Sesungguhnya ia digemukkan untuk dijadikan kurban. Beliau berkata: "Kendarailah! Orang itu menjawab: "Sesungguhnya ia digemukkan untuk dijadikan kurban. Beliau berkata: "Kendarailah! dan kasihan kamu, diucapkan sewaktu beliau menyuruh orang itu mengendarainya dua atau tiga kali. (H.R. Bukhari) 
Allah SWT memerintahkan agar menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya. Dari ayat ini dipahamkan haram hukumnya jika disebut selain Allah di waktu menyembelihnya. 
Apabila binatang kurban itu telah disembelih, telah roboh dan telah diyakini ia telah benar-benar mati, maka kulitilah, makanlah sebagian dagingnya, dan berikanlah sebagian yang lain kepada fakir miskin yang minta-minta dan yang tidak meminta-minta karena mereka malu melakukannya. Tentu saja menyediakan seluruhnya adalah lebih baik dan lebih besar pahalanya. 
Orang-orang Arab Jahiliah tidak mau memakan daging kurban yang telah mereka sembelih itu, maka dalam ayat ini Allah SWT membolehkan kaum Muslimin memakan daging kurban. 
Demikianlah Allah SWT telah memudahkan penguasaan binatang korban itu bagi orang-orang yang beriman, padahal binatang itu lebih kuat dari mereka. Yang demikian itu dapat dijadikan pelajaran agar bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada mereka. 


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 36 
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (36) 
(Dan unta-unta itu) al Budna adalah bentuk jamak dari lafal Badanah, yaitu hewan unta (Kami jadikan untuk kalian sebagian syiar Allah) pertanda-pertanda bagi agama-Nya (kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya) kemanfaatan duniawi sebagaimana yang telah disebutkan tadi dan pahala di akhirat (maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya) sewaktu menyembelihnya (dalam keadaan berdiri) dengan kaki yang terikat. (Kemudian apabila telah roboh) sesudah disembelih, yaitu telah mati dan sudah waktunya untuk dapat dimakan (maka makanlah sebagiannya) jika kalian suka (dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya) maksudnya orang-orang yang menerima dengan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya dan ia tidak meminta-minta serta tidak pernah memamerkan dirinya miskin (dan orang yang meminta) yaitu orang yang meminta-minta dan orang yang menampakkan kemiskinannya. (Demikianlah) sebagaimana penundukan tadi (Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian) sehingga mereka dapat disembelih dan dapat dinaiki, jika tidak Kami tundukkan maka niscaya kalian tidak akan mampu terhadapnya (mudah-mudahan kalian bersyukur) atas nikmat-Ku kepada kalian.

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS. 22:37)

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37) 
Allah SWT menegaskan lagi tujuan berkurban, ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridaan-Nya. Dekat kepada Allah dan keridaan-Nya itu tidak akan diperoleh dari daging-daging binatang yang disembelih itu dan tidak pula dari darahnya yang telah ditumpahkan, akan tetapi semuanya itu akan diperoleh bila kurban itu dilakukan dengan niat yang ikhlas, dilakukan semata-mata karena Allah dan sebagai mensyukuri nikmat-nikmat yang tidak terhingga yang telah dilimpahkan Nya. 
Berkata Mujahid: "Kaum Muslimin pernah bermaksud meniru perbuatan orang-orang musyrik Mekah. Jika menyembelih binatang kurban, mereka menebarkan daging-daging binatang itu di sekitar Kakbah, sedang darahnya mereka lumurkan ke dinding-dinding Kakbah dengan maksud mencari keridaan tuhan-tuhan yang mereka sembah. Dengan turunnya ayat ini, maka kaum Muslimin mengurungkan maksudnya itu. 
Allah SWT menegaskan pula bahwa Dia telah memudahkan binatang kurban itu bagi manusia, mudah didapat, mudah dikuasai, dan mudah pula disembelih. Dengan kemudahan itu manusia tambah mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan Allah SWT kepada mereka serta mengagungkan Nya, karena petunjuk-petunjuk yang telah diberikannya. 
Pada akhir ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah saw menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta orang-orang yang melakukan kurban dengan ikhlas bahwa mereka akan memperoleh rida dan karunia Nya. 
Pada ayat yang lalu Allah SWT memerintahkan agar menyebut nama Nya di waktu menyembelih binatang kurban, sedang pada ayat ini diperintahkan membaca takbir di waktu menyembelih binatang kurban. 
Kebanyakan ahli tafsir mengumpulkan kedua bacaan ini, yaitu dengan menyebut nama Allah dan mengucap takbir. 
Ucapan yang diucapkan itu ialah: 
باسم الله والله أكبر منك وإليك. 
Artinya: 
Dengan menyebut nama Allah Maha Besar, wahai Tuhan!, dari Engkau dan untuk Engkau! 
Alasan dari mufassir itu ialah hadis Nabi Muhammad saw: 

عن جابر بن عبد الله قال ذبح النبي صلى الله عليه وسلم يوم الذبح كبشين أقرنين موجوءين أملحين فلما وجههما قال إني وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا. وقرأ إلى قوله وأنا أول المسلمين. اللهم منك ولك عن محمد وأمته باسم الله والله أكبر ثم ذبح. 
Artinya: 
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: "Nabi saw menyembelih pada hari raya kurban dua ekor kibas yang mempunyai tanduk yang tajam dan berwarna putih kehitam-hitaman. Tatkala beliau menghadapkan keduanya ke kiblat, beliau mengucapkan" (artinya) "Sesungguhnya aku menghadapkan mukaku kepada yang menciptakan langit dan bumi dalam keadaan cenderung kepada agama yang benar", sampai kepada perkataan: dan aku adalah orang yang pertama kali yang menyerahkan diri. Wahai Tuhan! Dari Engkau untuk Engkau, dari Muhammad dan umatnya, dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, kemudian beliau menyembelihnya". (H.R. Abu Daud)

Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.(QS. 22:38)

إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ (38) 
Ayat ini mengisyaratkan bahwa orang-orang yang beriman selalu mendapat cobaan dan rintangan dari musuh-musuh Allah dan orang-orang yang menginginkan agar agama Allah lenyap dari permukaan bumi. 
Sekalipun demikian Allah tetap membela orang-orang yang beriman dengan menguatkan hati mereka, mengokohkan langkah-langkah mereka mengikuti jalan yang lurus yang telah dibentangkan Allah, dan memperkuat kesabaran dan ketabahan hati mereka. 
Jaminan Allah SWT akan kemenangan ini ditegaskan dalam firman-Nya: 

كتب الله لأغلبن أنا ورسلي إن الله قوي عزيز 
Artinya: 
Allah telah menetapkan, "Aku dan Rasul-rasul Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa". (Q.S. Mujadalah: 21) 
Karena itu diwajibkan atas orang-orang yang telah beriman yang telah ditolong Allah itu membela dan menegakkan agama Allah, sebagai tanda bersyukur atas pertolongan-Nya itu. 
Allah membela orang-orang yang beriman itu ialah karena Dia menyukai orang-orang yang beriman dan membenci orang-orang khianat dan orang-orang kafir. Orang-orang kafir itu telah mengkhianati janji Allah yang telah ditetapkan-Nya, sebagaimana yang telah diterangkan dalam firman Allah SWT: 

وإذ أخذ ربك من بني آدم من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا أن تقولوا يوم القيامة إنا كنا عن هذا غافلين 
Artinya: 
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?". Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (Q.S. Al A'raf: 172) 
Dan mereka mengingkari perintah-perintah Allah dan tidak mengindahkan larangan-larangan-Nya, mendustakan ayat-ayat Allah, sehingga mereka tidak diacuhkan Allah di akhirat nanti, Allah beriman: 

إن الذين يكتمون ما أنزل الله من الكتاب ويشترون به ثمنا قليلا أولئك ما يأكلون في بطونهم إلا النار ولا يكلمهم الله يوم القيامة ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم 
Artinya: 
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amal pedih. (Q.S. Al Baqarah: 174) 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 38 
إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ (38) 
(Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman) daripada perbuatan-perbuatan kaum musyrikin. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat) di dalam amanat yang dititipkan kepadanya (lagi mengingkari nikmat) ingkar terhadap nikmat-nikmat-Nya; mereka adalah orang-orang musyrik. Makna ayat ini ialah bahwa Allah akan mengazab mereka.

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,(QS. 22:39)

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (39) 
Ayat ini membolehkan orang-orang yang beriman memerangi orang-orang kafir. jika mereka telah berbuat aniaya di muka bumi, menganiaya manusia, berbuat sewenang-wenang dan menentang agama Allah, dan orang-orang yang beriman telah teraniaya oleh mereka. 
Sejak Nabi Muhammad saw menyampaikan risalahnya dan melakukan dakwahnya kepada orang-orang Quraisy, maka sejak itu pula sikap mereka berubah terhadap Nabi dan para sahabat. Semula mereka menganggap Muhammad sebagai seorang kepercayaan, orang yang adil yang dapat menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di antara mereka. Tetapi setelah Nabi Muhammad saw menyampaikan risalahnya, mereka lalu mengancam, menyakiti dan melakukan tindakan-tindakan yang merugikan Nabi saw dan para sahabat dan sebagainya. Pernah juga mereka melempari Nabi dengan kotoran binatang menganiaya para sahabat, sehingga penderitaan yang dialami Nabi dan para sahabat hampir-hampir tidak tertahankan lagi. Para sahabat pernah mengadu hal itu kepada Nabi saw dan meminta kepada Rasulullah agar kepada mereka diberikan perintah untuk membalas tindakan-tindakan orang-orang kafir itu. Rasulullah berusaha menenangkan dan menyabarkan hati para sahabat, karena belum ada perintah dari Allah atau ayat yang diturunkan untuk mengadakan perlawanan dan mempertahankan diri. Semakin hari penderitaan itu dirasakan semakin berat dan untuk menghindarkan diri dari terjadinya bentrokan dengan orang-orang kafir, maka pernah beberapa kali kaum Muslimin melakukan hijrah, seperti hijrah ke Habsyah, ke Madinah dan akhirnya Rasulullah dan para sahabat bersama-sama hijrah ke Madinah. 
Setelah kaum Muslimin hijrah ke Madinah, barulah turun ayat-ayat yang memerintahkan kaum Muslimin memerangi orang-orang yang berbuat aniaya dan berusaha menghancurkan agama Islam dan orang-orang yang beriman. Ayat ini adalah ayat yang pertama kali diturunkan yang berhubungan dengan perintah berperang. 
Berkata Dahhak, "Para sahabat minta izin kepada Rasulullah saw memerangi orang-orang kafir yang menyakiti mereka di Mekah, maka turunlah ayat 38 surat ini. Setelah hijrah ke Madinah maka turunlah ayat 39 ini, yang merupakan ayat Qital yang pertama kali diturunkan. 
Dan dalam hadis disebutkan: 

عن ابن عباس أنه قال لما أخرج النبي صلى الله عليه وسلم من مكة قال أبو بكر: اخرجوا نبيهم, إنا لله وإنا إليه راجعون ليهلكن القوم, فأنزل الله "أذن للذين يقاتلون بأنهم ظلموا وإن الله على نصرهم لقدير" قال أبو بكر: فعرفت أنه سيكون قتال. 
Artinya: 
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata, "Tatkala diusir Rasulullah saw dari Mekah, Abu Bakar berkata, "Mereka telah mengusir Nabi mereka sesungguhnya kita kepunyaan Allah, sesungguhnya kita kembali kepada-Nya benar-benar hancurlah kaum itu". Maka Allah menurunkan ayat ini yang artinya: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan Allah sesungguhnya adalah Maha Kuasa menolong mereka. Berkata Abu Bakar, "Maka tahulah aku sesungguhnya akan ada peperangan". (H.R. Ahmad, Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah) 
Ayat ini mengizinkan berperang dan ini diturunkan setelah Allah melarang orang-orang beriman berperang dalam waktu yang lama dan setelah Rasulullah berusaha beberapa kali menyebarkan dan menahan semangat orang-orang beriman menghadapi segala macam tindakan orang-orang kafir yang menyakitkan hati mereka. Karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa izin berperang itu diberikan kepada kaum Muslimin, jika perang itu merupakan satu-satunya jalan keluar bagi kesulitan yang tidak dapat diatasi lagi. Dengan perkataan yang lain: bahwa peperangan itu dibolehkan untuk mempertahankan diri dan untuk menegakkan dan membela kalimat Allah. 
Sebenarnya Allah SWT Maha Kuasa membela dan memenangkan orang-orang yang beriman, tanpa melakukan sesuatu peperangan dan tanpa mengalami kesengsaraan dan penderitaan. Akan tetapi Allah SWT hendak menguji hati para hamba-Nya yang mukmin, sampai di mana ketabahan dan kesabaran mereka dalam menghadapi cobaan-cobaan Allah, sampai di mana ketaatan dan kepatuhan mereka dalam melaksanakan perintah-perintah Allah. Betapa banyak orang yang semula dianggap baik imannya, tetapi setelah mengalami sedikit cobaan saja, mereka kembali menjadi kafir. Dengan adanya perintah jihad itu, maka ada kesempatan bagi orang-orang yang beriman untuk memperoleh balasan Allah yang paling besar. yaitu balasan yang disediakan bagi orang-orang yang mati syahid dalam mempertahankan agama Allah. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 39 
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (39) 
(Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi) yaitu orang-orang Mukmin untuk berperang. Ayat ini adalah ayat pertama yang diturunkan sehubungan dengan masalah jihad (karena sesungguhnya mereka) (telah dianiaya) oleh orang-orang kafir. (Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka).

(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata:` Tuhan kami hanyalah Allah `. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,(QS. 22:40)

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (40) 
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan keadaan orang-orang yang diizinkan berperang itu. Orang-orang musyrik Mekah telah melakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan terhadap kaum Muslimin. Mereka disiksa. dianiaya, disakiti dan sebagainya, bukanlah karena sesuatu kesalahan atau kejahatan yang telah mereka perbuat, tetapi semata-mata karena mereka telah berkeyakinan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah, selain Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka tidak mempercayai lagi kepercayaan nenek moyang mereka. Mereka telah berserah diri kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan mereka telah menjadi orang-orang muslim. 
Tindakan orang musyrik Mekah terhadap kaum Muslimin itu diterangkan dalam firman Allah SWT: 

يخرجون الرسول وإياكم إن تؤمنوا بالله ربكم 
Artinya: 
"....mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu..... (Q.S. Al Mumtahanah: 1) 
Penderitaan dan kesengsaraan yang dialami Nabi dan para sahabat karena mereka beriman kepada Allah itu, telah dialami pula oleh para Rasul dan umatnya yang telah diutus dahulu. Allah berfirman: 

وقال الذين كفروا لرسولهم لنخرجنكم من أرضنا أو لتعودن في ملتنا 
Artinya: 
"Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka, "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami, atau kamu kembali kepada agama kami" (Q.S. Ibrahim: 13) 
Mereka yang diizinkan berperang itu telah diusir oleh kaum musyrikin dari kampung halaman mereka, telah disiksa dan disakiti tanpa alasan yang benar. 
Karena itu, saandainya perbuatan kaum musyrik itu dibiarkan, tentulah kelaliman mereka semakin bertambah, semakin lama mereka bertambah gila kekuasaan, mereka akan menghancurkan biara-biara,, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat dan mesjid-masjid yang di dalamnya disebut dan diagungkan nama Allah. Karena itu Allah mensyariatkan dalam agama-Nya agar tiap-tiap orang yang beriman yang dihalangi menyembah Tuhannya itu membela agamanya, berperang di jalan Allah, mereka membela kebenaran, menolak kebatilan dan kelaliman. 
Pada hakikatnya perang yang terjadi itu adalah perang antara yang hak dan yang batil, perang antar orang yang telah mendapat petunjuk dari Allah dengan orang yang mengingkari petunjuk itu. Perang yang seperti itu adalah peperangan yang tujuannya untuk membina kehidupan manusia, yaitu kehidupan dunia yang sejahtera yang diridai Allah dan kehidupan ukhrawi yang bahagia dan abadi. 
Ayat ini juga mengisyaratkan agar setiap kelompok itu hidup kaum muslim dan mempunyai sebuah mesjid yang didirikan oleh para anggota kelompok itu. Di dalam mesjid tersebut diagungkan asma Allah, dilaksanakan salat berjemaah setiap waktu, diperbincangkan hidup dan kehidupan kaum Muslimin, dijadikan mesjid itu tempat berkumpul dan tempat bermusyawarah. 
Pada ayat ini Allah SWT menguatkan perintah berperang pada ayat di atas, dengan memberikan perintah dan memberikan janji. Yang diperintahkan Allah adalah agar kaum Muslimin menolong dan membela agama Allah, berjihad dan melaksanakan perintah Allah. Yang dijanjikan, ialah barang siapa yang menolong agama Allah, ia berhak mendapat pertolongan Allah, berupa kemenangan dan pahala di akhirat nanti. 
Allah SWT berfirman: 

وكان حقا علينا نصر المؤمنين 
Artinya: 
Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (Q.S. Ar Rum: 47) 
Janji Allah itu pasti ditepatinya, karena Dia Maha Kuasa lagi Maha Perkasa. Allah berfirman: 

يا أيها الذين آمنوا إن تنصروا الله ينصركم ويثبت أقدامكم 
Artinya: 
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu" (Q.S. Muhammad: 7) 
Pada permulaan ayat di atas Allah SWT menjanjikan kemenangan bagi orang-orang yang beriman, kemudian pada akhir ayat Allah menegaskan lagi bahwa kemenangan itu pasti diperoleh orang-orang beriman, seakan-akan dengan janji kemenangan itu pada permulaanya kaum Muslimin belum meyakini kebenaran janji itu, sehingga perlu dikuatkan oleh pernyataan kedua. Sebetulnya bukanlah maksudnya demikian, tetapi maksudnya ialah untuk menenangkan dan menentramkan hati, mengokohkan pendirian pada saat kaum Muslimin sedang mendapat cobaan dari Allah. 
Pada akhir ayat Allah SWT menerangkan bahwa menepati janji yang telah dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang beriman itu adalah mudah bagi-Nya, karena Dia Maha Kuasa melakukan segala sesuatu dan tidak seorangpun yang dapat menghalangi terjadinya sesuatu kehendak-Nya. Allah berfirman: 

ولقد سبقت كلمتنا لعبادنا المرسلين إنهم لهم المنصورون وإن جندنا لهم الغالبون 
Artinya: 
Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba kami yang menjadi Rasul (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. (Q.S. As Saffat: 171-173) 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 40 
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (40) 
Mereka adalah (orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar) di dalam pengusiran itu; mereka sekali-kali tidak diusir (melainkan karena mereka berkata) disebabkan perkataan yang mereka ucapkan yaitu, ("Rabb kami hanyalah Allah") semata. Perkataan ini adalah perkataan yang hak dan benar, maka mengusir hanya dengan alasan karena mengucapkan perkataan itu adalah tidak dibenarkan. (Dan sekiranya Allah tiada menolak keganasan sebagian manusia) lafal Ba'dhahum menjadi Badal Ba'dh lafal An-Naas (dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan) dibaca Lahuddimat dengan memakai harakat Tasydid menunjukkan makna banyak, yakni telah banyak dirobohkan; sebagaimana dapat dibaca Takhfif yaitu Lahudimat (biara-biara) bagi para rahib (gereja-gereja) bagi orang-orang Nasrani (rumah-rumah ibadah) bagi orang-orang Yahudi; lafal shalawaat artinya tempat peribadatan menurut bahasa Ibrani (dan mesjid-mesjid) bagi kaum Muslimin (yang disebut di dalamnya) maksudnya di dalam tempat-tempat yang telah disebutkan tadi (nama Allah dengan banyak) sehingga ibadah menjadi terhenti karena robohnya tempat-tempat tersebut. (Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong-Nya) menolong agama-Nya. (Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat) di atas semua makhluk-Nya (lagi Maha Perkasa) pengaruh dan kekuasaan-Nya maha perkasa.


<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH                         DAFTAR SURAH AL-HAJJ>>

1 komentar:

  1. Adakah maksud ayat 40, bahawa nama Allah banyak disebut dalam biara-biara, gereja-gereja, dan juga masjid-masjid?? Kenapa dalam biara dan gereja??

    BalasHapus