Jumat, 30 Maret 2012

Al-An'aam 101 - 120

Surah Al An'AM

<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH                           DAFTAR SURAH AL AN'AAM>>
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=6&SuratKe=6#Top
101 Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.(QS. 6:101)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 101
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (101)
Kemudian dari pada itu Allah swt. menerangkan bahwa Dialah Pencipta langit dan bumi. Dalam penciptaan jagat raya dan segala isinya, Dia tidaklah meniru dari ciptaan-ciptaan sebelumnya. Dia menciptakan dari tidak ada menjadi ada.
Dalam hal ini berarti bahwa Dia menciptakannya secara mutlak tidak memerlukan bantuan tenaga ataupun benda-benda lainnya. Oleh sebab itu bagaimana mungkin ia mempunyai anak seperti persangkaan orang-orang musyrikin. Padahal Dia tidak memerlukan istri yang dapat melahirkan anak. Dalam hal ini Allah swt. menyalahkan persangkaan orang-orang musyrikin dengan memberikan alasan-alasan yang rasional dengan maksud agar supaya mereka itu dapat menerima kebenaran. Penjelasan ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya, dalam hal ini Allah swt. membersihkan diri Nya dari tuduhan-tuduhan orang-orang musyrikin; sedang keterangan-keterangan selanjutnya menandaskan bahwa dugaan-dugaan mereka itu tidak masuk akal.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Ilmu Nya tiada dibatasi oleh ruang dan waktu. Ilmu Nya azali dan abadi. Hal ini merupakan ketetapan Allah untuk menguatkan alasan-alasan yang dikemukakan sebelumnya serta membatalkan tuduhan orang musyrikin yang tidak pada tempatnya itu.


102 (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.(QS. 6:102)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 102
ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ (102)
Sesudah itu Allah swt. menerangkan kepada orang-orang musyrikin bahwa Allah memiliki sifat-sifat seperti disebutkan dalam ayat yang lalu itulah sebenarnya Tuhan Yang wajib mereka sembah, Yang menciptakan segala sesuatu, tidak ada tuhan yang lain kecuali Dia, bukan tuhan-tuhan yang mereka ciptakan seperti berhala-berhala, atau malaikat-malaikat yang dianggap sebagai anak Tuhan; karena semuanya itu adalah makhluk ciptaan Allah yang tidak pantas diperserikatkan kepada Dia.
Di akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dialah pemelihara segala sesuatu yaitu menguasai segala urusan, mengurusi jagat raya dan isinya dengan ilmu, hikmah dan kekuasaan Nya.


103 Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.(QS. 6:103)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 103
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (103)
Sesudah itu Allah swt. menjelaskan hakikat dan keagungan diri Nya sebagai penegasan dari sifat-sifat Nya yang telah dijelaskan pada ayat yang baru lalu yaitu bahwa Allah di atas segala-galanya. Zat Nya Yang Agung itu tidak dapat dijangkau oleh indra manusia, karena indra manusia itu memang diciptakan dalam susunan yang tidak siap untuk mengindra zat Nya. Sebabnya tiada lain karena manusia itu diciptakan dari materi, dan indranya hanya menjangkau materi belaka dengan perantaraan materi pula; sedangkan Allah bukanlah materi. Maka wajarlah apabila Ia tidak dapat dijangkau oleh indra manusia.
Yang dimaksud dengan tidak dapatnya Allah dijangkau dengan indra manusia ialah selama manusia itu masih hidup dalam dunia. Akan tetapi apabila ia telah mati, ia akan dapat melihat Tuhan.
Nabi Muhammad saw. bersabda:

إنكم سترون ربكم يوم القيامة كما ترون القمر ليلة البدر وكما ترون الشمس ليس دونها سحاب
Artinya:
Sebenarnya kamu akan melihat Tuhanmu di hari kiamat seperti kamu melihat bulan di malam bulan purnama, dan seperti kamu melihat matahari di kala langit tidak berawan"
(HR Bukhari dari Jarir, Sahih Bukhari jilid IV, 283)
Allah swt. berfirman:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ(22)إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ(23)
Artinya:
Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri kepada Tuhannyalah mereka melihat.
(Q.S Al Qiyamah: 22-23)
Kemungkinan melihat Tuhan di hari kiamat, khusus bagi orang-orang mukmin sedangkan orang-orang kafir kemungkinan melihat Allah tertutup bagi mereka. Allah swt. berfirman:

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ(15)
Artinya:
"Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat Tuhan mereka)".
(Q.S Al Mutaffifin: 15)
Sebaliknya Allah swt. menegaskan bahwa Dia dapat melihat segala sesuatu yang dapat dilihat, dan basirah-Nya dapat menembus seluruh yang ada, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya, baik bentuk maupun hakikat Nya.
Di akhir ayat ini Allah swt. menegaskan lagi bahwa Zat-Nya Maha Halus, tak mungkin dijangkau oleh indra manusia apalagi hakikat-Nya dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu betapapun halusnya sesuatu itu, tak ada yang tersembunyi dari pada pengetahuan-Nya.


104 Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara (mu).(QS. 6:104)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 104
قَدْ جَاءَكُمْ بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ (104)
Setelah itu Allah swt. menjelaskan kepada kaum Muslimin bahwasanya tanda-tanda bukti kebenaran dan dalil-dalil yang kuat telah datang kepada mereka dari pada-Nya. Tanda-tanda bukti kebenaran dan dalil-dalil yang kuat itu dapat diketahui oleh mereka baik berupa tanda-tanda kekuasaan Allah di jagat raya maupun petunjuk Allah yang diberikan kepada mereka dengan perantaraan Nabi Muhammad saw. berupa wahyu. Kedua bukti itu dapat memperkuat keyakinan mereka tentang adanya Allah. Sesudah itu Allah SWT menandaskan bahwa barangsiapa yang dapat melihat kebenaran dengan jalan memperhatikan kedua bukti itu, dan meyakini adanya Allah serta melakukan amal yang baik, maka manfaat dan semuanya itu adalah untuk dirinya sendiri. Akan tetapi sebaliknya barangsiapa yang tidak mau melihat kebenaran atau berpura-pura tidak mengerti, maka akibat buruk dari sikapnya itu akan menimpa dirinya sendiri.
Allah swt. berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا
Artinya
"Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri".
(Q.S Fussilat: 46)
Di akhir ayat ini Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk mengatakan kepada kaumnya bahwa Muhammad saw sekali-kali bukanlah pemelihara mereka, yakni Nabi Muhammad sekali-kali tidak ditugaskan mengawasi amal-amal mereka dan tidak dapat membuat mereka menjadi mukmin. Dia hanyalah seorang utusan Allah yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu yang telah diterimanya. Sebenarnya yang mengawasi amal mereka ialah Allah SWT. Dia mempunyai pengawasan yang tidak terbatas terhadap semua amal mereka baik yang mereka lakukan secara terang-terangan ataupun yang mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi. Semua amal-amal itu akan diberi balasan yang setimpal.


105 Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang musyrik mengatakan: `Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab)`, dan supaya Kami menjelaskan Al quran itu kepada orang-orang yang mengetahui.(QS. 6:105)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 105
وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (105)
Kemudian daripada itu Allah SWT menerangkan bahwa Dia telah memberikan bukti-bukti kebenaran secara berulang-ulang di dalam ayat-ayat Nya dengan gaya bahasa yang beraneka ragam dengan maksud supaya dapat memberikan keyakinan yang penuh kepada sekalian kepada manusia dan untuk menghilangkan keragu-raguan, juga untuk memberikan daya tarik kepada mereka agar mereka dapat menerima kebenaran itu dengan penuh kesadaran. Lagi pula untuk memberikan alasan kepada kaum muslimin dalam menghadapi bantahan orang-orang musyrikin. Hal itu adalah karena orang-orang musyrikin mendustakan ayat-ayat Allah dengan mengatakan Nabi Muhammad saw mempelajari ayat-ayat itu dari orang lain atau menghafal berita-berita dari orang-orang yang terdahulu seperti firman Allah SWT:

فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا(5)
Artinya:
"Maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang".
(Q.S Al Furqan: 5)
Menurut seorang mufassir bernama Al Farra', Alquran mengandung ayat-ayat yang benar dan dapat diterima oleh orang-orang yang bersih hatinya dan mempunyai bakat untuk menerima ilmu pengetahuan sehingga dapat menerima kebenaran itu dengan penuh keinsafan.


106 Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.(QS. 6:106)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 106
اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ (106)
Allah swt. memerintahkan kepada Nabi saw. serta para pengikutnya agar dalam waktu menyampaikan dakwah Islamiyah, tetap berpegang pada wahyu, karena wahyu itulah yang dapat dijadikan tuntunan untuk dirinya dan kaumnya. Tujuan dari pada dakwah itu ialah untuk menyampaikan kalimat tauhid yaitu pengakuan secara mutlak bahwa tidak ada Tuhan kecuali Dia.
Kalimat tauhid itu harus diresapi dengan hati yang ikhlas, serta diamalkan dengan penuh keyakinan dan dijadikan tujuan tertinggi dari kehidupan manusia. Allah swt. memberikan penegasan kepada Nabi saw. dan kaumnya agar berpaling dari perbuatan-perbuatan orang-orang musyrikin dan tidak perlu memaksa orang-orang yang tetap bergelimang dalam kemusyrikan serta tidak mengacuhkan pada ajakan tauhid, dan tidak berkecil hati karena tuduhan-tuduhan yang dilemparkan orang-orang musyrik yaitu bahwa wahyu yang disampaikan Nabi saw. adalah dipelajarinya dari orang-orang Yahudi, karena kebenaran itu cahayanya akan cemerlang dengan sendirinya apabila diucapkan dengan lisan dan dilaksanakan dalam bentuk amal perbuatan, sedangkan kebatilan meskipun diselubungi dengan berbagai hal yang menarik, namun akhirnya akan terungkap kebusukannya.


107 Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mempersekutukan (Nya). Dan Kami tidak menjadikan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka.(QS. 6:107)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 107
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكُوا وَمَا جَعَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ (107)
Kemudian Allah swt. memberikan pernyataan bahwa andaikan Allah swt. berkehendak untuk menjadikan seluruh manusia beriman kepada-Nya niscaya tidak ada seorangpun yang musyrik.
Di dalam jiwa manusia terdapat bakat-bakat untuk menjadi mukmin dan kafir, taat dan fasik. Dan manusia telah diberi hak memilih (ikhtiar) bakat-bakat yang ada pada manusia itu dapat berkembang sesuai dengan ilmu dan amal manusia itu sendiri, yang pada saat mati memilih perbuatan mana yang harus dilakukan, bertarunglah dua macam dorongan, dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan dorongan untuk melakukan perbuatan jelek. Apabila manusia memilih perbuatan dengan mengikuti dorongan yang baik, niscaya mereka akan melihat cahaya kebenaran. Akan tetapi bila mereka mengikuti dorongan-dorongan yang jelek, niscaya mereka tenggelam dalam kegelapan. Allah swt. menegaskan bahwa Nabi saw. tidak diberi kekuasaan untuk menjadi pemelihara mereka. Nabi saw. hanyalah mengajak kepada kebaikan, maka apabila mereka tidak mau menerima ajakan itu, karena mengikuti dorongan yang jelek, tentulah ajakan itu tidak akan mereka terima, dan mereka tetap bergelimang dalam kebatilan.
Di akhir ayat ini Allah swt. menguatkan penjelasan-Nya bahwa Nabi saw tidak diutus untuk mengurusi mereka, yakni dia tidak diberi kekuasaan untuk mengurusi keadaan mereka atau tidak diutus untuk mengubah kehendak mereka di dalam menentukan pilihan mereka; hal itu adalah urusan mereka sendiri, karena mereka telah diberi hak pilih untuk menentukan nasib mereka sendiri.


108 Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.(QS. 6:108)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 108
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (108)
Sesudah itu Allah swt. melarang kaum muslimin memaki berhala yang disembah kaum musyrikin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadinya, yaitu maki-makian terhadap Allah yang melampaui batas dari pihak orang-orang musyrikin, karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui sifat-sifat Allah swt. dan sebutan-sebutan yang seharusnya diucapkan untuk-Nya. Maka bisa terjadi mereka memaki-maki Allah dengan kata-kata yang menyebabkan kemarahan orang-orang mukmin. Dan ayat ini dapat diambil pengertian bahwa sesuatu perbuatan apabila dipergunakan untuk terwujudnya perbuatan lain yang maksiat, maka seharusnyalah ditinggalkan, dan segala perbuatan yang menimbulkan akibat buruk, maka perbuatan itu terlarang. Dan ayat ini memberikan isyarat pula kepada adanya larangan bagi kaum Muslimin bahwa mereka tidak boleh melakukan sesuatu yang menyebabkan orang-orang kafir tambah menjauhi kebenaran. Memaki-maki berhala sebenarnya adalah memaki-maki benda mati. Oleh sebab itu memaki berhala itu adalah tidak dosa. Akan tetapi karena memaki berhala itu menyebabkan orang-orang musyrik merasa tersinggung dan marah, yang akhirnya mereka akan membalas dengan memaki-maki Allah, maka terlaranglah perbuatan itu.
Allah swt. memberikan penjelasan bahwa Dia menjadikan setiap umat menganggap baik perbuatan mereka sendiri. Hal ini berarti bahwa ukuran baik dun tidaknya sesuatu perbuatan atau kebiasaan, adakalanya timbul dari penilaian manusia sendiri, apakah itu merupakan perbuatan atau kebiasaan yang turun temurun ataupun perbuatan serta kebiasaan yang baru saja timbul, seperti tersinggungnya perasaan orang-orang musyrik apabila ada orang-orang yang memaki berhala-berhala mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran untuk menilai perbuatan atau kebiasaan itu baik atau buruk, adalah termasuk persoalan yang ikhtiyari. Hanya saja di samping itu Allah swt. telah memberikan naluri pada diri manusia untuk menilai perbuatan dan kebiasaan itu, apakah perbuatan dan kebiasaan itu termasuk baik ataukah buruk. Sedangkan tugas-tugas Rasul adalah menyampaikan wahyu yang membimbing dan mengarahkan bakat-bakat itu untuk berkembang sebagaimana mestinya ke jalan yang benar agar mereka dapat menilai perbuatan serta kebiasaan itu dengan penilaian yang benar.
Pada akhir ayat ini Allah swt. memberikan penjelasan bahwa manusia keseluruhannya akan kembali kepada Allah setelah mereka mati, yaitu pada hari berbangkit; karena Dialah Tuhan yang sebenarnya dan Dia akan memberitakan seluruh perbuatan yang mereka lakukan di dunia, dan akan memberikan balasan yang setimpal.
Mengenai sebab turunnya ayat ini diceritakan sebagai berikut: Pada suatu ketika orang-orang Islam memaki-maki berhala, sesembahan orang-orang kafir, kemudian mereka dilarang dari memaki-maki itu. (Riwayat Abdurrazak dari Qatadah))
Menurut keterangan Az Zajjaj bahwasanya orang-orang Islam dilarang melaknati berhala-berhala yang disembah orang-orang musyrik.


109 Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: `Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah`. Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman.(QS. 6:109)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 109
وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا قُلْ إِنَّمَا الْآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ (109)
Kemudian dari pada itu Allah swt. menjelaskan bahwa orang-orang musyrik bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan bahwa seandainya Nabi saw. dapat mendatangkan mukjizat seperti yang mereka harapkan, niscaya mereka akan percaya bahwa ayat-ayat yang diterima Nabi saw itu benar-benar datang dari Allah dan mereka akan mengakui bahwa Muhammad saw. adalah utusan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa keingkaran mereka kepada ayat-ayat Allah telah memuncak. Mereka sebenarnya tidak sanggup memahami bukti-bukti kebenaran yang terkandung dalam ayat-ayat yang diterima oleh Nabi saw. kemudian mereka mengusulkan agar diturunkan tanda-tanda kebenaran yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanyalah mencari-cari persoalan untuk menjatuhkan pribadi Nabi saw. dengan jalan meminta turunnya mukjizat, padahal mukjizat-mukjizat itu diberikan berdasarkan izin Allah dan-kebijaksanaan-Nya, tidak tergantung pada kehendak serta kemauan seseorang.
Kemudian Allah swt. memerintahkan kepada Nabi saw. bahwa sesungguhnya ayat-ayat itu datang dari Allah swt. semata, jadi kekuasaan menurunkan wahyu itu tidak di tangan Muhammad saw. melainkan di tangan Allah yang diberikan menurut kehendak Nya.
Allah swt. berfirman:
وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
Artinya
"Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat atau mukjizat melainkan dengan seizin Allah".
(Q.S Ar Ra'd: 38)
Sesudah itu Allah menjelaskan kepada kaum Muslimin yang mengharapkan datangnya mukjizat kepada Nabi saw. untuk memenuhi permintaan orang-orang kafir itu bahwa meskipun diturunkan mukjizat sesuai dengan permintaan mereka, merekapun takkan beriman. Oleh sebab itu orang Islam tidak perlu menghiraukan tuntutan mereka itu.


110 Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.(QS. 6:110)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 110
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (110)
Sesudah itu Allah swt. memberikan penjelasan kepada kaum Muslimin bahwa mereka tidak mengetahui bahwa Allah swt. kuasa untuk memalingkan hati dan penglihatan orang-orang musyrik; maka sebagaimana mereka tidak beriman sebelum mereka meminta mukjizat itu, begitu jugalah mereka tidak mau beriman sesudah datangnya mukjizat, karena hati mereka telah dipalingkan dari kebenaran.
Allah swt. berfirman:

وَلَوْ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ(14)لَقَالُوا إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَسْحُورُونَ(15)
Artinya:
Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir".
(Q.S Al Hijr: 14-15)
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Allah akan membiarkan mereka memperturutkan hati mereka bergelimang dalam kekafiran dan kemaksiatan. Hati mereka diliputi oleh kebingungan dan keragu-raguan terhadap ayat-ayat yang mereka dengar. Mereka tidak dapat membedakan antara kebenaran dan tipuan. Mereka dibiarkan dalam kegelapan dan kesesatan yang nyata!


111 Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.(QS. 6:111)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 111
وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ (111)
Pada ayat ini Allah menerangkan kepada kaum Muslimin, jika sekiranya Allah menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka sehingga mereka dapat melihatnya dengan mata kepala sendiri dan dapat mendengarnya dengan telinga mereka sendiri tentang kesaksian para malaikat bahwa Muhammad itu betul-betul utusan Allah, sekiranya orang-orang yang telah mati dihidupkan kembali dapat berbicara dengan mereka tentang kebenaran Nabi Muhammad saw. dan sekiranya pula segala sesuatu dari keterangan-keterangan dan mukjizat itu dikumpulkan kepada mereka, niscaya mereka tidak juga akan beriman, sebagaimana mereka nyatakan dalam sumpah mereka. Mereka memandang tanda-tanda itu bukan dengan pandangan orang yang mencari petunjuk, melainkan mereka memandangnya dengan permusuhan, sehingga apa saja yang mereka saksikan selalu mereka anggap hanya sebagai sihir, atau hanya semata-mata untuk mengelabui pikiran mereka. Jika Allah menghendaki mereka beriman, tentulah hati mereka akan terbuka untuk beriman dengan cara yang sungguh-sungguh. Mereka tidak mengetahui bahwa iman tersebut tidak perlu disangkut-pautkan dengan melihat tanda-tanda kebenaran, sebab telah menjadi Sunnatullah bahwa soal keimanan itu adalah semata-mata anugerah dari Allah Taala. Walaupun kepada orang-orang musyrikin itu telah diperlihatkan tanda- tanda kebenaran Nabi Muhammad saw. maka hal itu tidaklah memastikan bahwa mereka benar-benar akan beriman, sebab datangnya keimanan itu bukanlah dengan paksaan, melainkan semata-mata karena karunia, taufik, dan hidayah dari Allah Taala sendiri.
Menurut keterangan Ibnu `Abbas, ada lima orang pembesar Quraisy sengaja datang kepada Rasulullah saw. bersama khalayak ramai, lalu mereka berkata: Hai Muhammad, perlihatkanlah kepada kami malaikat-malaikat yang memberikan persaksian bahwa engkau benar-benar utusan Allah; atau bangkitkanlah beberapa orang yang telah mati di antara kami sehingga kami dapat bertanya kepada mereka, apakah ucapanmu itu benar atau dusta; atau datangkanlah kepada kami Allah, Tuhanmu, beserta para malaikat-malaikat Nya sehingga dapat berhadap-hadapan dengan kami" Maka turunlah ayat ini.
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa watak orang-orang kafir itu tidak diketahui oleh kebanyakan kaum Muslimin sehingga mereka meminta juga kepada Nabi Muhammad saw. untuk memperlihatkan mukjizatnya, dengan harapan supaya orang-orang kafir itu beriman.


112 Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.(QS. 6:112)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 112
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (112)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan, bahwa kaum Muslimin menghadapi permusuhan dari pada orang-orang musyrikin, maka demikian pulalah Allah menjadikan bagi tiap-tiap Nabi musuh-musuh yang terdiri dari setan-setan baik dari jenis manusia maupun dari jenis jin. Menurut keterangan Mujahid, Qatadah dan Hasan, di antara jin dan manusia itu ada yang menjadi setan-setan. Pendapat ini diperkuat pula oleh Abu Zar yang ditanya oleh Nabi Muhammad saw: "Wahai Abu Zar apakah kamu telah memohon perlindungan kepada Allah, daripada kejahatan-kejahatan setan yang berasal dari jin dan manusia?" Lalu Abu Zar bertanya, "Ya Rasulullah, adakan pula setan-setan dari manusia?" Dijawab oleh Nabi Muhammad saw: "Ya, benar-benar ada. Perhatikanlah surat Al Baqarah ayat 14, yang artinya: Dan apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka, maka mereka berkata Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu".
Setan-setan itu adalah musuh bagi Nabi-nabi dan bagi para ulama yang menjadi pewaris Nabi-nabi; juga bagi setiap mubalig yang menyiarkan agama Allah. Setiap kali timbul hal yang bertentangan, pastilah yang satu akan mengalahkan yang lain, yaitu yang kuat tentu menghancurkan yang lemah dan termasuk Sunnatullah, yaitu bahwa kesudahan yang baik dan kemenangan terakhir tentu berada di pihak golongan yang benar. Bila mana turun hujan deras akan menimbulkan banjir, maka ia akan menimbulkan buih yang banyak sekali di atas permukaan air. Buih itu bilamana ditiup oleh angin, segera lenyap menghilang sehingga tinggallah hanya airnya saja yang tetap di bumi. Demikian pula kehidupan di dunia ini penuh dengan penuangan; dan seorang pejuang tidak dapat memelihara kedudukannya kecuali dengan kegigihan dan kesabaran. Demikian pula amal-amal yang diterima Allah di akhirat kelak hanyalah amal-amal yang dikerjakan dengan baik. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah sebagai berikut:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ(214)
Artinya:
Apakah kamu mengira, bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang padamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat".
(Q.S Al Baqarah: 214)
Setan-setan yang menjadi musuh Nabi-nabi itu berusaha dengan jalan membisikkan kepada orang yang digodanya perkataan yang indah-indah untuk menipu mereka, dan mengelabui penglihatan mereka sehingga dengan tidak mereka sadari tergelincir dan jalan yang benar.
Telah terbukti dengan nyata tipu muslihat setan itu pada peristiwa yang dialami oleh Nabi Adam as, dan Siti Hawa. Setan bersumpah dengan halus dan menggambarkan kepada Adam bahwa bila Adam dan istrinya memakan buah khuldi, maka ia akan tetap tinggal di surga untuk selama-lamanya. Demikian pula, setan itu membisikkan kepada orang-orang yang terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan. Setan tersebut membisikkan agar mereka menggunakan kesempatan untuk hidup bebas merdeka di dunia ini menikmati segala kelezatan hidup, karena mereka tidak perlu takut pada siksaan Allah, karena Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Sekiranya Allah menghendaki supaya setan-setan itu tidak dapat menipu manusia, tentulah mereka tidak dapat berbuat sesuatu apapun. Tetapi Allah Taala memberi keleluasaan kepada manusia untuk memilih apa yang akan mereka kerjakan menurut petunjuk akalnya yang sehat dan memilih jalan yang akan ditempuhnya, jalan yang benar atau jalan yang sesat. Karena itu, Nabi disuruh supaya meninggalkan dan tidak menghiraukan mereka, sebab nantipun di akhirat mereka harus mempertanggungjawabkan segala tingkah-laku mereka selama di dunia.


113 Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan.(QS. 6:113)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 113
وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ (113)
Setan-setan itu membisikkan ucapan-ucapan yang penuh berisi tipuan kepada orang-orang yang akan disesatkannya agar mereka tidak beriman kepada adanya kehidupan akhirat dan supaya mereka cenderung kepada bisikan-bisikannya itu dan supaya mereka tertarik untuk mengikuti apa yang dikerjakan. Adapun orang-orang yang memperhatikan setiap akibat dan perbuatannya pasti tidak akan tertipu oleh bisikan-bisikan setan, walaupun setan-setan itu berusaha keras untuk mempengaruhi mereka supaya mengerjakan perbuatan yang jahat.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al An'aam 113
وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ (113)
(Dan juga agar mau mendengar) diathafkan kepada Lafal ghuruuran; artinya agar mau cenderung (kepada bisikan itu) yakni godaan tersebut (hati kecil) hati sanubari (orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat dan agar mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mau mengerjakan) (apa yang setan-setan itu kerjakan) yaitu berupa perbuatan-perbuatan dosa sehingga mereka mendapat siksaan karenanya.


114 Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.(QS. 6:114)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 114
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (114)
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan, bahwa Nabi Muhammad saw menyatakan sikapnya tentang hukum-hukum Allah dengan bentuk pertanyaan, supaya lebih membangkitkan perhatian. Beliau mengatakan: "Apakah patut aku mencari hakim selain Allah untuk menetapkan sesuatu, padahal Allah telah menurunkan kepadamu Alquran! secara terperinci, mencakup bidang akidah, hukum-hukum syariat, dan lain-lainnya.
Sebenarnya Alquran telah cukup menjadi bukti yang nyata atas kenabian Muhammad, karena sudah pasti bahwa Alquran ini bukan karangannya sendiri, melainkan semata-mata wahyu dari Allah Taala. Nabi Muhammad saw sudah hidup bergaul dengan kaumnya sekitar 40 tahun lamanya, sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan belum pernah dalam masa itu beliau mengucapkan keterangan-keterangan tentang alam gaib dan tentang kitab Rasul-rasul yang sebelumnya. Orang-orang musyrikin Quraisy menuntut kepada Nabi Muhammad saw supaya beliau mendatangkan mukjizat yang menjadi saksi atas kebenarannya, padahal kepada mereka telah diperlihatkan mukjizat yang paling besar, yaitu kitab suci Alquran yang banyak mengandung banyak ilmu pengetahuan dengan susunan kata-kata yang tidak mungkin ditiru oleh siapapun juga. Hal itu cukup menjadi dalil, bahwa Allah SWT telah mensahkan kenabiannya, bukan dengan perantaraan Alquran saja bahkan juga dengan kitab-kitab Taurat dan Injil, karena kedua kitab tersebut mengandung keterangan-keterangan yang jelas, yang menunjukkan bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul, kemudian diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani bersama-sama mengetahui Alquran itu diturunkan dari Tuhan! Oleh karenanya Allah memerintahkan supaya kaum Muslimin jangan sekali-kali merasa ragu tentang kebenaran Alquran itu.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah diberi kitab Taurat dan Injil, telah mengenal Nabi Muhammad itu seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri, hanya saja mereka menyembunyikan kebenaran itu dan tidak mau menerimanya, karena mereka dihalangi oleh rasa hasad dan dengki, sebab Nabi Muhammad bukan dari turunan Bani Israel.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al An'aam 114
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (114)
Ayat ini diturunkan tatkala mereka meminta kepada Nabi saw. agar menjadikan seorang hakim yang melerai antara dia dan mereka; katakanlah: (Maka patutkah aku meminta kepada selain Allah) aku mencari (sebagai hakim) yang melerai antara aku dan kamu (padahal Dialah yang telah menurunkan Alkitab kepadamu) yakni Alquran (dengan terinci) di dalamnya terkandung penjelasan yang memisahkan antara perkara yang hak dengan perkara yang batil. (Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka) yaitu kitab Taurat seperti Abdullah bin Salam dan teman-temannya (mereka mengetahui bahwa Alquran itu diturunkan) dengan dibaca takhfif dan dibaca tasydid (dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang ragu-ragu) sehingga menjadi orang-orang yang bimbang terhadap Alquran. Yang dimaksud dengan pernyataan ini adalah sebagai bukti kepada orang-orang kafir bahwa sesungguhnya Alquran itu adalah benar.


115 Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al quran), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. 6:115)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 115
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (115)
Kalimat-kalimat Alquran yang berisi kebenaran dan keadilan telah sempurna. Kalimat-kalimat itu antara lain berisi janji Allah akan menolong Muhammad saw dan pengikut-pengikutnya, sehingga memperoleh kemenangan dan kejayaan; juga mengancam orang-orang yang mencemoohkan Alquran, bahwa mereka akan dihinakan dan dibinasakan. Kalimat itu dijelaskan dalam firman Allah pada ayat yang lain:

وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ(171)إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ(172)وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ(173)
Artinya:
"Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi Rasul (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang".
(Q.S As Saffat: 171-173)
Kalimat-kalimat itu sempurna, karena sesuai dengan fakta kenyataan yang disaksikan dalam sejarah tentang kemenangan Nabi-nabi, dan dihancurkan sekalian musuh-musuhnya dan tidak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat Allah. Janji Allah tak dapat dirubah lagi dan pasti Dia akan memberikan pertolongan kepada Rasul-rasul dan pengikut-pengikutnya, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui segala ucapan mereka yang berkhianat itu dan mengetahui pula isi hati mereka dan segala dosa yang mereka perbuat.


116 Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).(QS. 6:116)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 116
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ (116)
Jika kaum Muslimin menuruti kemauan kebanyakan orang yang bukan Islam yang berada di muka bumi, niscaya mereka menyesatkan kaum Muslimin dari jalan Allah, dengan tindakan-tindakan Allah yang telah diturunkan kepada Muhammad saw. Mereka pasti menyesatkan kaum Muslimin dari jalan yang benar. Oleh karena itu Allah melarang keras mengikuti hukum-hukum selain yang diturunkan oleh Allah Taala sendiri. Larangan itu diperkuat oleh kenyataan bahwa kaum musyrikin itu hanya mengikuti sekadar sangkaan belaka dalam akidah perbuatan mereka. Mereka hanya mengikuti ajakan-ajakan hawa nafsu dan mereka selalu berdusta terhadap Allah. Tidak ada alasan bagi mereka yang mengucapkan kata-kata dusta terhadap Allah, misalnya pernyataan bahwa Allah mempunyai anak, atau menghalalkan memakan bangkai dan binatang yang diperuntukkan bagi berhala.
Sejarah telah membuktikan tentang timbulnya kesesatan dan sebagian besar penghuni dunia karena mengikuti hawa nafsu dan purbasangka. Ahli Kitab telah meninggalkan petunjuk Nabi-nabinya dan tersesat jauh sekali dari kebenaran. Demikian pula orang-orang penyembah berhala yang tindak tanduknya lebih jauh lagi dari petunjuk Nabi-nabi itu. Nabi Muhammad saw diberi tahu oleh Allah tentang keadaan umat-umat yang terdahulu itu dan ini membuktikan kebenaran beliau sebagai Rasul. Karena mengetahui keadaan umat-umat terdahulu, padahal beliau belum pernah mempelajari sejarah.


117 Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. 6:117)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 117
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (117)
Sesungguhnya Allah Taala-lah yang telah memberi petunjuk kepada Muhammad saw dan menurunkan wahyu kepadanya. Allah lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan agama Nya dan siapa pula orang-orang yang mendapat pimpinan ke jalan yang lurus. Oleh sebab itu wajiblah kaum Muslimin selalu berpedoman kepada hukum-hukum yang telah diterangkan dalam Alquran dan menjauhkan diri dari pada segala macam penyelewengan dan melakukan apa yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah, karena mengikuti kemauan orang-orang yang telah sesat yang telah diperkuda oleh hawa nafsunya, sehingga mereka tidak mengetahui lagi mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk.


118 Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.(QS. 6:118)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 118
فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ (118)
Pada ayat ini Allah SWT membolehkan kaum Muslimin memakan sembelihan-sembelihan yang menyebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika mereka benar-benar beriman kepada ayat-ayat Allah. Orang-orang musyrikin dan golongan-golongan lainnya telah menjadikan sembelihan itu sebagai satu ibadat dalam rangka peribadatannya. Mereka mengikut sertakan pokok-pokok akidah dalam upacara penyembelihan itu. Mereka biasa melaksanakan penyembelihan itu untuk mendekatkan diri kepada berhala berhalanya dan kepada pemimpin-pemimpinnya yang didewa-dewakan. Mereka suka menyebut nama berhala yang disanjungnya itu ketika menyembelih binatang dan perbuatan yang semacam ini termasuk mempersekutukan Allah, jangan sekali-kali ditiru oleh kaum muslimin. Setiap penyembelihan harus ditujukan semata-mata karena Allah. Oleh sebab itu kaum Muslimin dilarang memakan sembelihan kaum musyrikin itu karena jelas sembelihan itu berdasarkan kemusyrikan dengan menyebut nama-nama berhala yang mereka puja dan mereka agungkan itu.


119 Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.(QS. 6:119)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 119
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ (119)
Apa halangannya bagi kaum Muslimin untuk tidak mau memakan binatang yang halal yang tidak menyebut nama Allah ketika menyembelihnya? Hal itu karena Allah telah menjelaskan kepada mereka apa yang diharamkan kepada mereka, sebagaimana firman Allah:

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(145)
Artinya:
"Katakanlah tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan padaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semuanya itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah, barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
(Q.S Al An'am: 145)
Tetapi Allah memberikan kelonggaran kepada kaum Muslimin untuk memakan makanan yang diharamkan jika dalam keadaan terpaksa. Di dalam Islam ada sebuah kaidah yang isinya demikian: "Keadaan darurat (memaksa) membolehkan memakan apa yang diharamkan".
Tindakan sebagian besar dari pada manusia itu memang tindakan yang salah lagi menyesatkan dengan cara penyembelihan yang mereka buat, sehingga orang-orang tersebut telah terperosok ke dalam kemusyrikan, dan juga jauh dari jalan yang benar, yaitu kepercayaan tauhid yang dibawa para Nabi dan Rasul rasul yang diutus Allah untuk umat dan manusia seluruhnya.
Sejarah tentang penyembahan berhala itu telah dikenal pada masa Nabi Nuh. Di antara umat Nabi Nuh terdapat beberapa pemimpin yang saleh. Setelah mereka mati, didirikanlah oleh pengikut-pengikutnya beberapa patung untuk mengenang jasa-jasanya guna mereka jadikan suri teladan yang baik. Lama kelamaan para pengikutnya tersebut melampaui batas, sehingga mereka memberikan penghormatan kepada patung-patung itu. Mereka melampaui batas lebih jauh lagi, sampai mereka memohon berkah dari pada patung-patung itu. Keadaan ini berlangsung terus, generasi demi generasi, dan akhirnya menjalar umat yang lainnya. Allah-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang melampaui batas itu.


120 Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.(QS. 6:120)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 120
وَذَرُوا ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ الْإِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ (120)
Allah melarang kaum Muslimin untuk berbuat dosa yang nampak maupun yang tersembunyi. Dosa-dosa yang nampak ialah yang dilakukan oleh manusia dengan mempergunakan anggota badannya sedang dosa-dosa yang tersembunyi ialah yang dilakukan oleh hatinya, sebagai misal menyombongkan diri, merencanakan kejahatan dan penipuan kepada manusia. Allah menyatakan dengan tegas, bahwa semua dosa harus ditinggalkan, baik yang nampak maupun yang tersembunyi dan Allah memberikan ancaman bahwa siapa saja yang berbuat dosa akan ditimpa siksaan yang berat, sebagai akibat dari pada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya, dengan sengaja dan terang-terangan. Adapun orang-orang yang berbuat dosa dan kejahatan karena kebodohan, kemudian mereka berhenti dari padanya dengan melaksanakan tobat yang sungguh-sungguh, maka terhadap mereka itu Allah SWT akan memberi ampun dan menghapus bekas dosa-dosanya dari hatinya, karena mereka suka berbuat kebaikan sebagai tanda bukti daripada tobatnya. Sebenarnya setiap kebaikan dapat menghilangkan kejahatan, sebagaimana di jelaskan firman Allah:

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
Artinya:
"Sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan yang buruk".
(Q.S Hud: 114)




<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH                           DAFTAR SURAH AL AN'AAM>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar