Kembali ke Daftar Surah Kembali ke Surah HUUD
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=5&SuratKe=11#Top
81. Para utusan (malaikat) berkata: `Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam--dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal--kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?`(QS. 11:81)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Huud 81
قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ (81)
Setelah para Malaikat
yang menjadi tamu Nabi Lut a.s. itu menyaksikan adanya kekhawatiran pada
diri Nabi Lut a.s., mereka berkata: "Hai Lut, sesungguhnya kami adalah
utusan-utusan Tuhanmu yang sengaja diutus untuk membinasakan mereka dan
menyelamatkan kamu dari kejahatan-kejahatan mereka. Mereka sekali-kali
tidak akan dapat mengganggu kamu, maka tenangkanlah hatimu. Ternyata
penglihatan kaum Nabi Lut a.s. itu dijadikan gelap oleh Allah sehingga
mereka tidak dapat melihat kepada Nabi Lut a.s. dan kepada tamu-tamunya
seperti diterangkan dalam firman Allah:
وَلَقَدْ رَاوَدُوهُ عَنْ ضَيْفِهِ فَطَمَسْنَا أَعْيُنَهُمْ
Artinya:
Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka) lalu Kami butakan mata mereka.
(Q.S. Al-Qamar: 37)
Akhirnya mereka kembali ke rumahnya masing-masing dalam keadaan buta, tidak mengetahui jalan menuju ke rumahnya, mereka berteriak-teriak minta tolong dan mengatakan bahwa kami disihir oleh tamu-tamu yang berada di rumah Lut a.s.
Malaikat itu berkata kepada Nabi Lut a.s.: "Keluarlah dari kampung ini, beserta keluarga dan kaummu yang beriman di akhir malam ini dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang ketinggalan atau menoleh ke belakang kecuali istrimu, karena sesungguhnya azab yang akan menimpa mereka itu akan menimpa istrimu pula, karena ia adalah seorang perempuan yang tidak beriman bahkan telah khianat kepada suaminya." Adapun sebabnya mereka tidak menoleh ke belakang, karena akibat menyaksikan azab itu, ia akan panik sehingga kakinya tidak akan dapat melangkah lagi dan akhirnya ditimpa oleh azab yang menyusul di belakangnya. Sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah pada waktu subuh seperti diterangkan dalam firman Allah:
فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ
Artinya:
Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit.
(Q.S. Al-Hijr: 73)
Kemudian malaikat itu memperkuat ketentuan akan turunnya azab dengan sebuah pertanyaan: "Bukankah subuh itu sudah dekat? Maka segeralah kamu bersiap-siap untuk mencari keselamatan."
82. Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,(QS. 11:82) |
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ (82)
Maka
tatkala putusan Kami telah datang untuk mengazab kaum Lut itu, Kami
jadikan negeri mereka terjungkir balik, yang di atas jatuh ke bawah dan
yang di bawah naik ke atas dan Kami hujani mereka dengan batu-batu yang
berasal dari tanah yang terbakar hangus yang jatuh kepada mereka secara
bertubi-tubi. Tentang ambruknya tanah menurut ahli pengetahuan adalah
disebabkan karena adanya uap atau gas-gas yang keluar dari dasarnya
kemudian karena adanya kekosongan di bawah lapisan bumi itu, maka
tanah-tanah yang ada di atasnya menjadi runtuh dan ambruk ke bawah.
83. yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.(QS. 11:83)
مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ (83)
Kami
menurunkan batu-batu azab itu sebelum bumi dijungkirbalikkan. Menurut
firman Allah dalam surat Az-Zariyat batu-batu itu adalah tanah liat yang
terbakar sehingga menjadi batu yang diberi tanda oleh Allah Taala
dengan nama orang-orang yang akan ditimpanya, dan batu-batu itu
dijatuhkan di tempat-tempat yang sering dilalui orang musyrik Quraisy
yang lalim ketika mereka berdagang ke negeri Syam supaya menjadi
peringatan bagi mereka agar jangan memusuhi Muhammad, supaya jangan
ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nabi Lut a.s. yang ingkar kepada
Nabinya. Memang tempat-tempat itu sering dilalui oleh mereka bila mereka
berdagang di musim panas di negeri Syam seperti diterangkan dalam
firman Allah:
وَإِنَّكُمْ لَتَمُرُّونَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِينَ
Artinya:
Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi.
(Q.S. As Saffat: 137)
وَإِنَّكُمْ لَتَمُرُّونَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِينَ
Artinya:
Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi.
(Q.S. As Saffat: 137)
84. Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka Syuaib. Ia berkata: `Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat).`(QS. 11:84)
وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلَا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ (84)
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah
mengutus Rasul-Nya kepada penduduk Madyan. Rasul Allah itu bernama
Syuaib yang dipilihnya dari kaumnya sendiri. Syuaib adalah seorang putra
keturunan dari Madyan bin Ibrahim a.s. Madyan ini membangun suatu
daerah untuk kaumnya yang terletak di Hajar dekat negeri Syam, dan
daerah yang dibangunnya ini dinamakan atas namanya, sehingga daerah itu
beserta penduduknya dan kabilahnya dikatakan Madyan. Syuaib a.s. sebagai
Rasul Allah memulai tugas dakwahnya dengan mengajak kaumnya supaya
menyembah Allah dan melarang mempersekutukan-Nya dan menyembah
berhala-berhala, patung-patung dan sebagainya, karena tiada Tuhan yang
patut disembah selain Allah Yang Maha Esa yang menciptakan seluruh alam
semesta. Kemudian Syuaib a.s. melarang kaumnya mengurangi takaran dan
timbangan sebagaimana yang mereka lakukan dalam segala macam perdagangan
dan jual beli, sebab perbuatan-perbuatan itu berarti mengambil hak-hak
orang dengan kecurangan yang sangat jahat dan keji. Larangan serupa ini
diterangkan pula dalam firman Allah:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
Artinya:
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang-orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
(Q.S. Al-Mutaffifin: 1, 2, 3)
Selanjutnya Syuaib a.s. menjelaskan kepada kaumnya, bahwa ia melihat keadaan mereka di dalam kekayaan yang cukup banyak itu, tidak perlu atau tidak patut mendorong mereka mengerjakan pekerjaan curang dalam takaran dan timbangan. Karena perbuatan itu selain dari mengambil hak orang lain dengan cara yang licik dan keji juga berarti mengingkari nikmat Allah yang telah memberinya kekayaan yang banyak kepada mereka. Semestinya mereka harus bersyukur kepada-Nya, bukan sebaliknya mereka menambah harta kekayaan dengan kecurangan-kecurangan dan kelicikan-kelicikan yang sangat dimurkai-Nya. Nabi Syuaib a.s. memperingatkan kaumnya, bahwa apabila mereka masih tetap membangkang dalam kekafiran dan terus melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tercela itu, maka ia khawatir terhadap mereka akan ditimpa oleh azab yang membinasakan mereka.
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
Artinya:
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang-orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
(Q.S. Al-Mutaffifin: 1, 2, 3)
Selanjutnya Syuaib a.s. menjelaskan kepada kaumnya, bahwa ia melihat keadaan mereka di dalam kekayaan yang cukup banyak itu, tidak perlu atau tidak patut mendorong mereka mengerjakan pekerjaan curang dalam takaran dan timbangan. Karena perbuatan itu selain dari mengambil hak orang lain dengan cara yang licik dan keji juga berarti mengingkari nikmat Allah yang telah memberinya kekayaan yang banyak kepada mereka. Semestinya mereka harus bersyukur kepada-Nya, bukan sebaliknya mereka menambah harta kekayaan dengan kecurangan-kecurangan dan kelicikan-kelicikan yang sangat dimurkai-Nya. Nabi Syuaib a.s. memperingatkan kaumnya, bahwa apabila mereka masih tetap membangkang dalam kekafiran dan terus melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tercela itu, maka ia khawatir terhadap mereka akan ditimpa oleh azab yang membinasakan mereka.
85. Dan Syuaib berkata: `Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.(QS. 11:85)
وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (85)
Pada ayat ini diterangkan bahwa Syuaib a.s.
menjelaskan kepada kaumnya tentang hal yang harus atau yang wajib mereka
lakukan dalam soal takar-menakar dan timbang-menimbang setelah lebih
dahulu melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan. Kewajiban itu
ialah supaya kaumnya menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil
tanpa kurang atau lebih dari semestinya. Bagi penjual yang sebetulnya
dilarang ialah mengurangi dari semestinya, dan tidak ada salahnya
menambah dengan sepantasnya untuk meyakinkan bahwa takaran dan timbangan
itu benar-benar sudah cukup dan tidak kurang dan cara ini adalah
terpuji, akan tetapi Syuaib a.s. mewajibkan mereka supaya berbuat adil
tanpa kurang atau lebih. Ini maksudnya supaya dalam melaksanakan takaran
dan timbangan benar-benar teliti. Setelah Nabi Syuaib a.s. melarang
kaumnya mengurangi takaran dan timbangan dan mewajibkan mereka supaya
menyempurnakannya, kemudian ia melarang mereka lagi dari segala macam
perbuatan yang sifatnya mengurangi hak-hak orang lain, hak milik
perseorangan atau orang banyak, baik jenis yang ditakar dan yang
ditimbang maupun jenis-jenis lainnya seperti yang dihitung atau yang
sudah dibatasi dengan batas-batas tertentu. Lebih jauh lagi Nabi Syuaib
a.s. melarang kaumnya berbuat apa saja yang sifatnya merusak atau
mengganggu keamanan dan ketenteraman di muka bumi, baik yang berhubungan
dengan urusan-urusan keduniaan maupun yang berhubungan dengan
keagamaan. Ayat ini mengandung hukum antara lain:
a. Wajib menyempurnakan timbangan dan takaran sebagaimana mestinya.
b. Dilarang merugikan hak-hak orang lain dengan cara dan jalan apa saja, baik hak itu milik perseorangan atau milik orang banyak seperti harta pemerintahan dan perserikatan.
c. Dilarang berbuat sesuatu yang bersifat merusak atau mengganggu keamanan dan ketenteraman di muka bumi, seperti mencopet, mencuri, merampok dan lain-lainnya.
a. Wajib menyempurnakan timbangan dan takaran sebagaimana mestinya.
b. Dilarang merugikan hak-hak orang lain dengan cara dan jalan apa saja, baik hak itu milik perseorangan atau milik orang banyak seperti harta pemerintahan dan perserikatan.
c. Dilarang berbuat sesuatu yang bersifat merusak atau mengganggu keamanan dan ketenteraman di muka bumi, seperti mencopet, mencuri, merampok dan lain-lainnya.
86. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.`(QS. 11:86) |
بَقِيَّةُ اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ (86)
Pada
ayat ini diterangkan lagi lanjutan perkataan Nabi Syuaib a.s. kepada
kaumnya dengan memberikan penjelasan bahwa keuntungan yang halal yang
tinggal bagi mereka yang telah menyempurnakan takaran dan timbangan
adalah lebih baik dari keuntungan yang haram yang mereka peroleh dengan
cara mengurangi takaran dan timbangan itu, jika mereka beriman. Karena
beriman itu benar-benar dapat membersihkan jiwa dari kotoran nafsu,
tamak dan mengisinya dengan jiwa pemurah yang murni. Tetapi jika mereka
tidak beriman, tentu tidak akan dapat merasakannya bahkan tidak ada
kebaikan baginya sama sekali. Selanjutnya Nabi Syuaib a.s. menjelaskan
kepada kaumnya, bahwa ia bukanlah orang yang ditugaskan memelihara atau
menjaga mereka dari berbuat kejahatan-kejahatan. Dia hanya sekadar
menyampaikan nasihat-nasihat dan petunjuk-petunjuk kepada mereka. Dalam
hal ini tentu tidak dapat disalahkan, jika tugasnya itu dilaksanakannya
dengan sungguh-sungguh dan disertai dengan peringatan-peringatan tentang
azab Allah kepada orang-orang yang tetap membangkang.
87. Mereka berkata: `Hai Syuaib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.`(QS. 11:87)
قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ إِنَّكَ لَأَنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ (87)
Pada ayat ini Allah menerangkan
reaksi yang dihadapi oleh Syuaib a.s. dan kaumnya sebagai bantahan atas
dua macam isi dakwahnya itu, yaitu:
Pertama: supaya mereka menyembah Allah Yang Maha Esa dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan menyembah berhala-berhala dan sebagainya.
Kedua: supaya mereka menyempurnakan takaran dan timbangan dan tidak boleh menguranginya.
Terhadap isi dakwah yang pertama, mereka membantah dengan mengatakan: "Apakah salatmu yang ditimbulkan oleh kekacauan pikiran yang tidak menentu dan perbuatan gila, itulah yang mendorong dan memerintahkanmu supaya menyuruh kami meninggalkan sembahan kami dari berhala-berhala dan patung-patung yang disembah oleh nenek moyang kami semenjak berabad-abad?" Mereka sengaja menyebutkan salat Syuaib a.s. karena ia terkenal banyak melakukan salat sehingga menjadi ejekan dengan cemoohan bagi mereka, karena mereka menyangka bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan gila dan kekacauan pikiran yang tidak menentu. Sesungguhnya Syuaib a.s. adalah nabi yang terbanyak salatnya. Apabila kaumnya melihatnya sedang melakukan salat mereka saling mengedipkan mata dan ketawa, maka salat itu adalah di antara syiar-syiar agama yang menjadi bahan tertawaan mereka.
Adapun terhadap isi dakwahnya yang kedua, mereka membantah dengan mengatakan: "Apakah salat itu yang memerintahkanmu supaya melarang dan mengekang kebebasan kami dalam memperkembangkan harta kekayaan kami menurut kepandaian dan kecerdikan dengan segala macam tipu daya sesuai dengan kemauan dan keinginan kami? Sungguh kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal." Menurut Ibnu Abbas, yang mereka sebutkan pada Syuaib a.s. itu adalah merupakan ejekan terhadapnya sedang yang mereka maksud ialah sebaliknya, yakni lawan dari dua sifat itu. Pendapat ini sesuai dan seirama dengan percakapan mereka sebelumnya yang sifat dan tujuannya adalah mengejek.
Pendapat lain mengatakan bahwa sifat penyantun lagi berakal yang mereka sebutkan kepada Syuaib a.s. itu tetap menurut artinya yang asal berdasarkan prasangka mereka semula yaitu sebelum Syuaib menyampaikan dakwahnya itu kepada mereka. Seolah-olah mereka mengatakan: "Kamu selama ini sangat penyantun lagi berakal, mengapa sekarang kamu mau menyusahkan kami?" Pendapat ini seirama dengan perkataan kaum Samud kepada Nabi Saleh a.s. yang diterangkan dalam firman Allah:
قَالُوا يَا صَالِحُ قَدْ كُنْتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَا أَنْ نَعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ
Artinya:
Kaum Samud berkata: "Hai Saleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? Dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami."
(Q.S. Hud: 62)
Pertama: supaya mereka menyembah Allah Yang Maha Esa dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan menyembah berhala-berhala dan sebagainya.
Kedua: supaya mereka menyempurnakan takaran dan timbangan dan tidak boleh menguranginya.
Terhadap isi dakwah yang pertama, mereka membantah dengan mengatakan: "Apakah salatmu yang ditimbulkan oleh kekacauan pikiran yang tidak menentu dan perbuatan gila, itulah yang mendorong dan memerintahkanmu supaya menyuruh kami meninggalkan sembahan kami dari berhala-berhala dan patung-patung yang disembah oleh nenek moyang kami semenjak berabad-abad?" Mereka sengaja menyebutkan salat Syuaib a.s. karena ia terkenal banyak melakukan salat sehingga menjadi ejekan dengan cemoohan bagi mereka, karena mereka menyangka bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan gila dan kekacauan pikiran yang tidak menentu. Sesungguhnya Syuaib a.s. adalah nabi yang terbanyak salatnya. Apabila kaumnya melihatnya sedang melakukan salat mereka saling mengedipkan mata dan ketawa, maka salat itu adalah di antara syiar-syiar agama yang menjadi bahan tertawaan mereka.
Adapun terhadap isi dakwahnya yang kedua, mereka membantah dengan mengatakan: "Apakah salat itu yang memerintahkanmu supaya melarang dan mengekang kebebasan kami dalam memperkembangkan harta kekayaan kami menurut kepandaian dan kecerdikan dengan segala macam tipu daya sesuai dengan kemauan dan keinginan kami? Sungguh kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal." Menurut Ibnu Abbas, yang mereka sebutkan pada Syuaib a.s. itu adalah merupakan ejekan terhadapnya sedang yang mereka maksud ialah sebaliknya, yakni lawan dari dua sifat itu. Pendapat ini sesuai dan seirama dengan percakapan mereka sebelumnya yang sifat dan tujuannya adalah mengejek.
Pendapat lain mengatakan bahwa sifat penyantun lagi berakal yang mereka sebutkan kepada Syuaib a.s. itu tetap menurut artinya yang asal berdasarkan prasangka mereka semula yaitu sebelum Syuaib menyampaikan dakwahnya itu kepada mereka. Seolah-olah mereka mengatakan: "Kamu selama ini sangat penyantun lagi berakal, mengapa sekarang kamu mau menyusahkan kami?" Pendapat ini seirama dengan perkataan kaum Samud kepada Nabi Saleh a.s. yang diterangkan dalam firman Allah:
قَالُوا يَا صَالِحُ قَدْ كُنْتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَا أَنْ نَعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ
Artinya:
Kaum Samud berkata: "Hai Saleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? Dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami."
(Q.S. Hud: 62)
88. Syuaib berkata: `Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika
aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku
daripada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan
aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kamu daripadanya.
Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.(QS. 11:88)
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ (88)
Pada ayat ini Allah menerangkan
jawaban Syuaib a.s. terhadap bantahan kaumnya itu dengan mengatakan:
"Hai kaumku bagaimana pikiranmu tentang persoalanku dan persoalanmu jika
aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku tentang dakwah yang
kusampaikan kepadamu itu bukan pendapatku sendiri tetapi wahyu
daripada-Nya. Ia telah menganugerahkan kepadaku bermacam-macam rezeki
yang baik. Semuanya aku peroleh dengan jalan yang halal tanpa mengurangi
takaran dan timbangan dan cara-cara yang lain yang sifatnya mengurangi
atau merugikan hak orang lain dengan cara yang tidak sah. Apa yang
kukatakan ini kepadamu sekalian adalah hasil percobaan dan pengalamanku
dalam usaha yang berhasil baik yang mengandung kebajikan dan keberkatan,
bukan sekadar berdasarkan teori atau omongan orang yang belum
berpengalaman."
Semua itu adalah bukti yang nyata dan fakta yang tidak dapat dipungkiri. Jadi, apalagi yang bisa aku katakan selain dari apa yang sudah kukatakan kepadamu sekalian yang bersumber dari wahyu Tuhanku dan sesuai pula dengan praktek pengalaman sendiri terhadap hartaku. Apakah dengan kenyataan yang demikian, aku masih pantas mengabaikan atau menyembunyikan dakwah yang diperintahkan-Nya kepadaku supaya menyampaikan kepadamu sekalian. Selanjutnya Nabi Syuaib a.s. menjelaskan kepada kaumnya dengan mengatakan: "Aku tidak bermaksud sama sekali dengan melarangmu mengurangi takaran dan timbangan dan perbuatan-perbuatan lainnya yang sifatnya mengurangi atau merugikan hak orang lain dengan jalan yang tidak halal, lalu kemudian aku sendiri mengerjakannya, tetapi aku sejak semula sebelum melarang kamu, aku telah berlaku jujur dan tidak mengerjakan penipuan dan kecurangan."
Kemudian Nabi Syuaib a.s. mengatakan bahwa ia tidak akan mendapat taufik untuk mendapat kebenaran dalam setiap langkah yang diambilnya untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu, kecuali dengan hidayah dan pertolongan Allah. Kemudian ia menyatakan lagi bahwa ia tidak punya daya dan kekuatan hanya kepada Allahlah dia bertawakkal dalam menunaikan dakwah yang disampaikannya kepada kaumnya. Dan kepada-Nyalah ia kembali dalam segala urusan di dunia ini, dan Dialah yang akan membalas semua amalnya di hari akhirat.
Semua itu adalah bukti yang nyata dan fakta yang tidak dapat dipungkiri. Jadi, apalagi yang bisa aku katakan selain dari apa yang sudah kukatakan kepadamu sekalian yang bersumber dari wahyu Tuhanku dan sesuai pula dengan praktek pengalaman sendiri terhadap hartaku. Apakah dengan kenyataan yang demikian, aku masih pantas mengabaikan atau menyembunyikan dakwah yang diperintahkan-Nya kepadaku supaya menyampaikan kepadamu sekalian. Selanjutnya Nabi Syuaib a.s. menjelaskan kepada kaumnya dengan mengatakan: "Aku tidak bermaksud sama sekali dengan melarangmu mengurangi takaran dan timbangan dan perbuatan-perbuatan lainnya yang sifatnya mengurangi atau merugikan hak orang lain dengan jalan yang tidak halal, lalu kemudian aku sendiri mengerjakannya, tetapi aku sejak semula sebelum melarang kamu, aku telah berlaku jujur dan tidak mengerjakan penipuan dan kecurangan."
Kemudian Nabi Syuaib a.s. mengatakan bahwa ia tidak akan mendapat taufik untuk mendapat kebenaran dalam setiap langkah yang diambilnya untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu, kecuali dengan hidayah dan pertolongan Allah. Kemudian ia menyatakan lagi bahwa ia tidak punya daya dan kekuatan hanya kepada Allahlah dia bertawakkal dalam menunaikan dakwah yang disampaikannya kepada kaumnya. Dan kepada-Nyalah ia kembali dalam segala urusan di dunia ini, dan Dialah yang akan membalas semua amalnya di hari akhirat.
89. Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.(QS. 11:89)
وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ (89)
Pada ayat ini diterangkan bahwa
Nabi Syuaib a.s. menjelaskan kepada kaumnya nasihat-nasihat dan
peringatan dengan mengatakan: "Hai kaumku, janganlah hendaknya
pertentangan antara aku dengan kamu, karena kamu masih tetap
mempertahankan menyembah berhala-berhala dan patung-patung dan
menganiaya hak orang lain dengan mengurangi takaran, timbangan dan
lain-lain sebagainya mendorong dan menyebabkan kamu menjadi orang-orang
yang jahat sehingga kamu ditimpa oleh azab topan yang membinasakan kamu
di dunia ini sebagaimana azab topan yang menenggelamkan kaum Nuh, atau
azab angin keras yang memusnahkan kaum Hud atau azab suara keras
mengguntur yang mematikan kaum Saleh bergelimpangan."
Kalau peristiwa-peristiwa azab yang menimpa kaum-kaum itu yang disebabkan pembangkangan mereka terhadap Allah dan Rasul-rasul-Nya yang diutus-Nya kepada mereka masing-masing, tidak dapat menjadi contoh pengajaran dan perbandingan bagimu, karena sudah agak jauh masanya atau tempatnya dari kamu, maka perhatikanlah tentang azab hujan batu yang membakar dan memusnahkan kaum Lut. Peristiwa ini tidaklah jauh masa dan tempatnya dari kamu.
Kalau peristiwa-peristiwa azab yang menimpa kaum-kaum itu yang disebabkan pembangkangan mereka terhadap Allah dan Rasul-rasul-Nya yang diutus-Nya kepada mereka masing-masing, tidak dapat menjadi contoh pengajaran dan perbandingan bagimu, karena sudah agak jauh masanya atau tempatnya dari kamu, maka perhatikanlah tentang azab hujan batu yang membakar dan memusnahkan kaum Lut. Peristiwa ini tidaklah jauh masa dan tempatnya dari kamu.
90. Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.(QS. 11:90)
وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ (90)
Pada
ayat ini diterangkan bahwa Nabi Syuaib a.s. menyuruh kaumnya supaya
memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan beriman kepada-Nya
sebagaimana mestinya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan menyembah
berhala-berhala dan patung-patung, dan tidak mengurangi takaran,
timbangan dan lain-lain perbuatan yang sifatnya mengambil hak orang lain
dengan jalan yang tidak halal. Kemudian ia menyuruh mereka supaya
tobat, yakni kembali kepada jalan yang benar dengan menaati Allah dan
larangan-Nya sebagaimana yang disampaikannya kepada mereka, karena
sesungguhnya Allah Maha Penyayang dan Pengasih terhadap hamba-Nya yang
sudah bertobat dan kembali kepada jalan yang benar dengan memberikan
ampunan dan membebaskan dari azab dunia dan akhirat.
Perintah minta ampun dan tobat secara bergandengan seperti pada ayat ini, banyak pula terdapat dalam ayat-ayat lain yang maksudnya hampir sama. Tetapi kalau perlu perintah istigfar itu ditujukan kepada orang-orang yang masih kafir, maka maksudnya bukan sekadar minta ampun tetapi supaya beriman kepada Allah sebagaimana mestinya. Adapun tobat ialah menyesali kesalahan yang diperbuat dan kembali kepada jalan yang benar. Kesalahan yang dimaksud ialah kesalahan-kesalahan yang dilakukan sesudah beriman, sebab kesalahan-kesalahan yang diperbuat di dalam kekafiran bisa hapus sendiri dengan beriman, yakni masuk Islam.
Perintah minta ampun dan tobat secara bergandengan seperti pada ayat ini, banyak pula terdapat dalam ayat-ayat lain yang maksudnya hampir sama. Tetapi kalau perlu perintah istigfar itu ditujukan kepada orang-orang yang masih kafir, maka maksudnya bukan sekadar minta ampun tetapi supaya beriman kepada Allah sebagaimana mestinya. Adapun tobat ialah menyesali kesalahan yang diperbuat dan kembali kepada jalan yang benar. Kesalahan yang dimaksud ialah kesalahan-kesalahan yang dilakukan sesudah beriman, sebab kesalahan-kesalahan yang diperbuat di dalam kekafiran bisa hapus sendiri dengan beriman, yakni masuk Islam.
Kembali ke Daftar Surah Kembali ke Surah HUUD
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=5&SuratKe=11#Top
Tidak ada komentar:
Posting Komentar