Senin, 27 Agustus 2012

Al-Kahfi 1- 20

Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Kahfi
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=1&SuratKe=18#Top pada 29-8-2012
1. Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya;(QS. 18:1)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Kahfi 1 
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجَا (1) 
Dalam ayat ini Allah SWT memuji dirinya, sebab Dialah yang menurunkan Kitab Suci Alquran kepada Rasul saw, sedang Alquran itu adalah nikmat yang besar yang dianugerahkan Nya kepada umat manusia penghuni bumi ini. Bukankah Alquran itu yang mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang cerah? Alquran dijadikan Nya sebagai pedoman lurus dan jelas, lagi tidak terdapat padanya kesimpang siuran yang meragukan bahwa dia memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Bagian yang satu dari Alquran itu membenarkan dan mengukuhkan bagian yang lainnya, sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan. Nabi Muhammad saw sebagai seorang yang diserahi tugas untuk menerima amanat Nya membawa Alquran itu kepada umat manusia, disebut dalam ayat ini dengan kata "hamba Nya" adalah untuk menunjukkan kehormatan yang besar kepadanya, sebesar amanat yang dibebankan ke pundaknya, dan mengandung pula pengertian bahwa Muhammad yang menjadi utusan Allah Rabbul Alamin, tidak sebagaimana pandangan orang Nasrani terhadap Nabi Isa as. 
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 1 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجَا (1) 
(Segala puji) Memuji ialah menyifati dengan yang baik, yang tetap (bagi Allah) Maha Tinggi Dia. Apakah yang dimaksud dengan Alhamdulillah ini bersifat pemberitahuan untuk diimani, atau dimaksudkan hanya untuk memuji kepada-Nya belaka, atau dimaksudkan untuk keduanya. Memang di dalam menanggapi masalah ini ada beberapa hipotesis, akan tetapi yang lebih banyak mengandung faedah adalah pendapat yang ketiga, yaitu untuk diimani dan sekaligus sebagai pujian kepada-Nya (yang telah menurunkan kepada hamba-Nya) yaitu Nabi Muhammad (Al-Kitab) Alquran (dan Dia tidak menjadikan padanya) di dalam Alquran (kebengkokan) perselisihan atau pertentangan. Jumlah kalimat Walam yaj'al lahu 'iwajan berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan daripada lafal Al-Kitab.

2. sebagaimana bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik,(QS. 18:2)

قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا (2) 
Kemudian Allah SWT menerangkan lagi bahwa Alquran itu lurus, yang berarti tidak cenderung kepada berlebih-lebihan memuat peraturan peraturan, sehingga memberatkan kepada hamba-hamba Nya. Tetapi juga tidak terlalu sedikit dengan mengabaikan kebutuhan manusia, sehingga memerlukan kitab yang lain untuk menetapkan peraturan-peraturan. Demikianlah sifat-sifat Alquran itu. Dia diturunkan kepada Muhammad saw agar beliau memperingatkan orang-orang kafir kepada azab yang besar dari Tuhan, atas keingkaran mereka kepada Alquran. Dan supaya Rasul saw juga memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal saleh bahwa mereka akan memperoleh pahala yang besar daripada Nya, atas keimanan mereka kepada Allah dan Rasul Nya itu, serta amal kebajikannya selama hidup di dunia. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 2 
قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا (2) 
(Sebagai jalan yang lurus) bimbingan yang lurus; lafal Qayyiman menjadi Hal yang kedua dari lafal Al-Kitab di atas tadi dan sekaligus mengukuhkan makna yang pertama (untuk memperingatkan) menakut-nakuti orang-orang kafir dengan Alquran itu (akan siksaan) akan adanya azab (yang sangat keras dari sisi-Nya) dari sisi Allah (dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengadakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik).

3. mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.(QS. 18:3)

مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا (3) 
Pahala yang besar itu tidak lain adalah surga yang mereka tempati abadi selama-lamanya, mereka tidak akan pindah atau dipindahkan dari surga itu, sesuai dengan janji Allah SWT kepada mereka. 
Firman Allah SWT: 

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ 
Artinya: 
Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. (Q.S. Az Zukhruf: 72)

4. Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: `Allah mengambil seorang anak`.(QS. 18:4)

وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا (4) 
Dalam ayat ini Allah SWT mengulang lagi tugas Rasul saw untuk memberikan peringatan kepada kaum kafir, karena kekafiran mereka oleh Allah dipandang perkara besar, terutama orang-orang kafir yang mengatakan Allah itu mempunyai putra. 
Mereka itu ada tiga golongan: Pertama: Golongan musyrikin Mekah (Arab) yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu putra Tuhan. Kedua: Golongan orang Yahudi yang mengatakan Uzair putra Tuhan. Ketiga: Golongan orang Nasrani yang mengatakan Isa itu putra Tuhan. 
Alquran diturunkan ke dunia untuk mengembalikan kepercayaan umat manusia kepada tauhid yang murni. Banyak ayat-ayat yang mengancam anggapan-anggapan dan kepercayaan-kepercayaan kepada Tuhan yang sangat keliru itu. 
Firman Allah SWT: 

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ 
Artinya: 
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang yang terdahulu. Dilaknati Allah lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?. (Q.S. At Taubah: 30) 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 4 
وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا (4) 
(Dan untuk memperingatkan) kepada semua orang kafir (kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak)".

5. Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.(QS. 18:5)

مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا (5) 
Anggapan mereka bahwa Tuhan mempunyai putra, sama sekali tidak didasarkan atas pengetahuan dan keyakinan mereka sendiri, tetapi didasarkan atas persangkaan yang tidak benar. Mereka hanyalah bertaklid buta kepada nenek moyang mereka, padahal nenek moyang mereka itu juga tidak mempunyai pengetahuan dan keyakinan tentang kepercayaan yang demikian itu. Sungguh terlalu jelek ucapan mereka itu. Ucapan itu tidak lahir dari pikiran yang sehat, tetapi keluar dari mulut mereka yang lancang. Allah menegaskan apa yang diucapkan mereka itu adalah kekafiran yang sangat besar, karena tidak didasarkan atas keyakinan, dan tidak patut diucapkan oleh seseorang manusia. Kelancangan mereka mengucapkan kalimat kafir itu ditegaskan Allah sebagai suatu kebohongan semata-mata, yang demikian tidak mengandung kebenaran. Kepada mereka ini, Allah SWT memperingatkan Rasul untuk memerintahkan kepada umatnya supaya kembali kepada agama tauhid, sebagaimana yang diajarkan Alquran. 
Firman Allah SWT: 

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ 
Artinya: 
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah..." (Q.S. Ali Imran: 64)

6. Maka barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al quran).(QS. 18:6)

فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا (6) 
Kemudian dalam ayat ini Allah SWT memperingatkan Rasul saw agar janganlah dirinya bersedih hati, hingga merusakkan badan, hanya disebabkan kaumnya tidak mau beriman kepada Alquran dan kenabiannya. Karena hal demikian itu tidaklah patut membuat Nabi duka nestapa sampai merusak kesehatan dirinya. Tugas beliau hanyalah menyampaikan wahyu-wahyu Ilahi kepada mereka, sedang kesediaan mereka untuk menerima ayat-ayat itu tergantung kepada petunjuk Allah SWT. 
Firman Allah SWT: 

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ 
Artinya: 
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki Nya. (Q.S. Al Baqarah: 272) 
Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah Ibnu Rabi'ah, Abu Jahal Ibnu Hisyam, An Nadar Ibnu Haris, Umayyah Ibnu Khalfin, Al A'sya Ibnu Wail, Al Aswad Ibnu Muttalib dan Abu Buhturi di hadapan beberapa orang Quraisy mengadakan pertemuan. Rasul saw berada dalam kesusahan melihat perlawanan kaumnya kepadanya dan pengingkaran mereka terhadap ajaran-ajaran yang dibawanya, maka hal ini sangat menyakitkan hatinya. Lalu turunlah ayat ini. (H.R. Ibnu Mardawaih) 
Sesungguhnya Nabi itu bersedih hati, karena hasratnya yang besar dan kecintaannya yang dalam terhadap kaumnya supaya mereka beriman, tidak tercapai. Beliau diberi gelar Habibullah artinya kekasih Allah, maka sifat kasih sayang yang sangat nampak pada beliau kepada sesama manusia itu adalah pencerminan dari cintanya kepada Allah. Semakin kuat cinta kepada Allah, semakin besar pula kasihnya kepada manusia, bahkan manusia itu dia rasakan sebagai dirinya. Karena itulah ketika kaumnya menjauhkan diri dari bimbingan Allah SWT dan Rasul Nya beliau rasakan kejadian itu sebagai pukulan berat bagi dirinya, bukankah kaum yang jauh dari hidayah Allah itu pada akhirnya akan hancur, dan beliau sendiri akan menyaksikan kehancuran mereka itu. Hati yang bersangatan iba terhadap mereka yang menjadi penghalang kebenaran biarpun apa saja pendorongnya, dapat menghambat jalan dan lahirnya kebenaran itu sendiri. Maka Allah SWT memperingatkan Rasul saw jangan mengindahkan sambutan kaum musyrikin yang menjadi penghalang tersebarnya agama Islam itu, tetapi terus menyampaikan dakwah Islam dengan bijaksana. Sebab mereka itu adalah manusia yang telah dikaruniakan akal budi. Dengan akal budi itu manusia dapat merenungkan kebenaran ayat-ayat Alquran dan ayat-ayat kauniyah (alam) seperti benda-benda yang terdapat dalam alam ini. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 6 
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا (6) 
(Maka barangkali kamu akan membinasakan) membunuh (dirimu sendiri sesudah mereka) sesudah mereka berpaling darimu (sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini) yakni kepada Alquran (karena bersedih hati) karena perasaan jengkel dan sedihmu, disebabkan kamu sangat menginginkan mereka beriman. Lafal Asafan dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah.

7. Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.(QS. 18:7)

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا (7) 
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa segala yang ada di atas bumi ini Dia ciptakan sebagai perhiasan bagi bumi itu baik binatang dan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari pelbagai jenis di lautan dan di daratan baik barang-barang tambang, yang beraneka ragam dan sebagainya, untuk menguji manusia Apakah mereka dapat memahami dengan akal budi mereka maksud perhiasan-perhiasan bumi itu dan menarik kesimpulan akan adanya penciptanya, untuk kemudian menaati perintah Nya dan menjauhi larangan Nya. Bilamana mereka mempergunakan segala benda-benda alam, hewan dan tumbuh-tumbuhan itu masuk pengabdian kepada Tuhan dan kemanusiaan, maka Allah akan memberi mereka pahala yang sebesar-besarnya. Tetapi bilamana mereka mempergunakan untuk mendurhakai Tuhan dan merusak peradaban dan kemanusiaan maka Allah SWT akan menimpakan kepada mereka azab yang besar pula. Sejarah umat manusia membuktikan bahwa mereka selalu berlomba-lomba untuk memperoleh benda-benda perhiasan bumi itu, karena ia merupakan benda-benda ekonomi yang menjadi sumber penghidupan umat manusia. Dan karena benda-benda itu pula mereka saling berbunuh-bunuhan satu sama lain yang akhirnya menuju kehancuran. Kecuali bila mereka menyadari bahwa benda-benda hiasan bumi itu anugerah Tuhan, mereka mempergunakannya untuk perikemanusiaan dan pengabdian kepada Tuhan Rabbul Alamin. 
Demikianlah barang siapa yang dapat memahami dan mengambil pelajaran serta hikmah dari benda-benda hiasan bumi itu dia akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Semua benda alam ini memang diperuntukkan bagi manusia, tinggallah lagi Apakah yang akan mereka kerjakan dengan benda-benda hiasan di permukaan bumi itu? 
Firman Allah SWT: 

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِه 
Artinya: 
"Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah ..." (Q.S. Al Hajj: 65) 
Sabda Nabi Muhammad saw: 

إن الدنيا نضرة حلوة والله ستخلفكم فيها فينظر كيف تعملون 
Artinya: 
Sesungguhnya dunia ini manis lagi indah kehijauan. Dan sesungguhnya Allah SWT menunjuk kamu sebagai penguasa di atasnya, lalu Dia melihat apa yang kamu kerjakan. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 7 
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا (7) 
(Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi) berupa hewan, tumbuh-tumbuhan, pepohonan, sungai-sungai dan lain sebagainya (sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka) supaya Kami menguji manusia, seraya memperhatikan dalam hal ini (siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya) di dunia ini; yang dimaksud adalah siapakah yang lebih berzuhud/menjauhi keduniaan.

8. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.(QS. 18:8)

وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا (8) 
Kemudian Allah SWT menerangkan pula dalam ayat ini, bahwasanya Dia benar-benar akan membuat apa yang ada di atas bumi ini menjadi tanah yang datar dan tandus, tak ada tumbuh-tumbuhan yang menghiasinya. Maka keindahan yang menaklukkan pandangan mata itu menjadi pandangan yang kering dan pudar. perubahan demikian itu dapat terjadi disebabkan perubahan iklim dapat pula disebabkan oleh tangan manusia sendiri yang tidak mempertimbangkan sesuatu akibat dari perbuatan mereka sendiri, seperti penggundulan hutan, pemakaian tanah berlebih-lebihan tanpa pemeliharaan, peperangan dan lain-lain sebagainya. Dengan demikian, maka tidaklah patut bagi Nabi Muhammad saw untuk berduka cita terhadap setiap mereka yang anti terhadap ajaran-ajaran Islam yang dibawanya, karena Allah SWT akan menguji mereka dengan menciptakan keindahan di muka bumi ini dengan menciptakan bermacam-macam benda-benda seperti tumbuh-tumhuhan, hewan dan mineral. Siapakah di antara manusia itu yang beramal baik, Allah lah nanti yang memberi pahala bagi mereka yang beramal paling baik karena mempergunakan benda hiasan bumi itu sesuai dengan petunjuk Tuhan untuk kemanusiaan. Tetapi jika mereka mempergunakan benda-benda hiasan bumi ini tidak mengikuti petunjuk Tuhan, maka Allah SWT kelak menjadikan bumi ini datar dan tandus dan tiap manusia diberi ganjaran terhadap perbuatannya yang durhaka. 
Dengan ayat ini Nabi Muhammad saw menjadi terhibur. Bagi Rasul saw sudah jelas, jalan yang ditempuh oleh masing-masing golongan manusia yang beriman kepada Alquran dan golongan manusia yang berpaling daripada-Nya. 
Berbahagialah mereka yang berhasil lulus dalam ujian Tuhan itu dan sengsaralah mereka yang gagal. Tugas Rasul saw hanyalah menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah SWT. Apakah manusia beriman kepada petunjuk-petunjuk Allah itu ataukah berpaling daripada-Nya, Allah SWT lah yang menentukannya.

9. Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan?(QS. 18:9)

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا (9) 
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa tidaklah patut Nabi Muhammad saw, mengira bahwa cerita Ashabul Kahfi beserta roqim (batu tertulis), sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab lama adalah tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang menakjubkan. 
Memang jika dilihat peristiwa itu sendiri adalah berlawanan dengan hukum kebiasaan alam. Tetapi jika dibandingkan dengan kejadian tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang dan segala benda-henda mineral yang merupakan perhiasan di atas bumi ini, maka kejadian yang akhir ini lebih menakjubkan lagi untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Tuhan. peristiwa Ashabul Kahfi itu, bukan satu-satunya tanda kekuasaan Tuhan dia hanyalah sebagian kecil dad bukti ke Agungan-Nya. Sekiranya para ulama agama lain merasa kagum dan terpesona akan peristiwa tersebut, maka Rasul saw dan umatnya seharusnya lebih terpesona lagi oleh alam semesta dengan segala keajaibannya, kejadian langit dan bumi, pergantian siang dan malam, peredaran matahari, bulan, planet, bintang-bintang kesemuanya itu adalah bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan Tuhan. Dia berbuat menurut kehendak Nya, tak seorang yang menolak ketetapan Nya. 
Adapun kisah itu dengan segala keanehannya tidaklah cukup membawa manusia ke pintu gerbang kebaikan dan kebahagiaan seperti yang diidamkan manusia itu sendiri, tidak pula dapat dijadikan contoh yang ideal untuk memperoleh keberhasilan duniawi dan ukhrawi. Maka oleh karena itu Alquran selalu mengajak manusia untuk menyelidiki rahasia alam semesta ini. 
Menurut riwayat bahwa orang-orang Nasrani telah banyak melakukan kesalahan-kesalahan. Raja-raja mereka berlaku aniaya sampai mereka menyembah berhala-berhala bahkan rakyat dipaksa pula untuk menyembahnya. Seorang raja mereka yang bernama Decyanus mengeluarkan perintah-perintah keras untuk menyembah berhala-berhala itu dan menyiksa siapa yang menentang. Beberapa orang pemuda dari kalangan bangsawan dipaksanya turut menyembah berhala-berhala itu dan dia memberi ancaman bunuh kepada mereka. Namun mereka menolaknya, bahkan mereka tetap bertahan dalam agama mereka. Lalu Decyanus melucuti pakaian dan perhiasan mereka. Tetapi rupa-rupanya raja itu masih sayang kepada remaja remaja itu, mereka dibiarkannya hidup dengan harapan agar mereka insaf kembali. Demikianlah raja itu pergi ke negeri-negeri lain, memaksa penduduknya menyembah berhala dan siapa menolaknya dibunuhnya. 
Adapun pemuda-pemuda itu kemudian pergi ke sebuah gua, pada sebuah gunung yang disebut Tikhayus, dekat kota mereka "Afasus." Di gua itu mereka beribadah menyembah Allah, sekiranya diserang oleh raja Decyanus dan mereka dibunuhnya, maka mereka mati dalam ketaatan. Jumlah mereka tujuh orang. Di tengah perjalanan ke gua, mereka disertai oleh seorang penggembala dengan seekor anjingnya. Di gua itulah mereka tekun menyembah Allah. Di antara mereka ada seorang yang bernama Tamlikha. Dia bertugas membeli makanan dan minuman untuk teman-temannya dan menyampaikan kabar bahwa Decyanus masih sungguh-sungguh mencari mereka. Sekembalinya raja itu dari perjalanannya segera dia mencari ahli-ahli ibadat kepada Allah itu untuk dibunuhnya, kecuali bila mereka mau menyembah patung. Berita ini terdengar Tamlikha ketika dia sedang berbelanja lalu disampaikan kepada teman-temannya. Mereka menangis. Allah SWT kemudian menutup pendengaran mereka sehingga mereka tertidur. 
Sementara itu Decyanus teringat kepada mereka, lalu memaksa orang-orang tua mereka untuk mendatangkan mereka. Orang-orang tua mereka itu akhirnya menunjukkan gua tempat mereka beribadat itu. Decyanus segera pergi ke tempat itu dan menutup mulut gua itu agar mereka mati di dalamnya. Dalam staf pengiring raja ada dua orang laki-laki yang tetap menyembunyikan imannya namanya Bidrus dan Runas. Kisah para pemuda yang beriman dalam gua itu diabadikan dengan tulisan di atas dua keping batu yang lalu disimpannya dalam peti dari tembaga. Peti itu ditanamkannya ke dalam bangunan supaya di kemudian hari menjadi suri teladan dan peringatan bagi umat manusia. 
Waktu berjalan terus, zaman silih berganti, raja Decyanus sudah dilupakan orang. Seorang raja yang saleh bernama Bidrus memerintah negeri itu selama 68 tahun. Pada masa pemerintahannya terjadi perpecahan di kalangan rakyatnya tentang hari kiamat ke dalam dua golongan. Golongan yang percaya akan hari kiamat dan golongan yang mengingkarinya. Raja sangat bersedih hati karena persoalan ini. Dia berdoa kepada Tuhan agar Dia memperlihatkan kepada rakyatnya suatu tanda yang meyakinkan mereka bahwa kiamat itu pasti terjadi. 
Sementara itu seorang penggembala kambing bernama Ulyas bermaksud membangun kandang kambingnya di gua itu. Maka dipecahkannyalah tutup yang menutup pintu gua itu. Seketika itu juga, pemuda-pemuda yang beriman itu terbangun serentak dari tidurnya. Mereka duduk dengan wajah berseri-seri lalu mereka salat. Berkatalah mereka satu sama lain: "Berapa lama kalian tidur?" Dijawab oleh yang lain: "Sehari atau setengah hari." Yang lain mengatakan: "Tuhan lebih mengetahui berapa lama kalian tidur.." Cobalah salah seorang dari kalian pergi ke kota membawa uang perak ini dan membeli makanan yang baik dan menghidangkannya kepada kita. "Maka berangkatlah Tamlikha sebagaimana biasanya sejak dahulu pergi berjalan untuk berbelanja, secara sembunyi-sembunyi karena takut terhadap raja Decyanus. Sewaktu berjalan, terdengar olehnya orang-orang menyeru Isa Al Masih. di segala penjuru kota. Berkatalah dia dalam hati: Alangkah anehnya mengapa orang mukmin itu tidak dibunuh oleh Decyanus." Dia masih dalam keheranan: "Barangkali aku bermimpi atau kota ini bukan kotaku dahulu," katanya dalam hati. Lalu dia bertanya kepada seorang laki-laki tentang nama kota itu. Di jawab: "Ini kota Afsus." Pada akhir perjalanannya dia datang kepada seorang laki-laki dan diberikannya uang logam itu untuk pembeli makanan. Laki-laki itu kaget setelah melihat uang logam itu karena belum pernah melihatnya sebelumnya. Dia membalik-balik uang itu kemudian diperlihatkannya kepada kawan-kawannya. Mereka merasa heran dan berkata: "Apakah uang ini dari harta yang kau temukan tersimpan dalam tanah?" Uang logam ini dari zaman raja Decyanus, satu zaman yang sudah lewat berabad-abad lamanya." Kemudian Tamlikha dibawa ke muka dua orang hakim di kota itu. Mulanya Tamlikha mengira dia akan dibawa kepada raja Decyanus. Tetapi setelah dia ketahui tidak demikian, lenyaplah kesedihannya, dan berhentilah tangisnya. Kedua hakim kota itu Areyus dan Tanteyus, menanya Tamlikha: Dimanakah harta terpendam yang kamu temukan itu, wahai anak muda?" Sesudah terjadi pembicaraan antara mereka, maka Tamlikha menceritakan kisah para pemuda itu dengan raja Decyanus, dan dia mengajak kedua hakim itu pergi menengok ke gua untuk membuktikan kebenaran ceritanya. Kedua hakim itu lalu pergi bersama-sama Tamlikha, hingga sampai ke pintu gua itu, dan keduanya mendengarkan semua cerita tentang penghuni gua itu dari Tamlikha. Kedua hakim merasa heran setelah mengetahui bahwa mereka tidur dalam gua itu selama 309 tahun. Mereka dibangunkan dari tidur untuk menjadi tanda kekuasaan Tuhan kepada manusia. Kemudian Ariyus masuk dan melihat sebuah peti dari tembaga, tertutup dengan lak, di dalamnya dua batu bertulis yang menceritakan kisah pemuda itu, sejak mereka melarikan diri dari kerajaan Decyanus demi memelihara akidah dan agama mereka, sampai kemudian Decyanus menutup pintu gua itu dengan batu. 
Setelah Ariyus dan kawan-kawannya membaca cerita ini bersyukurlah mereka dan langsung sujud kepada Allah dan segeralah mereka mengirim utusan kepada raja Bidrus agar cepat-cepat datang untuk menyaksikan tanda kekuasaan Allah yang ada pada peristiwa pemuda-pemuda itu, mereka dibangkitkan sesudah tertidur 300 tahun. Raja kemudian berangkat beserta rombongan pengawal-pengawalnya dan penduduk negerinya sampai datang ke negeri Afasus. Hari ini merupakan hari penetapan keputusan tentang hari berbangkit, hari yang tak terlupakan. 
Sewaktu raja melihat pemuda-pemuda itu, sujudlah dia kepada Allah kemudian dipeluknya pemuda-pemuda itu lalu menangis. Pemuda-pemuda itu terus memuji Tuhan. Berkatalah pemuda-pemuda itu kepada raja: "Wahai raja, selamat tinggal, semoga Allah melindungi kamu dari kejahatan manusia dan jin." Lalu mereka kembali ke pembaringan mereka dan ketika itu Allah SWT mencabut rohnya. Untuk memberikan penghormatan kepada para arwah hamba-hamba Allah suci ini, raja memerintahkan agar setiap orang dari mereka dibuatkan peti jenazah dari emas. Tetapi pada malam harinya raja bermimpi melihat mereka, dan berpesan kepadanya: "Biarkanlah kami sebagaimana adanya dalam gua ini, kami tidur di atas tanah sampai hari kiamat datang." Karena itu raja itu memerintahkan agar jenazah itu dihamparkan di dalam sebuah peti kayu jati dan jangan ada seorangpun diizinkan masuk dalam gua itu sesudah hari itu. Raja memerintahkan pula agar pintu gua dibangun tempat ibadah, dan hari wafatnya dijadikan hari besar. Demikianlah dari cerita orang-orang suci, pemuda-pemuda penghuni gua itu. 
Orang-orang Nasrani menjadikan cerita ini sebagai bukti kekuasaan Tuhan untuk menunjukkan adanya hari kiamat. Tetapi Alquran menjelaskan bahwa tanda-tanda kekuasaan Tuhan untuk mengadakan hari berbangkit dan mengembalikan ruh itu kepada jasadnya sesudah mati bukanlah terbatas pada cerita saja. Ayat-ayat yang menunjukkan kekuasaan-Nya untuk menunjukkan adanya hari kiamat, tidak terhitung jumlahnya, perhatikanlah alam semesta ini dengan segala isinya. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 9 

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا (9) 
(Atau kamu mengira) kamu menduga (bahwa Ashhabul Kahfi) orang-orang yang mendiami gua di suatu bukit (dan Raqim) yaitu lempengan batu yang tertulis padanya nama-nama mereka dan nasab-nasabnya; Nabi saw. pernah ditanya mengenai kisah mereka (adalah mereka) dalam kisah mereka (termasuk) sebagian (tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?) lafal 'Ajaban menjadi khabar Kana, sedangkan lafal yang sebelumnya berkedudukan menjadi hal; artinya: Mereka adalah hal yang menakjubkan yang berbeda dengan tanda-tanda kekuasaan Kami lainnya; atau mereka adalah tanda-tanda kekuasaan Kami yang paling menakjubkan, padahal kenyataannya tidak demikian.

10. (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: `Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)`.(QS. 18:10)

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا (10) 
Kemudian dalam ayat ini, Allah SWT mulai menguraikan cerita Ashabul Kahfi itu kepada Rasul saw. Allah SWT mengingatkan kepada Rasul-Nya bahwa ketika zaman dahulu beberapa pemuda keturunan bangsawan di suatu negeri, karena takut penganiayaan rajanya, pergi mencari perlindungan ke dalam gua pada sebuah gunung. Di dalam gua inilah mereka membulatkan tekadnya, menghabiskan masa remajanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Menurut riwayat pemuda-pemuda itu putra-putra bangsawan dan pembesar orang Romawi. Mereka berpakaian mahkota kebangsawanan dan memakai gelang keemasan. Kemudian mereka berdoa kepada Tuhan semoga Dia melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka dari sisi Nya. Mereka mengharapkan pengampunan, ketenteraman, dan rezeki dari Allah sebagai anugerah yang besar atas diri mereka. Selain daripada itu memohon pula, kiranya Tuhan memudahkan bagi mereka jalan yang benar untuk menghindari godaan dan kelaliman orang-orang kafir dan untuk memperoleh ketabahan dalam menaati Tuhan sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sungguh Allah telah menolong mereka sewaktu raja kafir itu berhasil menemukan jejak mereka pada pintu gua itu, lalu masuk ke dalamnya, maka Allah SWT menutup penglihatan mereka sehingga mereka tidak dapat melihat para pemuda tersebut. Oleh karena itu akhirnya raja memutuskan menutup pintu gua itu dengan perkiraan bahwa mereka akan mati kelaparan dan kehausan. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 10 
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا (10) 
Ingatlah (tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua) Lafal Al-Fityah adalah bentuk jamak dari lafal Fataa, artinya pemuda; mereka khawatir iman mereka akan dipengaruhi oleh kaumnya yang kafir (lalu mereka berdoa, "Wahai Rabb kami! Berikanlah kepada kami dari sisi-Mu) dari hadirat-Mu (rahmat, dan sempurnakanlah) perbaikilah (bagi kami bimbingan yang lurus dalam urusan kami ini.)" yakni petunjuk yang lurus.

11. Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,(QS. 18:11)

فَضَرَبْنَا عَلَى آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا (11) 
Demikian pula Allah menerima doa para pemuda itu; Allah telah menutup penglihatan dan pendengaran mereka, hingga mereka tidur nyenyak tak ada suara yang akan membangunkan mereka dari tidur mereka yang lelap, dalam gua berbilang tahun lamanya. Sangatlah besar rahmat Tuhan yang diberikan kepada mereka. Tidaklah mudah bagi seseorang dapat tidur, di waktu jituanya kegelisahan dan ketakutan. Dalam tidur itulah seseorang mendapatkan ketenteraman dan kelapangan lahir dan batin. 
Dalam ayat ini dikatakan "menutup telinga" karena telinga itulah yang menjadi sebab bangunnya seseorang dari tidur. Sedikit sekali tidur seseorang terputus kecuali bila pendengarannya mendapat gangguan. Seseorang baru dapat dikatakan tidur, bilamana telinganya tidak mendengar sesuatu lagi. Rasul saw mengatakan bahwa bagi seseorang yang lama tidurnya dengan mempergunakan kata "telinga". 
Nabi bersabda: 
"Itulah dia laki-laki yang dikencingi setan pada telinganya." (H.R. Bukhari) 
Maksud beliau ialah laki-laki yang banyak tidur terlalu lama.

12. kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu).(QS. 18:12)

ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَى لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا (12) 
Kemudian Allah SWT menerangkan bahwa sesudah mereka tidur dalam gua itu selang beberapa lamanya, maka Allah membangunkan mereka. Pendengaran mereka dipulihkan kembali oleh Allah SWT. Sewaktu seseorang penggembala kambing menggempur dinding batu yang menutup mulut gua itu, maka suara reruntuhan itu terdengar oleh mereka, dan terbangunlah mereka setelah tidur berabad-abad lamanya. Dan dengan demikian, Allah SWT mengetahui mana di antara dua golongan yang berselisih itu dapat menghitung dengan tepat berapa lamanya mereka tinggal dalam gua itu. 
Tetapi akhirnya mereka menyadari bahwa mereka tidaklah mengetahui secara pasti berapa 1ama mereka tinggal dalam gua itu, lalu mereka mengakui bahwa Tuhanlah yang memelihara tubuh mereka sehingga tidak hancur, dan mereka bertambah yakin akan kesempurnaan kekuasaan Tuhan serta ilmu-Nya. Oleh karena itu, dengan peristiwa yang mereka alami itu mereka dapat merenungkan tentang perkara hari kiamat. Bagi orang-orang yang beriman pada zaman itu, peristiwa itu menambah teguhnya iman mereka, sedang terhadap orang kafir peristiwa itu menjadi bukti nyata bagi kekuasaan Tuhan. 
Bermacam-macam pendapat ahli tafsir dalam menjelaskan maksud dari kata "dua golongan" dalam ayat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua golongan itu ialah golongan pertama adalah para pemuda penghuni gua itu, dan golongan kedua adalah penduduk kota yang mengetahui sejarah menghilangnya pemuda-pemuda itu. 
Ada yang mengatakan kedua golongan yang berselisih pendapat itu ialah para pemuda itu dengan raja-raja yang memerintah silih berganti di negeri Afasus itu. Banyak lagi pendapat-pendapat yang lain. Tetapi pendapat lain yang mendekati kebenaran ialah mengatakan bahwa kedua golongan itu adalah pemuda-pemuda penghuni gua itu sendiri. Setelah mereka bangun dan tidur, mereka saling bertanya satu sama lain. Sebagian mengatakan: "Kita tinggal dalam gua ini sehari atau setengah hari". Sebagian yang lain mengatakan Tuhanmu lebih mengetahui berapa lamanya kamu tinggal dalam gua ini"

13. Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk;(QS. 18:13)

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى (13) 
Dalam ayat ini Allah SWT mulai menguraikan cerita Ashabul Kahfi, yang pada ayat-ayat sebelumnya, baru disampaikan secara umum. Allah SWT mengatakan kepada Rasul saw, bahwa cerita yang disampaikan ini mengandung kebenaran. Maksudnya diceritakan menurut kejadian, tidak seperti yang dikenal oleh bangsa Arab. Bangsa Arab telah mengenal cerita pemuda-pemuda penghuni gua ini, akan tetapi dalam bentuk yang salah. Umayyah Ibnu Abu Salt seorang penyair Arab zaman permulaan Islam dari Bani Umayyah meninggal dunia tahun 9 H, pernah dalam sebuah baitnya menyebut gua ini, yang menunjukkan bahwa bangsa Arab telah mengenal cerita ini. Baitnya berbunyi: 
\s وليس بها إلا الرقيم مجاورا وصيد همو والقوم هجد \s 
Artinya: 
Tidak ada di situ kecuali Ar Raqim (batu tertulis) yang berada di dekatnya serta anjingnya. Sedang kaum itu tidur dalam gua. 
Kemudian Allah menjelaskan cerita itu bahwa sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang masih remaja yang beriman kepada Tuhan mereka Yang Maha Kuasa dengan penuh keyakinan. Meskipun masyarakat mereka menganut agama syirik, tetapi mereka dapat mempertahankan keimanan mereka dari pengaruh kemusyrikan itu. Memang para pemuda pada umumnya mempunyai sifat mudah menerima kebenaran, mereka lebih cepat menerima petunjuk ke jalan yang benar dibandingkan dengan orang-orang tua yang sudah tenggelam dalam ajaran-ajaran yang batal. Oleh karena itu dalam sejarah, terutama sejarah perkembangan Islam, para pemudalah yang lebih banyak pertama kali menerima ajaran Allah dan Rasul-Nya. Adapun orang tua, seperti tokoh-tokoh Quraisy terus menerus mempertahankan ajaran agama yang batal, sedikit sekali dari orang tua itu yang menerima ajaran Islam.
Benarlah kata ahli hikmah: 
Artinya: 
Pokok inti kepemudaan itu adalah keimanan. Dalam masa muda itu, seseorang mulai menerima dan menemukan keimanan dan meneguhkan ke dalam pribadinya. 
Berkata Al Junaid seorang Sufi: 
Artinya: 
Masa muda remaja itu, masa untuk memberikan darma bakti, tahan derita, pantang mengeluh. 
Semakin banyak pengorbanan dan pengabdian mereka terhadap Tuhan, makin tambah kuat iman dan takwa mereka. 
Firman Allah SWT: 

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ 
Artinya: 
Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (batasan) ketakwaannya. (Q.S. Muhammad: 17)

14. dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: `Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.`(QS. 18:14)

وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا (14) 
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa Allah SWT meneguhkan hati mereka dengan kekuatan iman, membulatkan tekad mereka kepada agama tauhid, dan memberikan keberanian untuk mengatakan kebenaran agama itu di hadapan raja Decyanus yang kafir dan sewenang-wenang. Sewaktu raja itu mencela dan memaksa mereka untuk menyembah berhala, mereka dengan lantang berkata: "Tuhan kami adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia." Dengan demikian mereka mengatakan bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan Pencipta alam semesta ini, oleh karena itu mereka tidak akan menyembah selain Tuhan Pencipta ini. 
Dalam pernyataan mereka ini, terkandung dua pengakuan tentang kekuasaan Tuhan. Pertama pengakuan mereka tentang keesaan Tuhan dalam memelihara dan menciptakan alam semesta ini. Kedua pengakuan mereka tentang keesaan Tuhan dan hak Nya untuk disembah oleh makhluk Nya. Orang-orang musyrikin mengakui keesaan Tuhan dalam menciptakan dan memelihara alam semesta ini, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman: 

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ 
Artinya: 
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?", Tentu mereka akan menjawab: "Allah," maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (Q.S. Al Ankabut: 61) 
Akan tetapi orang musyrikin tidaklah mengakui keesaan Tuhan tentang berhak-Nya untuk disembah oleh hamba-hamba-Nya. Mereka menyembah berhala-berhala sebagai sekutu Tuhan yang akan mendekatkan mereka dengan sedekat-dekatnya kepada Tuhan Yang Maha Esa itu, sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT: 

مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى 
Artinya: 
"....Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (Q.S. Az Zumar: 3) 
Sesudah pemuda-pemuda itu menyatakan pengakuan mereka tentang keesaan Tuhan, lalu mereka memberikan atasan penolakan mereka terhadap penyembahan berhala-berhala sebagaimana yang dikehendaki oleh raja Decyanus itu. Mereka menyatakan, bahwa bilamana mereka menyembah dan berdoa kepada selain Allah, berarti mereka mengerjakan yang jauh dari kebenaran.

15. Kaum kami telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?(QS. 18:15)

هَؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا (15) 
Kemudian dalam ayat ini, Allah SWT menceritakan percakapan pemuda-pemuda itu antara mereka sendiri. Mereka mengatakan bahwa kaum mereka yang di bawah kekuasaan Decyanus itu meskipun mereka lebih tua, banyak pengalaman, namun mereka menyekutukan Tuhan juga tanpa mempergunakan akal pikiran mereka. Mengapa mereka tidak mengemukakan atasan yang benar, atau bukti yang kuat dan jelas untuk memperkuat kebenaran apa yang mereka katakan dan percayai itu. Pemuda-pemuda itu menyatakan bahwa kaum mereka itu sebenarnya berbuat sebagaimana anak-anak remaja itu, mereka telah menunjukkan bukti-bukti kebenaran agama yang mereka anut. 
Selanjutnya anak-anak muda itu menyatakan bahwa tidak ada suatu kelaliman yang lebih besar kecuali kelaliman orang yang berbuat dusta terhadap Allah seperti: orang yang mengatakan Tuhan itu mempunyai sekutu. Kaum mereka itu telah mempersamakan martabat berhala-berhala dengan martabat Tuhan yang tinggi, tetapi mereka tidak dapat memberikan atasan yang benar, pada hal suatu agama seharusnya berdasarkan kepercayaan atau hujah atau atasan yang benar. Mereka mengada-adakan nama-nama untuk sebutan-sebutan untuk Tuhan itu, hanyalah menurut hawa nafsu mereka saja. 
Firman Allah SWT: 

إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى 
Artinya: 
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk mereka dari Tuhan mereka. (Q.S. An Najm: 23) 
Nama-nama yang diberikan kepada sekutu-sekutu Tuhan itu bermacam-macam seperti Al Lata, Al Manat, Al Uzza, yaitu nama-nama untuk berhala-berhala yang diberikan oleh orang-orang Arab jahiliah. Atau nama lain seperti Tuhan putra, Sukma Sejati, dan lain-lain sebagainya, yang dikenal dalam kalangan bangsa-bangsa lain.

16. Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.(QS. 18:16)

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرفَقًا (16) 
Dalam ayat ini, Allah SWT melanjutkan tentang percakapan mereka sama lain, berkata sebagian dari mereka ke yang lainnya: Bilamana kamu menjauhkan diri dari kaum dan kampung halamanmu lahir dan batin, serta menolak untuk mengikuti adat-istiadat mereka dan menyembah selain Allah, karena tindakan seperti demikian akan menimbulkan kemarahan mereka terhadap kamu, maka seharusnyalah kamu mencari tempat perlindungan ke dalam suatu gua. 
Di tempat tersebut kamu dapat melakukan ibadah dengan tekun dan khusyuknya, terhindar dari gangguan kaummu dan bilamana kamu sudah menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah, serta memohon pemeliharaannya, maka tentulah Dia akan mencurahkan rahmat Nya kepadamu. Kamu tidak akan mati kelaparan atau kehausan dalam gua itu. Allah SWT akan memberikan jalan keluar kepadamu dalam urusan, baik dalam mengatasi kesukaran makan dan minum ataupun lainnya dan Allah akan melapangkan jalan beribadah dengan sempurna kepada Nya sehingga mencapai suatu kelezatan ibadah yang melebihi kelezatan lainnya". Demikian mereka bercakap-cakap sesama mereka dan apa yang mereka ucapkan itu lahir dari keyakinan dan harapan mereka akan anugerah Allah dan berkat kepasrahan dan keimanan mereka yang sempurna kepada Nya. Allah SWT telah menggerakkan hati anak-anak remaja itu untuk menjadi orang-orang yang saleh, penghuni gua, yang kisah mereka akhirnya selalu dikenang dalam sejarah umat beragama. Demikian pemuda-pemuda, selamanya hati mereka lebih suci dan lebih cinta kepada kebenaran, yaitu sifat yang amat baik diperlukan bagi seseorang pemimpin. 
Berkata Ibnu 'Abbas: 
ما بعث الله نبيا إلا وهو شاب وما أعطي علم لعالم إلا وهو شاب 
Artinya: 
"Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali dia seorang pemuda, dan tiada diberikan ilmu kepada seorang alim, kecuali dia pemuda". 
Kemudian beliau membaca potongan ayat-ayat tersebut sebagai berikut: 

قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ 
Artinya: 
Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala berhala ini, yang bernama Ibrahim". (Q.S. Al Anbiya: 60) 
Dan Firman Allah SWT: 

وإذ قال موسى لفته 
Artinya: 
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya (pemuda)". (Q.S. Al Kahfi: 60) 
Dan firman Allah SWT: 

إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ 
Artinya: 
Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka. (Q.S. Al Kahfi: 13) 
Dapatlah dibenarkan anak-anak remaja pergi untuk hidup menyendiri seperti hidup di dalam gua, meninggalkan medan. Bila ada pendapat yang mengatakan bahwa hidup uzlah (menyepi) berdasar ayat ini adalah disyariatkan dan dipandang sunat secara mutlak tanpa syarat maka pendapat itu adalah keliru. Ayat ini menunjukkan ketabahan hidup menyepi di dalam gua dari ashabul Kahfi, bilamana seseorang diperkosa agamanya dan dituntut agar dia musyrik. Al Gazali dalam kitabnya Al Ihya, menolak menggunakan ayat ini untuk dijadikan dalil bagi keutamaan hidup uzlah. Berkata beliau "Ashabul Kahfi tidak menyepikan diri dari mereka sendiri, yakni satu sama lain. Mereka seluruhnya adalah orang-orang yang beriman. Mereka m menyepikan diri dari orang-orang kafir". Jadi wajarlah kalau mereka beruzlah agar terpelihara dari keonaran orang-orang kafir dan raja yang hendak membunuh mereka. Hidup menyepi dalam arti bersembunyi dari kejahatan dan kebatilan yang tidak dapat diperbaiki atau memperbaikinya adalah berbahaya maka uzlah semacam ini dibenarkan. As-Suyuti dalam kitabnya Al-Iklil berpendapat bahwa dari ayat ini dapat dipahami, disyariatkan uzlah dan lari dari kelaliman dan tinggal dalam gua sewaktu rusaknya zaman. Pendapat beliau ini perlu penjelasan. Karena masih kabur. Zaman manakah yang bersih dari kerusakan? Sebenarnya yang terpaham dalam ayat ini ialah lari dari pemerkosaan terhadap hak hidup beragama. 
Hidup uzlah karena frustasi dan keputusasaan dalam menghadapi kenyataan hidup tidaklah dibenarkan oleh agama. Untuk memahami ayat ini, haruslah diperhatikan suasana di kala terjadinya peristiwa uzlahnya pemuda itu. Mereka menyepi dengan melarikan diri ke dalam gua adalah karena mereka akan dibunuh oleh raja yang sewenang-wenang itu, dan suasana tidak mengizinkan atau memberi kesempatan untuk berjuang melawan kesewenang-wenangan raja itu, dan melahirkan keimanan mereka. 
Di masa permulaan Islam Nabi menyuruh sahabat-sahabatnya berhijrah ke negeri Habasyah dan kemudian ke Madinah dan kemudian beliau sendiri hijrah ke Madinah ialah karena keganasan kaum musyrikin Quraisy, sedang kaum Muslimin tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keganasan itu, karena mereka masih dalam keadaan lemah. Terhadap Nabi khususnya mereka sudah bersiap hendak membunuhnya. Rumah Nabi telah mereka kepung di malam hari, karena mereka hendak melaksanakan pembunuhan itu. 
Karena kaum musyrikin itu telah mengadakan komplotan untuk membunuh Nabi, maka Tuhan memerintahkan agar Nabi berhijrah. Atas dasar perintah itulah Nabi berhijrah, jadi bukan karena lari dari medan, menyendiri atau uzlah dan sebagainya. Tetapi hidup uzlah dalam arti mengasingkan diri dari kemewahan hidup dan perbudakan harta dan hawa nafsu, lalu hidup sederhana di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana yang diperlihatkan sahabat Nabi Abu Zar Al Gifari tidaklah tercela, bahkan dibenarkan oleh agama Islam. Barkata Ibnu Kasir: "Abu Zar berpendapat bahwa tidaklah patut seseorang muslim memiliki harta melebihi dari persediaan makanannya sehari semalam, atau dari sesuatu yang dipergunakannya untuk berperang, atau dari suatu yang disediakannya untuk tamu. Beliau berpegang kepada zahir ayat." 
Firman Allah SWT: 

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ 
Artinya: 
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih. (Q.S. At Taubah: 34) 
Beliau hidup dalam kesederhanaan karena tidak mau terlibat dalam kehidupan mewah yang mulai nampak pada zaman khalifah Usman ra. Demikian contoh kehidupan uzlah yang terdapat di kalangan sahabat Rasulullah saw.

17. Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.(QS. 18:17)

وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا (17) 
Sesudah para pemuda itu berbincang-bincang tentang kaum serta diri mereka sendiri, lalu mereka memutuskan pendirian untuk uzlah ke dalam gua di sebuah gunung yang mereka sepakati, maka Allah SWT dalam ayat ini menerangkan keadaan tempat perlindungan mereka ini. Pintu gua itu menghadap ke utara. Di pagi hari matahari terbit dari arah timur dan di sore hari matahari condong ke barat menyilang pintu gua itu. Sehingga dengan demikian cahaya matahari hanya mengenai langsung pintu gua dari samping kiri dan kanan. Penghuni-penghuni gua itu sendiri tidak kena sinar matahari meskipun mereka berada di tempat yang luas. Ruangan gua itu mendapat cahaya matahari yang membias dari mulut gua. Maka ruangan itu tidaklah gelap dan selalu memperoleh udara yang sejuk. Mengenai tempat letak gua ini bermacam-macam para ahli tafsir. Ada yang mengatakan, gua itu di daerah dekat Aelia (Yerusalem) di Palestina. Ibnu Ishak mengatakan di Nanawa, yaitu suatu kota lama di daerah Mousi. Ada pula yang mengatakan di negeri Romawi. Pada keterangan di atas disebutkan bahwa kisah-kisah ini terjadi kota Masus, ini adalah, menurut yang diriwayatkan dari bangsa Arab. Akan tetapi sampai sekarang tidak terdapat bukti yang kuat di mana sebenarnya tempat gua itu. Sekiranya ada faedahnya tentulah Rasul saw akan memberitahukan tempat itu. 
Beliau bersabda: 

ما تركتم شيئا يقربكم إلى الجنة ويباعدكم عن النار إلا وقد أعلمتكم به 
Artinya: 
Aku tidak meninggalkan sesuatupun yang dapat mendekatkan kamu ke surga dan menjauhkan kamu dari neraka, melainkan tentulah aku jelaskan kepadamu sesuatu itu. (H.R. Ibnu Ishak) 
Demikian itulah tanda-tanda kekuasaan Allah yang diperlihatkan Nya kepada hamba-hambanya yang beriman. Segala peristiwa yang dialami oleh anak-anak remaja itu, sejak mereka memperoleh hidayah ke jalan tauhid, bermusuhan dengan kaumnya dan keluarganya, tanpa mengindahkan kepentingan mereka pribadi padahal mereka masih muda-muda, kemudian mereka memilih dengan tepat sebuah gua yang sehat untuk tempat tinggal mereka, selanjutnya mereka bangun kembali sesudah 300 tahun lebih lamanya berada dalam keadaan tertidur di dalam gua itu, kesemuanya menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang terdapat dalam alam ini. Tetapi semua tanda-tanda itu hanyalah dapat dihayati oleh mereka yang diberi taufik oleh Allah SWT untuk menerima petunjuk kepada jalan kebenaran seperti pemuda-pemuda penghuni gua itu. Merekalah orang-orang yang memperoleh petunjuk dan dengan tepat memilih jalan kebenaran sehingga oleh karenanya mereka berbahagia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi. Mereka telah mencapai dan menghayati segala rahmat dan pertolongan Allah SWT yang sebelumnya selalu mereka harap-harapkan. Berbeda halnya dengan mereka ialah orang-orang yang tidak memperoleh petunjuk. Mereka ini adalah orang-orang yang sesat jalan karena salah pilih. Kesediaannya yang jelek, kecondongannya kepada nafsu duniawi menyebabkan dia salah dalam memilih jalan kebenaran. Mereka terjerumus ke dalam kesesatan jalan yang tidak membawa kebahagiaan. Allah menyesatkan karena memang demikian keadaannya. Bagi mereka ini sangatlah sukar untuk menemukan pembimbing yang mengembalikannya ke jalan yang lurus dan melepaskan dia dari kesesatan, karena iman dan ingkar itu terletak pada kehendak Tuhan. Dia memberi taufik kepada hamba Nya yang dikehendaki Nya dan membiarkan orang yang dikehendaki Nya. 
Dengan penjelasan ayat ini, Rasul saw merasa terhibur dan tambah sadar, sesungguhnya dia tidak perlu berduka cita atas sikap kaumnya yang menjauhkan diri dari ajaran dan anjurannya ke jalan Allah SWT.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 17 
وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا (17) 
(Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong) Lafal Tazaawaru dapat dibaca dengan memakai Tasydid atau Takhfif, artinya melenceng (dari gua mereka ke sebelah kanan) ke arah sebelah kanan (dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri) yakni membiarkan mereka dan melewati mereka, hingga sinar matahari sama sekali tidak mengenai mereka (sedangkan mereka berada di tempat yang luas dalam gua itu) yakni gua yang luas, sehingga mereka selalu mendapatkan tiupan angin yang segar lagi menyejukkan. (Itu) yakni hal yang telah disebutkan (adalah sebagian tanda-tanda Allah) bukti-bukti yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya. (Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya).

18. Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.(QS. 18:18)

وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا (18) 
Setelah mereka mendapat tempat yang aman dalam gua itu, tekunlah mereka beribadah di dalamnya sampai Tuhan menutup pendengaran mereka dan tertidurlah mereka. Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan keadaan mereka sewaktu tidur. Mereka tampaknya bangun tetapi sebenarnya mereka tidur. Berkata Ibnu Kasir: "Sebagian ahli ilmu menerangkan bahwa tatkala Tuhan menutup pendengaran mereka dengan jalan menidurkan mereka, maka mata mereka tidak tertutup rapat agar jangan cepat rusak. Bila itu tetap terbuka untuk udara, maka itu lebih tahan lama. Karena mata mereka terbuka, mereka disangka jaga; seolah-olah mereka melihat siapa yang berdiri di hadapan mereka. Padahal mereka itu benar-benar tidur. Tapi tidur mereka berlainan dengan tidur manusia biasa. Pada tidur biasa umumnya terdapat tanda-tanda istirahat dan organ-organ tubuh terutama mata dan muka. Tidur para penghuni gua itu, menyimpang dari sunah alam yang berlaku, karena Pencipta Alam berkehendak untuk memperlihatkan kepada manusia yang ingkar pada kekuasaan dan kedaulatan Nya atas alam semesta ini. 
Meskipun mereka dalam tidur mereka digerakkan Tuhan dengan membalikkan mereka ke kiri dan ke kanan sebagaimana lazimnya orang hidup yang sedang tidur, namun hal demikian tidaklah mengurangi keluar biasaan peristiwa tidur itu sendiri. Tidaklah dapat disamakan dengan berbaliknya seseorang yang tidur biasa agar supaya badan terpelihara. Tuhan Maha Kuasa memelihara badan mereka, walaupun mereka tidak membalik ke kiri dan ke kanan. Tuhan menggerakkan mereka pada waktu tertentu, untuk menunjukkan adanya kehidupan pada mereka dan membedakan mereka dengan patung-patung atau mumi yang merupakan benda-benda mati. Walaupun misalnya mereka berbalik ke kiri dan ke kanan sekali dalam setahun, sudah cukup menunjukkan pula keajaiban yang luar biasa bagi orang-orang yang menyaksikan sebab mereka tidur lebih tiga ratus tahun lamanya. 
Ahli tafsir bermacam-macam pendapat, ada yang mengatakan enam bulan sekali mereka berbalik, ada pula yang mengatakan sekali setahun pada hari Asyura, ada pula yang mengatakan sembilan tahun dan sebagainya; dan perhitungan waktu itu tidaklah penting untuk diketahui. Anjing peliharaan mereka sama pula halnya dengan keadaan mereka. Anjing itu dalam keadaan membujurkan badan dengan kedua tangannya berada di dekat pintu gua. Suasana dalam gua itu sangat menyeramkan. Siapa saja yang ingin masuk hendak melihat keadaannya, tentulah mereka akan merasa takut, dan melarikan diri. Tak seorangpun yang berani masuk menyentuh gua itu. Tuhan menciptakan suasana seram dan menakutkan dalam gua itu, menurut Ibnu Kasir agar jangan seseorangpun yang mendekat dan menyentuh mereka. 
Sampai kelak datang ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT, sebab peristiwa itu mengandung hikmah yang benar, dan atasan yang kuat bahwa janji Allah itu benar dan hari kiamat pasti datang. 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Kahfi 18 
وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا (18) 
(Dan kamu akan mengira mereka itu) seandainya kamu melihat mereka (adalah orang-orang yang bangun) yakni tidak tidur, karena mata mereka terbuka. Lafal Ayqaazhan adalah bentuk jamak dari lafal tunggal Yaqizhun (padahal mereka adalah orang-orang yang tidur) lafal Ruquudun adalah bentuk jamak daripada lafal Raqidun (dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan kiri) supaya daging mereka tidak dimakan oleh tanah (sedangkan anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya) kedua kaki depannya (di muka pintu gua) ke luar mulut gua itu, dan apabila mereka membalikkan badannya, maka anjing itu pun berbuat yang sama, ia pun sama tidur dengan mereka walaupun matanya terbuka. (Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah hati kamu akan dipenuhi) lafal Muli'ta dapat pula dibaca Mulli'ta (dengan ketakutan terhadap mereka) lafal Ru'ban dapat pula dibaca Ru'uban; Allah memelihara mereka dengan menimpakan rasa takut kepada setiap orang yang hendak memasuki gua tempat mereka, sehingga mereka terpelihara dengan aman.

19. Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: `Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?` Mereka menjawab: `Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari`. Berkata (yang lain lagi): Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.(QS. 18:19)

وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا (19) 
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan tentang bangunnya mereka dari tidur. Keadaan mereka, badan, kulit, rambut dan lain-lain sama halnya sewaktu sebelum mereka tidur. Semuanya sehat dan semuanya masih utuh, bahkan pakaian yang melekat di badan-badan mereka tetap utuh. Allah SWT memperlihatkan kepada mereka keagungan, kebesaran dan kekuasaan Nya, dan keajaiban serta keluarbiasaan perbuatan Nya terhadap makhluk Nya. Karena itu iman mereka tambah kuat untuk melepaskan diri dari penyembahan-penyembahan dewa dewa. Dan bertambah ikhlaslah hati mereka untuk semata-mata menyembah Allah Yang Mana Esa. 
Kemudian setelah mereka bangun dari tidur yang lama itu, mereka saling bertanya satu sama lain untuk mengetahui keadaan mereka serta ketentuan Allah terhadap mereka sehingga mereka akhirnya dapat menarik pelajaran dan bukti keagungan Allah SWT. Bertambah yakinlah hati mereka, dan bersyukur atas segala nikmat dan kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada mereka. 
Berkatalah salah seorang mereka kepada kawan-kawannya: "Berapa lama kalian tinggal dalam gua ini." Dia menyatakan ketidaktahuannya tentang keadaan dirinya sendiri selama masa tidur itu lalu meminta kepada lainnya untuk memberikan keterangan. Kawan-kawannya menjawab: "Kita tinggal dalam gua ini sehari atau setengah hari". Yang menjawab itupun tidak dapat memastikan berapa lama mereka tinggal sehari atau setengah hari, karena pengaruh tidur masih belum lenyap dari jiwa mereka. Mereka belum melihat tanda-tanda yang menunjukkan lamanya di gua itu. Kebanyakan ahli tafsir mengatakan waktu mereka datang memasuki gua dulunya pada pagi hari, kemudian waktu Tuhan membangunkan mereka dari tidur adalah sore hari. Karena itulah orang yang menjawab ini menyangka bahwa mereka di gua itu adalah satu atau setengah hari. Kemudian berkata lagi kawan-kawannya yang lain: "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu tinggal di sini". Kata-kata kawan-kawan mereka yang terakhir ini sangat bijaksana untuk membantah pernyataan dan jawaban kawan-kawan mereka yang terdahulu. Meskipun mereka diberi Allah berupa karamah (kemuliaan) namun mereka masih berbincang juga tentang diri mereka dengan perkiraan-perkiraan. Seorang wali boleh berbicara hal yang bukan masalah iktiqadiyah dengan perkiraan yang kuat dan boleh jadi salah. Maka pernyataan kawan mereka yang terakhir ini seakan-akan diilhami oleh Allah SWT, atau didasarkan atas bukti-bukti nyata. Sesungguhnya masa yang panjang itu hanya dapat diketahui dan ditentukan secara pasti oleh Allah SWT. Mereka akhirnya menyadari keterbatasan kemampuan mereka untuk mengetahui yang gaib, hal yang gaib ini benar-benar masih kabur bagi mereka. Setelah sadar itu, barulah perhatian mereka beralih kepada kebutuhan mereka yang pokok yakni makan dan minum. Disuruhlah salah seorang di antara mereka pergi ke kota dengan membawa uang perak untuk membeli makanan. Menurut riwayat namanya Tamlikha. Sebelum membeli itu terlebih dahulu dia hendaknya memperhatikan makanan itu mana yang halal dan mana yang haram, mana yang baik dan mana yang kurang baik. Makanan yang halal dan baik itulah yang dibawa kembali ke tempat perlindungan mereka. Dipesankan pula kepada utusan ke kota itu agar dia berhati-hati dalam perjalanan, baik sewaktu masuk ke kota maupun kembali dari kota jangan sampai dia memberitahukan kepada seorang pun tentang keadaan diri dan tempat mereka. Dari ayat yang artinya (maka suruhlah) salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dipetik suatu hukum yang berhubungan dengan wakalah (berwakil). Yakni seseorang yang dibolehkan menyerahkan kepada orang lain, sebagai ganti dirinya, urusan harta dan hak semasa hidupnya. Kata Ibnu Araby ayat ini paling kuat untuk menjadi dasar wakalah (berwakil).

20. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya `.(QS. 18:20)

إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا (20) 
Kemudian penghuni gua itu meneruskan lagi pembicaraannya kepada kawan-kawannya berkenaan dengan penugasan salah seorang temannya untuk pergi ke kota. Dia memperingatkan jika sampai penduduk kota itu yang menurut perkiraannya masih orang-orang kafir mengetahui tempat persembunyian mereka, tentulah mereka akan dipaksa lagi untuk mengikuti agama berhala; jika mereka menolak tentulah akan dibunuh dengan lemparan batu, suatu cara pembunuhan pada masa dahulu bagi mereka yang berani melawan politik raja atau agama negara. Kota yang akan didatangi itu ialah kota Afasus dan rajanya menurut persangkaan mereka masih Decyanus yang lalim itu. Padahal raja itu tidak ada lagi, karena dia berkuasa pada berabad-abad yang silam. Jika sekiranya terjadi mereka dipaksa lagi untuk memeluk agama Decyanus itu, maka mereka tidak akan memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan untuk selama-lamanya, baik dalam kehidupan duniawi ataupun ukhrawi. Orang yang menganut suatu agama karena dipaksa, maka pada mulanya jituanya menolak segala ketentuan-ketentuan dari agama itu, tetapi lama-kelamaan kemungkinan besar jituanya tidak akan menolak dan seterusnya memandang balk agamanya yang baru itu. Maka jika terjadi demikian itu sesat dan sengsaralah dia untuk selama-lamanya, tetapi bilamana seseorang dipaksa dengan ancaman pindah kepada kafir, lalu dia melahirkan kekafirannya, tapi batinnya tetap Islam, dan sampai akhir hayatnya tidak pernah memandang baik agama yang dipaksakan itu, maka dia tetap dalam Islam.


Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Kahfi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar