Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan (mu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.(QS. 31:11)
Luqman 11
هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (11)
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa yang disebutkan pada ayat di atas itu adalah ciptaan Allah, baik di langit maupun di bumi. Tidak ada sesuatu pun yang bersekutu dengan Allah dalam menciptakan semua makhluk itu, dan tidak sesuatupun yang berkuasa atasnya selain Allah. Segala keperluan untuk kelangsungan hidup makhluk itu, di mana ia dapat hidup dan di tempat mana ia akan mati, demikian pula tentang kegunaan dan bahaya yang dapat ditimbulkan makhluk itu, semuanya diketahui dan dipelihara oleh Allah.
Kemudian Allah SWT menantang orang-orang yang mempersekutukan Tuhan: "Cobalah tunjukkan kepada Allah apa yang telah diciptakan berhala-berhala dan patung-patung yang kamu sembah itu. Apakah patung-patung itu berbuat sesuatu sehingga dapat diyakini sebagai Tuhan selain Allah.
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang menyembah Tuhan selain Allah itu adalah orang-orang yang bodoh, orang-orang yang sesat dan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya. Mereka adalah orang yang zalim kepada dirinya sendiri, sehingga mereka ditimpa azab karena memperturutkan hawa nafsunya.
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: `Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji`.(QS. 31:12)
Luqman 12
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menganugerahkan kepada Luqman hikmah, yaitu perasaan yang halus, akal pikiran dan pengetahuan yang dengan itu ia telah sampai kepada pengetahuan yang hakiki dan jalan yang benar yang dapat menyampaikannya kepada kebahagiaan abadi. Karena itu ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya nikmat itu. Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan dan ajaran-ajaran yang disampaikan Luqman itu bukanlah berasal dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya, tetapi semata-mata berdasarkan ilmu dan nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Banyak riwayat yang menerangkan asal usul Luqman ini, dan riwayat-riwayat itu antara yang satu dengan yang lain tidak ada persesuaiannya. Said bin Musayyab mengatakan bahwa Luqman berasal dari Sudan sebelah selatan Mesir sekarang. Zamakhsyari dan Ibnu Ishak mengatakan bahwa Luqman termasuk keturunan Bani Israel dan termasuk salah seorang cucu Azar ayah Ibrahim. Menurut pendapat ini, Luqman hidup sebelum kedatangan Nabi Daud as. Sedang menurut Al Waqidi, ia salah seorang kadi dari kadi-kadi Bani Israel. Ada pula riwayat yang menerangkan bahwa Luqman itu seorang Nabi, sedang riwayat lain menyatakan bahwa Luqman hanyalah seorang wali, bukan seorang Nabi 398).
Terlepas dari semua pendapat riwayat di atas, apakah Luqman itu seorang Nabi atau bukan, apakah ia dari seorang Sudan atau seorang keturunan Bani Israel, maka yang jelas dan diyakini ialah: "Luqman adalah seorang hamba Allah yang telah dianugerahi Nya hikmah, mempunyai akidah yang benar, memahami pokok agama Allah dan mengetahui akhlak yang mulia. Namanya disebut dalam Alquran sebagai salah seorang dari orang-orang yang selalu menghambakan diri kepada Nya.
Sebagai tanda bahwa Luqman itu seorang hamba Allah yang selalu taat kepada Nya, merasakan kebesaran dan kekuasaan Nya di alam semesta ini, ialah bersyukur kepada Nya, karena merasa dirinya sangat tergantung kepada nikmat Allah itu dan merasa dia telah dapat hikmah dari Allah.
Menurut riwayat dari Ibnu `Umar, ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Luqman bukanlah seorang Nabi, tetapi ia adalah seorang hamba yang banyak melakukan tafakur, ia mencintai Allah, maka Allah mencintainya pula.
Banyak riwayat yang menyebutkan kata-kata hikmah yang berasal dari Lukman. Di antaranya ialah nasihat kepada anaknya:
أي بني, إن الدنيا بحر عميق وقد غرق فيها ناس كثيرون فاجعل سفينتك فيها تقوى الله تعالى وحشوها الإيمان وشراعها التوكل على الله لعلك تنجو ولا أراك ناجيا
Artinya:
"Wahai anakku, sesungguhnya kehidupan di dunia ini laksana laut yang dalam, dan sesungguhnya banyak orang yang tenggelam di dalamnya, karena itu jadikanlah takwa (kepada Allah) sebagai sampan engkau dalam mengarunginya, muatannya adalah iman. layarnya adalah tawakal kepada Allah. mudah-mudahan engkau selamat mengarunginya dan aku tidak melihatmu selamat".
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan bahwa orang yang bersyukur kepada Allah, berarti ia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri, karena Allah akan menganugerahkan kepadanya pahala yang banyak karena syukurnya itu. Allah SWT berfirman:
ومن شكر فإنما يشكر لنفسه ومن كفر فإن ربي غني كريم
Artinya:
Dan barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Maha kaya lagi Maha Mulia. (Q.S. An Naml: 40)
Dan firman Allah SWT:
ومن عمل صالحا فلأنفسهم يمهدون
Artinya:
Dan barangsiapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan). (Q.S. Ar Rum: 44)
Dan orang-orang yang mengingkari nikmat Allah dan tidak bersyukur kepada Nya berarti ia telah berbuat aniaya terhadap dirinya Sendiri, karena Allah tidak akan memberinya pahala bahkan menyiksanya dengan siksaan yang pedih.
Dalam pada itu Allah sendiri tidak memerlukan syukur hamba Nya itu, karena syukur hamba Nya itu tidak akan memberikan keuntungan kepada Nya sedikitpun, dan tidak pula akan menambah kemuliaan Nya. Dia adalah Maha Kuasa lagi Maha Terpuji.
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menganugerahkan kepada Luqman hikmah, yaitu perasaan yang halus, akal pikiran dan pengetahuan yang dengan itu ia telah sampai kepada pengetahuan yang hakiki dan jalan yang benar yang dapat menyampaikannya kepada kebahagiaan abadi. Karena itu ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya nikmat itu. Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan dan ajaran-ajaran yang disampaikan Luqman itu bukanlah berasal dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya, tetapi semata-mata berdasarkan ilmu dan nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Banyak riwayat yang menerangkan asal usul Luqman ini, dan riwayat-riwayat itu antara yang satu dengan yang lain tidak ada persesuaiannya. Said bin Musayyab mengatakan bahwa Luqman berasal dari Sudan sebelah selatan Mesir sekarang. Zamakhsyari dan Ibnu Ishak mengatakan bahwa Luqman termasuk keturunan Bani Israel dan termasuk salah seorang cucu Azar ayah Ibrahim. Menurut pendapat ini, Luqman hidup sebelum kedatangan Nabi Daud as. Sedang menurut Al Waqidi, ia salah seorang kadi dari kadi-kadi Bani Israel. Ada pula riwayat yang menerangkan bahwa Luqman itu seorang Nabi, sedang riwayat lain menyatakan bahwa Luqman hanyalah seorang wali, bukan seorang Nabi 398).
Terlepas dari semua pendapat riwayat di atas, apakah Luqman itu seorang Nabi atau bukan, apakah ia dari seorang Sudan atau seorang keturunan Bani Israel, maka yang jelas dan diyakini ialah: "Luqman adalah seorang hamba Allah yang telah dianugerahi Nya hikmah, mempunyai akidah yang benar, memahami pokok agama Allah dan mengetahui akhlak yang mulia. Namanya disebut dalam Alquran sebagai salah seorang dari orang-orang yang selalu menghambakan diri kepada Nya.
Sebagai tanda bahwa Luqman itu seorang hamba Allah yang selalu taat kepada Nya, merasakan kebesaran dan kekuasaan Nya di alam semesta ini, ialah bersyukur kepada Nya, karena merasa dirinya sangat tergantung kepada nikmat Allah itu dan merasa dia telah dapat hikmah dari Allah.
Menurut riwayat dari Ibnu `Umar, ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Luqman bukanlah seorang Nabi, tetapi ia adalah seorang hamba yang banyak melakukan tafakur, ia mencintai Allah, maka Allah mencintainya pula.
Banyak riwayat yang menyebutkan kata-kata hikmah yang berasal dari Lukman. Di antaranya ialah nasihat kepada anaknya:
أي بني, إن الدنيا بحر عميق وقد غرق فيها ناس كثيرون فاجعل سفينتك فيها تقوى الله تعالى وحشوها الإيمان وشراعها التوكل على الله لعلك تنجو ولا أراك ناجيا
Artinya:
"Wahai anakku, sesungguhnya kehidupan di dunia ini laksana laut yang dalam, dan sesungguhnya banyak orang yang tenggelam di dalamnya, karena itu jadikanlah takwa (kepada Allah) sebagai sampan engkau dalam mengarunginya, muatannya adalah iman. layarnya adalah tawakal kepada Allah. mudah-mudahan engkau selamat mengarunginya dan aku tidak melihatmu selamat".
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan bahwa orang yang bersyukur kepada Allah, berarti ia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri, karena Allah akan menganugerahkan kepadanya pahala yang banyak karena syukurnya itu. Allah SWT berfirman:
ومن شكر فإنما يشكر لنفسه ومن كفر فإن ربي غني كريم
Artinya:
Dan barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Maha kaya lagi Maha Mulia. (Q.S. An Naml: 40)
Dan firman Allah SWT:
ومن عمل صالحا فلأنفسهم يمهدون
Artinya:
Dan barangsiapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan). (Q.S. Ar Rum: 44)
Dan orang-orang yang mengingkari nikmat Allah dan tidak bersyukur kepada Nya berarti ia telah berbuat aniaya terhadap dirinya Sendiri, karena Allah tidak akan memberinya pahala bahkan menyiksanya dengan siksaan yang pedih.
Dalam pada itu Allah sendiri tidak memerlukan syukur hamba Nya itu, karena syukur hamba Nya itu tidak akan memberikan keuntungan kepada Nya sedikitpun, dan tidak pula akan menambah kemuliaan Nya. Dia adalah Maha Kuasa lagi Maha Terpuji.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: `Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar`.(QS. 31:13)
Luqman 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13)
Allah SWT memperingatkan kepada Rasulullah saw nasihat yang pernah diberikan kepada putranya, waktu ia memberi pelajaran kepada putranya itu. Nasihat itu ialah: "Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kelaliman yang sangat besar.
Mempersekutukan Allah dikatakan kelaliman, karena perbuatan itu berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang melimpahkan nikmat dan karunia itu. Dalam hal ini menyamakan Allah SWT sebagai sumber nikmat dan karunia dengan patung-patung yang tidak dapat berbuat sesuatupun. Dikatakan bahwa perbuatan itu adalah kelaliman yang besar, karena yang disamakan itu ialah Allah Pencipta dan Penguasa semesta alam, yang seharusnya semua makhluk mengabdi dan menghambakan diri kepada Nya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Masud, ia berkata: tatkala turun ayat:
الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
Artinya:
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al An'am: 82)
Maka timbullah keresahan di antara para sahabat Rasulullah saw karena mereka berpendapat bahwa amat beratlah rasanya tidak mencampur adukkan keimanan dan kelaliman, lalu mereka berkata kepada Rasulullah saw: "Siapakah di antara kami yang tidak mencampur adukkan keimanan dan kelaliman? Maka Rasulullah menjawab: "Maksudnya bukan demikian, apakah kamu tidak mendengar perkataan Luqman: "Hai anakku, jangan kamu memperserikatkan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kelaliman yang besar".
Dari ayat ini dipahami bahwa di antara kewajiban ayah kepada anak-anaknya ialah memberi nasihat dan pelajaran, sehingga anak-anaknya itu dapat menempuh jalan yang benar, dan menjauhkan mereka dari kesesatan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجارة
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu". (Q.S. At Tahrim: 6)
Jika diperhatikan susunan kalimat ayat ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Luqman sangat melarang anaknya melakukan syirik. Larangan ini adalah suatu larangan yang memang patut di sampaikan Luqman kepada putranya karena mengerjakan syirik itu adalah Suatu perbuatan dosa yang paling besar.
Anak adalah sambungan hidup dari orang tuanya, cita-cita yang tidak mungkin dapat dicapai orang tua selama hidup di dunia diharapkannyalah anaknya yang akan mencapainya. Demikian pula kepercayaan yang dianut orang tuanya di samping budi pekerti yang luhur sangat diharapkannya agar anak-anaknya menganut dan memiliki semuanya itu di kemudian hari. Seakan-akan dalam ayat ini diterangkan bahwa Luqman telah melakukan tugas yang sangat penting kepada anaknya, yaitu telah menyampaikan agama yang benar dan budi pekerti yang luhur. Cara Luqman menyampaikan pesan itu wajib dicontoh oleh setiap orang tua yang mengaku dirinya muslim.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13)
Allah SWT memperingatkan kepada Rasulullah saw nasihat yang pernah diberikan kepada putranya, waktu ia memberi pelajaran kepada putranya itu. Nasihat itu ialah: "Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kelaliman yang sangat besar.
Mempersekutukan Allah dikatakan kelaliman, karena perbuatan itu berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang melimpahkan nikmat dan karunia itu. Dalam hal ini menyamakan Allah SWT sebagai sumber nikmat dan karunia dengan patung-patung yang tidak dapat berbuat sesuatupun. Dikatakan bahwa perbuatan itu adalah kelaliman yang besar, karena yang disamakan itu ialah Allah Pencipta dan Penguasa semesta alam, yang seharusnya semua makhluk mengabdi dan menghambakan diri kepada Nya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Masud, ia berkata: tatkala turun ayat:
الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
Artinya:
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al An'am: 82)
Maka timbullah keresahan di antara para sahabat Rasulullah saw karena mereka berpendapat bahwa amat beratlah rasanya tidak mencampur adukkan keimanan dan kelaliman, lalu mereka berkata kepada Rasulullah saw: "Siapakah di antara kami yang tidak mencampur adukkan keimanan dan kelaliman? Maka Rasulullah menjawab: "Maksudnya bukan demikian, apakah kamu tidak mendengar perkataan Luqman: "Hai anakku, jangan kamu memperserikatkan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kelaliman yang besar".
Dari ayat ini dipahami bahwa di antara kewajiban ayah kepada anak-anaknya ialah memberi nasihat dan pelajaran, sehingga anak-anaknya itu dapat menempuh jalan yang benar, dan menjauhkan mereka dari kesesatan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجارة
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu". (Q.S. At Tahrim: 6)
Jika diperhatikan susunan kalimat ayat ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Luqman sangat melarang anaknya melakukan syirik. Larangan ini adalah suatu larangan yang memang patut di sampaikan Luqman kepada putranya karena mengerjakan syirik itu adalah Suatu perbuatan dosa yang paling besar.
Anak adalah sambungan hidup dari orang tuanya, cita-cita yang tidak mungkin dapat dicapai orang tua selama hidup di dunia diharapkannyalah anaknya yang akan mencapainya. Demikian pula kepercayaan yang dianut orang tuanya di samping budi pekerti yang luhur sangat diharapkannya agar anak-anaknya menganut dan memiliki semuanya itu di kemudian hari. Seakan-akan dalam ayat ini diterangkan bahwa Luqman telah melakukan tugas yang sangat penting kepada anaknya, yaitu telah menyampaikan agama yang benar dan budi pekerti yang luhur. Cara Luqman menyampaikan pesan itu wajib dicontoh oleh setiap orang tua yang mengaku dirinya muslim.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(QS. 31:14)
Luqman 14
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14)
Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tuanya, dengan mencontoh dan melaksanakan haknya. Pada ayat-ayat lain juga Allah memerintahkan yang demikian, firman Nya:
وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانا
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Q.S. Al Isra': 23)
Kemudian disebut pula dalam ayat ini sebab-sebab diperintahkan berbuat baik kepada ibu, yaitu:
1. Ibu mengandung seorang anak sampai ia dilahirkan, selama masa mengandung itu ibu menahan dengan sabar penderitaan yang cukup berat, mulai pada bulan-bulan pertama, kemudian kandungan itu semakin lama semakin berat, dan ibu semakin lemah, sampai ia melahirkan. Kemudian baru pulih kekuatannya setelah habis masa nifasnya.
2. Ibu menyusukan anaknya sampai masa dua tahun. Amat banyak penderitaan dan kesukaran yang dialami ibu dalam masa menyusukan anak itu. Hanyalah Allah yang mengetahui segala penderitaan itu.
Dalam ayat ini hanya yang disebutkan apa sebabnya seorang anak harus menaati dan berbuat baik kepada ibunya, tidak disebutkan apa sebabnya seorang anak harus menaati dan berbuat baik kepada bapaknya. Hal ini menunjukkan bahwa kesukaran dan penderitaan dalam mengandung, memelihara dan mendidik anaknya jauh lebih berat bila dibandingkan dengan penderitaan yang dialami bapak dalam memelihara anaknya tidak hanya berupa pengorbanan sebagian dari waktu hidupnya untuk memelihara anaknya, tetapi juga penderitaan jasmani, rohani dan penyerahan sebagian zat-zat penting dalam tubuhnya untuk makanan anaknya yang dihisap oleh anak itu dan darahnya sendiri selama anaknya itu dalam kandungannya. Kemudian sesudah si anak lahir ke dunia lalu disusukannya dalam masa dua tahun lamanya. Air susu ibu (A.S.I) ini juga terdiri dari zat-zat penting dalam darah ibu, yang disuguhkannya kepada anaknya dengan rela kasih sayang untuk dihisap anaknya itu. Dalam A.S.l ini terdapat segala macam zat yang diperlukan untuk pertumbuhan jasmani dan rohani anak itu, dan untuk mencegah segala macam penyakit. Zat-zat ini tidak terdapat pada susu sapi, oleh sebab itu susu sapi dan yang sejenisnya tidak akan sama mutunya dengan A.S.I bagaimanapun mengusahakan agar sama mutunya. Maka segala macam bubuk susu, atau susu kaleng yang dikenal dengan istilah Susu Kental manis (S.K.M) tidak ada yang sama mutunya dengan A.S.I.
Sebab seorang ibu haruslah menyusui anaknya yang dicintainya itu dengan A.S.I, janganlah hendaknya dia menggantikannya dengan bubuk susu atau S.K.M, kecuali dalam hal yang amat memaksa. Apalagi mendapatkan A.S.I dari ibunya adalah hak anak itu, dan menyusukan anak adalah suatu kewajiban yang telah dipikulkan oleh Allah SWT kepada ibunya.
Oleh karena hal-hal yang disebutkan itu, maka dalam ayat ini Allah SWT hanya menyebutkan sebab-sebabnya manusia harus menaati dan berbuat baik kepada ibunya. Nabi saw sendiri memerintahkan agar seorang anak lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibunya dari pada kepada bapaknya, sebagaimana diterangkan dalam hadis:
عن بهز ابن حكيم عن أبيه عن جده, قال: قلت يا رسول الله, من أبر قال أمك, قلت ثم من قال أمك, قلت ثم من قال أمك قلت. ثم من قال أباك ثم الأقرب فالأقرب.
Artinya:
"Dari Bahaz bin Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata "Aku bertanya Ya Rasulullah. kepada siapakah aku wajib berbakti?" Jawab Rasulullah . "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa?". Jawab Rasulullah: "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa lagi?". Jawab Rasulullah: "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa lagi?". Jawab Rasulullah: "Kepada bapakmu". Kemudian kepada kerabat yang lebih dekat. kemudian kerabat yang lebih dekat". (H.R. Abu Daud dan Tirmizi, dikatakan sebagai hadis hasan)
Adapun tentang lamanya menyusukan anak, maka Alquran memerintahkan agar seorang ibu menyusukan anaknya paling lama dalam masa dua tahun, sebagai yang diterangkan dalam ayat ini, dengan firman Nya" dan menyapihnya dalam masa dua tahun" sebagai disebutkan di atas. Dalam ayat-ayat yang lainpun Allah SWT menentukan lamanya menyusukan anak itu, yaitu selama dua tahun juga. Allah SWT berfirman:
والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة
Artinya:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (Q.S. Al Baqarah: 233)
Firman Nya lagi:
وحمله وفصاله ثلاثون شهرا
Artinya:
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan". (Q.S. Al Ahqaf: 15)
Maksudnya: Lamanya seorang ibu mengandung anaknya. ialah enam bulan (dan ini adalah masa mengandung yang paling kurang), dan masa menyusukan ialah dua puluh empat bulan.
Jadi menurut yang diajarkan oleh Alquran, seorang ibu menyusukan anaknya hendaklah dalam masa dua tahun. Pada ayat 233 surat Al Baqarah di atas diterangkan bahwa masa menyusukan yang dua tahun itu adalah bagi seorang ibu yang hendak menyusukan anaknya dengan sempurna. Maksudnya, bila ada sesuatu halangan, atau masa dua tahun itu dirasakan amat berat, maka boleh dikurangi.
Penentuan dari Allah SWT bahwa masa menyusukan itu adalah dua tahun, adalah pengaturan dari Tuhan untuk menjarangkan kelahiran. Dengan menjalankan pengaturan yang alamiyah ini seorang ibu hanya akan berputra paling rapat sekali dalam masa tiga tahun, atau kurang sedikit. Sebab dalam masa menyusukan, seorang wanita dianjurkan jangan dalam keadaan mengandung.
Kemudian Allah SWT menjelaskan yang dimaksud dengan "berbuat baik" yang diperintahkan Nya dalam ayat 14 ini, yaitu agar manusia selalu bersyukur setiap saat menerima nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan Nya kepada mereka setiap saat, dengan tiada putus-putusnya, dan bersyukur pula kepada ibu bapak karena ibu bapak itulah yang membesarkan, memelihara, dan mendidik dan bertanggung jawab atas diri mereka, sejak dalam kandungan sampai kepada saat mereka sanggup berdiri sendiri. Dalam waktu-waktu itu ibu bapak menanggung segala macam kesusahan dan penderitaan, baik dalam menjaga diri maupun dalam usaha mencarikan nafkahnya.
Ibu bapak dalam ayat ini disebut secara umum, tidak dibedakan antara ibu bapak yang muslim dengan yang kafir. Karena itu dapat disimpulkan suatu hukum berdasarkan ayat ini, yaitu seorang anak wajib berbuat baik kepada ibu bapaknya, apakah ibu bapaknya itu muslim atau kafir.
Di Samping yang disebutkan ada lagi beberapa hal yang mengharuskan anak menghormati dan berbuat baik kepada ibu bapak, yaitu:
1. Ibu dan bapak telah mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Cinta dan kasih sayang itu terwujud dalam berbagai bentuk, di antaranya ialah usaha-usaha memberi nafkah, mendidik dan menjaga serta memenuhi keinginan-keinginan anaknya. Usaha-usaha yang tidak mengikat itu dilakukan tanpa mengharapkan balasan sesuatupun dari anak-anaknya, kecuali agar anak-anaknya di kemudian hari berguna bagi agama, nusa dan bangsa
2. Anak adalah buah hati dan pengarang jantung dari ibu bapaknya, seperti yang disebutkan dalam suatu riwayat. Rasulullah saw bersabda: "Fatimah adalah buah hatiku".
3. Anak-anak sejak dari dalam kandungan ibu sampai dia lahir ke dunia dan sampai pula dewasa, makan, minum dan pakaian serta segala keperluan yang lain ditanggung ibu bapaknya.
Dengan perkataan lain dapat diungkapkan bahwa nikmat yang paling besar yang diterima oleh seorang manusia adalah nikmat dari Allah, kemudian nikmat yang diterima dari ibu bapaknya. Itulah sebenarnya Allah SWT meletakkan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang ibu bapak, sesudah kewajiban beribadat kepada Nya.
Pada akhir ayat ini Allah SWT memperingatkan bahwa manusia akan kembali kepada Nya, bukan kepada orang lain. Pada saat itu Dia akan memberikan pembalasan yang adil kepada hamba-hamba Nya. Perbuatan baik akan dibalasi pahala yang berlipat ganda berupa surga yang penuh kenikmatan sedang perbuatan jahat akan dibalasi dengan siksa berupa neraka yang menyala-nyala.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14)
Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tuanya, dengan mencontoh dan melaksanakan haknya. Pada ayat-ayat lain juga Allah memerintahkan yang demikian, firman Nya:
وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانا
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Q.S. Al Isra': 23)
Kemudian disebut pula dalam ayat ini sebab-sebab diperintahkan berbuat baik kepada ibu, yaitu:
1. Ibu mengandung seorang anak sampai ia dilahirkan, selama masa mengandung itu ibu menahan dengan sabar penderitaan yang cukup berat, mulai pada bulan-bulan pertama, kemudian kandungan itu semakin lama semakin berat, dan ibu semakin lemah, sampai ia melahirkan. Kemudian baru pulih kekuatannya setelah habis masa nifasnya.
2. Ibu menyusukan anaknya sampai masa dua tahun. Amat banyak penderitaan dan kesukaran yang dialami ibu dalam masa menyusukan anak itu. Hanyalah Allah yang mengetahui segala penderitaan itu.
Dalam ayat ini hanya yang disebutkan apa sebabnya seorang anak harus menaati dan berbuat baik kepada ibunya, tidak disebutkan apa sebabnya seorang anak harus menaati dan berbuat baik kepada bapaknya. Hal ini menunjukkan bahwa kesukaran dan penderitaan dalam mengandung, memelihara dan mendidik anaknya jauh lebih berat bila dibandingkan dengan penderitaan yang dialami bapak dalam memelihara anaknya tidak hanya berupa pengorbanan sebagian dari waktu hidupnya untuk memelihara anaknya, tetapi juga penderitaan jasmani, rohani dan penyerahan sebagian zat-zat penting dalam tubuhnya untuk makanan anaknya yang dihisap oleh anak itu dan darahnya sendiri selama anaknya itu dalam kandungannya. Kemudian sesudah si anak lahir ke dunia lalu disusukannya dalam masa dua tahun lamanya. Air susu ibu (A.S.I) ini juga terdiri dari zat-zat penting dalam darah ibu, yang disuguhkannya kepada anaknya dengan rela kasih sayang untuk dihisap anaknya itu. Dalam A.S.l ini terdapat segala macam zat yang diperlukan untuk pertumbuhan jasmani dan rohani anak itu, dan untuk mencegah segala macam penyakit. Zat-zat ini tidak terdapat pada susu sapi, oleh sebab itu susu sapi dan yang sejenisnya tidak akan sama mutunya dengan A.S.I bagaimanapun mengusahakan agar sama mutunya. Maka segala macam bubuk susu, atau susu kaleng yang dikenal dengan istilah Susu Kental manis (S.K.M) tidak ada yang sama mutunya dengan A.S.I.
Sebab seorang ibu haruslah menyusui anaknya yang dicintainya itu dengan A.S.I, janganlah hendaknya dia menggantikannya dengan bubuk susu atau S.K.M, kecuali dalam hal yang amat memaksa. Apalagi mendapatkan A.S.I dari ibunya adalah hak anak itu, dan menyusukan anak adalah suatu kewajiban yang telah dipikulkan oleh Allah SWT kepada ibunya.
Oleh karena hal-hal yang disebutkan itu, maka dalam ayat ini Allah SWT hanya menyebutkan sebab-sebabnya manusia harus menaati dan berbuat baik kepada ibunya. Nabi saw sendiri memerintahkan agar seorang anak lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibunya dari pada kepada bapaknya, sebagaimana diterangkan dalam hadis:
عن بهز ابن حكيم عن أبيه عن جده, قال: قلت يا رسول الله, من أبر قال أمك, قلت ثم من قال أمك, قلت ثم من قال أمك قلت. ثم من قال أباك ثم الأقرب فالأقرب.
Artinya:
"Dari Bahaz bin Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata "Aku bertanya Ya Rasulullah. kepada siapakah aku wajib berbakti?" Jawab Rasulullah . "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa?". Jawab Rasulullah: "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa lagi?". Jawab Rasulullah: "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa lagi?". Jawab Rasulullah: "Kepada bapakmu". Kemudian kepada kerabat yang lebih dekat. kemudian kerabat yang lebih dekat". (H.R. Abu Daud dan Tirmizi, dikatakan sebagai hadis hasan)
Adapun tentang lamanya menyusukan anak, maka Alquran memerintahkan agar seorang ibu menyusukan anaknya paling lama dalam masa dua tahun, sebagai yang diterangkan dalam ayat ini, dengan firman Nya" dan menyapihnya dalam masa dua tahun" sebagai disebutkan di atas. Dalam ayat-ayat yang lainpun Allah SWT menentukan lamanya menyusukan anak itu, yaitu selama dua tahun juga. Allah SWT berfirman:
والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة
Artinya:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (Q.S. Al Baqarah: 233)
Firman Nya lagi:
وحمله وفصاله ثلاثون شهرا
Artinya:
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan". (Q.S. Al Ahqaf: 15)
Maksudnya: Lamanya seorang ibu mengandung anaknya. ialah enam bulan (dan ini adalah masa mengandung yang paling kurang), dan masa menyusukan ialah dua puluh empat bulan.
Jadi menurut yang diajarkan oleh Alquran, seorang ibu menyusukan anaknya hendaklah dalam masa dua tahun. Pada ayat 233 surat Al Baqarah di atas diterangkan bahwa masa menyusukan yang dua tahun itu adalah bagi seorang ibu yang hendak menyusukan anaknya dengan sempurna. Maksudnya, bila ada sesuatu halangan, atau masa dua tahun itu dirasakan amat berat, maka boleh dikurangi.
Penentuan dari Allah SWT bahwa masa menyusukan itu adalah dua tahun, adalah pengaturan dari Tuhan untuk menjarangkan kelahiran. Dengan menjalankan pengaturan yang alamiyah ini seorang ibu hanya akan berputra paling rapat sekali dalam masa tiga tahun, atau kurang sedikit. Sebab dalam masa menyusukan, seorang wanita dianjurkan jangan dalam keadaan mengandung.
Kemudian Allah SWT menjelaskan yang dimaksud dengan "berbuat baik" yang diperintahkan Nya dalam ayat 14 ini, yaitu agar manusia selalu bersyukur setiap saat menerima nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan Nya kepada mereka setiap saat, dengan tiada putus-putusnya, dan bersyukur pula kepada ibu bapak karena ibu bapak itulah yang membesarkan, memelihara, dan mendidik dan bertanggung jawab atas diri mereka, sejak dalam kandungan sampai kepada saat mereka sanggup berdiri sendiri. Dalam waktu-waktu itu ibu bapak menanggung segala macam kesusahan dan penderitaan, baik dalam menjaga diri maupun dalam usaha mencarikan nafkahnya.
Ibu bapak dalam ayat ini disebut secara umum, tidak dibedakan antara ibu bapak yang muslim dengan yang kafir. Karena itu dapat disimpulkan suatu hukum berdasarkan ayat ini, yaitu seorang anak wajib berbuat baik kepada ibu bapaknya, apakah ibu bapaknya itu muslim atau kafir.
Di Samping yang disebutkan ada lagi beberapa hal yang mengharuskan anak menghormati dan berbuat baik kepada ibu bapak, yaitu:
1. Ibu dan bapak telah mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Cinta dan kasih sayang itu terwujud dalam berbagai bentuk, di antaranya ialah usaha-usaha memberi nafkah, mendidik dan menjaga serta memenuhi keinginan-keinginan anaknya. Usaha-usaha yang tidak mengikat itu dilakukan tanpa mengharapkan balasan sesuatupun dari anak-anaknya, kecuali agar anak-anaknya di kemudian hari berguna bagi agama, nusa dan bangsa
2. Anak adalah buah hati dan pengarang jantung dari ibu bapaknya, seperti yang disebutkan dalam suatu riwayat. Rasulullah saw bersabda: "Fatimah adalah buah hatiku".
3. Anak-anak sejak dari dalam kandungan ibu sampai dia lahir ke dunia dan sampai pula dewasa, makan, minum dan pakaian serta segala keperluan yang lain ditanggung ibu bapaknya.
Dengan perkataan lain dapat diungkapkan bahwa nikmat yang paling besar yang diterima oleh seorang manusia adalah nikmat dari Allah, kemudian nikmat yang diterima dari ibu bapaknya. Itulah sebenarnya Allah SWT meletakkan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang ibu bapak, sesudah kewajiban beribadat kepada Nya.
Pada akhir ayat ini Allah SWT memperingatkan bahwa manusia akan kembali kepada Nya, bukan kepada orang lain. Pada saat itu Dia akan memberikan pembalasan yang adil kepada hamba-hamba Nya. Perbuatan baik akan dibalasi pahala yang berlipat ganda berupa surga yang penuh kenikmatan sedang perbuatan jahat akan dibalasi dengan siksa berupa neraka yang menyala-nyala.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, makan Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.(QS. 31:15)
Luqman 15
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15)
Ayat ini menerangkan dalam hal tertentu, maka seseorang anak dilarang menaati ibu bapaknya. yaitu jika ibu bapaknya memerintahkan kepadanya memperserikatkan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah SWT mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi Nya. Maka sepanjang pengetahuan manusia Allah SWT tidak mempunyai sekutu. Manusia menurut nalurinya mengesakan Tuhan.
Diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Saad Abu Waqqas, ia berkata: "Tatkala aku masuk Islam ibuku bersumpah bahwa beliau tidak akan makan dan minum, sebelum aku meninggalkan agama Islam itu". Untuk itu pada hari pertama aka mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau menolak nya dan beliau tetap bertahan pada pendiriannya. Pada hari kedua aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau malah tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga aku mohon kepada beliau agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau tetap menolaknya. Karena itu aku berkata kepadanya: "Demi Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa, niscaya jiwa itu akan keluar satu persatu, sebelum aku meninggalkan agama yang aku peluk ini". Setelah ibuku melihat keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliaupun makan".
Dari sebab turunnya ayat ini diambil kesimpulan bahwa Saad tidak berdosa, karena tidak mengikuti kehendak ibunya untuk kembali kepada agama syirik. Hukum ini berlaku pula untuk seluruh umat Nabi Muhammad yang tidak boleh taat kepada orang tuanya mengikuti agama syirik dan perbuatan dosa yang lain.
Selanjutnya Allah SWT memerintahkan agar seorang anak tetap memperlakukan kedua ibu bapaknya dengan baik yang memaksanya mempersekutukan Tuhan itu dalam urusan keduniawian, seperti menghormati, menyenangkan hati, memberi pakaian, tempat tinggal yang layak baginya, biarpun kedua orang tuanya itu memaksanya mempersekutukan Tuhan atau melakukan dosa yang lain.
Pada ayat yang lain diperingatkan bahwa seseorang anak wajib mengucapkan kata-kata yang baik kepada ibu bapaknya. Jangan sekali-kali bertindak atau mengucapkan kata-kata yang menyinggung hatinya, walaupun kata-kata itu "ah" sekalipun. Allah SWT berfirman:
فلا تقل لهما أف
Artinya:
"... maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah". (Q.S. Al Isra': 23)
Setelah Allah melarang seorang anak menaati perintah orang tuanya memperserikatkan Tuhan, maka pada akhir ayat ini kaum Muslimin diperintahkan agar mengikuti jalan orang yang menuju kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa saja. Janganlah diikuti jalan orang yang memperserikatkan Allah dengan makhluk Nya. Kemudian ayat ini ditutup dengan peringatan dari Tuhan bahwa hanya kepada-Nyalah aku kembali dan Tuhan akan memberitahukan kepadanya apa-apa yang telah dikerjakan selama hidup di dunia.
Ayat 14 dan 15 di atas seakan-akan memutuskan perkataan Luqman kepada anaknya. Pada ayat 13 diterangkan wasiat Luqman kepada anaknya, sedangkan ayat 14 dan 15 merupakan perintah Allah kepada orang-orang yang beriman agar berbuat baik kepada orang tua mereka. Kemudian pada ayat 16 kembali diterangkan wasiat Luqman kepada anaknya. Cara penyampaian yang demikian itu adalah untuk mengingatkan orang-orang yang beriman bahwa beriman hanya kepada Allah dan berbuat baik kepada orang tua itu adalah suatu perbuatan yang wajib dilakukan oleh setiap anak dan wajib disampaikan oleh orang tua kepada anaknya, seperti telah dilakukan oleh Luqman kepada anaknya.
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15)
Ayat ini menerangkan dalam hal tertentu, maka seseorang anak dilarang menaati ibu bapaknya. yaitu jika ibu bapaknya memerintahkan kepadanya memperserikatkan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah SWT mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi Nya. Maka sepanjang pengetahuan manusia Allah SWT tidak mempunyai sekutu. Manusia menurut nalurinya mengesakan Tuhan.
Diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Saad Abu Waqqas, ia berkata: "Tatkala aku masuk Islam ibuku bersumpah bahwa beliau tidak akan makan dan minum, sebelum aku meninggalkan agama Islam itu". Untuk itu pada hari pertama aka mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau menolak nya dan beliau tetap bertahan pada pendiriannya. Pada hari kedua aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau malah tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga aku mohon kepada beliau agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau tetap menolaknya. Karena itu aku berkata kepadanya: "Demi Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa, niscaya jiwa itu akan keluar satu persatu, sebelum aku meninggalkan agama yang aku peluk ini". Setelah ibuku melihat keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliaupun makan".
Dari sebab turunnya ayat ini diambil kesimpulan bahwa Saad tidak berdosa, karena tidak mengikuti kehendak ibunya untuk kembali kepada agama syirik. Hukum ini berlaku pula untuk seluruh umat Nabi Muhammad yang tidak boleh taat kepada orang tuanya mengikuti agama syirik dan perbuatan dosa yang lain.
Selanjutnya Allah SWT memerintahkan agar seorang anak tetap memperlakukan kedua ibu bapaknya dengan baik yang memaksanya mempersekutukan Tuhan itu dalam urusan keduniawian, seperti menghormati, menyenangkan hati, memberi pakaian, tempat tinggal yang layak baginya, biarpun kedua orang tuanya itu memaksanya mempersekutukan Tuhan atau melakukan dosa yang lain.
Pada ayat yang lain diperingatkan bahwa seseorang anak wajib mengucapkan kata-kata yang baik kepada ibu bapaknya. Jangan sekali-kali bertindak atau mengucapkan kata-kata yang menyinggung hatinya, walaupun kata-kata itu "ah" sekalipun. Allah SWT berfirman:
فلا تقل لهما أف
Artinya:
"... maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah". (Q.S. Al Isra': 23)
Setelah Allah melarang seorang anak menaati perintah orang tuanya memperserikatkan Tuhan, maka pada akhir ayat ini kaum Muslimin diperintahkan agar mengikuti jalan orang yang menuju kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa saja. Janganlah diikuti jalan orang yang memperserikatkan Allah dengan makhluk Nya. Kemudian ayat ini ditutup dengan peringatan dari Tuhan bahwa hanya kepada-Nyalah aku kembali dan Tuhan akan memberitahukan kepadanya apa-apa yang telah dikerjakan selama hidup di dunia.
Ayat 14 dan 15 di atas seakan-akan memutuskan perkataan Luqman kepada anaknya. Pada ayat 13 diterangkan wasiat Luqman kepada anaknya, sedangkan ayat 14 dan 15 merupakan perintah Allah kepada orang-orang yang beriman agar berbuat baik kepada orang tua mereka. Kemudian pada ayat 16 kembali diterangkan wasiat Luqman kepada anaknya. Cara penyampaian yang demikian itu adalah untuk mengingatkan orang-orang yang beriman bahwa beriman hanya kepada Allah dan berbuat baik kepada orang tua itu adalah suatu perbuatan yang wajib dilakukan oleh setiap anak dan wajib disampaikan oleh orang tua kepada anaknya, seperti telah dilakukan oleh Luqman kepada anaknya.
(Luqman berkata): `Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.(QS. 31:16)
Luqman 16
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16)
Luqman mewasiatkan kepada anaknya agar selalu waspada terhadap rayuan yang telah mengajak dan mempengaruhi manusia melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Apa yang dilakukan manusia, sejak dari yang besar sampai yang sekecil-kecilnya, yang nampak dan yang tidak nampak, yang terlihat dan yang tersembunyi baik di langit maupun di bumi, pasti diketahui Allah Karena itu Allah pasti akan memberikan pembalasan yang setimpal dengan perbuatan manusia itu; perbuatan baik akin dibalasi dengan surga yang penuh kenikmatan, sedang perbuatan jahat dan dosa akan dibalasi dengan neraka yang menyala-nyala. Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu yang tidak ada sedikitpun yang luput dari pengetahuan Nya.
Keadilan Allah SWT dalam menimbang perbuatan manusia itu dilukiskan dalam firman Nya:
ونضع الموازين القسط ليوم القيامة فلا تظلم نفس شيئا
Artinya:
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. (Q.S. Al Anbiya: 47)
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16)
Luqman mewasiatkan kepada anaknya agar selalu waspada terhadap rayuan yang telah mengajak dan mempengaruhi manusia melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Apa yang dilakukan manusia, sejak dari yang besar sampai yang sekecil-kecilnya, yang nampak dan yang tidak nampak, yang terlihat dan yang tersembunyi baik di langit maupun di bumi, pasti diketahui Allah Karena itu Allah pasti akan memberikan pembalasan yang setimpal dengan perbuatan manusia itu; perbuatan baik akin dibalasi dengan surga yang penuh kenikmatan, sedang perbuatan jahat dan dosa akan dibalasi dengan neraka yang menyala-nyala. Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu yang tidak ada sedikitpun yang luput dari pengetahuan Nya.
Keadilan Allah SWT dalam menimbang perbuatan manusia itu dilukiskan dalam firman Nya:
ونضع الموازين القسط ليوم القيامة فلا تظلم نفس شيئا
Artinya:
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. (Q.S. Al Anbiya: 47)
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).(QS. 31:17)
Luqman 17
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17)
Pada ayat ini Luqman mewasiatkan kepada anaknya:
1. Selalu mendirikan salat dengan sebaik-baiknya, sehingga salat itu diridai Allah. Jika salat yang dikerjakan itu diridai Allah perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat dicegah. Jika tetap demikian halnya, maka jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri Orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan Tuhan, dan merasa dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
Nabi saw bersabda:
أعبدوا الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك.
Artinya:
Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau. (H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridai Allah dan berusaha agar manusia tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa, berusaha membersihkan jiwa dan mencapai keberuntungan. Allah SWT berfirman:
قد أفلح من زكاها وقد خاب من دساها
Artinya:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya (Q.S. As Syams: 9-10)
3. Selalu bersabar terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan sebabnya Dia memerintahkan tiga hal tersebut di atas, yaitu karena hal-hal itu merupakan pekerjaan yang diwajibkan Allah kepada hamba-hamba Nya, amat besar faedahnya bagi yang mengerjakannya dan memberi manfaat di dunia dan di akhirat.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Luqman 17
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17)
(Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu) disebabkan amar makruf dan nahi mungkarmu itu. (Sesungguhnya yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu (termasuk hal-hal yang ditekankan untuk diamalkan) karena mengingat hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang wajib.
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17)
Pada ayat ini Luqman mewasiatkan kepada anaknya:
1. Selalu mendirikan salat dengan sebaik-baiknya, sehingga salat itu diridai Allah. Jika salat yang dikerjakan itu diridai Allah perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat dicegah. Jika tetap demikian halnya, maka jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri Orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan Tuhan, dan merasa dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
Nabi saw bersabda:
أعبدوا الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك.
Artinya:
Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau. (H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridai Allah dan berusaha agar manusia tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa, berusaha membersihkan jiwa dan mencapai keberuntungan. Allah SWT berfirman:
قد أفلح من زكاها وقد خاب من دساها
Artinya:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya (Q.S. As Syams: 9-10)
3. Selalu bersabar terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan sebabnya Dia memerintahkan tiga hal tersebut di atas, yaitu karena hal-hal itu merupakan pekerjaan yang diwajibkan Allah kepada hamba-hamba Nya, amat besar faedahnya bagi yang mengerjakannya dan memberi manfaat di dunia dan di akhirat.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Luqman 17
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17)
(Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu) disebabkan amar makruf dan nahi mungkarmu itu. (Sesungguhnya yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu (termasuk hal-hal yang ditekankan untuk diamalkan) karena mengingat hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang wajib.
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.(QS. 31:18)
Luqman 18 - 19
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)
Ayat ini menerangkan lanjutan wasiat Luqman kepada anaknya, yaitu agar anaknya berbudi pekerti yang baik, yaitu dengan:
1. Jangan sekali-kali bersifat angkuh dan sombong, suka membangga-banggakan diri dan memandang rendah orang lain. Tanda-tanda seseorang yang bersifat angkuh dan sombong itu ialah:
a. Bila berjalan dan bertemu dengan temannya atau orang lain, ia memalingkan mukanya, tidak mau menegur atau memperlihatkan sikap ramah kepada orang yang berselisih jalan dengannya.
b. Ia berjalan dengan sikap angkuh, seakan-akan di jalan ia yang berkuasa dan yang paling terhormat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:
لا تباغضوا ولا تدابروا ولا تحاسدوا, وكونوا عباد الله إخوانا ولا يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثلاث.
Artinya:
Janganlah kamu berbenci-bencian, janganlah kamu belakang membelakangi dan janganlah kamu berdengki-dengkian dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara. Tidak boleh bagi seorang muslim memencilkan (tidak berbaik) dengan temannya lebih dari tiga hari.
2. Hendaklah sederhana waktu berjalan, lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang yang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tenteram hatinya. Berbicara dengan sikap keras, angkuh dan sombong itu dilarang Allah karena pembicaraan yang semacam itu tidak enak didengar, menyakitkan hati dan telinga, seperti tidak enaknya suara keledai.
Yahya bin Jabir At Ta'i meriwayatkan dari Gudaif bin Haris, ia berkata: "Aku duduk dekat Abdullah bin Amr bin Al `asi, maka aku mendengar ia berkata: "Sesungguhnya kubur itu akan berbicara dengan orang yang dikuburkan di dalamnya, ia berkata: "Hai anak Adam apakah yang telah memperdayakan engkau, sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah tempat engkau berada sendirian? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku tempat yang gelap? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah kebenaran? Apakah yang memperdayakan engkau sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Sesungguhnya engkau waktu hidup menyombongkan diri".
Pada riwayat yang lain Rasulullah saw bersabda:
من جر ثوبه خيلاء لا ينظر الله إليه يوم القيامة
Artinya:
Barangsiapa yang menjela-jelakan kainnya karena sombong. Allah tidak akan melihat kepadanya di hari kiamat.
Yang dimaksud dengan sederhana dalam berjalan dun berbicara bukanlah berarti bahwa berjalan itu harus menundukkan kepala dan berbicara hendaklah dengan lunak dan di bawah-bawah, tetapi yang dimaksud ialah berjalan dan berbicara dengan sopan dan lemah lembut, sehingga orang merasa senang melihatnya.
Adapun berjalan dengan sikap gagah dan wajar, serta berkata dengan tegas yang menunjukkan suatu pendirian yang kuat, tidaklah dilarang oleh agama.
Menurut suatu riwayat dari `Aisyah ra, beliau melihat seorang laki-laki berjalan menunduk lemah, seakan-akan ia telah kehilangan kekuatan tubuhnya, maka beliaupun bertanya : "Mengapa orang itu berjalan terlalu lemah dan lambat? Seseorang menjawab: "Dia adalah seorang fuqaha yang sangat alim. Mendengar jawaban itu `Aisyah berkata: "Umar adalah penghulu fuqaha, tetapi apabila ia berjalan adalah dengan sikap yang gagah dan apabila berkata: "dia bersuara sedikit keras dan apabila ia memukul. maka pukulannya adalah keras".
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)
Ayat ini menerangkan lanjutan wasiat Luqman kepada anaknya, yaitu agar anaknya berbudi pekerti yang baik, yaitu dengan:
1. Jangan sekali-kali bersifat angkuh dan sombong, suka membangga-banggakan diri dan memandang rendah orang lain. Tanda-tanda seseorang yang bersifat angkuh dan sombong itu ialah:
a. Bila berjalan dan bertemu dengan temannya atau orang lain, ia memalingkan mukanya, tidak mau menegur atau memperlihatkan sikap ramah kepada orang yang berselisih jalan dengannya.
b. Ia berjalan dengan sikap angkuh, seakan-akan di jalan ia yang berkuasa dan yang paling terhormat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:
لا تباغضوا ولا تدابروا ولا تحاسدوا, وكونوا عباد الله إخوانا ولا يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثلاث.
Artinya:
Janganlah kamu berbenci-bencian, janganlah kamu belakang membelakangi dan janganlah kamu berdengki-dengkian dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara. Tidak boleh bagi seorang muslim memencilkan (tidak berbaik) dengan temannya lebih dari tiga hari.
2. Hendaklah sederhana waktu berjalan, lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang yang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tenteram hatinya. Berbicara dengan sikap keras, angkuh dan sombong itu dilarang Allah karena pembicaraan yang semacam itu tidak enak didengar, menyakitkan hati dan telinga, seperti tidak enaknya suara keledai.
Yahya bin Jabir At Ta'i meriwayatkan dari Gudaif bin Haris, ia berkata: "Aku duduk dekat Abdullah bin Amr bin Al `asi, maka aku mendengar ia berkata: "Sesungguhnya kubur itu akan berbicara dengan orang yang dikuburkan di dalamnya, ia berkata: "Hai anak Adam apakah yang telah memperdayakan engkau, sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah tempat engkau berada sendirian? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku tempat yang gelap? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah kebenaran? Apakah yang memperdayakan engkau sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Sesungguhnya engkau waktu hidup menyombongkan diri".
Pada riwayat yang lain Rasulullah saw bersabda:
من جر ثوبه خيلاء لا ينظر الله إليه يوم القيامة
Artinya:
Barangsiapa yang menjela-jelakan kainnya karena sombong. Allah tidak akan melihat kepadanya di hari kiamat.
Yang dimaksud dengan sederhana dalam berjalan dun berbicara bukanlah berarti bahwa berjalan itu harus menundukkan kepala dan berbicara hendaklah dengan lunak dan di bawah-bawah, tetapi yang dimaksud ialah berjalan dan berbicara dengan sopan dan lemah lembut, sehingga orang merasa senang melihatnya.
Adapun berjalan dengan sikap gagah dan wajar, serta berkata dengan tegas yang menunjukkan suatu pendirian yang kuat, tidaklah dilarang oleh agama.
Menurut suatu riwayat dari `Aisyah ra, beliau melihat seorang laki-laki berjalan menunduk lemah, seakan-akan ia telah kehilangan kekuatan tubuhnya, maka beliaupun bertanya : "Mengapa orang itu berjalan terlalu lemah dan lambat? Seseorang menjawab: "Dia adalah seorang fuqaha yang sangat alim. Mendengar jawaban itu `Aisyah berkata: "Umar adalah penghulu fuqaha, tetapi apabila ia berjalan adalah dengan sikap yang gagah dan apabila berkata: "dia bersuara sedikit keras dan apabila ia memukul. maka pukulannya adalah keras".
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.(QS. 31:19)
Luqman 18 - 19
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)
Ayat ini menerangkan lanjutan wasiat Luqman kepada anaknya, yaitu agar anaknya berbudi pekerti yang baik, yaitu dengan:
1. Jangan sekali-kali bersifat angkuh dan sombong, suka membangga-banggakan diri dan memandang rendah orang lain. Tanda-tanda seseorang yang bersifat angkuh dan sombong itu ialah:
a. Bila berjalan dan bertemu dengan temannya atau orang lain, ia memalingkan mukanya, tidak mau menegur atau memperlihatkan sikap ramah kepada orang yang berselisih jalan dengannya.
b. Ia berjalan dengan sikap angkuh, seakan-akan di jalan ia yang berkuasa dan yang paling terhormat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:
لا تباغضوا ولا تدابروا ولا تحاسدوا, وكونوا عباد الله إخوانا ولا يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثلاث.
Artinya:
Janganlah kamu berbenci-bencian, janganlah kamu belakang membelakangi dan janganlah kamu berdengki-dengkian dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara. Tidak boleh bagi seorang muslim memencilkan (tidak berbaik) dengan temannya lebih dari tiga hari.
2. Hendaklah sederhana waktu berjalan, lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang yang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tenteram hatinya. Berbicara dengan sikap keras, angkuh dan sombong itu dilarang Allah karena pembicaraan yang semacam itu tidak enak didengar, menyakitkan hati dan telinga, seperti tidak enaknya suara keledai.
Yahya bin Jabir At Ta'i meriwayatkan dari Gudaif bin Haris, ia berkata: "Aku duduk dekat Abdullah bin Amr bin Al `asi, maka aku mendengar ia berkata: "Sesungguhnya kubur itu akan berbicara dengan orang yang dikuburkan di dalamnya, ia berkata: "Hai anak Adam apakah yang telah memperdayakan engkau, sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah tempat engkau berada sendirian? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku tempat yang gelap? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah kebenaran? Apakah yang memperdayakan engkau sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Sesungguhnya engkau waktu hidup menyombongkan diri".
Pada riwayat yang lain Rasulullah saw bersabda:
من جر ثوبه خيلاء لا ينظر الله إليه يوم القيامة
Artinya:
Barangsiapa yang menjela-jelakan kainnya karena sombong. Allah tidak akan melihat kepadanya di hari kiamat.
Yang dimaksud dengan sederhana dalam berjalan dun berbicara bukanlah berarti bahwa berjalan itu harus menundukkan kepala dan berbicara hendaklah dengan lunak dan di bawah-bawah, tetapi yang dimaksud ialah berjalan dan berbicara dengan sopan dan lemah lembut, sehingga orang merasa senang melihatnya.
Adapun berjalan dengan sikap gagah dan wajar, serta berkata dengan tegas yang menunjukkan suatu pendirian yang kuat, tidaklah dilarang oleh agama.
Menurut suatu riwayat dari `Aisyah ra, beliau melihat seorang laki-laki berjalan menunduk lemah, seakan-akan ia telah kehilangan kekuatan tubuhnya, maka beliaupun bertanya : "Mengapa orang itu berjalan terlalu lemah dan lambat? Seseorang menjawab: "Dia adalah seorang fuqaha yang sangat alim. Mendengar jawaban itu `Aisyah berkata: "Umar adalah penghulu fuqaha, tetapi apabila ia berjalan adalah dengan sikap yang gagah dan apabila berkata: "dia bersuara sedikit keras dan apabila ia memukul. maka pukulannya adalah keras".
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)
Ayat ini menerangkan lanjutan wasiat Luqman kepada anaknya, yaitu agar anaknya berbudi pekerti yang baik, yaitu dengan:
1. Jangan sekali-kali bersifat angkuh dan sombong, suka membangga-banggakan diri dan memandang rendah orang lain. Tanda-tanda seseorang yang bersifat angkuh dan sombong itu ialah:
a. Bila berjalan dan bertemu dengan temannya atau orang lain, ia memalingkan mukanya, tidak mau menegur atau memperlihatkan sikap ramah kepada orang yang berselisih jalan dengannya.
b. Ia berjalan dengan sikap angkuh, seakan-akan di jalan ia yang berkuasa dan yang paling terhormat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:
لا تباغضوا ولا تدابروا ولا تحاسدوا, وكونوا عباد الله إخوانا ولا يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثلاث.
Artinya:
Janganlah kamu berbenci-bencian, janganlah kamu belakang membelakangi dan janganlah kamu berdengki-dengkian dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara. Tidak boleh bagi seorang muslim memencilkan (tidak berbaik) dengan temannya lebih dari tiga hari.
2. Hendaklah sederhana waktu berjalan, lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang yang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tenteram hatinya. Berbicara dengan sikap keras, angkuh dan sombong itu dilarang Allah karena pembicaraan yang semacam itu tidak enak didengar, menyakitkan hati dan telinga, seperti tidak enaknya suara keledai.
Yahya bin Jabir At Ta'i meriwayatkan dari Gudaif bin Haris, ia berkata: "Aku duduk dekat Abdullah bin Amr bin Al `asi, maka aku mendengar ia berkata: "Sesungguhnya kubur itu akan berbicara dengan orang yang dikuburkan di dalamnya, ia berkata: "Hai anak Adam apakah yang telah memperdayakan engkau, sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah tempat engkau berada sendirian? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku tempat yang gelap? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah kebenaran? Apakah yang memperdayakan engkau sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Sesungguhnya engkau waktu hidup menyombongkan diri".
Pada riwayat yang lain Rasulullah saw bersabda:
من جر ثوبه خيلاء لا ينظر الله إليه يوم القيامة
Artinya:
Barangsiapa yang menjela-jelakan kainnya karena sombong. Allah tidak akan melihat kepadanya di hari kiamat.
Yang dimaksud dengan sederhana dalam berjalan dun berbicara bukanlah berarti bahwa berjalan itu harus menundukkan kepala dan berbicara hendaklah dengan lunak dan di bawah-bawah, tetapi yang dimaksud ialah berjalan dan berbicara dengan sopan dan lemah lembut, sehingga orang merasa senang melihatnya.
Adapun berjalan dengan sikap gagah dan wajar, serta berkata dengan tegas yang menunjukkan suatu pendirian yang kuat, tidaklah dilarang oleh agama.
Menurut suatu riwayat dari `Aisyah ra, beliau melihat seorang laki-laki berjalan menunduk lemah, seakan-akan ia telah kehilangan kekuatan tubuhnya, maka beliaupun bertanya : "Mengapa orang itu berjalan terlalu lemah dan lambat? Seseorang menjawab: "Dia adalah seorang fuqaha yang sangat alim. Mendengar jawaban itu `Aisyah berkata: "Umar adalah penghulu fuqaha, tetapi apabila ia berjalan adalah dengan sikap yang gagah dan apabila berkata: "dia bersuara sedikit keras dan apabila ia memukul. maka pukulannya adalah keras".
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.(QS. 31:20)
Luqman 20
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ (20)
Ayat ini mengingatkan manusia dengan menanyakan apakah mereka tidak memperhatikan tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah di alam yang luas ini ? Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Allah-lah yang menundukkan untuk mereka semua yang di alam ini, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari padanya. Dia lah yang menjadikan matahari bersinar, sehingga siang menjadi terang benderang, maka dapatlah manusia berusaha, dan sinar matahari itu dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang akan menjadi bahan makanan bagi manusia. Bulan dan bintang dijadikannya bercahaya, yang dapat menerangi malam yang gelap dan menjadi petunjuk bagi kapal yang mengharungi lautan. Diturunkannya hujan yang membasahi bumi dan menyuburkan tumbuh-tumbuhan, dan airnya untuk minuman manusia dan binatang, dan sebagian air itu disimpan dalam tanah sebagai persiapan musim kemarau. Dia menjadikan aneka ragam barang tambang dan gas alam, listrik dan sebagainya, yang semuanya itu dapat diambil manfaatnya oleh manusia. Tidaklah ada yang sanggup menghitung nikmat Allah yang telah dilimpahkan Nya kepada manusia.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw berkata kepada Ibnu Abbas, di waktu dia bertanya kepada beliau tentang ayat ini "Az Zahirah" dalam ayat ini berarti "Islam dan budi pekerti yang baik" dan Al Batinah ialah "kesalahan yang ditutup dan diampuni Allah". Dan ada orang yang berpendapat bahwa Az Zahirah ialah "kesehatan dan budi pekerti yang luhur" dan Al Batinah ialah "pengetahuan dan akal pikiran". Ada pula yang mengartikan Az Zahirah dengan "semua nikmat Allah yang nampak" seperti harta kekayaan, kemegahan, kecantikan dan ketaatan, sedang Al Batinah ialah pengetahuan tentang Allah, keyakinan yang baik, mengetahui hakikat hidup yang sebenarnya dan sebagainya. Sekalipun terdapat perbedaan tentang arti "AZ Zahirah dan Al Batinah" itu, namun dapat diambil kesimpulan bahwa keduanya merupakan nikmat-nikmat yang dilimpahkan Tuhan kepada manusia dan dapat dirasakannya.
Pada akhir ayat ini Allah memperingatkan, sekalipun Allah SWT telah melimpahkan nikmat yang tidak terhingga kepada manusia namun masih banyak manusia yang membantahnya dan mengingkari nikmat-nikmat itu seperti Naddar bin Haris, Ubay bin Khalaf dan orang-orang lain. Mereka membantah bukti yang dikemukakan Alquran dan seruan Nabi dengan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan, tidak berdasarkan hujah yang benar, dan tidak pula berdasarkan wahyu dan kitab yang diturunkan Allah.
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ (20)
Ayat ini mengingatkan manusia dengan menanyakan apakah mereka tidak memperhatikan tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah di alam yang luas ini ? Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Allah-lah yang menundukkan untuk mereka semua yang di alam ini, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari padanya. Dia lah yang menjadikan matahari bersinar, sehingga siang menjadi terang benderang, maka dapatlah manusia berusaha, dan sinar matahari itu dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang akan menjadi bahan makanan bagi manusia. Bulan dan bintang dijadikannya bercahaya, yang dapat menerangi malam yang gelap dan menjadi petunjuk bagi kapal yang mengharungi lautan. Diturunkannya hujan yang membasahi bumi dan menyuburkan tumbuh-tumbuhan, dan airnya untuk minuman manusia dan binatang, dan sebagian air itu disimpan dalam tanah sebagai persiapan musim kemarau. Dia menjadikan aneka ragam barang tambang dan gas alam, listrik dan sebagainya, yang semuanya itu dapat diambil manfaatnya oleh manusia. Tidaklah ada yang sanggup menghitung nikmat Allah yang telah dilimpahkan Nya kepada manusia.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw berkata kepada Ibnu Abbas, di waktu dia bertanya kepada beliau tentang ayat ini "Az Zahirah" dalam ayat ini berarti "Islam dan budi pekerti yang baik" dan Al Batinah ialah "kesalahan yang ditutup dan diampuni Allah". Dan ada orang yang berpendapat bahwa Az Zahirah ialah "kesehatan dan budi pekerti yang luhur" dan Al Batinah ialah "pengetahuan dan akal pikiran". Ada pula yang mengartikan Az Zahirah dengan "semua nikmat Allah yang nampak" seperti harta kekayaan, kemegahan, kecantikan dan ketaatan, sedang Al Batinah ialah pengetahuan tentang Allah, keyakinan yang baik, mengetahui hakikat hidup yang sebenarnya dan sebagainya. Sekalipun terdapat perbedaan tentang arti "AZ Zahirah dan Al Batinah" itu, namun dapat diambil kesimpulan bahwa keduanya merupakan nikmat-nikmat yang dilimpahkan Tuhan kepada manusia dan dapat dirasakannya.
Pada akhir ayat ini Allah memperingatkan, sekalipun Allah SWT telah melimpahkan nikmat yang tidak terhingga kepada manusia namun masih banyak manusia yang membantahnya dan mengingkari nikmat-nikmat itu seperti Naddar bin Haris, Ubay bin Khalaf dan orang-orang lain. Mereka membantah bukti yang dikemukakan Alquran dan seruan Nabi dengan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan, tidak berdasarkan hujah yang benar, dan tidak pula berdasarkan wahyu dan kitab yang diturunkan Allah.
maaf bertanya..nama penulisnya siapa?saya lagi buat tugasan.tapi sayangnya tak tahu nk tulis rujukan dari blog ni sebab tak ada nama penulis..
BalasHapusmaaf bertanya..nama penulisnya siapa?saya lagi buat tugasan.tapi sayangnya tak tahu nk tulis rujukan dari blog ni sebab tak ada nama penulis..
BalasHapusRujukan tafsir di Blog ini Tafsir Al Quran Depag (Kementrian Agama RI)
Hapusmaaf bertanya..pengarangnya nama siapa ya?
BalasHapusBole saya tahu siapa pengarangnya
BalasHapus