<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH DAFTAR SURAH AL -A'RAAF>>
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=10&SuratKe=7#Top
181 Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.(QS. 7:181)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 181
وَمِمَّنْ خَلَقْنَا أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ (181)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dia menciptakan juga suatu umat yang besar jumlahnya untuk menempati surga. Mereka terdiri atas umat-umat dan suku-suku yang berjuang untuk membimbing manusia ke jalan yang benar serta mendidik mereka berpendirian teguh. Mereka menegakkan keadilan dan kebenaran yang telah ditetapkan Allah swt. dan tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali jalan Allah itu. Mereka inilah umat Nabi Muhammad saw.
Berkata Rasulullah saw. berhubungan dengan ayat ini: وَمِمَّنْ خَلَقْنَا أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ (181)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dia menciptakan juga suatu umat yang besar jumlahnya untuk menempati surga. Mereka terdiri atas umat-umat dan suku-suku yang berjuang untuk membimbing manusia ke jalan yang benar serta mendidik mereka berpendirian teguh. Mereka menegakkan keadilan dan kebenaran yang telah ditetapkan Allah swt. dan tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali jalan Allah itu. Mereka inilah umat Nabi Muhammad saw.
هذه أمتي بالحق يحكمون ويأخذون ويعطون
Artinya:
Inilah umatku dengan kebenaran mereka memerintah, menetapkan keputusan-keputusan, mengambil (hak mereka) dan memberikan (hak orang lain).
(H.R Bukhari dan Muslim dalam Sahihain)
Berkata lagi Rasulullah saw.:
لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى تقوم الساعة
Artinya:
Senantiasa ada segolongan umatku yang menegakkan kebenaran, siapa yang menghina mereka dan menentang mereka tidaklah dapat menyusahkan mereka sehingga hari kiamat.
(H.R Jair, Ibnu Munzir, Abu Syaikh, dari Ibnu Juraij)
Dari hadis-hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ijmak ulama menjadi hujah pada setiap masa, dan pada tiap masa itu pasti ada orang-orang yang ahli ijtihad.
182 Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.(QS. 7:182)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 182
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ (182)
Kemudian Allah swt. menerangkan dalam ayat ini, bahwa mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah seperti orang-orang Quarisy yang menentang dakwah Muhammad saw., tentu akan menerima hukuman Allah swt. secara berangsur-angsur tanpa menyadari akibat kesesatan mereka itu. Hal demikian disebabkan mereka tidak memahami sunah Allah dalam pertumbuhan manusia, bahwa pertarungan antara yang hak dengan yang batil, antara yang benar dengan yang salah, tentulah yang hak akan memperoleh kemenangan. Apa yang bermanfaat bagi manusia mengalahkan apa yang memudaratkan mereka.
Allah berfirman:
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ
Artinya:
Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta-merta yang batil itu lenyap.
(Q.S Al Anbiya': 18)
Dan lagi Allah swt. berfirman:
فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
Artinya:
Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.
(Q.S Ar Ra'd: 17)
Peringatan Allah swt. kepada mereka yang menentang dan mendustakan kerasulan Muhammad saw., yaitu mereka akan dibawa kepada kebinasaan secara istidraj berangsur-angsur telah terbukti kebenarannya. Orang-orang kafir Quraisy yang sangat keras memusuhi Nabi Muhammad saw. sahabat-sahabatnya telah mengalami kekalahan dalam peperangan demi peperangan dalam menghadapi kaum muslimin. Orang-orang Quraisy tertipu oleh kebesaran dan kekuatannya sendiri. Meskipun mereka selalu mengalami kekalahan, namun mereka tidak menyadari bahwa mereka berangsur-angsur menuju kehancuran.
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ (182)
Kemudian Allah swt. menerangkan dalam ayat ini, bahwa mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah seperti orang-orang Quarisy yang menentang dakwah Muhammad saw., tentu akan menerima hukuman Allah swt. secara berangsur-angsur tanpa menyadari akibat kesesatan mereka itu. Hal demikian disebabkan mereka tidak memahami sunah Allah dalam pertumbuhan manusia, bahwa pertarungan antara yang hak dengan yang batil, antara yang benar dengan yang salah, tentulah yang hak akan memperoleh kemenangan. Apa yang bermanfaat bagi manusia mengalahkan apa yang memudaratkan mereka.
Allah berfirman:
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ
Artinya:
Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta-merta yang batil itu lenyap.
(Q.S Al Anbiya': 18)
Dan lagi Allah swt. berfirman:
فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
Artinya:
Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.
(Q.S Ar Ra'd: 17)
Peringatan Allah swt. kepada mereka yang menentang dan mendustakan kerasulan Muhammad saw., yaitu mereka akan dibawa kepada kebinasaan secara istidraj berangsur-angsur telah terbukti kebenarannya. Orang-orang kafir Quraisy yang sangat keras memusuhi Nabi Muhammad saw. sahabat-sahabatnya telah mengalami kekalahan dalam peperangan demi peperangan dalam menghadapi kaum muslimin. Orang-orang Quraisy tertipu oleh kebesaran dan kekuatannya sendiri. Meskipun mereka selalu mengalami kekalahan, namun mereka tidak menyadari bahwa mereka berangsur-angsur menuju kehancuran.
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 183
وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ (183)
Dalam ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa orang-orang yang mendustakan itu berkepanjangan menerima azab. Karena Allah swt. membiarkan mereka berumur panjang, hidup makmur, pandai berperang, bukanlah lantaran Allah kasih kepada mereka, tetapi sebagai tipu muslihat terhadap mereka. Dengan kemewahan dan kekuatan yang mereka miliki, mereka berlarut-larut dalam kezaliman, mereka tidak memiliki norma moral, kecuali norma-norma yang sesuai dengan hawa nafsu mereka. Mereka adalah orang-orang yang mendustakan agama, dan orang-orang yang kafir terhadap Allah swt. Dalam sejarah umat manusia, baik orang seorang atau sebagai bangsa jika berlaku zalim dan aniaya, tentulah akhir dari kezaliman itu kehancuran bagi mereka sendiri.
Allah swt. berfirman:
فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ(54)أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ(55)نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ(56)
Artinya:
Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Bukan begitu tetapi mereka tidak sadar.
(Q.S Al Mu'minun: 54,55,56)
Rasulullah saw. bersabda:
إن الله يملى للظالمين حتى إذا أخذه لم يفلته
Artinya:
Sesungguhnya Allah swt. memberi tangguh (tidak segera menimpakan azab) bagi orang yang zalim, tetapi bilamana Allah swt. akan mengazabnya, niscaya Allah tidak membiarkan orang zalim itu terlepas dari azab-Nya.
(H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Musa)
وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ (183)
Dalam ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa orang-orang yang mendustakan itu berkepanjangan menerima azab. Karena Allah swt. membiarkan mereka berumur panjang, hidup makmur, pandai berperang, bukanlah lantaran Allah kasih kepada mereka, tetapi sebagai tipu muslihat terhadap mereka. Dengan kemewahan dan kekuatan yang mereka miliki, mereka berlarut-larut dalam kezaliman, mereka tidak memiliki norma moral, kecuali norma-norma yang sesuai dengan hawa nafsu mereka. Mereka adalah orang-orang yang mendustakan agama, dan orang-orang yang kafir terhadap Allah swt. Dalam sejarah umat manusia, baik orang seorang atau sebagai bangsa jika berlaku zalim dan aniaya, tentulah akhir dari kezaliman itu kehancuran bagi mereka sendiri.
Allah swt. berfirman:
فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ(54)أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ(55)نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ(56)
Artinya:
Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Bukan begitu tetapi mereka tidak sadar.
(Q.S Al Mu'minun: 54,55,56)
Rasulullah saw. bersabda:
إن الله يملى للظالمين حتى إذا أخذه لم يفلته
Artinya:
Sesungguhnya Allah swt. memberi tangguh (tidak segera menimpakan azab) bagi orang yang zalim, tetapi bilamana Allah swt. akan mengazabnya, niscaya Allah tidak membiarkan orang zalim itu terlepas dari azab-Nya.
(H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Musa)
184 Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.(QS. 7:184)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 184
أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِهِمْ مِنْ جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ (184)
Kemudian Allah swt. dalam ayat ini mencela sikap orang-orang Quraisy yang mendustakan Nabi Muhammad saw. dan tidak merenungkan kenyataan-kenyataan riwayat Nabi sendiri. Bahkan karena kejujurannya beliau diberi gelar "Al-Amin" (orang yang dipercaya) oleh mereka sendiri. Mengapa mereka tidak merenungkan pula inti dakwahnya sebagai bukti kerasulannya dan ayat-ayat Alquran yang menetapkan keesaan dan kekuasaan Allah swt.
Sekiranya mereka bersedia merenungkan hal yang demikian, tentulah tampak bagi mereka kebenaran, dan tidaklah keluar dari mulut mereka tuduhan bahwa Nabi Muhammad itu orang gila. Dia adalah sahabat mereka semenjak kecil, sedikit pun tidak ada tanda-tanda gila padanya sebagaimana mereka saksikan sendiri dalam perkembangan hidupnya. Allah swt. menceritakan dalam Alquran tentang tuduhan mereka itu dengan firman-Nya:
أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ أَمْ جَاءَهُمْ مَا لَمْ يَأْتِ ءَابَاءَهُمُ الْأَوَّلِينَ(68)أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ(69)أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ(70)
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu? Atau apakah mereka tidak mengenal Rasul mereka karena itu mereka memungkirinya? Atau (apakah patut) mereka berkata: "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila." Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran.
(Q.S Al Mu'minun: 68,69,70)
Firman Allah swt.:
وَقَالُوا يَاأَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
Artinya:
Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Alquran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila."
(Q.S Al Hijr: 6)
Tuduhan gila kepada Nabi Muhammad saw. oleh orang kafir Mekah itu sebenarnya adalah menjadi kebiasaan umumnya orang-orang kafir zaman dahulu kepada nabi-nabi mereka, seperti Nabi Nuh, Nabi Musa dan lain-lainnya.
Firman Allah swt.:
كَذَلِكَ مَا أَتَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ
Artinya:
Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka melainkan mereka mengatakan: "Ia adalah tukang sihir atau orang gila."
(Q.S Az Zariyat: 52)
Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. bukanlah orang gila tetapi beliau adalah seorang rasul, seorang yang menyampaikan peringatan kepada manusia tentang azab dan penderitaan yang akan mereka alami jika ingkar kepada Allah swt. dan menolak agama-Nya. Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang menasihatkan kepada mereka, bahwa kebahagiaan dunia dan akhirat, baik untuk pribadi atau pun masyarakat hanyalah dicapai dengan agama yang dibawanya.
أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِهِمْ مِنْ جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ (184)
Kemudian Allah swt. dalam ayat ini mencela sikap orang-orang Quraisy yang mendustakan Nabi Muhammad saw. dan tidak merenungkan kenyataan-kenyataan riwayat Nabi sendiri. Bahkan karena kejujurannya beliau diberi gelar "Al-Amin" (orang yang dipercaya) oleh mereka sendiri. Mengapa mereka tidak merenungkan pula inti dakwahnya sebagai bukti kerasulannya dan ayat-ayat Alquran yang menetapkan keesaan dan kekuasaan Allah swt.
Sekiranya mereka bersedia merenungkan hal yang demikian, tentulah tampak bagi mereka kebenaran, dan tidaklah keluar dari mulut mereka tuduhan bahwa Nabi Muhammad itu orang gila. Dia adalah sahabat mereka semenjak kecil, sedikit pun tidak ada tanda-tanda gila padanya sebagaimana mereka saksikan sendiri dalam perkembangan hidupnya. Allah swt. menceritakan dalam Alquran tentang tuduhan mereka itu dengan firman-Nya:
أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ أَمْ جَاءَهُمْ مَا لَمْ يَأْتِ ءَابَاءَهُمُ الْأَوَّلِينَ(68)أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ(69)أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ(70)
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu? Atau apakah mereka tidak mengenal Rasul mereka karena itu mereka memungkirinya? Atau (apakah patut) mereka berkata: "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila." Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran.
(Q.S Al Mu'minun: 68,69,70)
Firman Allah swt.:
وَقَالُوا يَاأَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
Artinya:
Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Alquran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila."
(Q.S Al Hijr: 6)
Tuduhan gila kepada Nabi Muhammad saw. oleh orang kafir Mekah itu sebenarnya adalah menjadi kebiasaan umumnya orang-orang kafir zaman dahulu kepada nabi-nabi mereka, seperti Nabi Nuh, Nabi Musa dan lain-lainnya.
Firman Allah swt.:
كَذَلِكَ مَا أَتَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ
Artinya:
Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka melainkan mereka mengatakan: "Ia adalah tukang sihir atau orang gila."
(Q.S Az Zariyat: 52)
Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. bukanlah orang gila tetapi beliau adalah seorang rasul, seorang yang menyampaikan peringatan kepada manusia tentang azab dan penderitaan yang akan mereka alami jika ingkar kepada Allah swt. dan menolak agama-Nya. Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang menasihatkan kepada mereka, bahwa kebahagiaan dunia dan akhirat, baik untuk pribadi atau pun masyarakat hanyalah dicapai dengan agama yang dibawanya.
185 Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al quran itu?(QS. 7:185)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 185
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ (185)
Dalam ayat ini Allah mengecam mereka yang mendustakan Rasulullah saw. Mengapa mereka tidak memperhatikan apa yang terdapat pada kerajaan langit, dalam ruang angkasa yang sangat luas dengan jutaan bintang-bintang dan sejumlah planet-planet yang belum diketahui secara pasti keadaannya, beserta bulan-bulan yang beredar sekelilingnya di tiap-tiap planet itu. Dan mengapa pula mereka tidak memperhatikan apa yang terjadi di bumi, lautan dan daratan dengan segala hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di alam keduanya? Semua makhluk itu bagaimana kecilnya tunduk kepada suatu hukum yang rapi dan pasti: Siapakah yang menciptakan hukum atau sunah itu? Sekiranya mereka sejenak merenungkan isi kerajaan langit dan bumi itu tentulah mereka akan memperoleh petunjuk untuk membenarkan kerasulan Muhammad saw., beriman kepada ayat-ayat Alquran yang dibawanya. Demikian pula halnya, sekiranya mereka memperhatikan dengan mendalam pada diri mereka sendiri. Manusia sebagai makhluk yang hidup pastilah akan berakhir dengan kematian, cepat atau lambat. Apakah mereka akan menghadap Tuhan dengan membawa amal kejahatan itu? Orang-orang kafir akan menyadari betapa bijaksananya jika sekiranya mereka menerima peringatan-peringatan dan ajaran-ajaran yang dibawa Rasul itu. Apa yang dibawa oleh Rasul itu sebenarnya bermanfaat bagi mereka di dunia dan akhirat, yakni kepercayaan tentang adanya hari kiamat dan hari pembalasan buruk dan baik dan berita kehidupan sesudah mati. Jika mereka tidak percaya kepada ajaran Alquran yang dibawa oleh Rasul itu, maka adakah ajaran lain atau berita lain yang patut mereka percayai? Jika mereka tidak menemukan berita dan ajaran lainnya, maka Alquranlah satu-satunya pilihan dan pegangan bagi mereka.
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ (185)
Dalam ayat ini Allah mengecam mereka yang mendustakan Rasulullah saw. Mengapa mereka tidak memperhatikan apa yang terdapat pada kerajaan langit, dalam ruang angkasa yang sangat luas dengan jutaan bintang-bintang dan sejumlah planet-planet yang belum diketahui secara pasti keadaannya, beserta bulan-bulan yang beredar sekelilingnya di tiap-tiap planet itu. Dan mengapa pula mereka tidak memperhatikan apa yang terjadi di bumi, lautan dan daratan dengan segala hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di alam keduanya? Semua makhluk itu bagaimana kecilnya tunduk kepada suatu hukum yang rapi dan pasti: Siapakah yang menciptakan hukum atau sunah itu? Sekiranya mereka sejenak merenungkan isi kerajaan langit dan bumi itu tentulah mereka akan memperoleh petunjuk untuk membenarkan kerasulan Muhammad saw., beriman kepada ayat-ayat Alquran yang dibawanya. Demikian pula halnya, sekiranya mereka memperhatikan dengan mendalam pada diri mereka sendiri. Manusia sebagai makhluk yang hidup pastilah akan berakhir dengan kematian, cepat atau lambat. Apakah mereka akan menghadap Tuhan dengan membawa amal kejahatan itu? Orang-orang kafir akan menyadari betapa bijaksananya jika sekiranya mereka menerima peringatan-peringatan dan ajaran-ajaran yang dibawa Rasul itu. Apa yang dibawa oleh Rasul itu sebenarnya bermanfaat bagi mereka di dunia dan akhirat, yakni kepercayaan tentang adanya hari kiamat dan hari pembalasan buruk dan baik dan berita kehidupan sesudah mati. Jika mereka tidak percaya kepada ajaran Alquran yang dibawa oleh Rasul itu, maka adakah ajaran lain atau berita lain yang patut mereka percayai? Jika mereka tidak menemukan berita dan ajaran lainnya, maka Alquranlah satu-satunya pilihan dan pegangan bagi mereka.
186 Barangsiapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.(QS. 7:186)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 186
مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَيَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (186)
Kemudian Allah swt. menegaskan dalam ayat ini, bahwa orang yang disesatkan Allah swt. tidak ada baginya yang memberi petunjuk. Seorang menjadi sesat karena dia telah kehilangan kesediaan dalam dirinya (fitrah) untuk menerima petunjuk. Kehilangan kesediaan itu disebabkan kelengahan dirinya sendiri dalam memeliharanya dari pengaruh dan godaan setan dan hawa nafsu. Karena tidak adanya kesediaan itu, maka jiwanya tidak menanggapi isi Alquran sewaktu datang kepadanya. Bahkan dia mengadakan reaksi yang negatif, yakni menolak, tidak menerima Alquran itu. Meskipun Rasul yang datang membawa Alquran itu kepadanya mempunyai akhlak yang mulia, akal yang sempurna, tetapi karena dia telah kehilangan kesediaan itu, maka Alquran tetap tidak berpengaruh pada jiwa orang yang disesatkan Allah itu. Jiwanya telah gelap, tidak menerima ajaran Alquran. Karena itu tak ada cahaya petunjuk baginya.
Hatinya gelap bertambah gelap akibat perbuatan yang mungkar serta kelaliman-kelaliman yang melampaui batas. Keragu-raguan semakin mencekam hati manusia yang demikian itu, dan akhirnya sulitlah baginya untuk memperoleh jalan keluar dari kesesatan itu.
Firman Allah swt.:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya:
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.
(Q.S Al Mutaffifin: 14)
Setiap perbuatan yang jahat menambah gelap hati manusia. Hati yang gelap menimbulkan perbuatan-perbuatan yang jahat kembali. Demikianlah akhirnya manusia yang sesat itu berputar-putar dalam lingkaran kesesatan. Mereka bergelimang dalam lumpur dosa dan kesesatan. Dia dapat lepas dan tertolong dari lingkaran kesesatan ini bilamana dia memiliki azam dan kemauan yang keras untuk kembali ke jalan Allah dan Nur Ilahi.
مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَيَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (186)
Kemudian Allah swt. menegaskan dalam ayat ini, bahwa orang yang disesatkan Allah swt. tidak ada baginya yang memberi petunjuk. Seorang menjadi sesat karena dia telah kehilangan kesediaan dalam dirinya (fitrah) untuk menerima petunjuk. Kehilangan kesediaan itu disebabkan kelengahan dirinya sendiri dalam memeliharanya dari pengaruh dan godaan setan dan hawa nafsu. Karena tidak adanya kesediaan itu, maka jiwanya tidak menanggapi isi Alquran sewaktu datang kepadanya. Bahkan dia mengadakan reaksi yang negatif, yakni menolak, tidak menerima Alquran itu. Meskipun Rasul yang datang membawa Alquran itu kepadanya mempunyai akhlak yang mulia, akal yang sempurna, tetapi karena dia telah kehilangan kesediaan itu, maka Alquran tetap tidak berpengaruh pada jiwa orang yang disesatkan Allah itu. Jiwanya telah gelap, tidak menerima ajaran Alquran. Karena itu tak ada cahaya petunjuk baginya.
Hatinya gelap bertambah gelap akibat perbuatan yang mungkar serta kelaliman-kelaliman yang melampaui batas. Keragu-raguan semakin mencekam hati manusia yang demikian itu, dan akhirnya sulitlah baginya untuk memperoleh jalan keluar dari kesesatan itu.
Firman Allah swt.:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya:
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.
(Q.S Al Mutaffifin: 14)
Setiap perbuatan yang jahat menambah gelap hati manusia. Hati yang gelap menimbulkan perbuatan-perbuatan yang jahat kembali. Demikianlah akhirnya manusia yang sesat itu berputar-putar dalam lingkaran kesesatan. Mereka bergelimang dalam lumpur dosa dan kesesatan. Dia dapat lepas dan tertolong dari lingkaran kesesatan ini bilamana dia memiliki azam dan kemauan yang keras untuk kembali ke jalan Allah dan Nur Ilahi.
187 Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: `Bilakah terjadinya?` Katakanlah: `Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba`. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: `Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui`.(QS. 7:187)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 187
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (187)
Allah swt. dalam ayat ini menegaskan bahwa hanya dialah yang mengetahui saat terjadinya hari kiamat itu. Kepastian terjadinya hari kiamat dan apa yang terjadi pada hari kiamat sudah banyak dijelaskan oleh Alquran. Akan tetapi khusus yang berkenaan dengan saat terjadinya hari kiamat itu tidak ada dijelaskan oleh Alquran. Hal itu hanya berada dalam ilmu Allah swt. semata-mata.
Yang menanyakan saat terjadinya hari kiamat itu ialah orang Quraisy. Ayat ini turun di Mekah. Di Mekah tidak ada orang Yahudi yang mengajarkan kepada orang-orang Quraisy tentang kerasulan, hari berbangkit, surga dan neraka. Berbeda halnya dengan orang Arab Madinah yang sudah banyak bergaul dengan bangsa Yahudi. Mereka sudah mempunyai pengertian tentang kenabian dan hari berbangkit.
Jika orang Quraisy menanyakan tentang hari kiamat itu maka sebenarnya pertanyaan itu dilatarbelakangi anggapan mereka bahwa hari kiamat itu tidak mungkin terjadi dan merupakan suatu berita bohong. Allah swt. menggambarkan pikiran mereka dengan firman-Nya:
يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِهَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا وَيَعْلَمُونَ أَنَّهَا الْحَقُّ أَلَا إِنَّ الَّذِينَ يُمَارُونَ فِي السَّاعَةِ لَفِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ
Artinya:
Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan, dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah akan terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh.
(Q.S Asy Syura: 18)
Karena isi pertanyaan itu merupakan keingkaran, maka Nabi Muhammad saw. disuruh untuk menjawabnya dengan jawaban yang sangat bijaksana, Nabi menjawab bahwa persoalan kapan terjadinya hari kiamat itu bukan persoalan manusia, bukan pula persoalan Nabi, tetapi persoalan itu kepunyaan Allah swt. semata-mata. Hanyalah Dia yang mengetahui saat terjadinya peristiwa kiamat itu, dan bagaimana urutan kenyataan secara terperinci. Nabi ditugaskan oleh Allah swt. untuk memperingatkan tentang kepastian hari kiamat dan kedahsyatan yang terjadi pada waktu itu sesuai dengan berita Alquran.
Orang Quraisy ingin memancing jawaban dari Rasulullah saw. dan dari jawaban itu mereka bermaksud mencemoohkan dan mendustakannya. Allah swt. merahasiakan saat terjadinya hari kiamat itu mengandung hikmah yang besar bagi orang-orang yang beriman. Mereka dengan hati pasrah menyerahkan persoalan yang bakal terjadi pada hari kiamat itu hanya kepada Allah swt. Dialah yang akan membuka tabir kerahasiaan itu, tak ada orang lain yang menyertainya atau pun yang menjadi perantara dengan hamba-hamba-Nya untuk memberitahukan saat terjadinya hari kiamat itu. Para nabi hanyalah bertugas memperingatkan tentang adanya hari kiamat itu.
Memang hari kiamat merupakan beban yang berat bagi penduduk langit dan bumi karena pada hari itu segala amal perbuatan mereka akan diperhitungkan. Dan juga sukar bagi mereka karena mereka tidak mengetahui saat kiamat itu terjadi. Kiamat itu akan datang dengan tiba-tiba pada saat mereka lalai dan tidak menyadarinya. Tentulah peristiwa itu terjadi pada saat manusia sibuk dalam urusan duniawi. Bagi orang yang beriman haruslah mempersiapkan diri dengan amal kebajikan, serta tawakal kepada Allah swt. untuk menghadapi hari akhir itu. Kapan pun terjadi peristiwa dahsyat itu, dia sudah siap sedia menghadapinya.
Kemudian Allah swt. menegaskan lagi kepada Nabi Muhammad saw. bahwa orang-orang musyrik itu bertanya kepada beliau tentang hari kiamat, karena mereka menganggap seakan-akan Nabi mengetahuinya. Jika Nabi tidak mengetahuinya, Nabi dapat langsung bertanya kepada Allah swt. Maka Allah swt. memerintahkan kembali kepada Nabi untuk menandaskan bahwa saat terjadinya hari kiamat itu tetap rahasia Allah swt., Dia sajalah yang mengetahui saat terjadinya kiamat itu. Tidak ada orang lain yang mengetahuinya, dan tidak ada orang yang akan diberi ilmu untuk mengetahui peristiwa itu. Akan tetapi banyak manusia yang tidak mengetahui kenapa Allah swt. merahasiakan soal terjadinya kiamat itu dan apa hikmah yang terkandung dalam merahasiakan itu. Dan banyak manusia yang tidak tahu mana yang patut ditanyakan dan mana yang tidak patut ditanyakan.
Menurut zahir ayat, Nabi Muhammad saw. tidaklah mengetahui saat hari kiamat itu, beliau hanya mengetahui dekatnya hari kiamat itu.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
بعثت أنا والساعة كهاتين وأشار بالسبابة والوسطى
Artinya:
Aku diutus sedang waktu datangnya hari kiamat itu seperti dua ini sambil memperlihatkan telunjuknya dan jari tengahnya.
(H.R At Turmuzi)
Maksudnya ialah jarak waktu antara beliau dengan hari kiamat itu amat dekat seperti jarak antara dua jari tersebut Meskipun Allah swt. merahasiakan saat terjadinya hari kiamat itu, namun Allah swt. telah memberitahukan kepada Nabi Muhammad saw. alamat-alamat atau tanda-tanda sebelum kiamat terjadi sebagaimana firman Allah swt.:
\فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا فَأَنَّى لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ
Artinya:
Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat, (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang.
(Q.S Muhammad: 18)
Maka suatu tanda yang nyata bahwa kiamat itu sudah dekat ialah kebangkitan Nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir kepada umat manusia. Dengan kebangkitan beliau itu sempurnalah bimbingan keagamaan oleh Allah swt. kepada manusia, berarti sempurna pula kehidupan kerohanian manusia. Maka sesudah itu menyusullah penyempurnaan kehidupan materil, dan sesudah segala kesempurnaan itu tercapai tibalah kehancuran dan kemusnahan.
Dalam hadis banyak pula tanda-tanda yang menerangkan tentang terjadinya hari kiamat itu. Di antaranya ialah keinginan manusia memiliki harta benda atau kebutuhan materinya saling bertentangan dengan keinginannya kepada kepuasan rohani. Pada suatu masa manusia mengutamakan kebutuhan spirituil yang diutamakan, dan kebutuhan materil yang dikalahkan. Kemudian dimenangkan lagi kebutuhan materil bersamaan dengan perkembangan kesesatan, kejahatan, kemungkaran dan kekufuran hingga datanglah hari kiamat pada saat manusia bergelimang dalam kejahatan.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (187)
Allah swt. dalam ayat ini menegaskan bahwa hanya dialah yang mengetahui saat terjadinya hari kiamat itu. Kepastian terjadinya hari kiamat dan apa yang terjadi pada hari kiamat sudah banyak dijelaskan oleh Alquran. Akan tetapi khusus yang berkenaan dengan saat terjadinya hari kiamat itu tidak ada dijelaskan oleh Alquran. Hal itu hanya berada dalam ilmu Allah swt. semata-mata.
Yang menanyakan saat terjadinya hari kiamat itu ialah orang Quraisy. Ayat ini turun di Mekah. Di Mekah tidak ada orang Yahudi yang mengajarkan kepada orang-orang Quraisy tentang kerasulan, hari berbangkit, surga dan neraka. Berbeda halnya dengan orang Arab Madinah yang sudah banyak bergaul dengan bangsa Yahudi. Mereka sudah mempunyai pengertian tentang kenabian dan hari berbangkit.
Jika orang Quraisy menanyakan tentang hari kiamat itu maka sebenarnya pertanyaan itu dilatarbelakangi anggapan mereka bahwa hari kiamat itu tidak mungkin terjadi dan merupakan suatu berita bohong. Allah swt. menggambarkan pikiran mereka dengan firman-Nya:
يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِهَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا وَيَعْلَمُونَ أَنَّهَا الْحَقُّ أَلَا إِنَّ الَّذِينَ يُمَارُونَ فِي السَّاعَةِ لَفِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ
Artinya:
Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan, dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah akan terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh.
(Q.S Asy Syura: 18)
Karena isi pertanyaan itu merupakan keingkaran, maka Nabi Muhammad saw. disuruh untuk menjawabnya dengan jawaban yang sangat bijaksana, Nabi menjawab bahwa persoalan kapan terjadinya hari kiamat itu bukan persoalan manusia, bukan pula persoalan Nabi, tetapi persoalan itu kepunyaan Allah swt. semata-mata. Hanyalah Dia yang mengetahui saat terjadinya peristiwa kiamat itu, dan bagaimana urutan kenyataan secara terperinci. Nabi ditugaskan oleh Allah swt. untuk memperingatkan tentang kepastian hari kiamat dan kedahsyatan yang terjadi pada waktu itu sesuai dengan berita Alquran.
Orang Quraisy ingin memancing jawaban dari Rasulullah saw. dan dari jawaban itu mereka bermaksud mencemoohkan dan mendustakannya. Allah swt. merahasiakan saat terjadinya hari kiamat itu mengandung hikmah yang besar bagi orang-orang yang beriman. Mereka dengan hati pasrah menyerahkan persoalan yang bakal terjadi pada hari kiamat itu hanya kepada Allah swt. Dialah yang akan membuka tabir kerahasiaan itu, tak ada orang lain yang menyertainya atau pun yang menjadi perantara dengan hamba-hamba-Nya untuk memberitahukan saat terjadinya hari kiamat itu. Para nabi hanyalah bertugas memperingatkan tentang adanya hari kiamat itu.
Memang hari kiamat merupakan beban yang berat bagi penduduk langit dan bumi karena pada hari itu segala amal perbuatan mereka akan diperhitungkan. Dan juga sukar bagi mereka karena mereka tidak mengetahui saat kiamat itu terjadi. Kiamat itu akan datang dengan tiba-tiba pada saat mereka lalai dan tidak menyadarinya. Tentulah peristiwa itu terjadi pada saat manusia sibuk dalam urusan duniawi. Bagi orang yang beriman haruslah mempersiapkan diri dengan amal kebajikan, serta tawakal kepada Allah swt. untuk menghadapi hari akhir itu. Kapan pun terjadi peristiwa dahsyat itu, dia sudah siap sedia menghadapinya.
Kemudian Allah swt. menegaskan lagi kepada Nabi Muhammad saw. bahwa orang-orang musyrik itu bertanya kepada beliau tentang hari kiamat, karena mereka menganggap seakan-akan Nabi mengetahuinya. Jika Nabi tidak mengetahuinya, Nabi dapat langsung bertanya kepada Allah swt. Maka Allah swt. memerintahkan kembali kepada Nabi untuk menandaskan bahwa saat terjadinya hari kiamat itu tetap rahasia Allah swt., Dia sajalah yang mengetahui saat terjadinya kiamat itu. Tidak ada orang lain yang mengetahuinya, dan tidak ada orang yang akan diberi ilmu untuk mengetahui peristiwa itu. Akan tetapi banyak manusia yang tidak mengetahui kenapa Allah swt. merahasiakan soal terjadinya kiamat itu dan apa hikmah yang terkandung dalam merahasiakan itu. Dan banyak manusia yang tidak tahu mana yang patut ditanyakan dan mana yang tidak patut ditanyakan.
Menurut zahir ayat, Nabi Muhammad saw. tidaklah mengetahui saat hari kiamat itu, beliau hanya mengetahui dekatnya hari kiamat itu.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
بعثت أنا والساعة كهاتين وأشار بالسبابة والوسطى
Artinya:
Aku diutus sedang waktu datangnya hari kiamat itu seperti dua ini sambil memperlihatkan telunjuknya dan jari tengahnya.
(H.R At Turmuzi)
Maksudnya ialah jarak waktu antara beliau dengan hari kiamat itu amat dekat seperti jarak antara dua jari tersebut Meskipun Allah swt. merahasiakan saat terjadinya hari kiamat itu, namun Allah swt. telah memberitahukan kepada Nabi Muhammad saw. alamat-alamat atau tanda-tanda sebelum kiamat terjadi sebagaimana firman Allah swt.:
\فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا فَأَنَّى لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ
Artinya:
Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat, (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang.
(Q.S Muhammad: 18)
Maka suatu tanda yang nyata bahwa kiamat itu sudah dekat ialah kebangkitan Nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir kepada umat manusia. Dengan kebangkitan beliau itu sempurnalah bimbingan keagamaan oleh Allah swt. kepada manusia, berarti sempurna pula kehidupan kerohanian manusia. Maka sesudah itu menyusullah penyempurnaan kehidupan materil, dan sesudah segala kesempurnaan itu tercapai tibalah kehancuran dan kemusnahan.
Dalam hadis banyak pula tanda-tanda yang menerangkan tentang terjadinya hari kiamat itu. Di antaranya ialah keinginan manusia memiliki harta benda atau kebutuhan materinya saling bertentangan dengan keinginannya kepada kepuasan rohani. Pada suatu masa manusia mengutamakan kebutuhan spirituil yang diutamakan, dan kebutuhan materil yang dikalahkan. Kemudian dimenangkan lagi kebutuhan materil bersamaan dengan perkembangan kesesatan, kejahatan, kemungkaran dan kekufuran hingga datanglah hari kiamat pada saat manusia bergelimang dalam kejahatan.
188 Katakanlah: `Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman`.(QS. 7:188)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 188
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (188)
Kemudian Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menegaskan kepada umat manusia, bahwa segala perkara dalam dunia ini yang membawa manfaat atau membawa mudarat adalah berasal dari Allah swt. Nabi Muhammad saw. sendiri walaupun dekat pada Allah swt. tidaklah menguasai kemanfaatan dan kemudaratan sehingga dia dapat mengatur menurut kehendaknya. Dia bukanlah pemilik kedua perkara itu bukan pula sumbernya. Bahkan malang tak dapat ditolaknya bila tiba kepada dirinya atau pun orang lain, dan untung tak dapat diraihnya bila menjauh dari dirinya atau diri orang lain. Kedua perkara itu datang dan pergi dari diri seseorang tergantung kepada kodrat Allah swt.
Kaum Muslimin pada mulanya beranggapan bahwa setiap orang yang menjadi rasul tentulah dia mengetahui perkara-perkara yang gaib, memiliki kemampuan di luar kemampuan manusia biasa, baik untuk mencari sesuatu keuntungan atau pun menolak sesuatu kemudaratan untuk dirinya atau pun untuk orang lain. Buat memperbaiki kekeliruan pandangan ini, Allah swt. menyuruh Rasulullah untuk menjelaskan bahwa kedudukan rasul tidak ada hubungannya dengan hal yang demikian itu. Rasul hanyalah pemberi petunjuk dan bimbingan, tiadalah dia mempunyai daya mencipta atau meniadakan. Apa yang diketahuinya tentang hal-hal yang gaib adalah yang diberi tahu oleh Allah swt. kepadanya.
Sekiranya Nabi saw. mengetahui hal-hal yang gaib, misalnya mengetahui peristiwa-peristiwa di hari mendatang, tentulah Nabi saw. mempersiapkan dirinya lahir batin, moril dan materil untuk menghadapi peristiwa itu dan tentulah beliau tidak akan ditimpa kesusahan.
Sebenarnya Rasulullah saw. adalah manusia biasa. Perbedaan dengan orang biasa hanyalah terletak pada tugas yang dibebankan kepada beliau, yakni memberikan bimbingan dan pengajaran yang telah digariskan Allah swt. untuk manusia. Nabi hanyalah memberi peringatan dan membawa berita gembira kepada orang yang beriman.
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (188)
Kemudian Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menegaskan kepada umat manusia, bahwa segala perkara dalam dunia ini yang membawa manfaat atau membawa mudarat adalah berasal dari Allah swt. Nabi Muhammad saw. sendiri walaupun dekat pada Allah swt. tidaklah menguasai kemanfaatan dan kemudaratan sehingga dia dapat mengatur menurut kehendaknya. Dia bukanlah pemilik kedua perkara itu bukan pula sumbernya. Bahkan malang tak dapat ditolaknya bila tiba kepada dirinya atau pun orang lain, dan untung tak dapat diraihnya bila menjauh dari dirinya atau diri orang lain. Kedua perkara itu datang dan pergi dari diri seseorang tergantung kepada kodrat Allah swt.
Kaum Muslimin pada mulanya beranggapan bahwa setiap orang yang menjadi rasul tentulah dia mengetahui perkara-perkara yang gaib, memiliki kemampuan di luar kemampuan manusia biasa, baik untuk mencari sesuatu keuntungan atau pun menolak sesuatu kemudaratan untuk dirinya atau pun untuk orang lain. Buat memperbaiki kekeliruan pandangan ini, Allah swt. menyuruh Rasulullah untuk menjelaskan bahwa kedudukan rasul tidak ada hubungannya dengan hal yang demikian itu. Rasul hanyalah pemberi petunjuk dan bimbingan, tiadalah dia mempunyai daya mencipta atau meniadakan. Apa yang diketahuinya tentang hal-hal yang gaib adalah yang diberi tahu oleh Allah swt. kepadanya.
Sekiranya Nabi saw. mengetahui hal-hal yang gaib, misalnya mengetahui peristiwa-peristiwa di hari mendatang, tentulah Nabi saw. mempersiapkan dirinya lahir batin, moril dan materil untuk menghadapi peristiwa itu dan tentulah beliau tidak akan ditimpa kesusahan.
Sebenarnya Rasulullah saw. adalah manusia biasa. Perbedaan dengan orang biasa hanyalah terletak pada tugas yang dibebankan kepada beliau, yakni memberikan bimbingan dan pengajaran yang telah digariskan Allah swt. untuk manusia. Nabi hanyalah memberi peringatan dan membawa berita gembira kepada orang yang beriman.
189 Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: `Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur`.(QS. 7:189)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 189
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (189)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan dari jenis yang satu, dan dari jenis yang satu itu diadakan istrinya, maka hiduplah mereka berpasangan pria wanita (suami-istri) dan tenteramlah dia dengan istrinya itu. Hidup berpasangan suami istri merupakan tuntutan kodrati manusia rohaniyah dan jasmaniyah. Bila seseorang telah mencapai usia dewasa, timbullah keinginan untuk hidup berpasangan suami-istri, dan dia akan mengalami kegoncangan batin apabila keinginan itu tidak tercapai. Sebab dalam berpasangan suami-istri itulah terwujud ketenteraman. Ketenteraman tidak akan terwujud dalam diri manusia di luar hidup berpasangan suami-istri. Maka tujuan kehadiran seorang istri pada seorang laki-laki di dalam agama Islam ialah menciptakan hidup berpasangan itu sendiri. Islam mensyariatkan manusia agar mereka hidup berpasangan suami-istri, karena dalam situasi hidup demikian itu manusia menemukan ketenteraman dan kebahagiaan rohaniyah dan jasmaniyah.
Bila kedua suami-istri itu berkumpul, mulailah istrinya mengemban benih. Saat permulaan dari pertumbuhan benih itu terasa ringan. Pertama-tama terhentinya haid dan selanjutnya benih itu meneruskan proses pertumbuhannya, perlahan-lahan tanpa memberatkan ibu yang mengandungnya dan tidak pula mengganggu pekerjaannya sehari-hari. Maka ketika kandungannya mulai berat, ibu bapak memanjatkan doa kepada Allah swt. agar keduanya dianugerahi anak yang saleh, sempurna jasmani, berbudi luhur, cakap melaksanakan tugas kewajiban sebagai manusia. Kedua, istri itu berjanji akan mewajibkan atas dirinya sendiri untuk bersyukur kepada Allah swt. sesudah menerima nikmat itu dengan perkataan, perbuatan, dan keyakinan.
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (189)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan dari jenis yang satu, dan dari jenis yang satu itu diadakan istrinya, maka hiduplah mereka berpasangan pria wanita (suami-istri) dan tenteramlah dia dengan istrinya itu. Hidup berpasangan suami istri merupakan tuntutan kodrati manusia rohaniyah dan jasmaniyah. Bila seseorang telah mencapai usia dewasa, timbullah keinginan untuk hidup berpasangan suami-istri, dan dia akan mengalami kegoncangan batin apabila keinginan itu tidak tercapai. Sebab dalam berpasangan suami-istri itulah terwujud ketenteraman. Ketenteraman tidak akan terwujud dalam diri manusia di luar hidup berpasangan suami-istri. Maka tujuan kehadiran seorang istri pada seorang laki-laki di dalam agama Islam ialah menciptakan hidup berpasangan itu sendiri. Islam mensyariatkan manusia agar mereka hidup berpasangan suami-istri, karena dalam situasi hidup demikian itu manusia menemukan ketenteraman dan kebahagiaan rohaniyah dan jasmaniyah.
Bila kedua suami-istri itu berkumpul, mulailah istrinya mengemban benih. Saat permulaan dari pertumbuhan benih itu terasa ringan. Pertama-tama terhentinya haid dan selanjutnya benih itu meneruskan proses pertumbuhannya, perlahan-lahan tanpa memberatkan ibu yang mengandungnya dan tidak pula mengganggu pekerjaannya sehari-hari. Maka ketika kandungannya mulai berat, ibu bapak memanjatkan doa kepada Allah swt. agar keduanya dianugerahi anak yang saleh, sempurna jasmani, berbudi luhur, cakap melaksanakan tugas kewajiban sebagai manusia. Kedua, istri itu berjanji akan mewajibkan atas dirinya sendiri untuk bersyukur kepada Allah swt. sesudah menerima nikmat itu dengan perkataan, perbuatan, dan keyakinan.
190 Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang saleh, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah tentang anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.(QS. 7:190)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 190
فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (190)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Allah swt. memperkenankan doa kedua suami istri itu dengan menganugerahkan anak yang saleh kepada keduanya. Tetapi kemudian mereka tidaklah bersyukur kepada Allah swt. atas nikmat itu, bahkan mereka menisbahkan anak yang saleh itu kepada berhala-berhala dengan mengatakan bahwa anak itu hamba dari patung-patung, atau mereka hubungkan anak itu kepada binatang-binatang atau kepada alam. Mereka tidak mengatakan anak itu sebagai anugerah Allah swt. Oleh karena itu mereka tidak bersyukur kepada-Nya. Maha Suci Allah swt. dari apa yang mereka sekutukan.
فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (190)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Allah swt. memperkenankan doa kedua suami istri itu dengan menganugerahkan anak yang saleh kepada keduanya. Tetapi kemudian mereka tidaklah bersyukur kepada Allah swt. atas nikmat itu, bahkan mereka menisbahkan anak yang saleh itu kepada berhala-berhala dengan mengatakan bahwa anak itu hamba dari patung-patung, atau mereka hubungkan anak itu kepada binatang-binatang atau kepada alam. Mereka tidak mengatakan anak itu sebagai anugerah Allah swt. Oleh karena itu mereka tidak bersyukur kepada-Nya. Maha Suci Allah swt. dari apa yang mereka sekutukan.
<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH DAFTAR SURAH AL -A'RAAF>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar