Senin, 27 Agustus 2012

Al-Kahfi 21-40

Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Kahfi
21. Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata:` Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka `. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata:` Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya `.(QS. 18:21)

وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا (21) 
Dalam ayat ini, Allah SWT menceritakan perkembangan mereka selanjutnya. setelah Tamlikha pergi ke kota untuk berbelanja dengan membawa uang perak dan kawan-kawannya itu, tampaklah olehnya suasana kota Afasus jauh berbeda dan apa yang diperkirakannya dari teman-temannya. Saat dia datang ke kota itu, ditemukannya rakyatnya sudah beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hanya saja terjadi dalam masyarakatnya perpecahan, ada golongan yang beriman penuh kepada kejadian hari kiamat, ada pula golongan yang menjadi ragu-ragu terhadap hari kiamat itu. Ada yang mengatakan kiamat itu dengan roh saja, ada pula yang mengatakan kiamat itu dengan roh dan jasad.
 
Maka kehadiran Tamlikha ke kota ini akan melenyapkan perpecahan itu dengan mengembalikan masyarakatnya kepada iman-iman yang sempurna kepada kekuasaan Allah SWT. 
Sebagaimana Allah membangkitkan Ashabul Kahfi itu dari tidurnya, supaya mereka saling bertanya satu sama lain tentang diri mereka, sehingga keimanan mereka tambah sempurna, demikian pulalah Tuhan mempertemukan penduduk kota itu dengan Ashabul Kahfi, ketika mereka berselisih tentang masalah hari kiamat itu, sehingga karenanya perpecahan mereka akan menjadi lenyap dan keimanan mereka kepada kekuasaan Tuhan akan menjadi sempurna. Dengan terjadinya pertemuan penduduk kota itu dengan Ashabul Kahfi, maka yakinlah mereka bahwa hari kiamat itu benar-benar akan terjadi dan bahwa manusia di waktu itu dibangkit dari kubur dengan tubuh dan rohnya, sebagai kebangkitan Ashabul Kahfi situ. 
Menurut riwayat pangkal pertemuan mereka dengan Tamlikha itu sewaktu dia membayar makanan dan minuman dengan uang peraknya. Pada uang perak itu terdapat gambar raja Decyanus. Penjual bahan makanan itu menjadi heran dan kaget, karena itu mata uang logam tersebut kemudian dibawanya kepada pejabat di kota itu, lalu diadakanlah pemeriksaan terhadap Tamlikha. Akhir dari pemeriksaan itu adalah ditunjukkannya gua itu dengan segala penghuninya. Peristiwa ini menimbulkan kegemparan dalam masyarakat. Rakyat dan rajanya menyaksikan keadaan yang luar biasa yang membawa mereka kepada persatuan, karena kesatuan keyakinan akan terjadinya hari berbangkit itu. Golongan yang sebelumnya ragu-ragu terhadap hari kiamat, dengan persaksian mereka terhadap peristiwa ini, berubah dengan beriman dengan iman yang sempurna bahwa Allah swt itu kuasa menghidupkan orang yang sudah mati, mengembalikan jasad mereka sebagaimana bentuk semula ketika roh itu diambil. Maka dalam ayat ini Allah SWT menyatakan bahwa dipertemukannya Ashabul Kahfi dengan penduduk kota Afasus itu supaya mereka mengetahui dengan yakin bahwa janji Allah itu benar-benar dan kedatangan hari kiamat (hari berbangkit) tidak ada keraguan lagi. 
Setelah pertemuan antara raja, dan pemuka-pemuka rakyat dengan Ashabul Kahfi itu selesai, maka Ashabul Kahfi kembali ke tempat pembaringannya, dan pada waktu itulah Allah SWT mencabut roh mereka untuk diangkat ke sisi Nya. Kemudian pada hari itu bermusyawarahlah raja dan pemuka-pemuka itu. Berkatalah sebagian dari mereka kepada lainnya: "Dirikanlah sebuah bangunan besar sebagai peringatan di dekat mulut gua itu". Umpamanya rumah pemondokan para musafir, kolam-kolam dan tempat-empat istirahat bagi peziarah-peziarah dan lain-lainnya. Yang lain mengatakan yakni orang yang terkemuka dan berkuasa: "Kami benar-benar akan membangun sebuah tempat ibadah di dekat mulut gua mereka. Kedua pihak ingin memuliakan Ashabul Kahfi itu, tetapi mereka berbeda pendapat tentang penghormatan itu. Satu pihak menghendaki mendirikan sebuah bangunan besar, sedang pihak yang lainnya ingin mendirikan sebuah mesjid untuk tempat beribadat bagi mereka.
Ahli Kitab yang berada di masa Nabi saw membicarakan tentang Ashabul Kahfi ini. Mereka mengira-ngira jumlah mereka dan lain-lainnya. Sebenarnya Tuhan mereka lebih tahu tentang hal-hal itu dari mereka. Tentang Apakah penduduk Afasus mendirikan sebuah bangunan untuk peringatan atau mereka mendirikan sebuah mesjid untuk tempat beribadat di atas gua itu hanya Tuhanlah yang mengetahuinya. 
Membangun mesjid dekat kuburan tidak terlarang dalam agama. Yang sangat dilarang dalam agama ialah menjadikan kuburan sebagai tempat ibadat, sebagaimana sabda Rasulullah saw: 

لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم وصالههم مساجد 
Artinya: 
Allah mengutuk orang Yahudi dan Nasrani menjadikan kubur-kubur Nabi dan orang-orang saleh mereka menjadi tempat ibadah. (H.R. Bukhari dari Aisyah dan Abdullah Ibnu Abbas) 
Nabi juga bersabda: 

لعن الله تعالى زائرات القبور والمتخذين عليها المساجد والسرج 
Artinya: 
Allah mengutuk wanita-wanita yang ziarah ke kubur dan orang-orang yang mendirikan mesjid-mesjid (tempat-tempat ibadah) di atas kuburan itu, atau memberi lampu-lampu. (H.R. Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas) 
Imam Muslim menambahkan kepada hadis ini perkataan Nabi "Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu adalah mereka-mereka itu menjadikan kuburan Nabi-nabi mesjid (tempat beribadah), tetapi aku melarang kamu berbuat demikian". 
Demikianlah Rasul sangat melarang umatnya menjadikan kuburan sebagai tempat-tempat beribadat untuk memuliakan orang-orang yang dikubur itu. Bahkan di antara ulama-ulama seperti Ibnu Hajar dalam kitabnya AZ Zawajir memandang sebagai dosa besar, berdasarkan hadis-hadis yang disebutkan. Dalam sejarah terbukti bangunan di kuburan Nabi-nabi atau wali-wali cenderung membawa orang kepada penghormatan yang berlebih-lebihan, yang demikian adalah peluang kepada syirik. Penyembahan terhadap patung-patung justru berasal dari kasus yang demikian itu. Menurut Ibnu `Abbas tentang firman Allah SWT: 

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (23) 
Artinya: 
Dan mereka berkata : "Jangan kamu sekali-kali meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yagus, Ya'uq dan Nasr". (Q.S. Nuh: 23) 
Suwa', Yagus, Ya'uq dan Nasr adalah pada mulanya nama hamba-hamba Allah yang saleh. Sesudah mereka meninggal, kuburan mereka diziarahi, lalu mereka buatkan patung-patung (untuk mengingati amal saleh mereka), lama-kelamaan patung itu mereka sembah. (H.R. Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dari Ibnu Abbas) 
Khusus mengenai ziarah kubur, Rasul saw kemudian membolehkannya. 
Sabdanya: 

كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها 
Artinya: 
Dulu aku melarang kamu ziarah kubur, sekarang ziarahilah! (H.R. Muslim dari Baridah Ibnu Al Hasib al Aslami) 
At Tirmizi memberikan tambahan pada hadis di atas dengan artinya; bahwasanya ziarah ke kubur itu mengingatkan orang kepada akhirat. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 21 
وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا (21) 
(Dan demikianlah) sebagaimana Kami bangunkan mereka (Kami memperlihatkan) (kepada mereka) yakni kaum Ashhabul Kahfi dan kaum Mukminin pada umumnya (agar mereka mengetahui) artinya khusus bagi kaum Ashhabul Kahfi (bahwa janji Allah itu) yaitu adanya hari berbangkit (benar) dengan kesimpulan, bahwa Allah Yang Maha Kuasa mematikan mereka dalam masa yang sangat lama, kemudian mereka tetap utuh sekalipun tanpa makan dan minum, maka Dia Maha Kuasa pula untuk menghidupkan orang-orang yang sudah mati (dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan) (padanya. Ketika) lafal Idz ini menjadi Ma'mul daripada lafal A'tsarnaa (orang-orang itu berselisih) orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir (tentang urusan mereka) maksudnya mengenai perkara para pemuda itu dalam hal bangunan yang akan didirikan di sekitar tempat Ashhabul Kahfi itu (orang-orang itu berkata) yakni orang-orang kafir (Dirikanlah di atas gua mereka) di sekitar tempat mereka (sebuah bangunan) untuk menutupi mereka (Rabb mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata,) yang dimaksud adalah yang menguasai perkara para pemuda tersebut, yaitu orang-orang yang beriman, ("Sesungguhnya kami akan mendirikan di atasnya) yakni di sekitarnya (sebuah rumah peribadatan.") tempat orang-orang melakukan salat; akhirnya dibuatlah sebuah rumah peribadatan di pintu gua tersebut.

22. Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan:` (Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya `, sebagai terkaan terhadap barang yang ghaib; dan (yang lain lagi) mengatakan:` (Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya `. Katakanlah:` Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit `. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.(QS. 18:22)

سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا (22) 
Sesudah selesai menceritakan kisah Ashabul Kahfi, maka dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan perselisihan pendapat yang terjadi pada masa Rasulullah saw mengenai cerita ini. Mereka yang berselisih itu di antara ahli tafsir ada yang mengatakan orang-orang Yahudi ada pula yang mengatakan orang-orang Nasrani yang hidup pada zaman Rasulullah saw. Menurut riwayat, beberapa orang Nasrani dari Najran memperbincangkan dengan Rasulullah saw tentang jumlah Ashabul Kahfi itu. Berkata orang Nasrani dari aliran "malkaniah" mereka itu berjumlah tiga orang, yang ke empat adalah anjingnya." Berkata orang Nasrani dari aliran "Ya'qubiyah": Mereka itu berjumlah lima orang yang ke enam adalah anjingnya. Sedangkan golongan Nasturiyah mengatakan: "mereka itu tujuh orang yang ke delapan anjingnya". Dalam hal ini Allah berfirman bahwa mereka mengatakan tiga atau lima orang itu hanyalah sebagai rabaan semata-mata, yakni tidak disertai dengan pengetahuan, seperti melemparkan batu pada malam hari ke suatu sasaran yang tidak tampak oleh mata. Tetapi Tuhan tidak menyatakan terhadap orang yang mengatakan tujuh orang sebagai rabaan yang tidak menentu. Oleh karena itu menurut Ibnu 'Abbas, pendapat yang mengatakan: Mereka itu tujuh orang dan yang kedelapan adalah anjingnya, inilah yang benar. Sebab Allah SWT menyatakan kedua pendapat sebelumnya sebagai rabaan yang tidak menentu. Maka hal ini menunjukkan bahwa perkataan yang ke tiga itulah yang benar dan menunjukkan bahwa ucapan itu berdasarkan pengetahuan, keyakinan dan kemantapan iman. 
Adapun nama-nama yang tujuh yang bermacam-macam pengucapannya tidak ada yang dapat dipegangi, karena bukan nama Arab; demikian kata Al Hafiz Ibnu Hajar dalam sejarah Bukhari. Dalam tafsir Ibnu Kasir disebutkan nama-nama mereka sebagai berikut: Maksalmina (yang tertua), Tamlikha, (yang ke dua), Martunus, Birunus, Dominus, Yatbunus, Falyastatyunus dan nama anjingnya Hamran atau Qitmir. Kemudian Allah SWT memerintahkan Rasul Nya untuk mengemukakan kepada mereka yang berselisih tentang jumlah pemuda penghuni gua itu bahwa Allah SWT lebih mengetahui jumlah mereka itu. Tidaklah perlu banyak memperbincangkan hal yang serupa tanpa pengetahuan, lebih baik menyerahkannya kepada Tuhan. Bilamana Tuhan memberitahukan kepada rasul Nya tentang hal itu, tentulah Rasul akan menyampaikannya pula kepada umatnya sepanjang ada manfaatnya untuk kehidupan mereka dunia dan akhirat. Jika hal itu didiamkan seharusnya umatnya mendiamkan diri pula dan tidak perlu membuang-buang tenaga untuk memikirnya. 
Tetapi kemudian Tuhan menegaskan, "Tidaklah ada orang yang mengetahui jumlah mereka kecuali sedikit". Di sini Tuhan mengisyaratkan adanya segelintir manusia yang diberi Allah ilmu untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang penghuni-penghuni gua itu. Siapakah yang sedikit itu? Ibnu Abbas seorang sahabat yang masih muda pada zamannya dipandang tokoh ilmiah di segala bidang mengatakan bahwa dia termasuk yang sedikit itu. Ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu purbakala, mungkin dimasukkan ke dalam golongan yang kecil itu bilamana mereka dengan kegiatan penelitiannya memperoleh fakta-fakta sejarah tentang umat masa lampau, kemungkinan pula termasuk golongan kecil itu. Tetapi yang terpenting untuk umat Islam dari penonjolan ini bukanlah mencari keterangan tentang jumlah pemuda-pemuda itu, melainkan bagaimana iktibar dan pelajaran yang bermanfaat untuk membina iman dan takwa kepada Allah SWT. 
Allah SWT melarang Nabi Muhammad dalam dua hal; Pertama tidak boleh memperdebatkan lagi dengan orang-orang Nasrani tentang pemuda-pemuda itu, dan kedua tidak boleh meminta keterangan mengenai pemuda-pemuda itu kepada mereka. Pada larangan pertama, Nabi diperintahkan oleh Tuhan untuk menjauhi perdebatan dengan orang-orang Nasrani mengenai hal ihwal pemuda penghuni gua itu, kecuali dengan suatu perdebatan yang ringan dan santai. Cukuplah sekiranya Rasul menyampaikan cerita mereka itu sebagaimana yang diwahyukan Allah tanpa menyalahkan keterangan mereka mengenai bilangan penghuni gua itu tidak pula membodoh-bodohkan mereka mengenal Cerita itu sendiri. Karena cara demikian itu tidak ada faedahnya. Tujuan pokok cerita itu sendiri ialah memberi suri teladan dan pengajaran serta keyakinan akan kepastian terjadinya hari kiamat. 
Di lain surat dengan maksud yang sama Allah berfirman: 

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ 
Artinya: 
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang lalim antara mereka. (Q.S. Al Ankabut: 46) 
Pada larangan kedua: Allah SWT memerintahkan kepada Nabi saw agar tidak meminta keterangan, tentang pemuda-pemuda itu kepada orang-orang Nasrani disebabkan mereka itu sungguh-sungguh juga tidak punya dasar pengetahuan tentang itu. Mereka secara rabaan tanpa dalil yang kuat. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 22 
سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا (22) 
(Nanti mereka akan mengatakan) yaitu orang-orang yang berselisih pendapat di zaman Nabi saw. tentang bilangan para pemuda itu. Atau dengan kata lain sebagian di antara mereka mengatakan bahwa jumlah mereka ada (tiga orang yang keempat adalah anjingnya dan yang lain mengatakan) sebagian yang lain daripada mereka (lima orang dan yang keenam adalah anjingnya) kedua pendapat tersebut dikatakan oleh orang-orang Nasrani dari Najran (sebagai terkaan terhadap barang yang gaib) hanya berlandaskan kepada dugaan belaka tanpa bukti yang nyata; kedua pendapat tersebut hanyalah main terka saja. Lafal Rajman dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah, artinya: sebagai terkaan mereka terhadap barang yang gaib (dan yang lain lagi mengatakan) yakni orang-orang Mukmin (Jumlah mereka, tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya) Jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya adalah Sifat daripada lafal Sab'atun, dengan ditambahi huruf Wawu sesudahnya. Menurut pendapat yang lain, berkedudukan menjadi Taukid, atau menunjukkan tentang menempelnya sifat kepada Maushufnya. Dan disifatinya kedua pendapat yang tadi dengan istilah Ar-Rajmi yakni terkaan, berbeda dengan pendapat yang ketiga sekarang ini, hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang sahih dan dibenarkan (Katakanlah, "Rabbku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui bilangan mereka kecuali sedikit") Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Saya adalah salah seorang daripada orang-orang yang sedikit itu." Selanjutnya ia menuturkan bahwa jumlah mereka ada tujuh orang. (Karena itu janganlah kamu bertengkar) yakni memperdebatkan (tentang hal mereka, kecuali pertengkaran yang lahir saja) daripada sebagian apa yang diturunkan kepadamu (dan jangan kamu menanyakan tentangnya) maksudnya kamu meminta penjelasan tentang Ashkabul Kahfi itu (dari mereka) mempertanyakan kepada sebagian daripada orang-orang ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi (seseorang pun) pada suatu ketika penduduk Mekah menanyakan tentang kisah Ashhabul Kahfi itu. Lalu Nabi saw. menjawab, "Saya akan menceritakannya kepada kalian besok", tanpa memakai kata Insya Allah, maka turunlah firman-Nya:

23. Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu:` Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi`,(QS. 18:23)

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) 
Sewaktu kaum musyrikin mengajukan kepada Nabi Muhammad saw tiga buah pertanyaan itu, saran dari pendeta-pendeta Yahudi di Madinah, pertama tentang Ashabul Kahfi, kedua tentang Zulkarnain dan ketiga tentang roh, maka beliau mengatakan: "Besok pagi saya akan menjawab apa yang kalian tanyakan". Beliau tidak menyelipkan dalam perkataannya kata "Insya Allah". Sebelum Allah mengakhiri cerita Ashabul Kahfi, maka dalam ayat ini, Allah SWT memperingatkan Rasul Nya, hendaknya beliau tidak mengulangi ucapan demikian itu. Tidaklah patut beliau mengucapkan janji atau suatu pernyataan untuk suatu pekerjaan dengan pasti berkata: "Besok pagi akan kukerjakan", padahal seharusnya beliau mengetahui bahwa tidak seorangpun yang tahu dengan pasti yang akan terjadi besok pagi. 
Firman Allah: 

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا 
Artinya: 
Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. (Q.S. Lukman: 34) 
Apa yang beliau janjikan kepada kaum musyrikin itu, ternyata lima belas hari kemudian baru beliau dapat memenuhinya, yakni sesudah wahyu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu diturunkan.

24. kecuali dengan menyebut: `Insya Allah`. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah:` Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.`(QS. 18:24)

إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِي رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا (24) 
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa perkataan Nabi di atas hendaklah disertai dengan kata-kata "Insya Allah" yang artinya "jika Allah mengizinkan". Sebab kemungkinan seseorang akan meninggal dunia sebelum hari besok itu datang dan barangkali ada suatu halangan. sehingga dia tidak dapat mengerjakan apa yang diucapkannya itu. Maka bilamana dia menyertakan dengan kata "Insya Allah", tentulah dia tidak dipandang pendusta dalam janjinya itu. Sekiranya seseorang terlupa mengucapkan kata-kata Insya Allah dalam janjinya itu, hendaklah dia mengucapkan kalimat itu sewaktu dia teringat kapan saja. Sebagai contoh pernah Rasul saw mengucapkan kata Insya Allah setelah dia teringat. Beliau mengucapkan : "Demi Allah pasti akan memerangi Quraisy, kemudian beliau diam lalu berkata: "Insya Allah...." 
Sesudah Allah memberikan kepada Nabi Saw tuntunan tentang adab terhadap Tuhan ketika berjanji, atau berniat untuk melakukan suatu pekerjaan yang akan datang, maka kemudian Allah SWT menyuruh Rasul Nya supaya mengharapkan dengan sangat kepada Nya kiranya Allah memberikan petunjuk kepada beliau ke jalan yang lebih dekat kepada kebaikan dan lebih kuat untuk dijadikan alasan bagi kebenaran agama. Allah SWT telah memenuhi harapan Nabi saw tersebut dengan menurunkan cerita Nabi-nabi beserta umat mereka masing-masing pada segala zaman. Dan kisah Nabi-nabi dan umatnya itu, umat Islam memperoleh pelajaran yang sangat berfaedah bagi kehidupan mereka dunia dan akhirat.

25. Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).(QS. 18:25)

وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا (25) 
Kemudian Allah SWT kembali lagi menceritakan kisah Ashabul Kahfi. Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang berapa lama mereka tinggal dalam gua itu, yakni sesudah Allah menutup pendengaran mereka. Lamanya mereka tidur dalam gua itu tiga ratus tahun menurut perhitungan ahli-ahli kitab berdasarkan tahun matahari atau tiga ratus tahun lebih sembilan tahun menurut perhitungan orang Arab berdasar bilangan tahun bulan. 
Penjelasan Tuhan sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw. Beliau tidak belajar ilmu falak tapi mengetahui selisih hitungan sembilan tahun antara perhitungan matahari selama 300 tahun dengan perhitungan tahun bulan. Setiap seratus tahun matahari, tiga tahun selisih hitungannya dengan tahun bulan. Setiap tiga puluh tahun matahari, selisih hitungannya satu tahun dengan tahun bulan dan setiap satu tahun matahari berselisih sebelas hari dengan tahun bulan. 
Pengetahuan demikian tentulah datang dari Tuhan. Tuhanlah yang mengalihkan perhatian Nabi kepada keindahan yang terdapat di permukaan bumi seperti sinar matahari, cahaya bulan dan segala keindahan yang ditimbulkan oleh sinar matahari itu. Pertukaran musim melahirkan keindahan-keindahan, dan pertukaran musim itu sendiri adalah karena perubahan letaknya matahari. Demikian pula tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang beraneka ragam dalam hidupnya tergantung kepada sinar matahari yang dikirim Allah ke bumi ini, maka Nabi Muhammad saw diutus kepada umat manusia sebagaimana halnya matahari. Kepada mereka diajarkan bahwa mempelajari segala keindahan yang ada di bumi ini adalah mendekatkan kepada kebenaran daripada mempelajari cerita-cerita lama atau hikayat-hikayat orang-orang zaman dahulu. 
Allah berfirman: 

لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ 
Artinya: 
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. Al Mu'min: 57) 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 25 
وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا (25) 
(Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus) lafal Miatin dibaca dengan memakai harakat Tanwin pada akhirnya (tahun) berkedudukan sebagai 'Athaf Bayan yang dikaitkan dengan lafal Tsalaatsu Miatin. Perhitungan tiga ratus tahun ini berdasarkan hisab yang berlaku di kalangan kaum Ashhabul Kahfi, yaitu berdasarkan perhitungan tahun Syamsiah. Dan bila menurut hisab tahun Qamariah sebagaimana yang berlaku di kalangan orang-orang Arab, maka menjadi bertambah sembilan tahun, dan hal ini disebutkan di dalam firman selanjutnya, yaitu (dan ditambah sembilan tahun) yakni hisab yang tiga ratus tahun berdasarkan tahun Syamsiah dan hisab yang tiga ratus sembilan tahun berdasarkan tahun Qamariyah.

26. Katakanlah:` Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain daripada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan `.(QS. 18:26)

قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا (26) 
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan Rasul saw agar menyatakan kepada mereka yang masih berselisih tentang berapa lama mereka tidur bahwa Tuhan lebih mengetahui lamanya mereka tidur dalam gua itu. Apa yang sudah diterangkan Allah itu, pastilah benar, dan tidak ada keraguan padanya. Ahli-ahli kitab berselisih tentang waktu lamanya mereka tidur itu seperti halnya mereka berselisih tentang jumlahnya. Sesudah Allah menegaskan bahwa lamanya itu hanya Allah sajalah yang mengetahuinya, karena memang Dialah Yang Maha Mengetahui, maka Dia menegaskan lagi sesungguhnya Dialah yang memiliki ilmu pengetahuan tentang segala yang gaib, baik di bumi maupun di langit. Dia lah Yang Maha Mengetahui segala hal ihwal manusia yang tersembunyi tak ada Sesuatupun yang tertutup bagi Nya. Oleh karena itulah, sewajarnya manusia tidak lagi memperbincangkan berapa lama penghuni gua itu tidur di tempatnya, tapi serahkanlah hal itu kepada Tuhan; karena Tuhan itulah Yang mengetahui hal-hal yang gaib, apalagi hal-hal yang nyata. Sungguh alangkah terangnya penglihatan Tuhan atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, dan alangkah tajamnya pendengaran Nya terhadap segala macam suara dan bunyi dari makhluk Nya. Tidak ada seorangpun yang dapat menjadi pelindung bagi penghuni-penghuni gua itu selain Allah. Dialah yang memelihara dan mengurus segala hal ihwal mereka semua dengan sebaik-baiknya. Dan Dia tidak bersekutu dengan seorangpun untuk membantu menolong Dia dalam menetapkan keputusan. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 26 
قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا (26) 
(Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal di gua) daripada orang-orang yang berselisih pendapat tentangnya, sebagaimana yang telah disebutkan tadi (Kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi) ilmu kesemuanya berada pada-Nya. (Alangkah terang penglihatan-Nya) penglihatan Allah, lafal Abshir bihi adalah Shighat Ta'ajjub (dan alangkah tajam pendengaran-Nya) pendengaran Allah, demikian pula lafal Asmi' bihi sama dengan lafal Maa Asma'ahu, dan yang sebelumnya sama dengan lafal Maa Absharahu, keduanya merupakan ungkapan cara Majaz. Makna yang dimaksud ialah, bahwa tiada sesuatu pun yang tidak diketahui oleh penglihatan dan pendengaran Allah swt. (tak ada bagi mereka) bagi semua penduduk langit dan bumi (seorang pelindung pun selain daripada-Nya) seorang yang dapat menolong (dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan") karena sesungguhnya Dia tidak membutuhkan adanya sekutu.

27. Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al quran). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merobah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya.(QS. 18:27)

وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا (27) 
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan Rasul Nya supaya beliau membacakan Alquran yang diwahyukan kepadanya, serta mengamalkan isinya, menyampaikan kepada umat manusia dan mengikuti perintah dan larangan Nya yang tercantum di dalam Alquran itu. Adalah tugas Rasul saw untuk menyampaikan wahyu Allah itu kepada umat manusia, sebagaimana dijelaskan dalam firman Nya: 

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ 
Artinya: 
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika kamu tidak kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat Nya, Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir" (Q.S. Al Maidah: 67) 
Janganlah hendaknya beliau memperdulikan perkataan orang-orang yang menghendaki agar ayat-ayat Alquran itu didatangkan sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka berkata: "Datangkan ayat Alquran yang lain dari pada ini atau ganti dengan yang lain". Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang dapat mengganti ataupun merubah kalimat-kalimat Alquran itu, baik kalimat perintah ataupun larangan, baik kalimat ancaman terhadap mereka yang melakukan kemaksiatan ataupun kalimat janji Tuhan kepada mereka yang taat dan berbuat kebaikan. Hanya Allah sendiri Yang Kuasa merubah atau mengganti kalimatnya berdasar hikmah Nya. Firman Allah SWT: 

يَمْحُوا اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ (39) 
Artinya: 
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi Nyalah terdapat umul kitab (Lohmahfuz). (Q.S. Ar Ra'd: 39) 
Pergantian sesuatu ayat oleh Allah dalam Alquran adalah dengan maksud untuk mencapai tujuan yang lebih besar manfaatnya, sebagaimana firman Nya: 

وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ 
Artinya: 
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan Nya. (Q.S. An Nahl: 101) 
Segala ketentuan atau hukum yang telah ditetapkan Tuhan haruslah diketahui. Jika tidak dipatuhi, pasti akan mendapat hukuman Tuhan yang sebelumnya telah diancamkan kepada orang-orang yang melanggar garis-garis yang ditetapkan Nya. Tak seorangpun yang dapat menjadi pelindungnya, kecuali Allah SWT karena kekuasaan Allah meliputi makhluk Nya. Tak seorangpun yang dapat lolos dari hukuman yang telah ditetapkan Nya kepadanya.

28. Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.(QS. 18:28)

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (28) 
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan Rasul Nya agar dia bersabar dan dapat menahan dirinya untuk duduk bersama dengan beberapa orang sahabatnya yang tekun dalam ibadah sepanjang hari karena mengharapkan rida Allah SWT semata-mata. Sahabat-sahabat itu hidup dalam kesederhanaan jauh dari kenikmatan duniawi. Mereka itu antara lain ialah: Amar bin Yasir, Bilal, Suhaib, Ibnu Mas'ud dan sahabat-sahabat lainnya yang keadaannya sebagaimana mereka ketahui. 
Ada diriwayatkan bahwa `Uyainah bin Hisni Al Fazary datang kepada Nabi Muhammad saw sebelum dia masuk Islam. Ketika itu beberapa orang sahabat Nabi yang fakir di sampingnya. Di antaranya adalah Salman Al Farisi yang sedang berselimut jubah dan tubuhnya memancarkan keringat, di tangannya daun kurma yang sedang dibelah-belahnya kemudian dianyamnya. Berkata `Uyainah itu kepada Rasul saw: "Apakah bau mereka itu (sahabat-sahabat yang fakir) tidak mengganggumu? Kami ini pemuka-pemuka suku Mudar dari bangsawan mereka. Jika kamu masuk Islam maka semua suka Mudar akan masuk Islam. Tidak ada yang mencegah kami untuk mengikutimu, kecuali kehadiran mereka itu. Maka oleh karena itu, jauhkanlah mereka itu, agar kami mengikutimu atau adakan untuk mereka itu majelis tersendiri, dan kami majelis tersendiri pula. Kemudian turunlah ayat ini. Di surat yang lain Allah berfirman yang maksudnya sama dengan ayat ini. 

وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِمْ مِنْ شَيْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِمِينَ (52) 
Artinya: 
Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari sedang mereka menghendaki keridaan Nya Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang lalim. (Q.S. Al An'am: 52) 
Sikap kaum musyrikin terhadap sahabat-sahabat Nabi yang fakir itu sama halnya dengan sikap kaum Nuh terhadap pengikut-pengikut Nabi Nuh as sebagaimana difirmankan Allah SWT: 

قَالُوا أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُونَ 
Artinya: 
Mereka berkata: "Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?". (Q.S. Asy syu'ara: 111) 
Sudah semestinya Rasul saw tidak mengindahkan sikap orang kafir itu. Maka Allah SWT memperingatkan beliau agar jangan sampai meninggalkan dan meremehkan sahabat-sahabatnya yang fakir itu, karena hanya didorong oleh kepentingan duniawi atau disebabkan adanya harapan terhadap keimanan orang-orang yang kaya dari kaum musyrikin itu. Para sahabat itu adalah orang-orang yang dengan ikhlas hatinya memilih jalan hidup yang sempit, dan dengan rela mereka meninggalkan segala kelezatan duniawi karena semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Rasul saw mengucapkan syukur kepada Allah atas kehadiran mereka itu di tengah-tengah umatnya. Katanya: 

الحمد لله الذي جعل في أمتي من أمرت أن أصبر نفسي معه 
Artinya: 
Segala puji bagi Allah yang telah mengadakan di tengah-tengah umatku, orang yang aku diperintahkan untuk sabar menahan diriku bersama dia". (H.R. Tabrani) 
Maka oleh karena itu, memandang rendah dan meremehkan orang-orang yang hidup miskin dan melarat, tidaklah dibenarkan oleh agama Islam, terutama sekali bilamana mereka itu terdiri atas orang ahli ibadah dan takwa. Allah SWT dengan tegas lagi melarang Muhammad saw menurutkan keinginan pemuka-pemuka kaum musyrikin untuk menyingkirkan orang-orang yang sudah tertutup jiwa mereka untuk kembali kepada Tuhan, tabiat mereka yang buruk, perbuatan-perbuatan mereka yang melampaui batas, kefasikan dan kemaksiatan yang mereka lakukan, menambah gelap hati mereka, akhirnya mereka berkelanjutan dalam dosa.

29. Dan katakanlah:` Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir `. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.(QS. 18:29)

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا (29) 
Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan lagi kepada Rasul Nya", supaya menegaskan kepada orang-orang kafir itu bahwa kebenaran yang disampaikan kepada mereka itu adalah dari Tuhan semesta alam. Adalah kewajiban mereka untuk mengikuti kebenaran itu dan mengamalkannya. Manfaat dan kebenaran itu, tentulah kembali kepada mereka yang mengamalkannya. Demikian pula sebaliknya akibat yang buruk dan pengingkaran terhadap kebenaran itu kembali pula kepada mereka yang ingkar. Maka oleh karena itu barangsiapa yang ingin beriman kepada Nya ingin masuk ke dalam barisan orang-orang yang beriman hendaklah segera berbuat, tanpa mengajukan syarat-syarat dan alasan-alasan yang dibuat-buat sebagaimana halnya pemuka-pemuka musyrikin yang memandang rendah terhadap orang-orang mukmin yang fakir tersebut di atas. Demikian pula siapa yang ingkar dan membuang kebenaran itu, silahkan berbuat. Jika mereka ingkar. Rasulullah saw tidak memperoleh kerugian apa-apa sebagaimana halnya beliau tidak memperoleh keuntungan apapun jika mereka beriman. 
Allah SWT berfirman: 

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا 
Artinya: 
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. (Q.S. Al Isra': 7) 
Tetapi jika manusia itu memilih kekafiran dan melepaskan keimanan, berarti mereka telah melakukan kelaliman, yakni mereka telah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Karena itu kepada mereka, Allah memberikan ancaman yang keras, yaitu akan melemparkan mereka ke dalam neraka. mereka tidak akan lolos dari neraka itu, karena gejolak api neraka itu mengepung mereka dari segala penjuru, sehingga mereka laksana seorang yang tertutup dalam kurungan. Bilamana dalam neraka itu mereka meminta minum karena dahaga, maka mereka akan diberi air yang panasnya seperti cairan besi yang mendidih yang menghanguskan muka mereka. Sungguh alangkah jelek air yang mereka minum itu. Tidak mungkin air yang mereka minum demikian panasnya itu dapat menyegarkan kerongkongan, dan tidak dapat pula mendinginkan dada yang sedang kepanasan, bahkan lebih menghancurkan diri mereka. Dan neraka yang mereka tempati itu adalah tempat yang paling buruk dan penuh dengan siksaan.

30. Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan baik.(QS. 18:30)

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا (30) 
Sesudah Allah SWT menerangkan hukuman di akhirat bagi mereka yang lalim, maka dalam ayat ini Allah menjelaskan pahala bagi orang-orang yang beriman. Adapun mereka yang beriman kepada Alquran dan mengamalkan segala perintah Allah dan Rasul Nya dengan sebaik-baiknya, akan diberi Allah SWT pahala yang besar, dan Allah tentulah tidak akan menyia-nyiakan pahala dari amal kebaikan yang mereka lakukan ini, dan tidak pula hak-hak mereka dikurangi barang sedikitpun. Banyak janji Allah dalam Alquran kepada orang-orang mukmin, bahwa bilamana mereka melakukan amal kebaikan, maka sedikitpun Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Setiap amal kebaikan meskipun hanya sebesar biji sawi, tentulah diberi ganjaran oleh Allah SWT sebagaimana firman Nya: 

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8) 
Artinya: 
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (Q.S. Al Zalzalah: 7-8)

31. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka syurga Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam syurga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;(QS. 18:31)

أُولَئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا (31) 
Dalam ayat ini Allah SWT menguraikan ganjaran bagi orang-orang yang beriman kepada Alquran dan mengerjakan amal saleh. Untuk mereka itu Allah SWT menyediakan surga `Adn yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Surga `Adn itu sangat luas, sehingga taman-taman dalam surga itu bagaikan surga tersendiri. Mereka itu dianugerahi pula perhiasan-perhiasan yang indah, yaitu gelang mas yang menghiasi tangan mereka. Perhiasan yang gemerlapan itu hanyalah memenuhi tangan mereka yang dahulu disentuh air wudu'. Rasulullah saw bersabda: 

تبلغ الحلية من المؤمن حيث يبلغ الوضوء 
Artinya: 
Perhiasan orang-orang yang beriman itu memenuhi tempat yang dicapai oleh wudu'. 
Di samping perhiasan tersebut, mereka juga mengenakan pakaian sutera yang halus lagi tebal berwarna hijau dan berlapiskan benang-benang emas. Sungguh pakaian itu terhitung pakaian yang sangat mewah dalam kehidupan duniawi. Warna hijau adalah warna alami, warna yang menyejukkan pandangan dan perasaan. Kata orang, penyembuh hati yang duka itu ada tiga, pertama warna hijau, kedua air dan ketiga wajah yang manis. Untuk tempat mereka beristirahat dalam surga itu disediakan beberapa buah arikah (sofa) sejenis tempat duduk sambil bertelekan menikmati istirahatnya. Demikian itulah surga, pahala yang paling baik dan tempat yang indah, yang disediakan Allah bagi hamba-hamba Nya yang beriman lagi beramal saleh. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 31 
أُولَئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا (31) 
(Mereka itulah orang-orang yang bagi mereka surga Adn) sebagai tempat tinggal mereka (mengalir sungai-sungai di bawahnya. Dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang) menurut suatu pendapat disebutkan, bahwa huruf Min di sini adalah Zaidah dan menurut pendapat yang lain dikatakan pula bahwa itu mengandung makna Tab'idh atau sebagian. Lafal Asaawira adalah bentuk jamak dari lafal Aswiratun yang wazannya sama dengan lafal Ahmiratun, dan lafal Aswiratun ini pun adalah bentuk jamak dari kata tunggal Siwaarun (emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus) sutra yang paling halus (dan sutra tebal) sutra yang paling tebal. Di dalam surah Ar-Rahman disebutkan, "Yang sebelah dalamnya dari sutra yang tebal." (Q.S. Ar-Rahman 54). (Sedangkan mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan) lafal Araaiki adalah bentuk jamak dari kata Ariikah, yaitu pelaminan yang dihiasi dengan berbagai macam pakaian dan kelambu buat pengantin. (Itulah sebaik-baik pahala) yaitu surga (dan tempat istirahat yang paling indah).

32. Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.(QS. 18:32)

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا (32) 
Dalam ayat ini, dua orang laki-laki dijadikan Allah sebagai perumpamaan untuk menjelaskan kepada pemuka-pemuka musyrikin yang kaya itu tentang perbedaan antara iman dan kafir, antara hamba yang mulia di sisi Allah dengan hamba hina. 
Menurut riwayat ada yang mengatakan kedua laki-laki itu adalah bersaudara, penduduk Mekah dari kabilah Bani Makhzum. Yang mukmin bernama Yahuza dan yang kafir bernama Qurtus. Keduanya semula bersama-sama dalam suatu usaha, kemudian berpisah dan membagi kekayaan mereka. Masing-masing menerima ribuan dinar. Yang mukmin mempergunakan uangnya seribu dinar untuk membebaskan budak, seribu dinar untuk membelikan pakaian orang-orang yang terlantar dan seribu dinar lagi untuk membeli makanan bagi orang-orang yang lapar. Adapun yang kafir mempergunakan uangnya untuk kawin dengan seorang wanita kaya, membeli hewan ternak, maka berkembanglah harta kekayaan itu. Sisa uang yang lain digunakan untuk dagang yang selalu membawa laba, sehingga dia menjadi orang yang terkaya di negerinya di waktu itu. Ketika Yahuza jatuh sengsara dia bermaksud meminta pekerjaan kepada saudaranya yang sudah kaya itu. Maka pergilah dia menemuinya, hampir saja ia tidak berhasil menemuinya karena banyaknya penjaga pintu masuk. Setelah berhasil masuk dan mereka sudah saling mengenal lalu Yahuza menyampaikan permintaannya kepada saudaranya itu yaitu Qurtus. Qurtus menjawab: "Bukankah kamu mendapat separoh dari kekayaan kita? Ke mana saja kekayaanmu itu kau pergunakan? Yahuza menjawab: "Kekayaan itu aku pergunakan untuk keperluan yang paling baik, dan paling kekal di sisi Allah". Berkata Qurtus: "Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang beriman, dan aku sendiri tidak percaya hari kiamat akan terjadi, aku kira kamu benar-benar orang bodoh. Kamu tidak akan memperoleh apa-apa dari aku karena kebodohanmu itu. Apakah kamu tidak melihat usahaku dengan harta sehingga aku menjadi kaya raya dan bahagia seperti yang kamu lihat ini. Demikian itu berkat usahaku, dan kamu sendiri bodoh, pergilah dari sini". 
Cerita selanjutnya tentang orang kaya ini dengan segala kebun dan tanamannya diterangkan Allah sebagaimana tersebut dalam Alquran. Kebun yang dimilikinya, kebun anggur sebanyak dua buah kebun itu dikelilingi oleh pohon-pohon kurma dan di antara keduanya ada sebuah ladang tempat bermacam-macam tanam-tanaman dan buah-buahan.

33. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu,(QS. 18:33)

كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا (33) 
Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan tentang keadaan kedua kebun itu yang penuh dengan buah-buahan sepanjang tahun. Demikian pula pohon-pohonan selalu rindang dan tebal. Sedikitpun kedua kebun itu tidak pernah mengalami kemunduran dan kekurangan sepanjang musim. Keduanya selalu memberikan hasil yang membawa kemakmuran kepada pemiliknya. Di tengah-tengah kebun itu mengalir sebuah sungai yang setiap waktu dapat mengairi tanah dan ladang-ladang sekitarnya. Pengairan yang teratur menyebabkan selalu subur, sungai yang mengalir itu benar-benar menambah keindahan kedua kebun itu. Demikian kenikmatan yang besar yang telah dilimpahkan Allah kepada pemiliknya.

34. dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia:` Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.`(QS. 18:34)

وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا (34) 
Kemudian Allah SWT menjelaskan lagi dalam ayat ini bahwa orang itu masih memiliki kekayaan lainnya seperti harta perdagangan emas, perak dan lain-lainnya yang diperolehnya dari penjualan hasil-hasil kebun dan ladang-ladang seperti anggur dan kurma. Benar-benarlah Qurtus berada dalam kehidupan yang mewah, dengan harta kekayaan yang melimpah ruah dan memiliki khadam-khadam, buruh-buruh dan pengawal-pengawal yang berjumlah besar. Keadaan yang demikian membuat dirinya sombong dan ingkar kepada Tuhan yang memberikan nikmat kebahagiaan itu kepadanya. Berkatalah dia kepada temannya yang beriman kepada Allah dan hari berbangkit: "Aku lebih banyak punya harta daripada kamu, sebagaimana kamu saksikan dan pengikut-pengikutku lebih banyak. Sewaktu-waktu mereka siap mempertahankan diriku dan keluargaku dari musuh-musuhku dan memelihara serta membela hartaku". Dengan perkataannya ini dia mengisyaratkan bahwa seseorang dapat hidup bahagia dan jaya tanpa beriman kepada Tuhan Seru Sekalian Alam. Dia beranggapan bahwa segala kejayaan yang dimilikinya dan segala kenikmatan yang diperolehnya semata-mata berkat kemampuan dirinya. Tiada Tuhan yang dia rasakan turut membantu dan memberi Rezeki dan kenikmatan kepadanya. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 34 
وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا (34) 
(Dan dia mempunyai) di samping kedua kebun itu (buah-buahan yang banyak) lafal Tsamarun atau Tsumurun atau Tsumrun adalah bentuk jamak dari kata Tsamratun; keadaannya sama dengan lafal Syajaratun dan Syajarun, atau Khasyabatun dan Khasyabun, atau Badanatun dan Badanun (maka ia berkata kepada kawannya) yang mukmin (ketika ia bercakap-cakap dengan dia) seraya membanggakan miliknya, "(Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat)" keluargaku lebih kuat.

35. Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata:` Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,(QS. 18:35)

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا (35) 
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan memasuki kebunnya bersama saudaranya itu dan menyatakan lagi kepada saudaranya yang mukmin itu sambil menunjuk kepada kebunnya bahwa kebun-kebunnya itu tidak akan binasa selama-lamanya. 
Ada dua sebab yang mendorongnya berkata demikian: 
Pertama: Kepercayaan yang penuh terhadap kemampuan tenaga manusia untuk memelihara kebun-kebun itu, sehingga selamat dari kebinasaan. Dengan kekayaannya berupa mas dan perak sebagai modal, dan tenaga manusia yang berpengalaman dan berpengetahuan tentang perawatan dan pemeliharaan tanaman dan kebun, dia percaya sanggup menjaga kelestarian dan keindahan dan kesuburan kebun dan tanam-tanamannya. Ia sama sekali tidak menginsafi keterbatasan tenaga dan akal manusia dan dia tidak percaya bahwa ada kekuatan gaib yang kuasa berbuat sesuatu terhadap segala kekayaannya itu. 
Kedua : Kepercayaan akan keabadian alam dan zaman. Dia berkeyakinan segala yang maujud ini kekal abadi. Tidak ada yang musnah dalam alam ini, yang terjadi hanyalah perubahan-perubahan dan pergantian menurut hukum yang berlaku. Tapi adanya air, tumbuh-tumbuhan, tanah dan lain-lainnya tidak akan putus-putusnya. Demikianlah pandangan pemilik kebun itu. Sesungguhnya dia dalam hal demikian itu telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri. Dia tidak jujur terhadap dirinya. Seharusnya dia bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala kenikmatan kepadanya. Tiada seorangpun yang hidup bahagia dalam dunia ini hanya berdiri di atas kaki sendiri, tanpa bantuan atau kerjasama dengan orang lain. Mengapa dia menyombongkan diri pada hal dia sebenarnya menyadari hal demikian itu. Mengapa dia ingkar kepada Tuhan, pada hal dia ikut menyadari, ikut terlibat dalam perubahan alam itu sendiri, mengapa dia tidak mau mengakui siapakah sebenarnya yang menciptakan perubahan-perubahan dalam alam ini dan yang menciptakan hukum-hukum perubahan itu. Mengapa dia tidak jujur terhadap pengakuan hati nuraninya sendiri akan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta? Sesungguhnya sikap demikian suatu kelaliman yang besar.

36. dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu.`(QS. 18:36)

وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا (36) 
Dalam ayat ini, Allah meneruskan apa yang diucapkan pemilik kebun itu kepada saudaranya yang mukmin. Dia menegaskan ketidak percayaannya bahwa hari kiamat itu akan datang. Sekiranya hari kiamat itu datang dan aku dikembalikan kepada Tuhan, tentulah aku akan dapat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebunku itu di dunia ini. Sikap pemilik kebun itu menunjukkan pahamnya tentang keabadian alam dan keingkaran akan adanya hari kiamat (hari akhir). Menurut dugaannya, seumpamanya dia dikembalikan kepada Tuhan, tentulah di akhirat dia mendapatkan kebun-kebun yang lebih baik daripada kebun-kebunnya di dunia ini. Dugaan ini didasarkan atas pengalamannya bahwa kedua kebun yang dimilikinya yang dipercayakan Tuhan kepadanya tidak bisa lain kecuali dikarenakan kesanggupannya dan kewajarannya yang memilikinya. Oleh karena itu di mana saja dan di waktu mana saja kemustahakan itu selain menyertai dia. Allah SWT menggambarkan pula tentang sifat orang kafir ini dalam ayat yang lain dengan firman Nya: 

وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى 
Artinya: 
Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka aku akan memperoleh kebaikan pada sisi Nya. (Q.S. Fussilat: 50) 
Ucapan yang membawa kepada kekafiran ialah: pertama, pengakuannya tentang keabadian alam, kedua: tentang tidak adanya kebangkitan manusia dari kubur, dan ketiga: anggapannya bahwa ganjaran di akhirat dicerminkan oleh keadaan di dunia. Pandangan terhadap keabadian alam ini, meniadakan keputusan-keputusan dan kehendak Tuhan Pencipta Alam. Keingkarannya terhadap kebangkitan manusia dari kubur menunjukkan bahwa dia meniadakan kodrat Tuhan untuk mengembalikan manusia kepada aslinya. Sedang anggapannya yang terakhir itu meniadakan hikmah Ilahiyah. Pandangan bahwa ganjaran alam akhirat dicerminkan oleh kehidupan dunia, misalnya bilamana seseorang dalam dunia hidup sebagai tukang kebun, maka ganjaran di akhiratpun baginya sebagai tukang kebun atau lebih dari pada itu, adalah suatu pandangan kepercayaan primitip, atau kepercayaan yang berdasarkan kebudayaan. Kepercayaan demikian berlawanan dengan agama yang bersumber pada wahyu. Allah SWT mempunyai kebijaksanaan dalam memberikan ganjaran kepada hamba-hamba Nya.

37. Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya:` Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?(QS. 18:37)

قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا (37) 
Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan jawaban Yahuza untuk membantah pikiran-pikiran pemilik kebun yang kafir itu. Qurtus pemilik kebun yang kaya itu memandang Yahuza rendah karena kemiskinannya, maka sebaliknya Yahuza memandang Qurtus pemilik kebun itu rendah karena kekafirannya. Dalam percakapannya dengan Qurtus, dia menyatakan bahwa tidaklah patut dia mengingkari kekuasaan Allah yang menciptakan dirinya dari tanah? Bukankah makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau dari hewan itu dari tanah? Dari makanan dan minuman itu terdapat sel-sel yang akhirnya membentuk nutfah. Nutfah berkembang tahap demi tahap karena mendapat makanan baik dari protein nabati ataupun hewani, terus tumbuh dan berkembang, sehingga menjadi seorang laki-laki seperti Qurtus. Bagaimana seseorang dapat mengingkari kekuasaan Tuhan sedang kejadiannya sendiri menunjukkan dengan jelas kepada adanya kekuasaan Tuhan. Setiap insan sadar akan dirinya, bahwa pada mulanya dia tidak ada, kemudian menjadi ada. Tidaklah mungkin kehadirannya ke alam wujud ini dihubungkan dengan dirinya. Maka satu-satunya Zat yang menjadi arah bagi yang menghubungkan kejadiannya itu ialah Penciptanya yaitu Allah Rabbul Alamin. 
Dari penjelasan proses kejadian manusia ini, Allah SWT menginsafkan manusia kepada kekuasaan Nya untuk membangkitkan manusia pada hari kiamat. Firman Allah SWT: 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ 
Artinya: 
"Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani". (Q.S. Al Hajj: 5)

38. Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.(QS. 18:38)

لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا (38) 
Dari ayat ini, Allah SWT menerangkan pernyataan Yahuza kepada temannya yang kafir itu, berkata Qurtus bahwa dia tidak sependapat dengan temannya itu. Dia berkeyakinan tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Dia. Allah yang memelihara makhluk semesta, Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa. Dia mengatakan pula bahwa dia tidak mempersekutukan Tuhan dengan seseorangpun, sebagaimana temannya itu yang memandang Tuhan tidak kuasa membangkitkan ia dari kubur. Pendirian temannya itu sama sekali tidak dapat diterimanya, karena memandang Tuhan lemah dan keadaannya sama dengan makhluk, berarti hal demikian adalah sama dengan syirik. Sikap Yahuza yang tegas di hadapan temannya yang kaya itu sangatlah terpuji, meskipun dia dalam keadaan fakir yang berkedudukan sebagai seorang yang meminta pekerjaan, namun dengan penuh keberanian, dia menyatakan perbedaan identitas (hakikat) pribadinya, yaitu perbedaan yang menyangkut akidah, yaitu keimanan kepada Tuhan. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 38 
لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا (38) 
(Tetapi aku) lafal Laakinna asalnya merupakan gabungan antara lafal Laakin dan Anaa, kemudian harakat huruf Hamzah Anaa dipindahkan kepada Nun lafal Laakin; atau huruf Hamzah Anaa dibuang kemudian huruf Nun lafal Laakin diidgamkan kepada Na, sehingga jadilah Laakinna (mengatakan) lafal Huwa mengandung dhamir Sya'an yang dijelaskan oleh kalimat sesudahnya; artinya, aku mengatakan, ("Allah adalah Rabbku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku)".

39. Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu `MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH` (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan,(QS. 18:39)

وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا (39) 
Kemudian Yahuza meneruskan kata-katanya kepada saudaranya itu: "Seharusnya kamu mengucapkan syukur kepada Tuhan sewaktu kamu memasuki kebun-kebun dan merasakan kagum terhadap keindahannya. Mengapa kamu tidak mengucapkan pujian kepada Tuhan atas segala nikmat yang telah dilimpahkan Nya kepadamu, berupa harta, anak yang banyak yang belum pernah diberikan Nya kepada orang lain. 
Katakanlah: "Masya Allah" ketika itu, sebagai tanda pengakuan atas kelemahanmu di hadapan Tuhan, dan bahwa segala yang ada itu tidak mungkin terwujud tanpa izin dan kemurahan Allah SWT. Di tangan Nyalah nasib kebun-kebun itu. Di suburkannya menurut kehendak-Nya ataupun di hancurkan-Nya menurut kehendak-Nya mengapa pula kamu tidak mengucapkan La quwwata illa billahi (tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) sebagai tanda pengakuan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat memakmurkannya dan mengurusnya kecuali dengan pertolongan Allah swt. Ayat ini mengandung pelajaran tentang zikir yang baik diamalkan. Nabi Muhammad saw. bersabda kepada sahabatnya abu Hurairah: 

ألا أدلك على كنز من كنوز العرش تحت العرش قال قلت فداك أبي وأمي قال: أن تقول لا قوة إلا بالله 
Artinya: 
Perhatikanlah! Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu perbendaharaan surga yang terletak di bawah arasy? Aku menjawab, "Ya" Rasulullah berkata, "Supaya kamu membaca La quwata illa billahi" (H.R. Imam Ahmad dari Abu Hurairah) 
Demikian pula banyak hadis-hadis Rasulullah saw. mengajarkan kepada ummatnya sewaktu mendapat nikmat dari Allah supaya dia mengucapkan bacaan itu. Rasulullah saw. bersabda, 

ما أنعم الله على عبد نعمة في أهل أو مال أو ولد فيقول ما شاء الله لا قوة إلا بالله إلا دفع الله تعالى عنه كل أفة حتى تأتيه منيته وقرأ لولا إذ دخلت 
Artinya: 
Setiap Allah swt. memberikan kepada seorang hamba nikmat pada keluarga, harta atau anak, lalu dia mengucapkan "Masya Allah la quwata illa billai" tentulah Allah menghindarkan dia dari segala bencana sampai kematiannya. Lalu Rasulullah saw. membaca ayat 39 surah Al Kahfi ini. (H.R. Baihaqi, Ibnu Mardawaih dari Anas r.a.) 
Setelah Yahuza selesai menasihati saudaranya, yang kafir itu supaya beriman dan sudah pula dia menjelaskan tentang kekuasaan Allah SWT, mulailah dia menanggapi perkataan saudaranya yang membanggakan harta dan orang-orangnya. Yahuza berkata: "Jika kamu memandang aku lebih miskin dari pada kamu, baik mengenai harta kekayaan, maupun mengenai anak buah, maka tidaklah mengapa bagiku". 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 39 
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا (39) 
(Mengapa tidak) (kamu katakan sewaktu kamu memasuki kebunmu) sewaktu kamu merasa takjub dengan kebunmu itu, ("Ini adalah apa yang telah dikehendaki oleh Allah; tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah?)" di dalam sebuah hadis telah disebutkan, "Barang siapa yang diberi kebaikan (nikmat), baik berupa istri yang cantik lagi saleh atau pun harta benda yang banyak, lalu ia mengatakan, 'Maasya Allaah Laa Quwwata Illaa Billaah' (Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, dan tiada kekuatan melainkan berkat pertolongan Allah), niscaya ia tidak akan melihat hal-hal yang tidak disukai akan menimpa kebaikan tersebut. (Jika kamu anggap aku ini) lafal Anaa merupakan dhamir Fashl yang memisahkan antara kedua Maf'u1 (lebih sedikit daripada kamu dalam hal harta dan anak).

40. maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin.(QS. 18:40)

فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا (40) 
Namun aku mengharapkan kiranya Tuhan merubah keadaanku, memberi aku kekayaan dan menganugerahkan aku kebun yang lebih baik daripada kebunmu karena imanku kepada-Nya, sebaliknya Allah SWT akan melenyapkan kenikmatan yang diberikan-Nya kepadamu, disebabkan kekafiranmu, dan Dia akan menghancurkan kebun-kebunmu, dengan mengirim petir dari langit yang membakar habis kebun-kebunmu, sehingga menjadilah tanah tandus yang licin. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 40 
(Maka mudah-mudahan Rabbku, akan memberi kepadaku kebun yang lebih baik daripada kebunmu ini) jumlah kalimat ayat ini menjadi Jawab daripada Syarat pada ayat sebelumnya (dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan kepada kebunmu) lafal Husbanan adalah bentuk jamak dari kata Husbanah artinya petir (dan langit, hingga kebun itu menjadi tanah yang licin) tanah yang sangat licin sehingga telapak kaki tidak dapat berpijak padanya.

Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Kahfi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar