Kembali ke Daftar Surah Kembali ke Surah Al-Baqarah
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=7&SuratKe=2#Top
121. Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.(QS. 2:121)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Baqarah 121
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (121)
Di antara Ahli Kitab yaitu orang-orang yang mengikuti kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya, seperti orang Yahudi mengikuti kitab Taurat, orang Nasrani mengikuti kitab Injil dan sebagainya, ada yang benar-benar membaca kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka dengan bacaan yang benar-benar tidak diikuti oleh keinginan dan hawa nafsu mereka. Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya dengan memahaminya sepenuh hati, tidak menakwilkan atau menafsirkannya menurut keinginan diri sendiri, tidak menambah, mengurangi atau merubahnya.
Menurut Ibnu Masud dan Ibnu Abbas: membaca dengan bacaan yang sebenarnya ialah menghalalkan yang dihalalkannya, mengharamkan yang diharamkannya, membacanya seperti diturunkan Allah, tidak merubah-rubah atau memalingkan perkataan dari tempat yang semestinya dan tidak menakwilkan sesuatu dari kitab itu dengan takwil yang bukan takwilnya.
Allah swt. menjelaskan dalam firman-Nya yang lain yang dimaksud dengan bacaan yang sebenarnya. Firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Alquran dibacakan kepada mereka, niscaya mereka tersungkur atas muka sambil bersujud. (Q.S Al Isra': 107)
Dan firman Allah:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Q.S Yusuf: 111)
Dari ayat-ayat di atas dipahamkan bahwa semua kitab Allah yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya merupakan pengajaran bagi mereka yang tujuannya untuk memimpin dan memberi petunjuk ke jalan yang lurus. Karena itu wajib para hamba Allah membaca dengan sebenar-benarnya, berulang-ulang, berusaha memahami pimpinan dan petunjuk Allah di dalamnya.
Firman Allah swt.:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا (82)
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran. Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya. (Q.S An Nisa': 82)
Dan firman Allah swt.:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (24)
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran atau hati mereka terkunci? (Q.S Muhammad: 24)
Dari ayat-ayat di atas dipahamkan bahwa membaca Alquran dengan tidak memperhatikan maksud dan maknanya, menafsirkannya dengan sekehendak hati adalah sama dengan membaca Al-Kitab oleh ahli Kitab.
Dari ayat di atas dipahamkan bahwa membaca Kitab-kitab Allah dengan bacaan yang sebenarnya wajib dilakukan oleh manusia. Membaca Al-Kitab tidak dengan bacaan yang sebenarnya, tidak mengamalkan apa yang dibaca itu berarti memperolok-olokkan kitab-kitab Allah dan menantang Allah.
Karena itu Allah swt. memerintahkan hamba-hambanya-Nya bangun di malam hari dalam keadaan yang tenang dan sunyi untuk mengerjakan salat, membaca Alquran dengan bacaan yang perlahan-lahan, memperhatikan maksud dan tujuan ayat demi ayat. Bacaan yang demikian akan berbekas di dalam hati dan bacaan yang dapat memahami hidayat dan petunjuk Allah bagi pembacanya. 132)
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (121)
Di antara Ahli Kitab yaitu orang-orang yang mengikuti kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya, seperti orang Yahudi mengikuti kitab Taurat, orang Nasrani mengikuti kitab Injil dan sebagainya, ada yang benar-benar membaca kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka dengan bacaan yang benar-benar tidak diikuti oleh keinginan dan hawa nafsu mereka. Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya dengan memahaminya sepenuh hati, tidak menakwilkan atau menafsirkannya menurut keinginan diri sendiri, tidak menambah, mengurangi atau merubahnya.
Menurut Ibnu Masud dan Ibnu Abbas: membaca dengan bacaan yang sebenarnya ialah menghalalkan yang dihalalkannya, mengharamkan yang diharamkannya, membacanya seperti diturunkan Allah, tidak merubah-rubah atau memalingkan perkataan dari tempat yang semestinya dan tidak menakwilkan sesuatu dari kitab itu dengan takwil yang bukan takwilnya.
Allah swt. menjelaskan dalam firman-Nya yang lain yang dimaksud dengan bacaan yang sebenarnya. Firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Alquran dibacakan kepada mereka, niscaya mereka tersungkur atas muka sambil bersujud. (Q.S Al Isra': 107)
Dan firman Allah:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Q.S Yusuf: 111)
Dari ayat-ayat di atas dipahamkan bahwa semua kitab Allah yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya merupakan pengajaran bagi mereka yang tujuannya untuk memimpin dan memberi petunjuk ke jalan yang lurus. Karena itu wajib para hamba Allah membaca dengan sebenar-benarnya, berulang-ulang, berusaha memahami pimpinan dan petunjuk Allah di dalamnya.
Firman Allah swt.:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا (82)
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran. Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya. (Q.S An Nisa': 82)
Dan firman Allah swt.:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (24)
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran atau hati mereka terkunci? (Q.S Muhammad: 24)
Dari ayat-ayat di atas dipahamkan bahwa membaca Alquran dengan tidak memperhatikan maksud dan maknanya, menafsirkannya dengan sekehendak hati adalah sama dengan membaca Al-Kitab oleh ahli Kitab.
Dari ayat di atas dipahamkan bahwa membaca Kitab-kitab Allah dengan bacaan yang sebenarnya wajib dilakukan oleh manusia. Membaca Al-Kitab tidak dengan bacaan yang sebenarnya, tidak mengamalkan apa yang dibaca itu berarti memperolok-olokkan kitab-kitab Allah dan menantang Allah.
Karena itu Allah swt. memerintahkan hamba-hambanya-Nya bangun di malam hari dalam keadaan yang tenang dan sunyi untuk mengerjakan salat, membaca Alquran dengan bacaan yang perlahan-lahan, memperhatikan maksud dan tujuan ayat demi ayat. Bacaan yang demikian akan berbekas di dalam hati dan bacaan yang dapat memahami hidayat dan petunjuk Allah bagi pembacanya. 132)
122. Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.(QS. 2:122) |
Surah Al Baqarah 122
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (122)
Allah swt. mengingatkan lagi kepada Bani Israil akan nikmat yang pernah diberikan Allah kepada nenek moyang dahulu. Allah telah melebihkan mereka dari bangsa-bangsa lain yang semasa dengan mereka. Nikmat yang diberikan Allah itu adalah karena mereka selain berpegang kepada ajaran Allah dan kepada keadilan dan kebenaran, mereka mempunyai sifat-sifat dan cita-cita yang mulia dan menjauhi sifat yang buruk dan mengekang keinginan dan hawa nafsu.
Allah swt. mengingatkan kepada Bani Israil yang ada pada waktu turunnya ayat ini, agar bertakwa, bersikap, bersifat dan bercita-cita sebagai yang telah dilakukan oleh Bani Israil yang dahulu. Ikutilah jalan yang benar, berimanlah kepada Nabi Muhammad saw. dan kepada agama yang dibawanya. Jika demikian maka Allah akan melimpahkan pula kepada mereka nikmat yang pernah dilimpahkan-Nya kepada nenek moyang mereka itu yang dahulu.
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (122)
Allah swt. mengingatkan lagi kepada Bani Israil akan nikmat yang pernah diberikan Allah kepada nenek moyang dahulu. Allah telah melebihkan mereka dari bangsa-bangsa lain yang semasa dengan mereka. Nikmat yang diberikan Allah itu adalah karena mereka selain berpegang kepada ajaran Allah dan kepada keadilan dan kebenaran, mereka mempunyai sifat-sifat dan cita-cita yang mulia dan menjauhi sifat yang buruk dan mengekang keinginan dan hawa nafsu.
Allah swt. mengingatkan kepada Bani Israil yang ada pada waktu turunnya ayat ini, agar bertakwa, bersikap, bersifat dan bercita-cita sebagai yang telah dilakukan oleh Bani Israil yang dahulu. Ikutilah jalan yang benar, berimanlah kepada Nabi Muhammad saw. dan kepada agama yang dibawanya. Jika demikian maka Allah akan melimpahkan pula kepada mereka nikmat yang pernah dilimpahkan-Nya kepada nenek moyang mereka itu yang dahulu.
123. Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.(QS. 2:123)
Al Baqarah 123
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (123)
Pada ayat ini Allah menegaskan lagi peringatan-Nya kepada Bani Israil agar selalu mengikuti agama Allah. Hendaklah mereka ingat akan kedatangan suatu hari yang pada hari itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menolong kecuali Allah.
Pada hari itu seseorang tidak dapat menolong orang yang lain menghindari diri dari azab Allah, tiap-tiap orang bertanggung jawab atas segala perbuatan yang pernah dilakukannya. Seseorang tidak dapt menebus dosanya degnan harta apa pun dan seseorang tidak dapat menggantikan orang lain memikul azab. 133)
Ayat ini memperingatkan orang-orang yang beriman agar selalu menjaga diri dari azab hari kiamat dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya. Ingatlah dan syukurilah nikmat Allah yang tidak terhingga yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu agar ditambah-Nya nikmat itu. Beribadahlah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (123)
Pada ayat ini Allah menegaskan lagi peringatan-Nya kepada Bani Israil agar selalu mengikuti agama Allah. Hendaklah mereka ingat akan kedatangan suatu hari yang pada hari itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menolong kecuali Allah.
Pada hari itu seseorang tidak dapat menolong orang yang lain menghindari diri dari azab Allah, tiap-tiap orang bertanggung jawab atas segala perbuatan yang pernah dilakukannya. Seseorang tidak dapt menebus dosanya degnan harta apa pun dan seseorang tidak dapat menggantikan orang lain memikul azab. 133)
Ayat ini memperingatkan orang-orang yang beriman agar selalu menjaga diri dari azab hari kiamat dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya. Ingatlah dan syukurilah nikmat Allah yang tidak terhingga yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu agar ditambah-Nya nikmat itu. Beribadahlah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
124. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: `Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia`. Ibrahim berkata: ` (Dan saya mohon juga) dari keturunanku`. Allah berfirman: `Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim`.(QS. 2:124)
DEPAG / Surah Al Baqarah 124
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ (124)
Ibrahim a.s. diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat dengan menugaskan atau membebaninya dengan perintah-perintah dan larangan-larangan, seperti membangun Kakbah, membersihkan Kakbah dari segala macam kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismali a.s., menghadapi raja Namruz dan sebagainya.
Menurut Mahmud Zahram: Ibrahim a.s. telah diberi oleh Allah swt. bermacam-macam pengalaman, ujian-ujian dan cobaan ialah diperintahkan Allah menyembelih anaknya, perjalanan pulang pergi antara Syina dan Hijaz untuk melihat anak-anak dan istri-istrinya yang berada di kedua tempat itu, dan sebagainya.
Allah tidak menerangkan macam-macam kalimat yang telah ditugaskan dan dibebankan kepada Ibrahim a.s. Hal ini memberi petunjuk bahwa tugas dan beban yang telah diberikan Allah itu adalah besar, berat dan banyak. Sekalipun demikian Ibrahim a.s. telah melaksanakan tugas dan beban itu dengan sebaik-baiknya yang membawa ke tempat kedudukan yang sempurna.
Firman Allah swt.:
وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى (37)
Artinya:
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (Q.S An Najm: 37)
Perkataan: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan kamu imam bagi seluruh manusia" tidak ada hubungannya dengan kalimat yang sebenarnya karena tidak ada terdapat kata penghubung (`athaf) pada permulaan kalimat tersebut.
Menurut Muhammad Abduh kalimat tersebut adalah kalimat yang berdiri sendiri tidak ada hubungannya dengan kalimat yang sebelumnya . Maksudnya ialah bahwa pangkat imam (nabi dan rasul) adalah semata-mata pangkat yang dianugerahkan oleh Allah swt. dan hanya Dia sendiri yang menetapkan kepada siapa pangkat itu akan diberikan-Nya. Tidak semua manusia dapat mencapai sekalipun ia telah melaksanakan segala perintah-perintah Allah dan menghentikan segala larangan-larangan-Nya.
Dengan perkataan lain bahwa pangkat imam yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Ibrahim a.s. itu ditetapkan atas kehendak-Nya bukan ditetapkan karena Nabi Ibrahim a.s. telah menyelesaikan dan menyempurnakan tugas yang diberikan kepadanya, agar ia menyadari bahwa pangkat yang telah diberikan Allah itu sesuai baginya dan agar ia merasa dirinya mampu melaksanakan tugas dan memikul beban yang telah diberikan.
Setelah dianugerahi pangkat "imam" itu Nabi Ibrahim a.s. berdoa kepada Allah swt. agar pangkat "imam" dianugerahkan pula kepada keturunannya di kemudian hari.
Doa Nabi Ibrahim ini doa yang sesuai dengan sunatullah. Menurut sunnatullah anak dan keturunan sambungan hidup bagi seseorang. Sesuatu cita-cita yang tidak sanggup dicapai semasa hidup di dunia diharapkan agar anak dan keturunan dapat menyampaikannya.
Tugas imam merupakan tugas yang suci dan mulia karena pemberian tugas itu bertujuan hendak mencapai cita-cita yang suci dan mulia pula. Ibrahim a.s. merasa dirinya tidak sanggup mencapai semua cita-citanya yang terkandung di dalam tugasnya itu selama hidup di dunia. Karena itu ia berdoa kepada Allah swt. agar anak cucunya dianugerahi pula pangkat imam itu, sehingga cita-cita yang belum dapat dicapai semasa hidupnya dapat dilanjutkan dan dicapai oleh anak cucu dan keturunannya.
Dari ayat di atas dapat dipahami pula bahwa cara Nabi Ibrahim berdoa sesuai dengan sunnah Allah itu yaitu cara berdoa yang benar, karena itu doa Ibrahim a.s. itu termasuk doa yang dikabulkan Allah swt.
Doa Ibrahim a.s. itu dikabulkan Allah, terbukti di kemudian hari bahwa semua rasul-rasul yang diutus Allah sesudah beliau adalah berasal dari keturunan beliau.
Dari firman Allah: "Janji-Ku (itu) tidak mengenai orang-orang yang zalim" dapat dipahami bahwa di antara keturunan Nabi Ibrahim itu ada orang-orang zalim.
Pada ayat yang lain Allah menerangkan bahwa keturunan Ibrahim itu ada yang zalim dan ada yang berbuat baik.
Allah berfirman:
وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ (113)
Artinya:
Kami limpahkan keberkatan atasnya (Ibrahim) dan atas Ishak. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (Q.S As Saffat: 113)
Allah berfirman:
وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (28)
Artinya:
Dan (Ibrahim) menjadikan rahmat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. (Q.S Az Zukhruf: 28)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Ibrahim menjadikan kalimat tauhid sebagai pegangan bagi keturunannya sehingga kalau terdapat di antara mereka yang mempersekutukan Allah agar mereka kembali kepada kalimat tauhid.
"Zalim" (aniaya) itu bermacam-macam. Zalim terhadap diri sendiri ialah tidak melaksanakan perintah-perintah Allah dan tidak menghentikan larangan-larangan-Nya sehingga mendapat kemurkaan dan azab Allah yang membawa bencana kepada diri sendiri. Zalim terhadap makhluk-makhluk Allah, seperti berbuat kerusakan di muka bumi, memutuskan silaturahim, zalim terhadap manusia dan sebagainya.
Dari perkataan "zalim" dapat dipahami bahwa bagi seorang imam tidak boleh ada sifat zalim. Mustahil pangkat itu diberikan kepada orang yang kotor jiwanya orang-orang yang tidak melaksanakan perintah-perintah Allah dan tidak menghentikan larangan-larangan-Nya.
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ (124)
Ibrahim a.s. diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat dengan menugaskan atau membebaninya dengan perintah-perintah dan larangan-larangan, seperti membangun Kakbah, membersihkan Kakbah dari segala macam kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismali a.s., menghadapi raja Namruz dan sebagainya.
Menurut Mahmud Zahram: Ibrahim a.s. telah diberi oleh Allah swt. bermacam-macam pengalaman, ujian-ujian dan cobaan ialah diperintahkan Allah menyembelih anaknya, perjalanan pulang pergi antara Syina dan Hijaz untuk melihat anak-anak dan istri-istrinya yang berada di kedua tempat itu, dan sebagainya.
Allah tidak menerangkan macam-macam kalimat yang telah ditugaskan dan dibebankan kepada Ibrahim a.s. Hal ini memberi petunjuk bahwa tugas dan beban yang telah diberikan Allah itu adalah besar, berat dan banyak. Sekalipun demikian Ibrahim a.s. telah melaksanakan tugas dan beban itu dengan sebaik-baiknya yang membawa ke tempat kedudukan yang sempurna.
Firman Allah swt.:
وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى (37)
Artinya:
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (Q.S An Najm: 37)
Perkataan: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan kamu imam bagi seluruh manusia" tidak ada hubungannya dengan kalimat yang sebenarnya karena tidak ada terdapat kata penghubung (`athaf) pada permulaan kalimat tersebut.
Menurut Muhammad Abduh kalimat tersebut adalah kalimat yang berdiri sendiri tidak ada hubungannya dengan kalimat yang sebelumnya . Maksudnya ialah bahwa pangkat imam (nabi dan rasul) adalah semata-mata pangkat yang dianugerahkan oleh Allah swt. dan hanya Dia sendiri yang menetapkan kepada siapa pangkat itu akan diberikan-Nya. Tidak semua manusia dapat mencapai sekalipun ia telah melaksanakan segala perintah-perintah Allah dan menghentikan segala larangan-larangan-Nya.
Dengan perkataan lain bahwa pangkat imam yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Ibrahim a.s. itu ditetapkan atas kehendak-Nya bukan ditetapkan karena Nabi Ibrahim a.s. telah menyelesaikan dan menyempurnakan tugas yang diberikan kepadanya, agar ia menyadari bahwa pangkat yang telah diberikan Allah itu sesuai baginya dan agar ia merasa dirinya mampu melaksanakan tugas dan memikul beban yang telah diberikan.
Setelah dianugerahi pangkat "imam" itu Nabi Ibrahim a.s. berdoa kepada Allah swt. agar pangkat "imam" dianugerahkan pula kepada keturunannya di kemudian hari.
Doa Nabi Ibrahim ini doa yang sesuai dengan sunatullah. Menurut sunnatullah anak dan keturunan sambungan hidup bagi seseorang. Sesuatu cita-cita yang tidak sanggup dicapai semasa hidup di dunia diharapkan agar anak dan keturunan dapat menyampaikannya.
Tugas imam merupakan tugas yang suci dan mulia karena pemberian tugas itu bertujuan hendak mencapai cita-cita yang suci dan mulia pula. Ibrahim a.s. merasa dirinya tidak sanggup mencapai semua cita-citanya yang terkandung di dalam tugasnya itu selama hidup di dunia. Karena itu ia berdoa kepada Allah swt. agar anak cucunya dianugerahi pula pangkat imam itu, sehingga cita-cita yang belum dapat dicapai semasa hidupnya dapat dilanjutkan dan dicapai oleh anak cucu dan keturunannya.
Dari ayat di atas dapat dipahami pula bahwa cara Nabi Ibrahim berdoa sesuai dengan sunnah Allah itu yaitu cara berdoa yang benar, karena itu doa Ibrahim a.s. itu termasuk doa yang dikabulkan Allah swt.
Doa Ibrahim a.s. itu dikabulkan Allah, terbukti di kemudian hari bahwa semua rasul-rasul yang diutus Allah sesudah beliau adalah berasal dari keturunan beliau.
Dari firman Allah: "Janji-Ku (itu) tidak mengenai orang-orang yang zalim" dapat dipahami bahwa di antara keturunan Nabi Ibrahim itu ada orang-orang zalim.
Pada ayat yang lain Allah menerangkan bahwa keturunan Ibrahim itu ada yang zalim dan ada yang berbuat baik.
Allah berfirman:
وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ (113)
Artinya:
Kami limpahkan keberkatan atasnya (Ibrahim) dan atas Ishak. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (Q.S As Saffat: 113)
Allah berfirman:
وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (28)
Artinya:
Dan (Ibrahim) menjadikan rahmat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. (Q.S Az Zukhruf: 28)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Ibrahim menjadikan kalimat tauhid sebagai pegangan bagi keturunannya sehingga kalau terdapat di antara mereka yang mempersekutukan Allah agar mereka kembali kepada kalimat tauhid.
"Zalim" (aniaya) itu bermacam-macam. Zalim terhadap diri sendiri ialah tidak melaksanakan perintah-perintah Allah dan tidak menghentikan larangan-larangan-Nya sehingga mendapat kemurkaan dan azab Allah yang membawa bencana kepada diri sendiri. Zalim terhadap makhluk-makhluk Allah, seperti berbuat kerusakan di muka bumi, memutuskan silaturahim, zalim terhadap manusia dan sebagainya.
Dari perkataan "zalim" dapat dipahami bahwa bagi seorang imam tidak boleh ada sifat zalim. Mustahil pangkat itu diberikan kepada orang yang kotor jiwanya orang-orang yang tidak melaksanakan perintah-perintah Allah dan tidak menghentikan larangan-larangan-Nya.
125. Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: `Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaaf, yang ruku dan yang sujud`.(QS. 2:125)
DEPAG / Surah Al Baqarah 125
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (125)
Ayat ini juga memerintahkan Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin mengingat ketika Allah menjadikan Kakbah sebagai tempat berkumpul manusia, tempat yang aman, menjadikan Makam Ibrahim sebagai tempat salat. Perintah Allah kepada Ibrahim dan Ismail itu untuk menenteramkan hati Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin dalam menghadapi keingkaran orang kafir dan untuk menerangkan kepada orang musyrik, Yahudi dan Nasrani bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad itu seasas dengan agama yang dibawa Nabi Ibrahim, agama nenek moyang mereka.
Ada dua faedah yang dapat diambil dari ayat di atas sehubungan dengan didirikan Kakbah itu:
Pertama: Tempat berkumpul bagi manusia. Sejak zaman dahulu sebelum Nabi Muhammad saw. diutus sampai saat ini Kakbah atau Mekah telah menjadi tempat berkumpul manusia dari segala penjuru dari segala macam bangsa dalam rangka menghormat dan melaksanakan ibadah haji.
Hati mereka merasa tenteram tinggal di sekitar Kakbah itu. Setelah mereka kembali ke tanah air mereka, hati dan jiwa mereka senantiasa tertarik kepadanya dan selalu bercita-cita ingin kembali lagi bila ada kesempatan bagi mereka.
Kedua: Allah swt. menjadikan sebagai tempat yang aman. Maksudnya ialah Allah swt. menjadikan tanah yang berada di sekitar Masjidil Haram merupakan tanah dan tempat yang aman bagi orang-orang yang berada di sana. Sejak dahulu sampai saat ini orang-orang Arab mengagungkan dan menyucikannya. Orang-orang Arab terkenal dengan sifat suka menuntut bela atas orang atau kabilah yang membunuh atau menyakiti atau menghina keluarganya.
Di mana saja mereka temui orang atau kabilah itu, penuntutan balas akan mereka laksanakan. Kecuali bila mereka menemuinya di Tanah Haram, mereka tidak mengganggu sedikit pun. Dalam pada itu sejak zaman dahulu banyak usaha-usaha dari orang-orang Arab sendiri atau dari bangsa-bangsa yang lain untuk menguasai Tanah Haram atau untuk merusak Kakbah, tetapi selalu digagalkan Allah, seperti usaha Abrahah raja Najasyi dengan tentaranya untuk menguasai Tanah Haram dan Kakbah. Mereka dihancurkan Allah swt.
Allah swt. berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
Artinya:
(1) Apakah kamu memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. (2). Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kakbah) itu sia-sia. (3) Dan mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. (4) Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. (5). Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daunan yang termakan (ulat). (Q.S Al Fil: 1,2,3,4 dan 5)
Dan firman Allah swt.:
أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (67)
Artinya:
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah yang suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah?" (Q.S Al Ankabut: 67)
Yang dimaksud dengan "makam Ibrahim" ialah tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s. waktu mendirikan Kakbah.
Allah swt. memerintahkan agar manusia menjadikan Makam Ibrahim a.s. tempat salat. Faedah perintah itu ialah untuk menghadirkan perintah itu di dalam pikiran atau agar manusia mengikuti apa yang diperintahkan itu, seolah-olah perintah itu dihadapkan kepada mereka sehingga perintah itu tertanam di dalam hati mereka dan mereka merasa bahwa diri mereka termasuk orang yang diperintah.
Dengan demikian maksud ayat ialah "orang-orang dahulu yang beriman dengan Ibrahim a.s. diperintahkan agar menjadikan sebagian Maqam Ibrahim a.s. sebagai tempat salat. Perintah itu ditujukan pula kepada orang-orang yang datang kemudian yang mengakui Ibrahim a.s., sebagai nabi dan rasul Allah dan mengakui Nabi Muhammad saw. salah seorang dari anak cucu Ibrahim a.s. sebagai nabi yang terakhir.
Allah swt. memerintahkan Nabi Ibrahim a.s. untuk membersihkannya dalam arti yang sebenarnya dan dalam arti kiasan. "Membersihkan dalam arti yang sebenarnya" ialah membersihkan dari segala macam benda yang dihukum najis, seperti segala macam kotoran dan sebagainya. "Membersihkan dalam arti kiasan" ialah membersihkannya dari segala macam perbuatan yang mengandung unsur-unsur syirik, perbuatan menyembah berhala, perbuatan-perbuatan yang terlarang, bertengkar dan sebagainya. Perintah membersihkan Kakbah ini sekalipun ditujukan kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Ismail a.s. tetapi juga terkandung di dalamnya perintah terhadap orang-orang yang datang sesudahnya.
Allah swt. menamakan Kakbah yang didirikan Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. itu dengan "Rumah-Nya" (Baitullah).
Penamaan itu bukanlah maksudnya Allah swt. tinggal dan berdiam di dalam atau sekitar Kakbah atau Allah swt. mempunyai tempat. Tetapi maksudnya ialah bahwa Allah menjadikan rumah itu tempat beribadah kepada-Nya dan menghadap ke arah Kakbah di dalam beribadah berarti telah menghadap ke arah yang benar dan sesuai dengan yang diperintahkan.
Hikmah menjadikan Kakbah sebagai "rumah Allah" dan menjadikan sebagai arah menghadap di dalam beribadat kepada Allah Pencipta dan Penguasa seluruh makhluk agar manusia merasa dirinya dapat langsung menyampaikan pujian, pernyataan syukur, permohonan pertolongan dan permohonan doa kepada Allah swt.
Manusia kurang dapat menyatakan pikirannya dalam beribadat kepada Allah swt. bila tidak dilakukan di tempat yang tertentu dan menghadap ke arah yang tertentu pula. Dengan adanya tempat tertentu dan arah menghadap tertentu itu manusia dapat menambah imannya setiap saat memperdalam pengetahuannya, mempertinggi nilai-nilai rohani dalam dirinya sendiri, karena dengan demikian ia merasakan seolah-olah Allah swt. ada di hadapan mereka demikian dekat sehingga tidak ada yang membatasi antaranya dengan Allah swt.
Pada ayat yang lain Allah menegaskan bahwa ke mana saja manusia menghadap dalam beribadat, berdoa akan menemui wajah Allah, dan sampai kepada-Nya, karena Allah swt. Maha Luas lagi Maha Mengetahui. 141)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa penamaan Kakbah sebagai rumah Allah hanyalah untuk mempermudah manusia dalam membulatkan pikirannya dalam beribadat. Pada asasnya Allah Maha Besar, Maha Mengetahui lagi Maha Luas.
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (125)
Ayat ini juga memerintahkan Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin mengingat ketika Allah menjadikan Kakbah sebagai tempat berkumpul manusia, tempat yang aman, menjadikan Makam Ibrahim sebagai tempat salat. Perintah Allah kepada Ibrahim dan Ismail itu untuk menenteramkan hati Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin dalam menghadapi keingkaran orang kafir dan untuk menerangkan kepada orang musyrik, Yahudi dan Nasrani bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad itu seasas dengan agama yang dibawa Nabi Ibrahim, agama nenek moyang mereka.
Ada dua faedah yang dapat diambil dari ayat di atas sehubungan dengan didirikan Kakbah itu:
Pertama: Tempat berkumpul bagi manusia. Sejak zaman dahulu sebelum Nabi Muhammad saw. diutus sampai saat ini Kakbah atau Mekah telah menjadi tempat berkumpul manusia dari segala penjuru dari segala macam bangsa dalam rangka menghormat dan melaksanakan ibadah haji.
Hati mereka merasa tenteram tinggal di sekitar Kakbah itu. Setelah mereka kembali ke tanah air mereka, hati dan jiwa mereka senantiasa tertarik kepadanya dan selalu bercita-cita ingin kembali lagi bila ada kesempatan bagi mereka.
Kedua: Allah swt. menjadikan sebagai tempat yang aman. Maksudnya ialah Allah swt. menjadikan tanah yang berada di sekitar Masjidil Haram merupakan tanah dan tempat yang aman bagi orang-orang yang berada di sana. Sejak dahulu sampai saat ini orang-orang Arab mengagungkan dan menyucikannya. Orang-orang Arab terkenal dengan sifat suka menuntut bela atas orang atau kabilah yang membunuh atau menyakiti atau menghina keluarganya.
Di mana saja mereka temui orang atau kabilah itu, penuntutan balas akan mereka laksanakan. Kecuali bila mereka menemuinya di Tanah Haram, mereka tidak mengganggu sedikit pun. Dalam pada itu sejak zaman dahulu banyak usaha-usaha dari orang-orang Arab sendiri atau dari bangsa-bangsa yang lain untuk menguasai Tanah Haram atau untuk merusak Kakbah, tetapi selalu digagalkan Allah, seperti usaha Abrahah raja Najasyi dengan tentaranya untuk menguasai Tanah Haram dan Kakbah. Mereka dihancurkan Allah swt.
Allah swt. berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
Artinya:
(1) Apakah kamu memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. (2). Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kakbah) itu sia-sia. (3) Dan mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. (4) Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. (5). Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daunan yang termakan (ulat). (Q.S Al Fil: 1,2,3,4 dan 5)
Dan firman Allah swt.:
أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (67)
Artinya:
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah yang suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah?" (Q.S Al Ankabut: 67)
Yang dimaksud dengan "makam Ibrahim" ialah tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s. waktu mendirikan Kakbah.
Allah swt. memerintahkan agar manusia menjadikan Makam Ibrahim a.s. tempat salat. Faedah perintah itu ialah untuk menghadirkan perintah itu di dalam pikiran atau agar manusia mengikuti apa yang diperintahkan itu, seolah-olah perintah itu dihadapkan kepada mereka sehingga perintah itu tertanam di dalam hati mereka dan mereka merasa bahwa diri mereka termasuk orang yang diperintah.
Dengan demikian maksud ayat ialah "orang-orang dahulu yang beriman dengan Ibrahim a.s. diperintahkan agar menjadikan sebagian Maqam Ibrahim a.s. sebagai tempat salat. Perintah itu ditujukan pula kepada orang-orang yang datang kemudian yang mengakui Ibrahim a.s., sebagai nabi dan rasul Allah dan mengakui Nabi Muhammad saw. salah seorang dari anak cucu Ibrahim a.s. sebagai nabi yang terakhir.
Allah swt. memerintahkan Nabi Ibrahim a.s. untuk membersihkannya dalam arti yang sebenarnya dan dalam arti kiasan. "Membersihkan dalam arti yang sebenarnya" ialah membersihkan dari segala macam benda yang dihukum najis, seperti segala macam kotoran dan sebagainya. "Membersihkan dalam arti kiasan" ialah membersihkannya dari segala macam perbuatan yang mengandung unsur-unsur syirik, perbuatan menyembah berhala, perbuatan-perbuatan yang terlarang, bertengkar dan sebagainya. Perintah membersihkan Kakbah ini sekalipun ditujukan kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Ismail a.s. tetapi juga terkandung di dalamnya perintah terhadap orang-orang yang datang sesudahnya.
Allah swt. menamakan Kakbah yang didirikan Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. itu dengan "Rumah-Nya" (Baitullah).
Penamaan itu bukanlah maksudnya Allah swt. tinggal dan berdiam di dalam atau sekitar Kakbah atau Allah swt. mempunyai tempat. Tetapi maksudnya ialah bahwa Allah menjadikan rumah itu tempat beribadah kepada-Nya dan menghadap ke arah Kakbah di dalam beribadah berarti telah menghadap ke arah yang benar dan sesuai dengan yang diperintahkan.
Hikmah menjadikan Kakbah sebagai "rumah Allah" dan menjadikan sebagai arah menghadap di dalam beribadat kepada Allah Pencipta dan Penguasa seluruh makhluk agar manusia merasa dirinya dapat langsung menyampaikan pujian, pernyataan syukur, permohonan pertolongan dan permohonan doa kepada Allah swt.
Manusia kurang dapat menyatakan pikirannya dalam beribadat kepada Allah swt. bila tidak dilakukan di tempat yang tertentu dan menghadap ke arah yang tertentu pula. Dengan adanya tempat tertentu dan arah menghadap tertentu itu manusia dapat menambah imannya setiap saat memperdalam pengetahuannya, mempertinggi nilai-nilai rohani dalam dirinya sendiri, karena dengan demikian ia merasakan seolah-olah Allah swt. ada di hadapan mereka demikian dekat sehingga tidak ada yang membatasi antaranya dengan Allah swt.
Pada ayat yang lain Allah menegaskan bahwa ke mana saja manusia menghadap dalam beribadat, berdoa akan menemui wajah Allah, dan sampai kepada-Nya, karena Allah swt. Maha Luas lagi Maha Mengetahui. 141)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa penamaan Kakbah sebagai rumah Allah hanyalah untuk mempermudah manusia dalam membulatkan pikirannya dalam beribadat. Pada asasnya Allah Maha Besar, Maha Mengetahui lagi Maha Luas.
Kembali ke Daftar Surah Kembali ke Surah Al Baqarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar