<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH DAFTAR SURAH AT-TAUBAH>>
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=5&SuratKe=9#Top
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 91
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (91)
Ada beberapa riwayat yang menerangkan sebab turunnya ayat ini. Di antaranya riwayat yang diterangkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Zaid bin Sabit dia mengatakan, "Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Ketika aku menulis surah Bara'ah kemudian pena kuletakkan di atas telingaku, maka turunlah wahyu yang memerintahkan kami berperang. Ketika Rasulullah saw. memperhatikan wahyu yang diturunkan kepadanya, tiba-tiba datanglah seorang buta seraya bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana caranya agar saya ikut berperang sedang saya orang buat, maka turunlah ayat ini."
Dalam ayat ini diterangkan orang-orang yang dibolehkan tidak ikut berperang yakni bebas dari kewajiban ikut berperang. Mereka ini tidak termasuk orang yang bersalah dan tidak berdosa karena meninggalkan kewajiban berperang bilamana mereka benar-benar mempunyai alasan yang dapat dibenarkan dan alasan itu dikemukakannya dengan jujur dan ikhlas, yaitu: لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (91)
Ada beberapa riwayat yang menerangkan sebab turunnya ayat ini. Di antaranya riwayat yang diterangkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Zaid bin Sabit dia mengatakan, "Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Ketika aku menulis surah Bara'ah kemudian pena kuletakkan di atas telingaku, maka turunlah wahyu yang memerintahkan kami berperang. Ketika Rasulullah saw. memperhatikan wahyu yang diturunkan kepadanya, tiba-tiba datanglah seorang buta seraya bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana caranya agar saya ikut berperang sedang saya orang buat, maka turunlah ayat ini."
1. Orang-orang lemah, yaitu orang-orang yang lemah fisiknya yang tidak memungkinkan dia ikut berperang seperti orang tua bangka, perempuan dan anak-anak, begitu juga orang cacat, seperti buta, pekak, lumpuh, patah dan sebagainya.
2. Orang-orang sakit yang tidak mungkin ikut berperang. Tetapi kalau sudah sembuh mereka wajib ikut berperang.
3. Orang miskin, yaitu orang yang tidak mempunyai peralatan perang dan tidak pula mempunyai persediaan nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan.
Ketiga golongan ini terlepas dari kewajiban berperang. Namun demikian karena kejujuran dan keikhlasannya kepada Allah dan Rasul dia masih merasa berkewajiban untuk mengerjakan tugas-tugas yang lain seperti menjaga rumah dan kampung, mengawasi kalau-kalau ada mata-mata dan pengkhianat, memelihara rahasia, menyuruh orang agar tetap tenang, berbuat kebajikan dan berdoa agar orang mukmin yang pergi berperang dilindungi oleh Allah swt. dan mendapat kemenangan yang gilang-gemilang.
Ketiga macam orang-orang yang mempunyai alasan yang dibenarkan syarak ini betul-betul mereka ikhlas, beriman kepada Allah dan taat kepada Rasul, mereka tergolong orang-orang yang berbuat kebajikan. Mereka ini tidak termasuk orang-orang yang bersalah, berdosa dan disiksa. Pada akhir ayat ini dijelaskan, bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Artinya Allah swt. banyak ampunan-Nya dan luas rahmat-Nya, terhadap hamba-hamba-Nya yang lemah dalam menunaikan kewajibannya selama mereka jujur dan ikhlas kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.
92. dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: `Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu`, lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.(QS. 9:92)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 92
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)
Dalam ayat ini diterangkan alasan yang lain yang dibenarkan syarak bagi seseorang yang tidak ikut berperang. Alasan tersebut ialah karena mereka tidak mempunyai kendaraan yang dapat mengangkut mereka ke medan perang apalagi kalau tempat yang dituju itu jauh letaknya yang tidak bisa dicapai dengan jalan kaki, seperti halnya perang Tabuk yang sangat jauh yang dapat ditempuh hanya dengan mengarungi padang pasir, berhari-hari dan berminggu-minggu baru sampai di tempat yang dituju. Maka kepada mereka yang tidak mempunyai kendaraan, dibolehkan tidak ikut, mereka ini terhitung tidak bersalah dan tidak berdosa bila tinggal di rumahnya.
Di dalam sebuah riwayat yang diterangkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, dia berkata: "Rasulullah saw. memerintahkan agar orang-orang mukmin cepat-cepat bersiap untuk pergi berperang. Maka segolongan dari para sahabatnya yang bernama Abdullah bin Saffal Al-Muzani, berkata: "Ya Rasulullah, sediakanlah untuk kami kendaraan (kami miskin tidak mempunyai kendaraan)." Rasulullah menjawab: "Demi Allah, aku tidak sanggup menyediakan kendaraan yang akan membawa saudara-saudara ke medan perang." Maka turunlah ayat ini, lalu mereka semuanya menangis karena tidak dapat ikut berperang karena kendaraan, alat perlengkapan perang sangat penting apabila medan perang letaknya sangat jauh. Kendaraan itu merupakan perlengkapan perang yang sangat penting untuk setiap masa. Apabila pada masa dahulu kendaraan yang diperlukan hanya unta, keledai dan kuda, maka pada masa-masa berikutnya manusia menciptakan kendaraan yang berkecepatan tinggi yang dapat dipergunakan untuk lalu lintas darat, laut dan udara.
Dengan turunnya ayat ini terhiburlah hati mereka yang datang menghadap Rasulullah itu, tetapi air mata mereka bercucuran menangis karena tidak dapat ikut berperang bersama Rasulullah karena mereka dalam keadaan miskin tidak mempunyai kendaraan. Kalau tempat berperang tidak begitu jauh maulah rasanya mereka berjalan kaki saja, karena keinginan mereka berjihad dan mencari keridaan Allah. Begitulah semangat dan ruh Islam yang berkobar dalam dada setiap muslim yang tidak akan padam buat selama-lamanya. Maka dengan semangat seperti itulah Islam bisa tegak dan maju dan kalimat Allah akan menjulang tinggi di permukaan bumi.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 92
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)
(Dan tiada pula dosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan) untuk berangkat berperang bersamamu; jumlah mereka ada tujuh orang yang semuanya berasal dari kalangan sahabat Ansar. Akan tetapi menurut pendapat lain dikatakan bahwa mereka semua berasal dari Bani Muqarrin (lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian.") jumlah ayat ini menjadi hal/kalimat keterangan (lalu mereka kembali) lafal ayat ini menjadi jawab dari kata idzaa, artinya mereka bubar kembali ke rumah masing-masing (sedangkan mata mereka bercucuran) yakni mengalirkan (berupa) lafal min di sini mempunyai arti bayan/kata penjelasan/kata penafsir (air mata karena kesedihan) lantaran mereka (tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan) untuk berjihad.
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)
Dalam ayat ini diterangkan alasan yang lain yang dibenarkan syarak bagi seseorang yang tidak ikut berperang. Alasan tersebut ialah karena mereka tidak mempunyai kendaraan yang dapat mengangkut mereka ke medan perang apalagi kalau tempat yang dituju itu jauh letaknya yang tidak bisa dicapai dengan jalan kaki, seperti halnya perang Tabuk yang sangat jauh yang dapat ditempuh hanya dengan mengarungi padang pasir, berhari-hari dan berminggu-minggu baru sampai di tempat yang dituju. Maka kepada mereka yang tidak mempunyai kendaraan, dibolehkan tidak ikut, mereka ini terhitung tidak bersalah dan tidak berdosa bila tinggal di rumahnya.
Di dalam sebuah riwayat yang diterangkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, dia berkata: "Rasulullah saw. memerintahkan agar orang-orang mukmin cepat-cepat bersiap untuk pergi berperang. Maka segolongan dari para sahabatnya yang bernama Abdullah bin Saffal Al-Muzani, berkata: "Ya Rasulullah, sediakanlah untuk kami kendaraan (kami miskin tidak mempunyai kendaraan)." Rasulullah menjawab: "Demi Allah, aku tidak sanggup menyediakan kendaraan yang akan membawa saudara-saudara ke medan perang." Maka turunlah ayat ini, lalu mereka semuanya menangis karena tidak dapat ikut berperang karena kendaraan, alat perlengkapan perang sangat penting apabila medan perang letaknya sangat jauh. Kendaraan itu merupakan perlengkapan perang yang sangat penting untuk setiap masa. Apabila pada masa dahulu kendaraan yang diperlukan hanya unta, keledai dan kuda, maka pada masa-masa berikutnya manusia menciptakan kendaraan yang berkecepatan tinggi yang dapat dipergunakan untuk lalu lintas darat, laut dan udara.
Dengan turunnya ayat ini terhiburlah hati mereka yang datang menghadap Rasulullah itu, tetapi air mata mereka bercucuran menangis karena tidak dapat ikut berperang bersama Rasulullah karena mereka dalam keadaan miskin tidak mempunyai kendaraan. Kalau tempat berperang tidak begitu jauh maulah rasanya mereka berjalan kaki saja, karena keinginan mereka berjihad dan mencari keridaan Allah. Begitulah semangat dan ruh Islam yang berkobar dalam dada setiap muslim yang tidak akan padam buat selama-lamanya. Maka dengan semangat seperti itulah Islam bisa tegak dan maju dan kalimat Allah akan menjulang tinggi di permukaan bumi.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 92
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)
(Dan tiada pula dosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan) untuk berangkat berperang bersamamu; jumlah mereka ada tujuh orang yang semuanya berasal dari kalangan sahabat Ansar. Akan tetapi menurut pendapat lain dikatakan bahwa mereka semua berasal dari Bani Muqarrin (lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian.") jumlah ayat ini menjadi hal/kalimat keterangan (lalu mereka kembali) lafal ayat ini menjadi jawab dari kata idzaa, artinya mereka bubar kembali ke rumah masing-masing (sedangkan mata mereka bercucuran) yakni mengalirkan (berupa) lafal min di sini mempunyai arti bayan/kata penjelasan/kata penafsir (air mata karena kesedihan) lantaran mereka (tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan) untuk berjihad.
93. Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka)..(QS. 9:93)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 93
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ وَهُمْ أَغْنِيَاءُ رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (93)
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kaya yang mampu yang datang menghadap Rasulullah untuk meminta izin tidak akan ikut berperang, tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban berperang. Mereka itu termasuk orang-orang yang bersalah dan patut mendapat hukuman karena kesalahannya itu.
Berbeda dengan orang-orang yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas, yaitu orang-orang yang mempunyai alasan yang dibenarkan syarak dan dikemukakannya dengan ikhlas dan jujur untuk tidak ikut berperang, maka mereka tidak dapat disalahkan sama sekali. Orang-orang yang kaya yang sanggup berperang karena mereka mampu menyediakan perbekalan dan kendaraan, tidak mempunyai alasan untuk minta izin tidak ikut berperang. Itulah sebabnya maka mereka dikatakan orang-orang yang bersalah dan sudah sepantasnya kalau Allah swt. menutup mati hati mereka, karena mereka tidak mau menerima kebenaran sedikit pun juga. Akhirnya mereka bergelimang dalam kesusahan dan dosa sedang mereka tidak mengetahui akibat dari perbuatan yang mereka lakukan.
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ وَهُمْ أَغْنِيَاءُ رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (93)
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kaya yang mampu yang datang menghadap Rasulullah untuk meminta izin tidak akan ikut berperang, tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban berperang. Mereka itu termasuk orang-orang yang bersalah dan patut mendapat hukuman karena kesalahannya itu.
Berbeda dengan orang-orang yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas, yaitu orang-orang yang mempunyai alasan yang dibenarkan syarak dan dikemukakannya dengan ikhlas dan jujur untuk tidak ikut berperang, maka mereka tidak dapat disalahkan sama sekali. Orang-orang yang kaya yang sanggup berperang karena mereka mampu menyediakan perbekalan dan kendaraan, tidak mempunyai alasan untuk minta izin tidak ikut berperang. Itulah sebabnya maka mereka dikatakan orang-orang yang bersalah dan sudah sepantasnya kalau Allah swt. menutup mati hati mereka, karena mereka tidak mau menerima kebenaran sedikit pun juga. Akhirnya mereka bergelimang dalam kesusahan dan dosa sedang mereka tidak mengetahui akibat dari perbuatan yang mereka lakukan.
94. Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah: `Janganlah kamu mengemukakan uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami di antara perkabaran-perkabaran (rahasia-rahasia) mu. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan`.(QS. 9:94)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 94
يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (94)
Dalam ayat ini Allah swt. menyebutkan hal-hal yang akan terjadi bila Nabi dan kaum Muslimin telah kembali dari peperangan Tabuk, yaitu bahwa orang-orang munafik yang tidak ikut dalam peperangan itu tanpa uzur pasti akan datang menemui Rasulullah saw. dan kaum Muslimin meminta maaf atas ketidakhadiran mereka di medan perang. Maka Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. agar beliau mengatakan kepada orang-orang munafik itu bahwa mereka tidak perlu meminta maaf, karena Rasulullah saw. dan kaum Muslimin tidak akan mempercayai alasan-alasan palsu yang mereka kemukakan, sebab Allah swt. telah memberitahukan kepada Rasul-Nya dan kaum Muslimin semua hal-ihwal dan sifat-sifat jelek kaum munafik itu, Allah dan Rasul-Nya hanya memperhatikan sikap dan tingkah laku mereka selanjutnya, apakah mereka benar-benar sudah insaf dan meninggalkan kekufuran mereka serta kembali kepada iman dan taat kepada Allah, ataukah mereka akan tetap dalam kekufuran itu. Kemudian mereka akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui semua hal-hal yang gaib dan yang nyata, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka akibat dari perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan.
Dengan perkataan lain, tak ada gunanya lagi bagi mereka mengemukakan bermacam-macam alasan atas ketidakhadiran mereka di medan perang, sebab semua rahasia yang tersimpan dalam hati mereka sudah cukup diketahui oleh Rasulullah saw. dan kaum Muslimin melalui wahyu Allah. Selanjutnya terserahlah kepada mereka sendiri. Jika benar-benar mereka telah menyadari kesalahan, lalu bertobat dan memohon ampun kepada Allah, maka Allah akan menerima tobat mereka, maka Rasulullah pun akan memberi maaf (memaafkan mereka).
يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (94)
Dalam ayat ini Allah swt. menyebutkan hal-hal yang akan terjadi bila Nabi dan kaum Muslimin telah kembali dari peperangan Tabuk, yaitu bahwa orang-orang munafik yang tidak ikut dalam peperangan itu tanpa uzur pasti akan datang menemui Rasulullah saw. dan kaum Muslimin meminta maaf atas ketidakhadiran mereka di medan perang. Maka Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. agar beliau mengatakan kepada orang-orang munafik itu bahwa mereka tidak perlu meminta maaf, karena Rasulullah saw. dan kaum Muslimin tidak akan mempercayai alasan-alasan palsu yang mereka kemukakan, sebab Allah swt. telah memberitahukan kepada Rasul-Nya dan kaum Muslimin semua hal-ihwal dan sifat-sifat jelek kaum munafik itu, Allah dan Rasul-Nya hanya memperhatikan sikap dan tingkah laku mereka selanjutnya, apakah mereka benar-benar sudah insaf dan meninggalkan kekufuran mereka serta kembali kepada iman dan taat kepada Allah, ataukah mereka akan tetap dalam kekufuran itu. Kemudian mereka akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui semua hal-hal yang gaib dan yang nyata, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka akibat dari perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan.
Dengan perkataan lain, tak ada gunanya lagi bagi mereka mengemukakan bermacam-macam alasan atas ketidakhadiran mereka di medan perang, sebab semua rahasia yang tersimpan dalam hati mereka sudah cukup diketahui oleh Rasulullah saw. dan kaum Muslimin melalui wahyu Allah. Selanjutnya terserahlah kepada mereka sendiri. Jika benar-benar mereka telah menyadari kesalahan, lalu bertobat dan memohon ampun kepada Allah, maka Allah akan menerima tobat mereka, maka Rasulullah pun akan memberi maaf (memaafkan mereka).
95. Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.(QS. 9:95)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 95
سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (95)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan kepada Rasul-Nya, bahwa apabila beliau dan kaum muslimin telah kembali nanti dari peperangan itu, maka kaum munafik akan datang kepada beliau seraya bersumpah dengan nama Allah (menguatkan apa yang mereka ucapkan) agar Rasulullah saw. berpaling dari mereka dengan tidak menghiraukan perbuatan mereka yang tidak hadir di medan perang, dan tinggal di rumah bersama-sama dengan orang-orang yang lemah, para wanita dan anak-anak, dan tidak mencela mereka atas kesalahan itu dan juga untuk menyembunyikan sifat bakhil mereka dalam menyumbangkan harta benda untuk membela agama Allah. Kemudian Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar beliau betul-betul memalingkan muka dari kaum munafik itu, tetapi hanya sebagai penghinaan kepada mereka bukan memalingkan muka dengan arti memaafkan kesalahan-kesalahan mereka. Sesudah itu Allah swt. menjelaskan alasan mengapa Rasulullah saw. harus memalingkan muka dari kaum munafik itu ialah karena mereka itu adalah najis. Artinya sikap dan perbuatan mereka itu adalah kotor sehingga mereka harus dijauhi, seperti menjauhkan kain yang bersih dari suatu yang najis. Hal ini sejalan dengan apa yang terdapat dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.
(Q.S. At Taubah: 28)
Akhirnya Allah swt. menyatakan, bahwa tempat kembali bagi kaum munafik itu di akhirat kelak neraka Jahanam sebagai balasan bagi apa yang telah mereka lakukan selama di dunia ini, yaitu kekufuran yang telah mengotori diri mereka dan kekotoran itu semakin bertambah akibat berpalingnya mereka dari ayat-ayat Allah. Keterangan semacam ini akan terdapat nanti pada firman Allah:
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
Artinya:
Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.
(Q.S. At Taubah: 125)
سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (95)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan kepada Rasul-Nya, bahwa apabila beliau dan kaum muslimin telah kembali nanti dari peperangan itu, maka kaum munafik akan datang kepada beliau seraya bersumpah dengan nama Allah (menguatkan apa yang mereka ucapkan) agar Rasulullah saw. berpaling dari mereka dengan tidak menghiraukan perbuatan mereka yang tidak hadir di medan perang, dan tinggal di rumah bersama-sama dengan orang-orang yang lemah, para wanita dan anak-anak, dan tidak mencela mereka atas kesalahan itu dan juga untuk menyembunyikan sifat bakhil mereka dalam menyumbangkan harta benda untuk membela agama Allah. Kemudian Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar beliau betul-betul memalingkan muka dari kaum munafik itu, tetapi hanya sebagai penghinaan kepada mereka bukan memalingkan muka dengan arti memaafkan kesalahan-kesalahan mereka. Sesudah itu Allah swt. menjelaskan alasan mengapa Rasulullah saw. harus memalingkan muka dari kaum munafik itu ialah karena mereka itu adalah najis. Artinya sikap dan perbuatan mereka itu adalah kotor sehingga mereka harus dijauhi, seperti menjauhkan kain yang bersih dari suatu yang najis. Hal ini sejalan dengan apa yang terdapat dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.
(Q.S. At Taubah: 28)
Akhirnya Allah swt. menyatakan, bahwa tempat kembali bagi kaum munafik itu di akhirat kelak neraka Jahanam sebagai balasan bagi apa yang telah mereka lakukan selama di dunia ini, yaitu kekufuran yang telah mengotori diri mereka dan kekotoran itu semakin bertambah akibat berpalingnya mereka dari ayat-ayat Allah. Keterangan semacam ini akan terdapat nanti pada firman Allah:
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
Artinya:
Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.
(Q.S. At Taubah: 125)
96. Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.(QS. 9:96)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 96
يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (96)
Dalam ayat ini Allah swt. menegaskan sekali lagi bahwa kaum munafik itu akan bersumpah dengan nama Allah untuk meminta maaf kepada Rasulullah dan kaum muslimin agar beliau dan kaum muslimin rida (senang) kepada mereka serta memaafkan segala kesalahan mereka. Sesudah itu Allah swt. menegaskan, maka tidaklah sepatutnya Rasulullah dan kaum Muslimin senang dan rida kepada kaum munafik itu karena Allah sendiri tidak senang kepada kaum yang fasik.
Kemurkaan Allah swt. kepada kaum munafik itu adalah disebabkan karena keingkaran dan sifat-sifat jelek mereka.
Andaikata ada di antara orang-orang mukmin itu orang yang bersimpati kepada kaum munafik, maka orang itu pun akan ditimpa kemurkaan Allah. Akan tetapi bila kaum munafik itu bertobat dan memohon ampun kepada Allah swt. serta meninggalkan kemunafikan dan sifat-sifat jelek mereka, maka Allah akan menerima tobat mereka dan memberikan ampunan atas dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (96)
Dalam ayat ini Allah swt. menegaskan sekali lagi bahwa kaum munafik itu akan bersumpah dengan nama Allah untuk meminta maaf kepada Rasulullah dan kaum muslimin agar beliau dan kaum muslimin rida (senang) kepada mereka serta memaafkan segala kesalahan mereka. Sesudah itu Allah swt. menegaskan, maka tidaklah sepatutnya Rasulullah dan kaum Muslimin senang dan rida kepada kaum munafik itu karena Allah sendiri tidak senang kepada kaum yang fasik.
Kemurkaan Allah swt. kepada kaum munafik itu adalah disebabkan karena keingkaran dan sifat-sifat jelek mereka.
Andaikata ada di antara orang-orang mukmin itu orang yang bersimpati kepada kaum munafik, maka orang itu pun akan ditimpa kemurkaan Allah. Akan tetapi bila kaum munafik itu bertobat dan memohon ampun kepada Allah swt. serta meninggalkan kemunafikan dan sifat-sifat jelek mereka, maka Allah akan menerima tobat mereka dan memberikan ampunan atas dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
97. Orang-orang Arab Badui itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. 9:97)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 97
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97)
Allah swt. menjelaskan dalam ayat ini bahwa kekafiran dan kemunafikan orang-orang Arab Badui itu lebih hebat daripada kekafiran dan kemunafikan orang-orang Arab yang telah berbudaya yang hidup menetap di kota-kota dan di desa-desa. Orang Arab Badui itu hidup di padang pasir, selalu berpindah-pindah dalam lingkungan alam yang tandus, jauh dari sebab-sebab kemajuan, dan jauh dari bimbingan para ulama sehingga mereka jarang mendapatkan pelajaran mengenai Alquran dan Hadis. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila mereka itu tidak mengetahui hukum-hukum yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-Nya.
Dalam keterangan ini terdapat suatu sindiran bagi orang-orang yang hidup di kota, bahwa mereka itu seharusnya lebih berpengetahuan dan lebih berkemajuan dari orang-orang Badui. Sebab mereka itu senantiasa bergaul dan mendapat pelajaran dari kaum cendekiawan. Apabila tidak demikian halnya, maka samalah mereka ini dengan orang-orang Badui yang hidupnya mengembara dan jauh dari bimbingan para ulama.
Ibnu Kasir mengatakan bahwa orang-orang Arab Badui itu bersifat kasar dan keras, maka Allah mengutus seorang rasul pun dari kalangan mereka itu. Dalam hal ini Allah swt. telah berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى
Artinya:
Kami tidak mengutus sebelum kamu melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.
(Q.S. Yusuf: 109)
Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia sangat luas pengetahuan-Nya mengenai hal-ihwal hamba-Nya, beriman atau pun kafir, jujur maupun munafik, dan Dia amat bijaksana dalam menetapkan syariat dan hukum-hukum-Nya dan dalam memberikan balasan kepada hamba-hamba-Nya, baik berupa surga Jannatunnaim atau pun azab neraka yang amat pedih.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 97
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97)
(Orang-orang Arab itu) yaitu penduduk daerah badui (lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya) daripada penduduk daerah perkotaan; karena penduduk daerah badui berwatak keras dan kasar serta mereka jauh dari mendengarkan Alquran (dan lebih wajar) lebih patut (tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya) berupa hukum-hukum dan syariat-syariat. Huruf allaa asalnya terdiri dari an dan laa kemudian keduanya digabungkan, sehingga jadilah allaa. (Dan Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam mengatur penciptaan mereka.
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97)
Allah swt. menjelaskan dalam ayat ini bahwa kekafiran dan kemunafikan orang-orang Arab Badui itu lebih hebat daripada kekafiran dan kemunafikan orang-orang Arab yang telah berbudaya yang hidup menetap di kota-kota dan di desa-desa. Orang Arab Badui itu hidup di padang pasir, selalu berpindah-pindah dalam lingkungan alam yang tandus, jauh dari sebab-sebab kemajuan, dan jauh dari bimbingan para ulama sehingga mereka jarang mendapatkan pelajaran mengenai Alquran dan Hadis. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila mereka itu tidak mengetahui hukum-hukum yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-Nya.
Dalam keterangan ini terdapat suatu sindiran bagi orang-orang yang hidup di kota, bahwa mereka itu seharusnya lebih berpengetahuan dan lebih berkemajuan dari orang-orang Badui. Sebab mereka itu senantiasa bergaul dan mendapat pelajaran dari kaum cendekiawan. Apabila tidak demikian halnya, maka samalah mereka ini dengan orang-orang Badui yang hidupnya mengembara dan jauh dari bimbingan para ulama.
Ibnu Kasir mengatakan bahwa orang-orang Arab Badui itu bersifat kasar dan keras, maka Allah mengutus seorang rasul pun dari kalangan mereka itu. Dalam hal ini Allah swt. telah berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى
Artinya:
Kami tidak mengutus sebelum kamu melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.
(Q.S. Yusuf: 109)
Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia sangat luas pengetahuan-Nya mengenai hal-ihwal hamba-Nya, beriman atau pun kafir, jujur maupun munafik, dan Dia amat bijaksana dalam menetapkan syariat dan hukum-hukum-Nya dan dalam memberikan balasan kepada hamba-hamba-Nya, baik berupa surga Jannatunnaim atau pun azab neraka yang amat pedih.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 97
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97)
(Orang-orang Arab itu) yaitu penduduk daerah badui (lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya) daripada penduduk daerah perkotaan; karena penduduk daerah badui berwatak keras dan kasar serta mereka jauh dari mendengarkan Alquran (dan lebih wajar) lebih patut (tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya) berupa hukum-hukum dan syariat-syariat. Huruf allaa asalnya terdiri dari an dan laa kemudian keduanya digabungkan, sehingga jadilah allaa. (Dan Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam mengatur penciptaan mereka.
98. Di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagai suatu kerugian dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu; merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. 9:98)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 98
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (98)
Dalam ayat ini Allah swt. menerangkan satu macam lagi orang Badui yang munafik, yaitu mereka yang menyumbangkan sebagian dari harta benda mereka untuk berjihad di jalan Allah, akan tetapi dengan jalan (cara) yang ria. Mereka menganggap harta benda yang mereka berikan, baik secara taat maupun karena dipaksa, untuk menjaga keselamatan diri dan kaum mereka dari hal-hal yang tidak mereka inginkan. Mereka memandang bahwa infak tersebut sama sekali tidak mendatangkan kemanfaatan apa pun bagi mereka di akhirat kelak karena mereka tidak beriman tentang adanya hari berbangkit, di mana setiap orang akan menerima balasan atas segala perbuatan yang telah dilakukannya di dunia ini. Menurut keterangan Ibnu Zaid, orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Bani Asad dan Bani Gatfan.
Selain itu orang-orang munafik tersebut selalu mengharapkan dan menanti-nanti datangnya malapetaka yang menimpa kaum Muslimin sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Bila hal itu terjadi, maka orang-orang munafik itu tak perlu lagi menyumbangkan harta benda mereka untuk kepentingan jihad. Dalam kenyataannya, mereka selalu menunggu-nunggu agar kaum musyrik dan Yahudi dapat mengalahkan kaum Muslimin. Akan tetapi setelah tipu daya mereka itu tidak membawa hasil, maka mereka menunggu wafatnya Rasulullah saw. karena mereka menganggap bahwa dengan wafatnya Rasulullah agama Islam pun akan lenyap.
Karena adanya sikap dan pandangan mereka yang semacam itu, maka dalam ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa merekalah yang akan ditimpa malapetaka itu, sedang kaum Muslimin tidak akan mengalami malapetaka bahkan mereka akan memperoleh pertolongan dari Allah swt. Di samping itu musuh-musuh akan menemui kegagalan serta ditimpa azab di dunia ini sebelum mendapat azab yang lebih hebat di akhirat kelak.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia amat mendengar segala ucapan hamba-Nya yang mencerminkan perasaan hatinya. Di samping itu Allah sangat mengetahui rahasia yang terkandung dalam hati mereka apakah keimanan atau kekafiran, keikhlasan atau kemunafikan. Allah akan memberikan balasan kepada mereka terhadap ucapan dan perbuatan mereka itu.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 98
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (98)
(Di antara orang-orang Arab badui itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya) di jalan Allah (sebagai suatu kerugian) ketekoran dan kerugian sebab ia tidak mengharapkan akan pahalanya melainkan menginfakkannya karena rasa takut; mereka adalah Bani Asad dan Bani Ghathafan (dan menanti-nanti) malapetaka menimpa kalian sehingga ia bebas dari kalian (merekalah yang akan ditimpa marabahaya) dapat dibaca as-suu` dan dapat pula dibaca as-sau`, artinya azab dan kebinasaan itu justru akan menimpa mereka sendiri bukannya menimpa kalian. (Dan Allah Maha Mendengar) akan semua ucapan hamba-hamba-Nya (lagi Maha Mengetahui) perbuatan-perbuatan mereka.
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (98)
Dalam ayat ini Allah swt. menerangkan satu macam lagi orang Badui yang munafik, yaitu mereka yang menyumbangkan sebagian dari harta benda mereka untuk berjihad di jalan Allah, akan tetapi dengan jalan (cara) yang ria. Mereka menganggap harta benda yang mereka berikan, baik secara taat maupun karena dipaksa, untuk menjaga keselamatan diri dan kaum mereka dari hal-hal yang tidak mereka inginkan. Mereka memandang bahwa infak tersebut sama sekali tidak mendatangkan kemanfaatan apa pun bagi mereka di akhirat kelak karena mereka tidak beriman tentang adanya hari berbangkit, di mana setiap orang akan menerima balasan atas segala perbuatan yang telah dilakukannya di dunia ini. Menurut keterangan Ibnu Zaid, orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Bani Asad dan Bani Gatfan.
Selain itu orang-orang munafik tersebut selalu mengharapkan dan menanti-nanti datangnya malapetaka yang menimpa kaum Muslimin sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Bila hal itu terjadi, maka orang-orang munafik itu tak perlu lagi menyumbangkan harta benda mereka untuk kepentingan jihad. Dalam kenyataannya, mereka selalu menunggu-nunggu agar kaum musyrik dan Yahudi dapat mengalahkan kaum Muslimin. Akan tetapi setelah tipu daya mereka itu tidak membawa hasil, maka mereka menunggu wafatnya Rasulullah saw. karena mereka menganggap bahwa dengan wafatnya Rasulullah agama Islam pun akan lenyap.
Karena adanya sikap dan pandangan mereka yang semacam itu, maka dalam ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa merekalah yang akan ditimpa malapetaka itu, sedang kaum Muslimin tidak akan mengalami malapetaka bahkan mereka akan memperoleh pertolongan dari Allah swt. Di samping itu musuh-musuh akan menemui kegagalan serta ditimpa azab di dunia ini sebelum mendapat azab yang lebih hebat di akhirat kelak.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia amat mendengar segala ucapan hamba-Nya yang mencerminkan perasaan hatinya. Di samping itu Allah sangat mengetahui rahasia yang terkandung dalam hati mereka apakah keimanan atau kekafiran, keikhlasan atau kemunafikan. Allah akan memberikan balasan kepada mereka terhadap ucapan dan perbuatan mereka itu.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 98
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (98)
(Di antara orang-orang Arab badui itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya) di jalan Allah (sebagai suatu kerugian) ketekoran dan kerugian sebab ia tidak mengharapkan akan pahalanya melainkan menginfakkannya karena rasa takut; mereka adalah Bani Asad dan Bani Ghathafan (dan menanti-nanti) malapetaka menimpa kalian sehingga ia bebas dari kalian (merekalah yang akan ditimpa marabahaya) dapat dibaca as-suu` dan dapat pula dibaca as-sau`, artinya azab dan kebinasaan itu justru akan menimpa mereka sendiri bukannya menimpa kalian. (Dan Allah Maha Mendengar) akan semua ucapan hamba-hamba-Nya (lagi Maha Mengetahui) perbuatan-perbuatan mereka.
99. Dan di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (syurga) Nya; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 9:99)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 99
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلَا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (99)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa tidak semua orang-orang Arab Badui itu mempunyai sifat-sifat kekufuran dan kemunafikan seperti tersebut di atas tadi. Bahkan sebagian dari mereka itu orang-orang yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhir dengan keimanan yang teguh. Mereka yakin tentang kemahakuasaan Allah atas semua makhluk-Nya, dan yakin pula tentang adanya hari akhir di mana setiap orang akan menerima balasan atas semua perbuatan yang telah dilakukannya selama di dunia.
Di samping keimanan kepada Allah dan hari akhir, mereka juga menafkahkan harta benda mereka di jalan Allah. Dan apa-apa yang mereka nafkahkan itu mereka pandang sebagai suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan untuk mendapatkan doa Rasulullah saw. karena Rasulullah senantiasa mendoakan kebaikan untuk orang-orang yang suka bersedekah dan menafkahkan harta bendanya di jalan Allah, dan Rasulullah saw. juga selalu memohon ampun kepada Allah swt. untuk mereka itu. Doa kepada Allah adalah salah satu perbuatan baik yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memberi manfaat kepada orang lain. Misalnya doa dari anak yang saleh untuk ibu bapaknya. Menurut keterangan Mujahid, orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Bani Muqarrin dari kabilah Muzainah.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa keimanan dan keikhlasan mereka serta infak yang mereka lakukan dengan niat yang suci diterima Allah sebagai amal saleh yang mendekatkan diri mereka kepada-Nya, dan bahwa Dia akan memberikan pahala kepada mereka, yaitu dengan mengaruniakan kepada mereka rahmat yang khusus diberikannya kepada orang-orang yang diridai-Nya, yaitu petunjuk kepada jalan yang lurus yang akan menyampaikan mereka kepada surga Jannatunna'im. Mereka akan hidup bahagia dalam kandungan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Adanya orang-orang Arab Badui yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya karena menggunakan pikiran dan hati nurani, menunjukkan betapa rendahnya kedudukan orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang berdiam di kota-kota yang selalu hidup bergaul dengan orang-orang pandai dan mendengar pelajaran-pelajaran baik, namun hati mereka tetap tertutup tidak mau beriman.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia amat luas rahmat dan ampunan-Nya untuk orang-orang yang ikhlas dalam beramal. Dan akan mengampuni mereka dari dosa-dosa dan kelalaian yang telah mereka perbuat; Dia akan memimpin mereka kepada perbuatan yang baik dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 99
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلَا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (99)
(Dan di antara orang-orang Arab badui itu ada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian) seperti kabilah Juhainah dan kabilah Muzayyanah (dan menjadikan apa yang ia infakkan) di jalan Allah (sebagai amal taqarrub) maksudnya mendekatkan diri kepada-Nya (di sisi Allah dan) sebagai jalan untuk (memperoleh selawat) yakni doa-doa (Rasul) kepadanya. (Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu) artinya nafkah mereka itu (merupakan amal taqarrub) dapat dibaca qurubaatun dan dapat pula dibaca qurbatun (bagi mereka) di sisi-Nya. (Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya) yaitu surga-Nya. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) kepada orang-orang yang taat kepada-Nya (lagi Maha Penyayang) terhadap mereka yang taat.
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلَا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (99)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa tidak semua orang-orang Arab Badui itu mempunyai sifat-sifat kekufuran dan kemunafikan seperti tersebut di atas tadi. Bahkan sebagian dari mereka itu orang-orang yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhir dengan keimanan yang teguh. Mereka yakin tentang kemahakuasaan Allah atas semua makhluk-Nya, dan yakin pula tentang adanya hari akhir di mana setiap orang akan menerima balasan atas semua perbuatan yang telah dilakukannya selama di dunia.
Di samping keimanan kepada Allah dan hari akhir, mereka juga menafkahkan harta benda mereka di jalan Allah. Dan apa-apa yang mereka nafkahkan itu mereka pandang sebagai suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan untuk mendapatkan doa Rasulullah saw. karena Rasulullah senantiasa mendoakan kebaikan untuk orang-orang yang suka bersedekah dan menafkahkan harta bendanya di jalan Allah, dan Rasulullah saw. juga selalu memohon ampun kepada Allah swt. untuk mereka itu. Doa kepada Allah adalah salah satu perbuatan baik yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memberi manfaat kepada orang lain. Misalnya doa dari anak yang saleh untuk ibu bapaknya. Menurut keterangan Mujahid, orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Bani Muqarrin dari kabilah Muzainah.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa keimanan dan keikhlasan mereka serta infak yang mereka lakukan dengan niat yang suci diterima Allah sebagai amal saleh yang mendekatkan diri mereka kepada-Nya, dan bahwa Dia akan memberikan pahala kepada mereka, yaitu dengan mengaruniakan kepada mereka rahmat yang khusus diberikannya kepada orang-orang yang diridai-Nya, yaitu petunjuk kepada jalan yang lurus yang akan menyampaikan mereka kepada surga Jannatunna'im. Mereka akan hidup bahagia dalam kandungan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Adanya orang-orang Arab Badui yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya karena menggunakan pikiran dan hati nurani, menunjukkan betapa rendahnya kedudukan orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang berdiam di kota-kota yang selalu hidup bergaul dengan orang-orang pandai dan mendengar pelajaran-pelajaran baik, namun hati mereka tetap tertutup tidak mau beriman.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia amat luas rahmat dan ampunan-Nya untuk orang-orang yang ikhlas dalam beramal. Dan akan mengampuni mereka dari dosa-dosa dan kelalaian yang telah mereka perbuat; Dia akan memimpin mereka kepada perbuatan yang baik dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 99
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلَا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (99)
(Dan di antara orang-orang Arab badui itu ada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian) seperti kabilah Juhainah dan kabilah Muzayyanah (dan menjadikan apa yang ia infakkan) di jalan Allah (sebagai amal taqarrub) maksudnya mendekatkan diri kepada-Nya (di sisi Allah dan) sebagai jalan untuk (memperoleh selawat) yakni doa-doa (Rasul) kepadanya. (Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu) artinya nafkah mereka itu (merupakan amal taqarrub) dapat dibaca qurubaatun dan dapat pula dibaca qurbatun (bagi mereka) di sisi-Nya. (Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya) yaitu surga-Nya. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) kepada orang-orang yang taat kepada-Nya (lagi Maha Penyayang) terhadap mereka yang taat.
100. Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.(QS. 9:100)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 100
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang terdahulu, lagi pula pertama-tama masuk Islam, baik dari kalangan Muhajirin yang berhijrah dari Mekah ke Madinah maupun dari kalangan Ansar, yaitu penduduk kota Madinah yang menyambut dengan baik kedatangan Rasulullah dan Muhajirin dan begitu pula para sahabat yang lain yang mengikuti ini dengan baik, ketiga golongan ini merupakan orang-orang mukmin yang paling tinggi martabatnya di sisi Allah disebabkan keimanan mereka yang teguh serta amal perbuatan mereka yang baik dan ikhlas sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Allah swt. senang dan rida kepada mereka, dan sebaliknya mereka pun rida kepada Allah. Dan Allah menyediakan pahala yang amat mulia bagi mereka, yaitu surga Jannatunna'im yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, dan di sana mereka akan memperoleh kenikmatan yang tak terhingga. Mereka akan kekal di sana selama-lamanya. Itulah kemenangan besar yang akan mereka peroleh.
Yang dimaksud dengan "As-Sabiqunal Awwalun" dari kalangan Muhajirin ialah mereka telah berhijrah dari Mekah ke Madinah sebelum terjadinya Perjanjian Hudaibiyah karena sampai pada saat ini kaum musyrikin senantiasa mengusir kaum Muslimin dari kampung halaman mereka, dan membunuh sebagian dari mereka, serta menghalang-halangi siapa saja yang ingin berhijrah. Tidak ada cara lain bagi seorang mukmin untuk menyelamatkan diri dari kejahatan kaum musyrikin itu, kecuali menjauhkan diri dari mereka, atau menyerah kepada kehendak dan kemauan mereka. Maka orang-orang yang memilih cara yang pertama, yaitu meninggalkan kota Mekah dan berhijrah ke Madinah sebelum terjadinya "Perdamaian Hudaibiyah" pada tahun keenam hijriah, serta berjuang di jalan Allah dengan harta benda dan jiwa raga mereka. Semuanya adalah orang-orang yang benar-benar beriman, tak seorang munafik pun terdapat di antara mereka ini, karena pada masa itu belumlah timbul hal-hal yang mendorong orang untuk bersikap munafik, lain di mulut lain di hati. Demikian pula sebaliknya, tak ada faktor lain yang mendorong seseorang untuk meninggalkan kampung halamannya kecuali keimanan yang murni dan keikhlasan dan perjuangan untuk menegakkan agama Islam.
Sebagaimana diketahui, orang yang mula-mula masuk Islam dan menyatakan imannya kepada Nabi Muhammad saw. dari kalangan keluarganya adalah Siti Khadijah, Ali bin Abu Talib dan Zaid bin Harisah. Sedang dari kalangan luar keluarga Rasulullah saw., orang yang mula-mula masuk Islam ialah Abu Bakar As-Siddiq yang juga dikenal sebagai orang yang menemani Rasulullah saw. waktu beliau berhijrah ke Madinah, dan yang mula-mula melakukan dakwah Islamiah bersama Rasulullah. Di samping itu terdapat pula para sahabat yang oleh Rasulullah saw. telah dinyatakan sebagai orang-orang yang pasti masuk surga. Selain itu banyak pula sahabat-sahabat lainnya yang mengikuti jejak mereka itu dalam keteguhan iman dan keikhlasan berjuang untuk menegakkan agama Allah tanpa mengutamakan kepentingan pribadi dan harta benda.
Yang dimaksud dengan "As-Sabiqunal Awwalun" dari kalangan Ansar ialah penduduk kota Madinah yang telah menyatakan ikrar kesetiaan mereka kepada pimpinan Rasulullah saw. di Aqabah, yaitu suatu tempat di Mina pada kali yang pertama pada tahun kesebelas dari kerasulan Muhammad saw. Ketika itu mereka berjumlah tujuh orang. Kemudian pada kali yang kedua, yaitu pada tahun kedua belas terjadi pulalah ikrar kesetiaan di Aqabah itu juga, di kali ini mereka berjumlah tujuh puluh orang lelaki dan dua orang perempuan. Sesudah itu diikuti pula oleh orang-orang lainnya setelah mereka didatangi oleh utusan Rasulullah yang bernama Abu Zarrah Musab bin Umar bin Hasyim yang membacakan ayat-ayat Alquran dan mengajarkan pengetahuan agama kepada mereka, dan yang diutus oleh Rasulullah dalam rombongan orang-orang yang mengucapkan ikrar kesetiaan di Aqabah di kali yang kedua itu, di waktu mereka hendak pulang kembali ke Madinah. Demikian pula mereka yang telah beriman pada saat tibanya Rasulullah di Madinah, yaitu sebelum kaum muslimin memiliki kekuatan yang cukup tangguh. Kekuatan itu barulah tumbuh setelah beberapa waktu sesudah berhijrahnya Rasulullah ke Madinah itu. Daripada saat itu pulalah munculnya kaum munafik yang berpura-pura menyokong agama Islam. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah yang turun mengenai hal-ihwal peperangan Badar yang terjadi pada tahun kedua Hijriah. Firman Allah swt.:
إِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ غَرَّ هَؤُلَاءِ دِينُهُمْ
Artinya:
(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya."
(Q.S. Al-Anfal: 49)
Dalam kelompok orang-orang munafik yang disebutkan dalam ayat ini, tak terdapat seorang pun dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar yang paling dahulu masuk Islam seperti yang tersebut di atas, walaupun kaum Ansar itu semuanya berasal dari Bani Aus dan Khazraj.
Yang dimaksud dengan "Allazinat tabu'uhum bi ihsan" (orang-orang yang telah mengikuti kaum As-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Ansar itu dengan baik) ialah mereka yang ikut berhijrah ke Madinah dan berjuang menegakkan agama Islam; atau mereka yang membuktikan kebaikan mereka dalam perbuatan dan perkataan setelah mendapatkan bimbingan dan pelajaran dari kaum As-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Ansar itu yang merupakan pemimpin-pemimpin yang diikuti, dan dijadikan suri teladan dalam tingkah laku, perbuatan, ucapan dan perjuangan menegakkan agama Allah atau orang-orang yang mengikuti mereka ini dalam ketaatan dan ketakwaan sampai hari kiamat. Sedang orang-orang yang munafik hanya mengikuti secara lahiriah semata-mata, atau hanya mengikutinya dalam beberapa hal saja, sedang dalam hal-hal lainnya mereka mengingkarinya.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 100
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)
(Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar) mereka adalah para sahabat yang ikut perang Badar atau yang dimaksud adalah semua para sahabat (dan orang-orang yang mengikuti mereka) sampai hari kiamat (dengan baik) dalam hal amal perbuatannya. (Allah rida kepada mereka) melalui ketaatan mereka kepada-Nya (dan mereka pun rida kepada Allah) rida akan pahala-Nya (dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya) menurut suatu qiraat lafal tahtahaa dibaca dengan memakai huruf min sebelumnya sehingga bacaannya menjadi min tahtihaa (mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar).
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang terdahulu, lagi pula pertama-tama masuk Islam, baik dari kalangan Muhajirin yang berhijrah dari Mekah ke Madinah maupun dari kalangan Ansar, yaitu penduduk kota Madinah yang menyambut dengan baik kedatangan Rasulullah dan Muhajirin dan begitu pula para sahabat yang lain yang mengikuti ini dengan baik, ketiga golongan ini merupakan orang-orang mukmin yang paling tinggi martabatnya di sisi Allah disebabkan keimanan mereka yang teguh serta amal perbuatan mereka yang baik dan ikhlas sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Allah swt. senang dan rida kepada mereka, dan sebaliknya mereka pun rida kepada Allah. Dan Allah menyediakan pahala yang amat mulia bagi mereka, yaitu surga Jannatunna'im yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, dan di sana mereka akan memperoleh kenikmatan yang tak terhingga. Mereka akan kekal di sana selama-lamanya. Itulah kemenangan besar yang akan mereka peroleh.
Yang dimaksud dengan "As-Sabiqunal Awwalun" dari kalangan Muhajirin ialah mereka telah berhijrah dari Mekah ke Madinah sebelum terjadinya Perjanjian Hudaibiyah karena sampai pada saat ini kaum musyrikin senantiasa mengusir kaum Muslimin dari kampung halaman mereka, dan membunuh sebagian dari mereka, serta menghalang-halangi siapa saja yang ingin berhijrah. Tidak ada cara lain bagi seorang mukmin untuk menyelamatkan diri dari kejahatan kaum musyrikin itu, kecuali menjauhkan diri dari mereka, atau menyerah kepada kehendak dan kemauan mereka. Maka orang-orang yang memilih cara yang pertama, yaitu meninggalkan kota Mekah dan berhijrah ke Madinah sebelum terjadinya "Perdamaian Hudaibiyah" pada tahun keenam hijriah, serta berjuang di jalan Allah dengan harta benda dan jiwa raga mereka. Semuanya adalah orang-orang yang benar-benar beriman, tak seorang munafik pun terdapat di antara mereka ini, karena pada masa itu belumlah timbul hal-hal yang mendorong orang untuk bersikap munafik, lain di mulut lain di hati. Demikian pula sebaliknya, tak ada faktor lain yang mendorong seseorang untuk meninggalkan kampung halamannya kecuali keimanan yang murni dan keikhlasan dan perjuangan untuk menegakkan agama Islam.
Sebagaimana diketahui, orang yang mula-mula masuk Islam dan menyatakan imannya kepada Nabi Muhammad saw. dari kalangan keluarganya adalah Siti Khadijah, Ali bin Abu Talib dan Zaid bin Harisah. Sedang dari kalangan luar keluarga Rasulullah saw., orang yang mula-mula masuk Islam ialah Abu Bakar As-Siddiq yang juga dikenal sebagai orang yang menemani Rasulullah saw. waktu beliau berhijrah ke Madinah, dan yang mula-mula melakukan dakwah Islamiah bersama Rasulullah. Di samping itu terdapat pula para sahabat yang oleh Rasulullah saw. telah dinyatakan sebagai orang-orang yang pasti masuk surga. Selain itu banyak pula sahabat-sahabat lainnya yang mengikuti jejak mereka itu dalam keteguhan iman dan keikhlasan berjuang untuk menegakkan agama Allah tanpa mengutamakan kepentingan pribadi dan harta benda.
Yang dimaksud dengan "As-Sabiqunal Awwalun" dari kalangan Ansar ialah penduduk kota Madinah yang telah menyatakan ikrar kesetiaan mereka kepada pimpinan Rasulullah saw. di Aqabah, yaitu suatu tempat di Mina pada kali yang pertama pada tahun kesebelas dari kerasulan Muhammad saw. Ketika itu mereka berjumlah tujuh orang. Kemudian pada kali yang kedua, yaitu pada tahun kedua belas terjadi pulalah ikrar kesetiaan di Aqabah itu juga, di kali ini mereka berjumlah tujuh puluh orang lelaki dan dua orang perempuan. Sesudah itu diikuti pula oleh orang-orang lainnya setelah mereka didatangi oleh utusan Rasulullah yang bernama Abu Zarrah Musab bin Umar bin Hasyim yang membacakan ayat-ayat Alquran dan mengajarkan pengetahuan agama kepada mereka, dan yang diutus oleh Rasulullah dalam rombongan orang-orang yang mengucapkan ikrar kesetiaan di Aqabah di kali yang kedua itu, di waktu mereka hendak pulang kembali ke Madinah. Demikian pula mereka yang telah beriman pada saat tibanya Rasulullah di Madinah, yaitu sebelum kaum muslimin memiliki kekuatan yang cukup tangguh. Kekuatan itu barulah tumbuh setelah beberapa waktu sesudah berhijrahnya Rasulullah ke Madinah itu. Daripada saat itu pulalah munculnya kaum munafik yang berpura-pura menyokong agama Islam. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah yang turun mengenai hal-ihwal peperangan Badar yang terjadi pada tahun kedua Hijriah. Firman Allah swt.:
إِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ غَرَّ هَؤُلَاءِ دِينُهُمْ
Artinya:
(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya."
(Q.S. Al-Anfal: 49)
Dalam kelompok orang-orang munafik yang disebutkan dalam ayat ini, tak terdapat seorang pun dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar yang paling dahulu masuk Islam seperti yang tersebut di atas, walaupun kaum Ansar itu semuanya berasal dari Bani Aus dan Khazraj.
Yang dimaksud dengan "Allazinat tabu'uhum bi ihsan" (orang-orang yang telah mengikuti kaum As-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Ansar itu dengan baik) ialah mereka yang ikut berhijrah ke Madinah dan berjuang menegakkan agama Islam; atau mereka yang membuktikan kebaikan mereka dalam perbuatan dan perkataan setelah mendapatkan bimbingan dan pelajaran dari kaum As-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Ansar itu yang merupakan pemimpin-pemimpin yang diikuti, dan dijadikan suri teladan dalam tingkah laku, perbuatan, ucapan dan perjuangan menegakkan agama Allah atau orang-orang yang mengikuti mereka ini dalam ketaatan dan ketakwaan sampai hari kiamat. Sedang orang-orang yang munafik hanya mengikuti secara lahiriah semata-mata, atau hanya mengikutinya dalam beberapa hal saja, sedang dalam hal-hal lainnya mereka mengingkarinya.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 100
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)
(Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar) mereka adalah para sahabat yang ikut perang Badar atau yang dimaksud adalah semua para sahabat (dan orang-orang yang mengikuti mereka) sampai hari kiamat (dengan baik) dalam hal amal perbuatannya. (Allah rida kepada mereka) melalui ketaatan mereka kepada-Nya (dan mereka pun rida kepada Allah) rida akan pahala-Nya (dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya) menurut suatu qiraat lafal tahtahaa dibaca dengan memakai huruf min sebelumnya sehingga bacaannya menjadi min tahtihaa (mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar).
<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH DAFTAR SURAH AT-TAUBAH>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar