Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Anbiyaa' 21
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)?(QS. 21:21)
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)?(QS. 21:21)
أَمِ اتَّخَذُوا آلِهَةً مِنَ الْأَرْضِ هُمْ يُنْشِرُونَ (21)
Dalam ayat ini Allah SWT. menunjukkan kesesatan dan kebodohan kaum P musyrikin, yaitu : mereka tidak: berpegang kepada ajaran tauhid, bahkan menyembah kepada "tuhan-tuhan yang berasal dari bumi", yaitu patung patung yang merupakan benda mati, yang dibuat oleh tangan mereka sendiri yang berasal dari benda-benda bumi. Dan sudah pasti, bahwa benda mati tidak akan dapat memelihara dan mengelola makhluk hidup apalagi menghidupkan orang-orang yang sudah mati. Sedang Tuhan kuasa berbuat demikian.
Patung-patung yang mereka sembah itu disebut dalam ayat ini sebagai tuhan-tuhan dari bumi". ini menunjukkan betapa rendahnya martabat tuhan mereka itu. sebab tuhan-tuhan tersebut mereka buat dari tanah, atau dari benda-benda yang lain yang terdapat di bumi ini, dan hanya disembah oleh sebagian manusia sebagai makhluk yang ada di bumi. Sedang Tuhan yang sebenarnya, disembah oleh seluruh makhluk, baik di bumi maupun di langit. Dengan demikian jelaslah betapa sesatnya kepercayaan dan perbuatan kaum musyrikin itu, karena mereka mempertuhankan apa-apa yang tidak sepantasnya untuk dipertuhan.
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arsy daripada apa yang mereka sifatkan,(QS. 21:22)
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (22)
Pada ayat ini Allah memberikan bukti yang rasional berdasarkan kepada benarnya kepercayaan tauhid, keimanan kepada Allah Yang Maha Esa, yaitu: jika seandainya di langit dan di bumi ada dua Tuhan, niscaya rusaklah dia, dan binasalah semua makhluk yang ada padanya. Sebab, jika seandainya ada dua Tuhan, maka ada dua kemungkinan akan terjadi.
Pertama: Bahwa kedua tuhan itu mungkin tidak sama pendapatnya dan keinginan mereka dalam mengelola dan mengendalikan alam ini. lalu keinginan mereka yang berbeda itu semuanya terlaksana, di mana yang satu ingin menciptakan, sedangkan yang lain tidak ingin menciptakannya, sehingga alam ini terkatung-katung antara ada dan tidak. Atau hanya keinginan pihak yang satu saja yang terlaksana, maka tuhan yang satu lagi tentunya menganggur dan berpangku tangan. Keadaan semacam ini tidak pantas bagi tuhan.
Kedua: Bahwa tuhan-tuhan tersebut selalu sepakat dalam mencipta sesuatu, sehingga sesuatu makhluk diciptakan oleh dua pencipta ini menunjukkan ketidak mampuan masing-masing tuhan itu untuk menciptakan sendiri makhluk-makhluknya. ini juga tidak patut bagi tuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan yang benar adalah mengimani tauhid yang murni kepada Allah SWT., tidak ada sesuatu yang berserikat dengan-Nya dalam mencipta dan memelihara alam ini. Kepercayaan inilah yang paling sesuai dengan akal yang sehat.
Setelah mengemukakan dalil yang rasionil, maka Allah SWT. menegaskan bahwa Dia Maha Suci dari semua sifat-sifat yang tidak layak yang dihubungkan kepadanya oleh kaum musyrikin, misalnya bahwa Dia mempunyai anak, atau sekutu dalam menciptakan, mengatur, mengelola dan memelihara makhluk-Nya.
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.(QS. 21:23)
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ (23)
Untuk memperkuat keterangan bahwa Dia Maha Suci dari sifat-sifat yang tidak layak bagi Tuhan, maka dalam ayat ini Allah menyebutkan pula kekuasaan-Nya yang mutlak atas segala makhluk-Nya, sehingga tak seorangpun berwenang untuk menanya, memeriksa atau meminta pertanggung jawaban-Nya atas setiap perbuatannya. Bahkan ditegaskan, bahwa manusialah yang akan diminta pertanggungjawabannya atas setiap perbuatannya. Hal ini disebabkan Allah-lah Hakim dan Penguasa yang sebenarnya, dan Dia berbuat segala Sesuatu senantiasa berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya yang tinggi, serta kasih sayang dan keadilan-Nya kepada hamba-Nya.
Dalam hubungan ini, Allah telah berfirman dalam ayat lain:
فوربك لنسئلنهم أجمعين عما كانوا يعملون
Artinya
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Q.S Al Hijr: 92-93)
Firman-Nya lagi:
وهو يجير ولا يجار عليه إن كنتم تعلمون
Artinya:
"Sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui". (Q.S Al Mu'minun: 88)
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah: `Unjukkanlah hujjahmu!` (Al quran) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling.(QS. 21:24)
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ هَذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ وَذِكْرُ مَنْ قَبْلِي بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ فَهُمْ مُعْرِضُونَ (24)
Dalam ayat ini Allah mengulangi kembali bantahan-Nya terhadap kaum musyrikin mengenai kepercayaan mereka bahwa Allah mempunyai sekutu, atau bahwa ada tuhan yang lain selain Allah. Firman-Nya : "Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya?" "Maksudnya, bahwa setelah diberikan kepada mereka itu bukti-bukti dan dalil-dalil yang jelas tentang kemaha Esaan Allah, apakah mereka masih belum percaya, dan masih mengambil tuhan-tuhan selain Allah? Ini menunjukkan kebodohan dun keingkaran mereka yang bukan alang kepalang. Sebab, kalau bukan demikian, niscaya mereka segera menganut kepercayaan tauhid dan membuang kepercayaan syirik, setelah memperoleh keterangan dan bukti-bukti yang begitu jelas.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menyampaikan tantangan kepada kaum musyrik itu bahwa jika mereka masih saja memegang kepercayaan syirik dan menolak ajaran tauhid, hendaklah mereka mengemukakan pula dalil dan keterangan yang membuktikan kepercayan iiu.
Akan tetapi, tantangan itu tidak akan pernah mereka jawab baik berdasarkan dalil-dalil yang berdasarkan akal (rasionil); maupun dengan bukti-bukti yang berupa ajaran yang terdapat dalam Injil, Taurat, ataupun Zabur.
Tantangan itu mengandung pengertian sebagai berikut : "Hai orang-orang musyrik, jika kamu berpendapat bahwa kepercayaanmu adalah benar. cobalah tunjukkan bukti dan dalilnya, karena kamu sudah mempunyai Alquran yang diturunkan Allah kepadaku, dan kamu juga sudah mempunyai Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, dan Taurat yang diturunkan-Nya kepada Nabi Musa, serta Zabur yang diturunkan-Nya kepada Nabi Daud. Tunjukkanlah sebuah ayat yang terdapat dalam kitab suci tersebut yang membenarkan kepercayaan syirik".
Sudah pasti, bahwa mereka tak akan dapat menunjukkan bukti yang dimaksudkan itu, karena semua kitab suci tersebut hanyalah mengajarkan kepercayaan tauhid, dan tidak membenarkan kepercayaan syirik ini membuktikan, bahwa agama Islam dan semua agama yang disampaikan oleh para Rasul sebelum Muhammad, dasarnya adalah sama, yaitu kepercayaan tauhid yang murni kepada Allah. Hanya saja, setelah para Rasul itu wafat, sebagian umatnya meninggalkan kepercayaan tauhid, dan kembali kepada kepercayaan syirik, karena kebanyakan mereka tidak mengetahui yang benar oleh sebab itulah mereka berpaling dari kebenaran itu.
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: `Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku`.(QS. 21:25)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ (25)
Dalam ayat ini Allah SWT. menegaskan dengan pasti, bahwa setiap Rasul yang diutus-Nya sebelum Muhammad saw. adalah orang-orang yang telah diberi-Nya wahyu yang mengajarkan bahwa tidak ada tuhan selain Allah Oleh sebab itu menjadi kewajiban bagi manusia untuk menyembah Allah semata-mata. Dan tidak ada sesuatu dalil-pun, baik dalil berdasarkan akal, ataupun dalil yang diambilkan dari kitab-kitab suci yang disampaikan oleh semua Rasul-rasul Allah, yang membenarkan kepercayaan selain kepercayaan tauhid kepada. Allah SWT..
Dan mereka berkata: `Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak`, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan,(QS. 21:26)
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ (26)
Dalam ayat ini Allah SWT. menyebutkan tuduhan kaum musyrik yang mengatakan bahwa para malaikat adalah anak-anak Allah. Kemudian Allah membantah tuduhan itu dengan menegaskan bahwa Dia Maha Suci dari tuduhan itu, dan para malaikat itu adalah hamba-hamba-Nya yang diberi kemuliaan
Mempunyai anak adalah salah satu gejala alam atau makhluk yang bersifat "baharu" sedang Allah adalah bersifat "Qidam". Dan juga merupakan gejala tentang adanya hajat terhadap kehidupan berkeluarga dan berketurunan, yang juga merupakan salah satu sifat yang ada pada makhluk, sedang Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya.
Di samping itu, anak tentu mempunyai persamaan dengan ayahnya dalam satu segi, dan mempunyai perbedaan dalam segi lain. Sebab itu, jika benar malaikat adalah anak Allah, maka ia juga ikut disembah, padahal Allah telah menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang patut disembah dan para malaikat itu selalu menyembah atau beribadat kepada Allah.
Ringkasnya, malaikat bukanlah anak Allah, melainkan hamba-hamba-Nya, hanya saja mereka itu merupakan hamba-hamba Allah yang diberi kemuliaan dan tempat yang dekat kepada Allah serta diberi kelebihan atas semua makhluk, karena ketaatan mereka dalam beribadah kepada-Nya melebihi makhluk-makhluk yang lain. Tetapi manusia yang beriman, taat dan saleh lebih mulia dari pada malaikat
mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.(QS. 21:27)
لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ (27)
Dalam ayat ini Allah SWT. menerangkan sifat-sifat malaikat antara lain bahwa mereka itu hanya mengucapkan kata-kata yang diperintahkan Tuhan mereka, sehingga mereka tidak pernah mendahului perintah-Nya Selain itu, para malaikat tersebut senantiasa mengerjakan apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada, mereka, tanpa membantah sedikitpun. Ringkasnya, mereka senantiasa mengharapkan keridaan Allah, serta patuh kepada-Nya, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya(QS. 21:28)
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ (28)
Dalam ayat ini Allah SWT. menerangkan apa sebabnya para malaikat itu demikian patuh dan taat kepada-Nya ialah karena mereka itu yakin bahwa Allah senantiasa mengetahui apa-apa yang telah ada dan sedang mereka kerjakan, sehingga tak satupun yang luput dari pengetahuan dan pengawasan-Nya. Oleh karena itu mereka senantiasa beribadat dan mematuhi segala perintah-Nya.
Selanjutnya, dalam ayat ini Allah menerangkan sifat lainnya dari para malaikat itu, ialah bahwa mereka tidak akan memberikan syafaat kepada siapapun, keculai kepada orang-orang yang diridai Allah. Oleh sebab itu, janganlah seseorang mengharap akan memperoleh syafaat atau pertolongan dari malaikat pada hari-hari akhirat kelak, bila ia tidak memperoleh rida Allah terlebih dahulu.
Di samping itu, para malaikat tersebut senantiasa berhati-hati, disebabkan takut kepada kemurkaan Allah dan siksa-Nya Oleh sebab itu. mereka senantiasa menjauhkan diri dari mendurhakai-Nya atau menyalahi perintah dan larangan-Nya.
Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan: `Sesungguhnya aku adalah tuhan selain daripada Allah`, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.(QS. 21:29)
وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (29)
Pada ayat ini Allah menjelaskan ketentuan-Nya yang berlaku terhadap para malaikat dan siap saja di antara makhluk-Nya yang mengaku dirinya sebagai Tuhan selain Allah. Ketentuannya ialah bahwa siapa saja di antara mereka itu berkata: "Aku adalah tuhan selain Allah", maka dia akan diberi balasan siksa dengan api neraka Jahanam, karena pengakuan semacam itu adalah kemusyrikan yang sangat besar, karena selain mempersekutukan Allah, juga menyamakan derajat dirinya dengan Allah SWT.
Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa demikianlah caranya Allah membalasi perbuatan orang-orang yang zalim.
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?(QS. 21:30)
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ (30)
Dalam ayat ini Allah SWT. menyingkapkan keadaan kaum musyrikin yang tidak memperhatikan keadaan alam ini, dan tidak memperhatikan kejadiannya, padahal dari makhluk-makhluk yang ada di alam ini dapat diperoleh bukti-bukti tentang adanya Allah serta kekuasaan-Nya yang mutlak. Maka Allah menegaskan, apakah mereka itu buta, sehingga tidak dapat melihat bahwa langit dan bumi itu dulunya merupakan suatu yang pada dan tidak berpecah; kemudian Allah dengan kekuasaan-Nya yang mutlak dan dapat berbuat apa-apa yang dikehendaki-Nya memisahkan langit dan bumi itu, dan masing-masing beredar menurut garis edarnya, dan melakukan tugas tertentu, dengan sebaik-baiknya.
Dari keterangan ini dapat pula kita pahami, bahwa Alquran benar-benar merupakan mukjizat yang besar. Dan kemukjizatannya tidak hanya terletak pada gaya bahasa dan rangkuman yang indah, melainkan juga pada isi yang terkandung dalam ayat-ayatnya, yang mengungkapkan bermacam-macam ilmu pengetahuan yang tinggi nilainya, terutama mengenai alam, dengan berbagai jenis dan sifat serta kemanfaatannya masing-masing. Apalagi jika diingat bahwa Alquran telah mengemukakan semuanya itu pada abad yang keenam sesudah wafatnya Nabi Isa, di saat manusia di dunia ini masih diliputi suasana ketidak tahuan dan kesesatan. Lalu dari manakah Nabi Muhammad dapat mengetahui semuanya itu, kalau bukan dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya?
Perkembangan ilmu pengetahuan modern dalam berbagai bidang membenarkan dan memperkokoh apa yang telah diungkapkan oleh Alquran sejak empat belas abad yang lalu. Dengan demikian, kemajuan ilmu pengetahuan itu seharusnya mengantarkan manusia kepada keimanan terhadap apa yang diajarkan oleh Alquran, terutama keimanan tentang adanya Allah serta semua sifat-sifat kesempumaan-Nya.
Setelah menghidangkan ilmu pengetahuan tentang kejadian alam ini, yaitu langit dan bumi, selanjutnya dalam ayat ini Allah mengajarkan pula suatu prinsip ilmu pengetahuan yang lain, yaitu mengenai kepentingan fungsi air bagi kehidupan semua makhluk yang hidup di alam ini, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Maka Allah berfirman: ".. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup".
Pada masa sekarang ini, tidak ada orang yang akan mengingkari pentingnya air bagi manusia, baik untuk bermacam-macam keperluan hidup manusia sendiri, maupun untuk keperluan binatang ternaknya, ataupun untuk kepentingan tanam-tanaman dan sawah ladangnya, sehingga orang melakukan bermacam -macam usaha irigasi, untuk mencari sumber air dan penyimpanan serta penyalurannya. Banyak bendungan-bendungan dibuat untuk mengumpulkan dan menyimpan air, yang kemudian disalurkan ke berbagai tempat untuk berbagai macam keperluan. Bahkan di negeri-negeri yang tidak banyak mempunyai sumber air, mereka berusaha untuk mengolah air laut menjadi air tawar, untuk mengairi sawah ladang dan memberi minum binatang ternak mereka Ringkasnya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan tak dapat hidup tanpa air.
Manusia dan hewan sanggup bertahan hidup berhari-hari tanpa makan, asalkan ia mendapatkan minum. Akan tetapi ia takkan dapat hidup tanpa mendapatkan minum beberapa hari saja. Demikian pula halnya tumbuh-tumbuhan. Apabila ia tidak mendapatkan air, maka akar dan daunnya akan menjadi kering, dan akhirnya mati sama sekali. Di samping itu, manusia dan hewan, selain memerlukan air untuk hidupnya, ia juga berasal dari air, yang disebut "nutfah".
Dengan demikian air adalah merupakan suatu unsur yang sangat vital bagi kejadiaan dan kehidupan manusia.
Oleh sebab itu, apabila manusia sudah meyakini pentingnya air bagi kehidupannya, dan meyakini pula bahwa air tersebut adalah salah satu dari nikmat Allah SWT., maka tidak adalah alasan bagi manusia untuk tidak beriman kepada Allah serta untuk mengingkari nikmat-Nya yang tak ternilai harganya.
Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.(QS. 21:31)
وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (31)
Pada ayat ini Allah SWT. mengarahkan pandangan manusia kepada gunung-gunung dan jalan-jalan serta dataran-dataran luas yang ada di bumi ini. Allah menerangkan bahwa Dia menciptakan gunung-gunung yang kokoh di bumi ini seakan-akan menjadi pasak, sehingga bumi tidak berguncang bersama manusia yang ada di atasnya, sedang ia senantiasa berputar pada sumbunya, dan beredar di sekeliling matahari. Sedang dataran-dataran dan lembah-lembah yang luas itu diciptakan-Nya agar manusia mudah berjalan dan mudah pula bercocok tanam dan memelihara ternak, serta mendirikan bangunan yang diperlukannya. Apabila manusia memperhatikan semuanya itu, niscaya mereka akan sampai kepada keimanan terhadap Allah Pencipta alam semesta, serta mensyakuri segala rahmat-Nya.
Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.(QS. 21:32)
وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ (32)
Pada ayat ini Allah SWT. mengarahkan perhatian manusia kepada benda-benda langit, yang diciptakan-Nya sedemikian rupa sehingga masing-masing berjalan dan beredar dengan teratur, tanpa jatuh berguguran atau bertabrakan satu sama lainnya. Semuanya itu dipelihara dengan suatu kekuatan yang disebut "daya tarik menarik" antara benda-benda langit itu, termasuk matahari dan bumi. Ini juga merupakan bukti yang nyata tentang wujud dan kekuasaan Allah. Akan tetapi kaum musyrikin tidak memperhatikan bukti-bukti tersebut.
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.(QS. 21:33)
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (33)
Selanjutnya, dalam ayat ini Allah SWT. mengarahkan perhatian manusia kepada kekuasaan-Nya dalam menciptakan waktu malam dan siang, serta matahari yang bersinar di waktu siang, dan bulan bercahaya di waktu malam. Masing-masing beredar pada garis edarnya dalam ruang cakrawala yang amat luas yang hanya Allahlah yang mengetahui batas-batasnya.
Adanya waktu siang dan malam disebabkan karena perputaran bumi pada sumbunya, di samping peredarannya mengelilingi matahari. Bagian bumi yang mendapatkan sinar matahari mengalami waktu siang, sedang bagiannya yang tidak mendapatkan sinar matahari tersebut mengalami waktu malam. Sedang cahaya bulan adalah sinar matahari yang dipantulkan bulan ke bumi. Di samping itu, bulan juga beredar mengelilingi bumi.
Keterangan yang terdapat dalam ayat-ayat di atas adalah untuk menjadi bukti-bukti alamiyah, di samping dalil-dalil yang rasional dan keterangan-keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab suci terdahulu, tentang wujud dan kekuasaan Allah SWT., untuk memperkuat apa yang telah disebutkan-Nya dalam firman-Nya yang terdahulu, bahwa "apabila" di langit dan di bumi ini ada tuhan-tuhan selain Allah niscaya rusak binasalah keduanya".
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?(QS. 21:34)
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ (34)
Karena adanya keinginan kaum musyrikin agar Nabi Muhammad segera meninggal dunia, maka dalam ayat ini Allah SWT. menegaskan bahwa Muhammad sebagai manusia adalah sama halnya dengan manusia lainnya, yaitu bahwa ia tidak akan kekal hidup di dunia ini. Dan memang Allah SWT. belum pernah memberikan kehidupan duniawi yang kekal kepada siapapun sebelum lahirnya Nabi Muhammad. Walaupun ia adalah Nabi dan Rasul-Nya, namun ia pasti akan meninggalkan dunia fana ini apabila ajalnya sudah datang. Dan merekapun demikian pula, tidak akan kekal di dunia ini selama-lamanya. Inilah salah satu segi dari keadilan Allah SWT. terhadap semua makhluk-Nya, dan merupakan Sunah-Nya yang berlaku sepanjang masa.
Dalam ayat lain Allah SWT. berfirman:
وما محمد إلا رسول قد خلت من قبله الرسل
Artinya:
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. (Q.S Ali Imran: 144)
Maka ayat ini menyatakan lebih tegas, bahwa Nabi Muhammad akan meninggalkan dunia yang fana ini, sebagaimana halnya Rasul-rasul yang telah ada sebelumnya. Akan tetapi, walaupun ia suatu ketika meninggal dunia, namun agama Islam yang telah dikembangkannya akan tetap ada dan semakin berkembang, karena Allah SWT. telah memberikan jaminan untuk kemenangannya. Sebab itu adalah sangat keliru, bila kaum musyrikin mengharapkan bahwa dengan wafatnya Nabi Muhammad maka agama Islam akan terhenti perkembangannya, dan dakwah lslamiah akan mereda Kenyataan sejarah kemudian menunjukkan, bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. dakwah Islamiah berjalan terus sehingga agama Islam berkembang jauh melampaui batas-batas jazirah Arab, baik ke Timur, Utara, maupun ke Barat dan Selatan.
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.(QS. 21:35)
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ (35)
Dalam ayat ini Allah menyatakan lebih tegas lagi, bahwa setiap makhluk-Nya yang hidup atau bernyawa pasti akan merasakan mati. Tidak satupun yang kekal, kecuali dia sendiri, dalam hubungan ini, Allah SWT. berfirman dalam ayat yang lain:
كل شيء هالك إلا وجهه
Artinya:
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Q.S Al Qasas: 88)
Selanjutnya dalam ayat ini juga Allah menjelaskan cobaan yang ditimpakan Allah kepada manusia tidak hanya berupa hal-hal yang buruk, atau musibah yang tidak disenangi, bahkan juga ujian tersebut dapat pula berupa kebaikan atau keberuntungan. Apabila ujian atau cobaan itu berupa musibah, maka tujuannya adalah untuk menguji sikap dan keimanan manusia, apakah ia sabar dan tawakal dalam menerima cobaan itu. Dan apabila cobaan itu berupa suatu kebaikan, maka tujuannya adalah untuk menguji sikap mental manusia, apakah ia mau bersyukur atas segala rahmat yang dilimpahkan Allah kepadanya.
Jika seseorang bersikap sabar dan tawakal dalam menerima cobaan atau musibah, serta bersyukur kepada-Nya dalam menerima suatu kebaikan dan keberuntungan, maka dia adalah termasuk orang yang memperoleh kemenangan dan iman yang kuat serta mendapat keridaan-Nya. Sebaliknya, bila keluh kesah dan rusak imannya dalam menerima cobaan Allah, atau lupa daratan ketika menerima rahmat-Nya sehingga ia tidak bersyukur kepada-Nya, maka orang tersebut adalah termasuk golongan manusia yang merugi dan jauh dari rida Allah. Inilah yang dimaksudkan dalam firman-Nya pada ayat lain:
إن الإنسان خلق هلوعا إذا مسه الشر جزوعا وإذا مسه الخير منوعا إلا المصلين
Artinya:
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah; dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. (Q.S Al Ma'raj: 19-22)
Pada akhir ayat ini Allah SWT. menegaskan, bahwa bagaimanapun juga tingkah laku manusia dalam menghadapi cobaan atau dalam menerima rahmat-Nya, namun akhirnya segala persoalan kembali kepada-Nya juga. Dialah yang memberikan balasan, baik pahala maupun siksa, atau memberikan ampunan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan): `Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhanmu?`, Padahal mereka adalah orang-orang yang inkar mengingat Allah Yang Maha Pemurah.(QS. 21:36)
وَإِذَا رَآكَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ آلِهَتَكُمْ وَهُمْ بِذِكْرِ الرَّحْمَنِ هُمْ كَافِرُونَ (36)
Dalam ayat ini Allah SWT. menerangkan sikap dan kelakuan orang-orang kafir terhadap Nabi Muhammad saw, yaitu bahwa setiap kali mereka melihatnya, maka mereka menjadikan Nabi sasaran bagi olok-olokan dan ejekan mereka, seraya berkata kepada sesama mereka:
Ini macamnya orang yang mencela tuhan kamu ? Padahal merekalah orang-orang yang ingkar dari mengingat Allah SWT.. Demikianlah ejekan mereka terhadap Rasulullah. Dan mereka tidak menginsafi bahwa yang sebenarnya merekalah yang selayaknya menerima ejekan, karena mereka menyembah patung-patung dan berhala, yang tidak kuasa berbuat apapun untuk mereka, bahkan tangan mereka sendirilah yang membuat tuhan-tuhan mereka itu sehingga mereka yang menjadi kholik sedang tuhan-tuhan mereka menjadi makhluk yang diciptakan. Dengan demikian, keadaan menjadi terbalik dari pada yang semestinya, karena tuhan semestinya sebagai pencipta bukan yang diciptakan.
Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.(QS. 21:37)
خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ آيَاتِي فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ (37)
Dalam ayat ini, mula-mula Allah menerangkan bahwa manusia dijadikan sebagai makhluk yang bertabiat suka tergesa-gesa dan terburu nafsu. Kemudian " Allah memperingatkan kaum kafir agar mereka jangan meminta disegerakannya azab yang diancamkan kepada mereka, karena Allah pasti akan memperlihatkan " kepada mereka tanda-tanda dari azab-azab-Nya itu.
Di sini dapat kita lihat, bahwa Allah melarang manusia untuk bersifat tergesa-gesa, minta segera didatangkannya sesuatu yang belum tiba saatnya, akan tetapi pasti datangnya. Di samping itu Allah menerangkan, bahwa sifat tersebut sudah dijadikan sebagai salah satu sifat pada manusia. Ini berarti, bahwa walaupun sifat tergesa-gesa itu sudah dijadikan-Nya sebagai salah satu sifat pada manusia namun manusia diberinya kemampuan untuk menahan diri dan melawan sifat tersebut, lalu membiasakan diri dengan sifat ketenangan dan kesabaran atau mawas diri.
Sifat tergesa-gesa dan terburu nafsu selalu menimbulkan akibat yang tidak baik serta merugikan diri sendiri atau orang lain, yang akhirnya menyebabkan rasa penyesalan yang tak berkesudahan. Sebaliknya, sikap tenang, sabar, berhati-hati dan mawas diri dapat menyampaikan seseorang kepada apa yang ditujunya, dan mencapai sukses yang gemilang dalam hidupnya. Itulah sebabnya Alquran selalu memuji orang-orang bersifat sabar, dan menjanjikan kepada mereka bahwa Allah senantiasa akan memberikan perlindungan, petunjuk dan pertolongan kepada mereka. Sedang orang-orang yang-suka terburu nafsu. lekas marah, mudah dimasuki godaan iblis yang akan menjerumuskannya ke jurang kebinasaan, dan menyeleweng dari kebenaran.
Tantangan orang-orang kafir agar azab Allah segera didatangkan kepada mereka, dengan jelas menunjukkan ketidak percayaan mereka terhadap adanya azab tersebut, serta keingkaran mereka bahwa Allah kuasa menimpakan azab kepada orang-orang yang zalim.
Mereka berkata: `Kapankah janji itu akan datang, jika kamu sekalian adalah orang-orang yang benar?`(QS. 21:38)
Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui, waktu (dimana) mereka itu tidak mampu mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari punggung mereka, sedang mereka (tidak pula) mendapat pertolongan, (tentulah mereka tiada meminta disegerakan).(QS. 21:39)
وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (38) لَوْ يَعْلَمُ الَّذِينَ كَفَرُوا حِينَ لَا يَكُفُّونَ عَنْ وُجُوهِهِمُ النَّارَ وَلَا عَنْ ظُهُورِهِمْ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (39)
Dalam ayat ini Allah memperlihatkan betapa nekadnya kaum kafir itu, ketika mereka berkata kepada Nabi Muhammad dan kaum Muslimin dengan sikap menantang :"Kapankah azab akhirat yang dijanjikan itu bakal datang ? Jika ancaman itu benar, cobalah perlihatkan sekarang juga!"
Jelas, bahwa mereka minta segera didatangkan azab itu kepada mereka, karena mereka sebenarnya tidak percaya sama sekali tentang adanya azab tersebut. Dan dengan sendirinya, mereka juga tidak percaya tentang hari akhirat, serta kekuasaan Allah untuk membalasi perbuatan manusia.
Sebenarnya (azab) itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong lalu membuat mereka menjadi panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.(QS. 21:40)
بَلْ تَأْتِيهِمْ بَغْتَةً فَتَبْهَتُهُمْ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ رَدَّهَا وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ (40)
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa seandainya kaum kafir itu mengetahui, bahwa kelak mereka tak akan berdaya untuk mengelakkan diri dari azab api neraka yang akan menyerbu mereka dari segala arah, niscaya mereka tidak akan berkata demikian. Oleh sebab itu, tantangan mereka agar azab tersebut didatangkan segera kepada mereka, adalah betul-betul timbul dari kebodohan dan keingkaran mereka, karena mereka menutup diri terhadap ajaran-ajaran yang benar, yang disampaikan oleh Rasulullah.
Kembali ke Daftar Surah Kembali ke Surah Al-Anbiyaa'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar