Rabu, 29 Agustus 2012

Al-Anbiyaa' 41 - 60


Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Anbiyaa' 
Sumber: http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=3&SuratKe=21#Top pada 30 Agust 2012
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Anbiyaa' 41 
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu maka turunlah kepada orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu azab yang selalu mereka perolok-olokkan.(QS. 21:41)

وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (41) 
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa azab akhirat yang diancamkan kepada kaum kafir itu pasti akan terjadi, bahkan akan datang kepada mereka secara tiba-tiba dan tak terduga, sehingga menyebabkan mereka menjadi panik, tidak sanggup menyelamatkan diri. Dan mereka benar-benar tidak akan diberi tenggang waktu untuk bersiap-siap guna menyelamatkan diri dari padanya. 
Akhirnya pada ayat ini Allah memberikan hiburan kepada Nabi Muhammad yang selalu mendapat ejekan dari kaum kafir, Allah menegaskan bukan dia saja yang pernah diejek oleh kaum kafir itu. Bahan semua Rasul yang diutus Allah sebelumnya juga menjadi sasaran ejekan mereka. Akan tetapi azab yang dahulu mereka perolok-olokkan itu akhirnya datang melanda mereka Dan tak seorang pun dapat menyelamatkan mereka dari azab yang dahsyat itu.


Katakanlah: `Siapakah yang dapat memelihara kamu di waktu malam dan siang hari daripada (azab Allah) Yang Maha Pemurah?` Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan mereka.(QS. 21:42)

قُلْ مَنْ يَكْلَؤُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مِنَ الرَّحْمَنِ بَلْ هُمْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِمْ مُعْرِضُونَ (42) 
Dengan ayat ini Allah SWT menyuruh Nabi untuk menjawab ejekan itu dengan cara mengajukan pertanyaan kepada mereka tentang siapakah yang dapat memelihara dan melindungi mereka dari azab Allah. baik pada waktu malam. maupun pada waktu siang? 
Pertanyaan itu dimaksudkan untuk menyadarkan mereka, bahwa tak seorangpun kuasa untuk melindungi mereka dari kemurkaan dan azab Allah, karena Dia adalah Maha Kuasa untuk berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Andai kata mereka selalu ingat tentang iradah dan kekuasaan Allah, niscaya mereka tidak akan melakukan ejekan dan tantangan semacam itu. Akan tetapi, karena mereka adalah orang-orang yang telah berpaling dari mengingat Allah dan kekuasaan-Nya, maka itulah sebabnya mereka mengejek Rasul-Nya dan menantang dengan sikap yang angkuh agar azab tersebut segera ditimpakan kepada mereka.

Atau adakah mereka mempunyai tuhan-tuhan yang dapat memelihara mereka dari (azab) Kami. Tuhan-tuhan itu tidak sanggup menolong diri mereka sendiri dan tidak (pula) mereka dilindungi daripada (azab) Kami itu?(QS. 21:43)

أَمْ لَهُمْ آلِهَةٌ تَمْنَعُهُمْ مِنْ دُونِنَا لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَ أَنْفُسِهِمْ وَلَا هُمْ مِنَّا يُصْحَبُونَ (43) 
Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya, di mana Allah menyuruh Rasul-Nya untuk mengajukan pertanyaan kepada kaum kafir, untuk menyadarkan mereka tentang kekuasaan Allah SWT. Isi pertanyaan yang disebutkan dalam ayat ini adalah, "Apakah mereka mempunyai tuhan-tuhan yang dapat memelihara dari azab Allah ? Tentu saja tidak ada, karena tuhan-tuhan mereka yang berujud patung-patung dan berhala itu sudah pasti tidak mampu untuk menolong mereka, bahkan menolong dirinya sendiripun ia tidak mampu. Pada akhir ayat ini Allah SWT menegaskan lagi, bahwa tuhan-tuhan yang disembah mereka itu tidak pula terlindung dari azab Allah. Kalau demikian halnya, bagaimana mereka akan mampu untuk melindungi para penyembahnya? 
Dengan demikian, maka ayat ini mengemukakan dua macam kelemahan tuhan-tuhan yang disembah kaum kafir itu, yang menyebabkan tidak pantasnya mereka disembah dan dipertuhan. 
Pertama: Bahwa mereka tidak mampu untuk menolong diri sendiri. 
Kedua: Bahwa merekapun tidak terlindung dari azab Allah. Dengan demikian, keadaannya lebih rendah dari penyembahnya. 
Ketiga: Dengan adanya dua macam kenyataan itu, seharusnya mereka dapat mengambil kesimpulan, bahwa benda-benda yang mereka sembah itu tidak mempunyai kemampuan apapun untuk melindungi mereka dari azab Allah SWT.

Sebenarnya Kami telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan (hidup di dunia) hingga panjanglah umur mereka. Maka apakah mereka tidak melihat bahwasanya Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya. Maka apakah mereka yang menang?(QS. 21:44)

بَلْ مَتَّعْنَا هَؤُلَاءِ وَآبَاءَهُمْ حَتَّى طَالَ عَلَيْهِمُ الْعُمُرُ أَفَلَا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا أَفَهُمُ الْغَالِبُونَ (44) 
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa Dia memberikan kenikmatan hidup dan harta kekayaan kepada kaum kafir itu, sehingga mereka dapat hidup enak dengan usia panjang. Akan tetapi kaum Muslimin tak usah iri hati dan merasa silau melihat kenikmatan hidup mereka itu, karena semua kekayaan dan kemewahan itu diberikan Allah kepada mereka adalah juga menjadi ancaman azab kepada mereka, karena semuanya itu akan menyebabkan hati mereka berkarat, dan tabiat mereka akan menjadi kasar sehingga menjerumuskan mereka kepada perbuatan-perbuatan yang tidak. baik. Semuanya itu mengakibatkan dosa-dosa mereka bertambah banyak, dan azab yang akan mereka terima bertambah berat. 
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Allah memberi mereka kemewahan dan kenikmatan hidup bukanlah karena Dia tidak kuasa menurunkan azab kepada mereka, bahkan sebaliknya kemewahan itu menjerumuskan mereka kepada kebinasaan lahir batin, serta azab yang pedih. 
Selain itu. dalam ayat ini disebutkan pula suatu macam yang lain yang ditimpakan Allah kepada mereka, yaitu: berkurangnya jumlah para pengikut mereka lantaran banyak yang masuk Islam, dan akibatnya daerah kekuasaan merekapun makin berkurang pula karena agama Islam telah tersebar ke daerah-daerah yang tadinya termasuk daerah kekuasaan mereka. Dengan susutnya jumlah pengikut dan daerah kekuasaan mereka, berarti kekuatan mereka pun semakin berkurang. 
Setelah menggambarkan keadaan mereka itu yang telah menjadi rusak karena kemewahan, dan telah menjadi lemah karena berkurangnya jumlah pengikut dan kekuasaan mereka, maka Allah pada akhir ayat tersebut mengajukan suatu pertanyaan bahwa dalam keadaan semacam itu siapakah yang dapat memperoleh kemenangan, mereka ataukah Allah? 
Sudah tentu mereka tidak akan memperoleh kemenangan. Di samping keadaan mereka telah rusak dan lemah, kekuasaan Allah adalah mutlak atas hamba-Nya, dan Dia berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Tidak sesuatupun yang dapat mengalahkan-Nya.

Katakanlah (hai Muhammad): `Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan`.(QS. 21:45)

قُلْ إِنَّمَا أُنْذِرُكُمْ بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنْذَرُونَ (45) 
Dalam ayat ini Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad saw untuk menegaskan kepada kaum kafir dan musyrik itu tugas pokoknya sebagai Rasul, yaitu sekadar menyampaikan peringatan Allah kepada mereka dengan wahyu, yaitu Alquran, serta menerangkan kepada mereka akibat kekafiran, dengan menerangkan kisah-kisah tentang umat yang terdahulu. Adapun perhitungan dan pembalasan atas perbuatan mereka adalah menjadi kekuasaan Allah SWT, bukan kekuasaan Rasul. 
Di samping itu, dalam ayat ini juga terdapat sindiran terhadap kaum kafir itu, bahwa mereka adalah seperti orang-orang tuli, tidak mendengarkan dan tidak memperhatikan peringatan yang disampaikan kepada mereka. Hati mereka seperti telah tertutup, dan tidak menerima kebenaran dan petunjuk Allah yang disampaikan Rasul kepada mereka.

Dan sesungguhnya, jika mereka ditimpa sedikit saja dari azab Tuhanmu, pastilah mereka berkata: `Aduhai, celakalah kami, bahwasanya kami adalah orang yang menganiaya diri sendiri`.(QS. 21:46)

وَلَئِنْ مَسَّتْهُمْ نَفْحَةٌ مِنْ عَذَابِ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (46) 
Allah SWT menerangkan dalam ayat ini salah satu dari sifat kelakuan kaum kafir, yaitu bila mereka ditimpa oleh Azab Allah, walaupun hanya sedikit saja, mereka mengeluh dan menyesali diri, dengan berkata: aduhai, celakalah kami, bahwasannya kami adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri. 
Sebelum azab itu datang menimpa, mereka tidak mempercayainya, bahkan mereka menentang, agar azab tersebut didatangkan segera kepada mereka, karena keingkaran dan keangkuhan mereka. Tetapi setelah azab itu datang menimpa tahulah mereka tentang kekuasaan Allah dan timbullah penyesalan dalam hati mereka. Akan tetapi sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami menjadi pembuat-xxx perhitungan.(QS. 21:47)

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ (47) 
Dengan tegas Allah SWT menyatakan dalam ayat ini, bahwa dalam menilai perbuatan hamba-Nya kelak di hari kiamat. Allah akan menegakkan neraca keadilan yang benar-benar adil, sehingga tak seorangpun akan dirugikan dalam penilaian itu. 
Maksudnya: penilaian itu akan dilakukan setepat-tepatnya, sehingga tak akan ada seorang hambapun yang amal kebaikannya akan dikurangi sedikitpun, sehingga menyebabkan pahalanya dikurangi dari yang semestinya ia terima Sebaliknya tak seorangpun di antara mereka yang kejahatannya dilebih-lebihkan, sehingga menyebabkan ia mendapat azab yang lebih berat dari pada yang semestinya, walaupun Allah kuasa berbual demikian. 
Adapun memberikan pahala yang berlipat ganda dari jumlah kebaikan sekarang, atau menimpakan azab yang lebih ringan dari kejahatan sekarang, adalah terserah kepada kehendak Allah dan Allah adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 
Keadilan Allah SWT menjelaskan bahwa semua kebaikan manusia, betapapun kecilnya niscaya dibalasi-Nya dengan pahala, dan semua kejahatannya betapapun kecilnya niscaya dibalasi-Nya dengan azab atau siksa-Nya. Dalam hubungan ini, Allah SWT berfirman dalam ayat yang lain. 

فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره 
Artinya: 

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (Q.S Al Zalzalah: 7-8) 
Pada akhir ayat ini Allah. menegaskan bahwa cukuplah Dia sebagai saksi pembuat perhitungan yang paling adil. Ini merupakan jaminan bahwa penilaian yang akan dilakukan terhadap segala perbuatan hamba-Nya akan dilakukan-Nya kelak di hari berhisab dengan penilaian yang seadil-adilnya, sehingga tak seorangpun hamba yang dirugikan atau teraniaya, yaitu menerima pahala dari kebaikannya atau menerima azab dari kejahatan yang telah dilakukannya

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi semua orang-orang yang bertakwa,(QS. 21:48)

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً وَذِكْرًا لِلْمُتَّقِينَ (48) 
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa Dia telah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa dan Harun. Kitab Taurat tersebut adalah merupakan penerangan dan pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah SWT. 
Kitab Taurat juga disebut Al Furqan, sebagaimana halnya Alquran, karena kitab Taurat tersebut juga berisi syariat, yaitu hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang membedakan antara hak dan batil, antara baik dan buruk, secara hukum, sehingga setiap tingkah laku dan perbuatan manusia, baik atau buruk, dijelaskan akibat hukum atau sangsinya. Tidak demikian halnya kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as. Ia tidak membawa syariat. 
Pada akhir ayat tersebut ditegaskan bahwa kitab Taurat yang berfungsi sebagai pembawa syariat, dan sebagai sinar petunjuk dan peringatan, hanyalah berguna bagi orang-orang yang bertakwa. 
Ini berarti bagi orang-orang yang tidak bertakwa, yaitu yang tidak bersedia melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-larangan-Nya, maka Taurat itu tidaklah menjadi petunjuk. Akan tetapi untuk mereka disediakan azab yang dahsyat

(yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.(QS. 21:49)

الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَهُمْ مِنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ (49) 
Selanjutnya dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan sifat-sifat orang yang bertakwa itu. 
Sifat Pertama. Bahwa mereka senantiasa takut kepada azab Allah, walaupun azab tersebut merupakan salah satu dari hal-hal yang gaib. 
Sifat Kedua. Orang-orang yang bertakwa yang disebutkan dalam ayat ini adalah bahwa mereka senantiasa merasa takut akan datangnya hari kiamat, mengingat hal yang akan terjadi kelak di hari kiamat itu antara lain hari berhisab dan hari pembalasan. 
Oleh karena rasa takut mereka terhadap azab Allah pada hari kiamat yang akan menimpa orang-orang yang tidak bertakwa, maka mereka yang bertakwa ini selalu menjaga diri terhadap hal-hal dan perbuatan yang mengakibatkan dosa dan azab maka mereka senantiasa melaksanakan perintah Allah, serta menjauhi segala larangan-Nya

Dan Al quran ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?(QS. 21:50)

وَهَذَا ذِكْرٌ مُبَارَكٌ أَنْزَلْنَاهُ أَفَأَنْتُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (50) 
Setelah menyebutkan kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as, maka dalam ayat ini Allah mengalihkan perhatian kepada Alquran yang diturunkan-Nya kepada Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir, Allah menegaskan bahwa Alquran itu merupakan peringatan dan pelajaran yang sangat bermanfaat untuk orang-orang yang bertakwa, sehingga sepatutnyalah diikuti dan dijadikan pegangan yang teguh. 
Pada akhir ayat ini Allah SWT mencela sikap kaum yang masih mengingkari Alquran, padahal tak ada satu alasanpun bagi mereka untuk mengingkarinya karena ia hanya membawa pelajaran dan tuntunan yang bermanfaat bagi mereka apabila mereka mengikutinya Lagi pula, kebaikan dan manfaat Alquran itu sudah dijelaskan kepada mereka.

Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya.(QS. 21:51)

وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ (51) 
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa sebelum Dia mengutus Nabi Musa dan Harun, Dia juga telah mengutus Nabi Ibrahim as, dan Dia telah mengaruniakan kepadanya hidayah kebenaran untuk memimpin umatnya, dalam mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Dengan hidayah tersebut ia telah dapat menyelamatkan dirinya dan umatnya dari kepercayaan yang tidak benar dan dari penyembahan kepada selain Allah, Seperti patung dan berhala 
Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia mengetahui benar-benar hal ikhwal Ibrahim, baik keadaannya sebelum diutus menjadi Rasul, maupun sesudahnya, artinya; Allah SWT mcngetahui benar kepribadian dan kepercayaan serta watak dan budi pekertinya, yakni bahwa Ibrahim adalah seorang yang menganut kepercayaan tauhid kepada Allah, tanpa dicampuri oleh kemusyrikan sedikitpun, dan di samping itu ia juga mempunyai sifat-sifat dan budi pekerti luhur, sehingga tepatlah kalau ia dipilih dan diangkat menjadi Nabi dan Rasul. 
Kebanyakan para mufassir mengatakan bahwa Allah telah memberikan petunjuk kebenaran itu kepada Ibrahim sejak sebelum ia diangkat menjadi Rasul, sehingga dengan petunjuk itu ia telah dapat memperhatikan alam ini sehingga ia sampai kepada keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Esa Oleh sebab itu, perjuangannya dalam membasmi kemusyrikan berupa penyembahan patung dan berhala di kalangan kaumnya adalah sebelum ia diangkat menjadi Rasul.

(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: `Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?`(QS. 21:52)

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ (52) 
Allah menjelaskan dalam ayat ini, hanya Dia telah mengaruniakan petunjuk kepada Ibrahim, ia berkata kepada ayahnya Azar yang sedang berkumpul bersama kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kamu beribadat kepada nya dengan tekun?. 
Pertanyaan itu mengandung arti bahwa Azar dan kaumnya seharusnya menggunakan akal pikiran mereka untuk merenungkan bahwa benda-benda tersebut tidak patut disembah, karena tidak mempunyai sifat-sifat sebagai Tuhan yang layak untuk disembah. Mereka menyembah barang-barang yang dicipta, bukan pencipta, serta tidak dapat mendatangkan manfaat untuk dirinya, apalagi untuk orang lain. Mereka tidak menyembah Allah padahal Allah adalah Pencipta, Pemelihara, Pendidik, Pelindung, dan Penguasa seluruh makhluk Andai kata mereka mau memikirkannya, niscaya mereka tidak akan berbuat demikian, jadi mereka itu sebenarnya adalah orang-orang yang tidak mau menggunakan akal pikiran yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka.

Mereka menjawab: `Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya`.(QS. 21:53)

قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ (53) 
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Azar dan kaumnya menjawab pertanyaan Ibrahim dengan pernyataan bahwa mereka menyembah patung hanyalah sekadar mengikuti perbuatan nenek moyang mereka. 
Jawaban tersebut menunjukkan bermacam-macam kelemahan. 
Pertama, bahwa mereka tidak dapat menjawab pertanyaan Ibrahim tadi dengan menggunakan alasan-alasan yang masuk akal, yang didasarkan atas kebenaran, 
Kedua, bahwa mereka dalam hidup beragama hanyalah berdasarkan rasa taassub (fanatik) kepada tradisi nenek moyang, bukan berdasarkan keyakinan dan pemikiran yang sehat. 
Ketiga, mereka menutup diri terhadap hal-hal yang berbeda dari kebiasaan mereka, walaupun nyata kebenarannya Seolah-olah telinga mereka telah tersumbat, dan hati mereka telah tertutup rapat. 
Sifat taassub dan bertaklid buta adalah ciri khas orang-orang yang tak mampu mengatakan pendirian mereka dengan bukti yang benar dan hujah yang kuat, karena memang pendirian yang mereka anut itu tidak benar. Mereka menganutnya hanya sekadar menjaga tradisi yang mereka pusakai dari nenek moyang. Sifat tersebut sangat menghambat kemajuan manusia, dan menjerumuskan mereka kepada keingkaran terhadap yang benar, bahkan kepada kekafiran terhadap Allah. 
Bahkan dalam kalangan kaum Muslimin kita dapati pula orang-orang yang bertaklid buta terhadap sesuatu mazhab, atau terhadap seorang imam, sehingga mereka tak mau menerima kebenaran yang datang dari orang lain. Sifat semacam itu bertentangan dengan ajaran agama Islam, yang selalu menganjurkan agar manusia menggunakan akal pikirannya dalam mencari kebenaran. 
Para imam dari mazhab-mazhab fikih lingkungan Islam melarang para pengikutnya untuk bertaklid kepadanya, dan menganjurkan agar mereka suka menerima pendapat orang lain, bila ternyata lebih benar dari pendapat yang dianutnya

Ibrahim berkata: `Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata`.(QS. 21:54)

قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (54) 
Ayat ini menerangkan bahwa Ibrahim membalas jawaban mereka itu dengan menunjukkan keburukan perbuatan serta perbuatan nenek moyang mereka yang menyembah selain Allah. Ibrahim mengatakan kepada ayahnya beserta. kaumnya, bahwa mereka semuanya beserta nenek moyangnya berada dalam kesesatan yang nyata, karena mereka menyembah patung dan berhala. Dengan perbuatan itu mereka telah jauh dari kebenaran dan menyimpang dari jalan yang hak. Mereka tidak berpegang kepada agama yang benar dan akal sehat. Yang menjadi pegangan mereka hanyalah keinginan hawa nafsu dan bisikan iblis.

Mereka menjawab: `Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?`(QS. 21:55)

قَالُوا أَجِئْتَنَا بِالْحَقِّ أَمْ أَنْتَ مِنَ اللَّاعِبِينَ (55) 
Dalam ayat ini disebutkan jawaban Azar dan kaumnya kepada Ibrahim, yaitu, "Apakah engkau datang kepada kami dengan membawa kebenaran, ataukah engkau hanya berolok-olok saja?". 
Dari ucapan mereka itu dapat kita simpulkan adanya beberapa pertanyaan 
Pertama Bahwa mereka, setelah mendengarkan ucapan Ibrahim yang bersifat merendahkan martabat tuhan-tuhan mereka, dan menyatakan sesatnya perbuatan mereka, maka hati mereka mulai tergugah, karena ucapan semacam itu belum pernah terdengar di kalangan mereka. 
Kedua Karena melihat sikap Ibrahim yang bersungguh-sungguh dan keras dalam ucapannya, maka hati mereka mulai ragu-ragu terhadap kebenaran dan perbuatan mereka sendiri sebagai penyembah patung. 
Ketiga Mereka meminta kepada Ibrahim agar memberikan bukti-bukti dan alasan-alasan yang menunjukkan kebenaran ucapan kepada mereka 
Keempat, Jika Ibrahim tidak dapat memberikan bukti-bukti tersebut, maka mereka menganggap Ibrahim hanya memperolok-olok mereka.

Ibrahim berkata: `Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu`.(QS. 21:56)

قَالَ بَلْ رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَى ذَلِكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ (56) 
Ayat ini menerangkan bahwa setelah Ibrahim memahami adanya kenyataan-kenyataan tersebut di atas, maka ia membalas jawaban mereka dengan ucapan yang tidak lagi menyingkapkan kesesatan mereka dalam penyembahan terhadap patung dan berhala, melainkan ia beralih kepada menerangkan kebenaran dan menyebutkan tuhan yang sesungguhnya patut disembah. Maka Ibrahim menerangkan kepada mereka bahwa ia datang membawa kebenaran, bukan berolok-olok, yaitu bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan langit dan Bumi. Dialah yang patut disembah, karena Dialah yang telah menciptakan langit dan bumi itu dan menciptakan diri mereka, serta memberikan rahmat dan perlindungan-Nya kepada semua makhluk-Nya, karena Ia Maha Kuasa dan Maha Pengasih. 
Dengan demikian sadarlah mereka bahwa menyembah Allah adalah jalan yang benar, sedang menyembah patung dan menyembah berhala adalah kesesatan yang besar. 
Pada akhir ayat ini diterangkan, bahwa untuk memantapkan keyakinan mereka kepada akidah tauhid kepada Allah, maka Ibrahim mengulas ucapannya tadi dengan menegaskan bahwa ia dapat dan bertanggung jawab penuh untuk memberikan bukti-bukti atas kebenaran apa yang disampaikannya kepada mereka. 
Keterangan ini dimaksudkan untuk melenyapkan prasangka mereka bahwa Ibrahim hanya berolok-olok kepada mereka dengan ucapan-ucapan yang tersebut di atas.

Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.(QS. 21:57)

وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ (57) 
Ayat ini menerangkan apa yang terkandung dalam hati Ibrahim yang tidak diucapkan kepada kaumnya itu, ialah bahwa ia bertekad untuk menghancurkan patung yang menjadi sesembahan kaumnya itu, apabila mereka sudah pergi meninggalkan tempat tersebut.

Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.(QS. 21:58)

فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ (58) 
Dalam ayat ini disebutkan bahwa apa yang menjadi tekad Ibrahim itu benar-benar dilaksanakannya kemudian, sehingga sepeninggal kaumnya, patung-patung itu dirusaknya sehingga hancur berkeping-keping, kecuali sebuah patung yang terbesar. Patung yang sebuah itu tidak dirusaknya, karena ia berharap bahwa bila mereka kembali ke sana dan bertanya kepadanya tentang siapa orang yang merusak patung-patung yang lain itu, maka ia akan menyuruh mereka bertanya kepada patung yang terbesar itu, yang tentu saja tidak dapat bicara.

Mereka berkata: `Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim?`(QS. 21:59)

قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ (59) 
Ayat ini menjelaskan bahwa apa yang diharapkan oleh Ibrahim, benar-benar terjadi. Setelah mendengar berita bahwa patung-patung mereka telah rusak, mereka datang kembali ke tempat itu dan bertanya, "Siapakah yang melakukan perbuatan jahat ini terhadap tuhan-tuhan kami?. Dia benar-benar termasuk orang-orang yang zalim. 
Dari ucapan itu dapat kita pahami bahwa sampai saat itu mereka masih belum menerima sepenuhnya apa yang disampaikan Ibrahim kepada mereka, dan mereka masih menghormati dan mengagungkan berhala-berhala itu, dan masih menyebutnya sebagai tuhan-tuhan mereka ini menunjukkan rasa marah terhadap orang yang membinasakannya.

Mereka berkata: `Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim`.(QS. 21:60)

قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ (60) 
Allah menerangkan dalam ayat ini bahwa orang-orang yang berada di dekat penyembahan patung-patung itu menjawab pertanyaan di atas dengan mengatakan bahwa mereka mendengar seorang pemuda yang bernama Ibrahim, mencela berhala-berhala itu. 
Dari sini kita pahami pada saat itu Ibrahim masih sebagai seorang pemuda, dan belum diutus Allah menjadi Nabi dan Rasul-Nya. Maka tindakannya dalam membinasakan patung-patung itu bukan dalam rangka tugasnya sebagai Rasul, melainkan timbul diri dorongan kepercayaannya kepada Allah, berdasarkan petunjuk kebenaran yang telah dilimpahkan Allah kepadanya, sebelum ia diangkat menjadi Rasul.

Kembali ke Daftar Surah                               Kembali ke Surah Al-Anbiyaa' 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar