Jumat, 30 Maret 2012

Al Maa-idah 80 - 100

 Surah Al Maa-idah
<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH                           DAFTAR SURAH AL MAA-IDAH>>
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=5&SuratKe=5#Top
81 Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. 5:81)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 81
وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (81)
. Ayat ini menerangkan bahwa kalau orang-orang Yahudi yang bertolong-tolongan dengan kaum musyrik Arab itu beriman kepada Nabi Musa sebagaimana pengakuan mereka, serta beriman kepada ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa itu, tentulah mereka tidak mungkin bertolong-tolongan dengan orang-orang musyrik yang menyembah berhala. Karena ajaran agama mereka yang murni tidak dapat membenarkan hal itu. Akan tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik yang oleh karenanya mereka dapat bersatu dan bekerja sama karena diikat oleh suatu kepentingan yaitu menentang Nabi Muhammad, menolak ajaran-ajaran Alquran dan berusaha membikin jera orang-orang yang beriman kepada Muhammad.



82 Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: `Sesungguhnya kami ini orang Nasrani`. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.(QS. 5:82)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 82
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ (82)
Pada ayat ini Allah memberitahukan kepada Nabi Muhammad saw. bahwa dia akan menemukan manusia yang paling memusuhi dan menyakiti orang-orang mukmin. Manusia itu adalah orang-orang Yahudi Madinah dan orang-orang musyrik Arab dari kalangan penyembah berhala. Orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik Arab sama-sama menentang ajaran Muhammad. Persamaan inilah yang mengikat kedua golongan ini, meskipun masing-masing mempunyai sifat-sifat kepribadian yang berlawanan. Sifat orang Yahudi adalah sombong, penganiaya, mementingkan kebendaan, kasar dalam pergaulan, kejam dan fanatik kesukuan. Sedangkan sifat orang-orang musyrik Arab adalah sopan santun, pemurah dan bebas berpikir. Meskipun demikian kedua golongan tersebut dapat bersatu demi memusuhi dan menyakiti Nabi Muhammad beserta orang-orang mukmin.
Selanjutnya ayat ini memberitahukan kepada Nabi Muhammad bahwa dia akan menyampaikan kepada manusia yang paling dekat dan menyukai orang-orang mukmin. Manusia itu adalah orang-orang Nasrani. Sebabnya ialah di antara mereka ada golongan yang memperhatikan pelajaran agama dan budi pekerti yaitu golongan tasawuf yang anti terhadap duniawi. Mereka bertakwa dan banyak bersemedi untuk beribadah. Tentunya kedua golongan ini orang-orang yang bersifat tawaduk (merendah diri) karena agama mereka mengajak mencintai musuh dan memberikan pipi yang kiri kepada orang yang memukul pipi kanannya. Kebaikan orang-orang Nasrani itu telah dibuktikan oleh sejarah, yaitu sambutan Raja Habasyah (Ethiopia) yang bernama Najasyi yang memeluk agama Nasrani. Dia berserta sahabat-sahabatnya melindungi orang-orang Islam yang pertama kali melakukan hijrah dari Mekah ke Habasyah karena takut dari gangguan dan fitnahan yang dilakukan oleh kaum musyrik Arab secara kejam. Raja Romawi Timur di Syam yaitu Hiraklius, ketika menerima surat Nabi Muhammad menyambutnya dengan sambutan baik berusaha memberikan penjelasan kepada rakyatnya, supaya dapat menerima ajakan Nabi Muhammad meskipun rakyat belum sependapat dengannya karena masih berpegang dengan kefanatikan. Raja Makaukis yang menguasai Mesir, juga menyambut surat Nabi dengan sambutan yang baik dan meskipun beliau belum bersedia untuk menerima ajakan Nabi kepada Islam, namun beliau menjawab surat Nabi serta mengirim hadiah berharga, antara lain berupa seorang jariah yang bernama Mariah Al-Qibtiyah.
Demikan sambutan orang Nasrani pada masa Nabi yang dijumpai dan ditemui oleh Nabi Muhammad, berlainan sekali halnya dengan orang Yahudi. Meskipun mereka secara terpaksa menyatakan sikap simpatik terhadap orang-orang mukmin, namun di dalam hati mereka tersembunyi pikiran tipu muslihat untuk memperdayakan orang-orang mukmin. Karena ajaran-ajaran pemimpin-pemimpin Yahudi menanamkan pada mereka fanatisme kebangsaan dan pendirian bahwa Bani Israel adalah satu-satunya bangsa yang dipilih oleh Allah.


83 Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: `Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al quran dan kenabian Muhammad saw.)(QS. 5:83)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 83 - 84
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ (83) وَمَا لَنَا لَا نُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا جَاءَنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَنْ يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ (84)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pada saat-saat kaum Nasrani itu mendengar ayat-ayat Alquran, mereka mencucurkan air mata karena sangat terharu dan yakin atas kebenaran Alquran yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. yang ternyata membenarkan kitab suci mereka dan mereka terharu pula oleh sifat-sifat Nabi Muhammad saw. yang telah mereka kenal sebelumnya dari kitab suci mereka. Pada saat yang demikian itu, mereka dengan rendah hati berkata, "Ya Tuhan kami, kami beriman kepada-Mu dan kepada rasul-rasul-Mu, terutama Nabi Muhammad. Oleh sebab itu tuliskanlah nama kami bersama orang-orang yang mengakui kebenaran Alquran dan Nabi Muhammad, yang akan menjadi saksi pada hari kiamat nanti bahwa Engkau benar-benar telah mengutus para nabi dan rasul-rasul-Mu, dan bahwa mereka benar-benar telah menyampaikan agama-Mu kepada umat mereka masing-masing."
Selanjutnya mereka itu berkata, "Tak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi mereka untuk beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah diturunkan-Nya melalui rasul-Nya yang terakhir yang diutus-Nya untuk seluruh umat manusia." Kemudian mereka tegaskan pula bahwa mereka beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang dibawa rasul-rasul-Nya itu, karena mereka sangat ingin agar Allah swt. memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang saleh, yaitu umat Nabi Muhammad saw. yang telah tumbuh menjadi suatu umat yang benar-benar baik, karena ajaran-ajaran Agama Islam yang benar, baik mengenai keimanan, ibadah, muamalah dan akhlak yang luhur.


84 Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?`(QS. 5:84)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 83 - 84
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ (83) وَمَا لَنَا لَا نُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا جَاءَنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَنْ يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ (84)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pada saat-saat kaum Nasrani itu mendengar ayat-ayat Alquran, mereka mencucurkan air mata karena sangat terharu dan yakin atas kebenaran Alquran yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. yang ternyata membenarkan kitab suci mereka dan mereka terharu pula oleh sifat-sifat Nabi Muhammad saw. yang telah mereka kenal sebelumnya dari kitab suci mereka. Pada saat yang demikian itu, mereka dengan rendah hati berkata, "Ya Tuhan kami, kami beriman kepada-Mu dan kepada rasul-rasul-Mu, terutama Nabi Muhammad. Oleh sebab itu tuliskanlah nama kami bersama orang-orang yang mengakui kebenaran Alquran dan Nabi Muhammad, yang akan menjadi saksi pada hari kiamat nanti bahwa Engkau benar-benar telah mengutus para nabi dan rasul-rasul-Mu, dan bahwa mereka benar-benar telah menyampaikan agama-Mu kepada umat mereka masing-masing."
Selanjutnya mereka itu berkata, "Tak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi mereka untuk beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah diturunkan-Nya melalui rasul-Nya yang terakhir yang diutus-Nya untuk seluruh umat manusia." Kemudian mereka tegaskan pula bahwa mereka beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang dibawa rasul-rasul-Nya itu, karena mereka sangat ingin agar Allah swt. memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang saleh, yaitu umat Nabi Muhammad saw. yang telah tumbuh menjadi suatu umat yang benar-benar baik, karena ajaran-ajaran Agama Islam yang benar, baik mengenai keimanan, ibadah, muamalah dan akhlak yang luhur.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Maa-idah 84
وَمَا لَنَا لَا نُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا جَاءَنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَنْ يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ (84)
(Dan) mereka mengatakan sehubungan dengan bantahan mereka terhadap orang-orang Yahudi yang mencap mereka masuk Islam (mengapa kami tidak beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami) yaitu berupa Alquran; artinya tidak ada halangan bagi diri kami untuk beriman selagi memang ada bukti-bukti yang mengharuskan iman (padahal kami sangat ingin) diathafkan/dikaitkan dengan lafal nu'minu (agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?) orang-orang yang beriman ke dalam surga. Allah melanjutkan firman-Nya:


85 Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya).(QS. 5:85)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 85
فَأَثَابَهُمُ اللَّهُ بِمَا قَالُوا جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (85)
Berdasarkan ucapan-ucapan mereka itu yang mengungkapkan keimanan dan keikhlasan mereka yang sungguh-sungguh kepada Allah swt., maka Dia memberi mereka ganjaran pahala, yaitu surga di mana mereka memperoleh kenikmatan dari karunia Allah yang berwujud kebun-kebun dan taman-taman yang indah, yang di bawah pohon-pohonnya terdapat sungai-sungai yang mengalir. Mereka kekal di dalamnya dan senang tinggal di sana, dan Allah tidak akan mengeluarkan mereka dari dalamnya. Pada hakikatnya keindahan dan kenikmatan yang akan diperoleh di dalam surga itu tak dapat digambarkan dengan kata-kata. Dan surga itu akan dikaruniakan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh semasa ia hidup di dunia ini.


86 Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka.(QS. 5:86)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 86
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (86)
Orang-orang Nasrani yang beriman kepada Allah dan kepada Alquran itu, adalah orang-orang yang berpikiran merdeka, insaf dan tidak fanatik. Adapun orang-orang yang bersifat fanatik dan ingkar kepada kebenaran, mereka itu mengingkari Alquran. Dalam ayat ini Allah swt. menyebutkan ancaman-Nya terhadap orang-orang yang mengingkari dan mendustakan ayat-ayat-Nya yang telah menerangkan sifat-sifat kesempurnaan dan kemahaesaan-Nya, serta menjelaskan kebenaran Rasul-Nya mengenai wahyu Allah yang telah disampaikannya. Mereka yang demikian itu pasti akan menjadi penghuni neraka Jahannam. Dengan kekafiran mereka terhadap Allah dan ayat-ayat yang telah diturunkan-Nya, berarti mereka telah menganiaya diri mereka sendiri. Akibatnya, mereka akan menderita siksa yang berat, dan mereka kekal di dalam neraka itu.


87 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(QS. 5:87)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 87
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (87)
Pada ayat ayat ini Allah swt. menunjukkan firman-Nya kepada kaum muslimin, yaitu melarang mereka mengharamkan bagi diri mereka segala yang baik yang telah dihalalkan-Nya seperti makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lain-lainnya yang baik dan halal.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan beberapa orang sahabat yang keliru dalam memahami dan melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam. Mereka mengira, bahwa untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. harus melepaskan diri dari segala macam kenikmatan duniawi, karena mereka berpendapat, bahwa kenikmatan itu hanya akan melalaikan mereka beribadat kepada Allah. Padahal Allah swt. telah menciptakan dan menyediakan di muka bumi ini barang-barang yang baik, yang dihalalkan-Nya untuk mereka. Dan di samping itu, Dia telah menjelaskan pula apa-apa yang diharamkan-Nya.
Akan tetapi, walaupun Allah swt. telah menyediakan dan menghalalkan barang-barang yang baik bagi hamba-Nya, namun haruslah dilakukan menurut cara yang telah ditentukan-Nya. Maka firman Allah dalam ayat ini melarang hamba-Nya dari sikap dan perbuatan yang melampaui batas. Perbuatan yang melampaui batas dalam soal makanan, misalnya, dapat diartikan dengan dua macam pengertian. Pertama seseorang tetap memakan makanan yang baik, yang halal, akan tetapi ia berlebih-lebihan memakan makanan itu, atau terlalu banyak. Padahal makan yang terlalu kenyang adalah merusak kesehatan, alat-alat pencernaan dan mungkin merusak pikiran. Dana dan dayanya tertuju kepada makanan dan minuman, sehingga kewajiban-kewajiban lainnya terbengkalai, terutama ibadahnya. Pengertian yang kedua ialah bahwa seseorang telah melampaui batas dalam hal macam makanan yang dimakannya, dan minuman yang diminumnya; tidak lagi terbatas pada makanan yang baik dan halal, bahkan telah melampauinya kepada yang merusak dan berbahaya, yang telah diharamkan oleh agama. Kedua hal itu tidak dibenarkan oleh ajaran agama Islam.
Pada akhir ayat tersebut Allah swt. memperingatkan kepada hamba-Nya, bahwa Dia tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas. Ini berarti bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan haruslah selalu dalam batas-batas tertentu, baik yang ditetapkan oleh agama, seperti batas halal dan haramnya, maupun batas-batas yang dapat diketahui oleh akal, pikiran dan perasaan, misalnya batas mengenal banyak sedikitnya serta manfaat dan mudaratnya.
Suatu hal yang perlu kita ingat ialah prinsip yang terdapat dalam Syariat Islam, bahwa apa-apa yang dihalalkan oleh agama adalah karena ia bermanfaat dan tidak berbahaya; sebaliknya apa-apa yang diharamkannya adalah karena ia berbahaya dan tidak bermanfaat atau karena bahayanya lebih besar daripada manfaatnya.
Oleh sebab itu tidaklah boleh mengubah-ubah sendiri hukum-hukum agama yang telah ditetapkan Allah swt. dan Rasul-Nya. Allah swt. Maha Mengetahui apa-apa yang baik dan bermanfaat bagi hamba-Nya dan apa yang berbahaya bagi mereka. Dan Dia Maha Pengasih terhadap mereka.


88 Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah Yang kamu beriman kepada-Nya.(QS. 5:88)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 88
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (88)
Pada ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada hamba-Nya agar mereka memakan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. Halal di sini mengandung dua macam pengertian.
Pertama halal menurut zatnya, yaitu bukan termasuk barang-barang yang oleh agama Islam dinyatakan sebagai barang-barang yang haram, seperti bangkai, darah, daging babi dan khamar.
Kedua halal menurut cara memperolehnya, yaitu diperoleh dengan cara-cara yang dihalalkan oleh agama, misalnya dengan cara membeli, meminjam, pemberian, dan sebagainya. Bukan dengan cara-cara yang dilarang agama, seperti mencuri, merampas, menipu, korupsi, riba, judi dan lain-lainnya.
Prinsip "halal dan baik" ini hendaknya senantiasa menjadi perhatian dalam menentukan makanan dan minuman yang akan dimakan untuk diri sendiri dan untuk keluarga, karena makanan dan minuman itu tidak hanya berpengaruh terhadap jasmani, melainkan juga terhadap rohani.
Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk menikmati makanan dan minuman yang enak, dan untuk mengadakan hubungan dengan istri, akan tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syara, yaitu baik, halal dan menurut ukuran yang layak. Maka pada akhir ayat ini Allah swt. memperingatkan orang-orang mukmin agar mereka berhati-hati dan bertakwa kepada-Nya dalam soal makanan, minuman dan wanita, serta kenikmatan-kenikmatan lainnya. Janganlah mereka menetapkan hukum-hukum menurut kemauan sendiri dan tidak pula berlebih-lebihan dalam menikmati apa-apa yang telah dihalalkan-Nya.
Dalam ayat lain Allah swt. berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya:
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berlebih-lebihan.
(Q.S. Al-A'raf: 31)
Agama Islam sangat mengutamakan kesederhanaan. Ia tidak membenarkan umatnya berlebih-lebihan dalam makan, minum, berpakaian dan sebagainya, bahkan dalam beribadah. Sebaliknya, juga tidak dibenarkannya seseorang terlalu menahan diri dari menikmati sesuatu, padahal ia mampu untuk memperolehnya. Apalagi bila sifat menahan diri itu sampai mendorongnya untuk mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan syara'.
Rasulullah saw. telah memberikan suri teladan tentang kesederhanaan ini. Dalam segala segi kehidupannya, beliau senantiasa bersifat sederhana, padahal jika beliau mau niscaya beliau dapat saja menikmati segala macam kenikmatan itu sepuas hati. Akan tetapi beliau tidak berbuat demikian, karena sebagai seorang pemimpin, beliau memimpin umatnya kepada pola hidup sederhana, akan tetapi tidak menyiksa diri.


89 Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).(QS. 5:89)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 89
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (89)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dia tidak akan menimpakan suatu hukuman kepada seseorang yang melanggar sumpah yang telah diucapkannya tidak dengan sengaja untuk bersumpah. Baginya tidak ada hukum duniawi, dan tidak pula hukuman ukhrawi. Akan tetapi, bila seseorang bersumpah dengan sepenuh hati dan niat yang sungguh-sungguh, kemudian ia melanggar sumpah tersebut, maka ia dikenakan kafarat (denda), yaitu salah satu dari hal-hal berikut ini:
a). Memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing satu kali makan. (Abu Hanifah membolehkan memberi makan satu orang miskin saja, tetapi dalam masa sepuluh hari) Makanan tersebut haruslah sama mutunya dengan makanan yang dimakan sehari-hari oleh pembayar kafarat dan keluarganya.
b). Atau memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, yang sama mutunya dengan pakaian yang dipakainya sehari-hari.
c). Atau memerdekakan seorang hamba sahaya yang diperoleh dengan jalan membeli atau menawannya dalam peperangan. Di sini tidak disyaratkan agar hamba-hamba sahaya itu harus yang beriman. Oleh karena itu boleh memerdekakan hamba sahaya yang kafir sekalipun sebagai kafarat pelanggaran sumpah. (Ini adalah menurut pendapat Imam Abu Hanifah, sedang Imam Syafii, Malik, dan Ahmad mensyaratkan agar hamba itu yang sudah beriman.)
d). Atau berpuasa selama tiga hari berturut-turut. Ini berlaku bagi pelanggar sumpah yang tidak mampu membayar kafarat sumpahnya itu dengan salah satu dari tiga macam kafarat yang disebutkan terdahulu. Apabila ia belum mampu untuk berpuasa karena ia sedang sakit, maka harus dilaksanakannya setelah ia sembuh dan mampu berpuasa. Dan jika ternyata penyakitnya tidak sembuh, dan kemudian ia meninggal dunia sebelum sampai berpuasa untuk membayar kafarat itu, maka diharapkanlah ampunan Allah swt. untuknya, bila benar-benar telah mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk melaksanakannya walaupun belum tercapai.
Dengan demikian jelaslah bahwa seseorang yang melanggar sumpah yang telah diucapkannya dengan niat dari hatinya yang benar-benar maka ia harus membayar kafarat, yang boleh dipilihnya salah satu dari tiga macam kafarat itu. Dan apabila ia tidak mampu, barulah boleh dibayarkannya dengan kafarat yang keempat yaitu berpuasa tiga hari berturut-turut. Mengenal hal ini Rasulullah saw. telah menjelaskan dengan sabda beliau yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas, ia berkata:

لما نزلت آية الكفارة قال حذيفة: يا رسول الله نحن بالخيار فقال: رسول الله صلى الله عليه وسلم: أنت بالخيار إن شئت أعتقت وإن شئت أطعمت فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام متتابعات (راواه ابن مردويه)
Artinya:
Setelah ayat kafarat ini diturunkan, maka Huzaifah bertanya kepada Rasulullah, "Bolehkah kami memilih?" Maka Rasulullah menjawab, "Engkau boleh memilih, jika engkau mau, engkau boleh memerdekakan seorang hamba sahaya; dan jika engkau mau, engkau boleh memberi makan (sepuluh orang miskin). Barang siapa yang tidak mampu, maka ia harus berpuasa tiga hari berturut-turut."
(H.R. Ibnu Mardawaih)
Jadi, seseorang yang mengalami peristiwa semacam itu, yakni bersumpah tidak akan berbuat sesuatu yang dihalalkan untuknya, dan dengan demikian berarti ia tidak mengharapkan sesuatu yang telah dihalalkan Allah, maka ia diwajibkan melanggar sumpahnya itu, dan ia diwajibkan pula untuk membayar kafaratnya. Demikian pula sebaliknya.
Setelah Allah swt. menjelaskan macam-macam kafarat yang tersebut di atas yang harus ditunaikan oleh orang yang melanggar sumpahnya itu, selanjutnya Allah swt. memperingatkan orang-orang yang mukmin agar mereka memelihara sumpah mereka. Artinya seseorang tidak boleh menggunakan sumpah itu sembarangan saja, melainkan digunakan hanya dalam masalah-masalah yang memerlukan sumpah sebagai penguat.
Dan apabila sumpah itu sudah diucapkan dengan niat sungguh-sungguh, maka isi sumpah itu harus ditepati, kecuali bila sumpah itu menyalahi peraturan agama, misalnya untuk mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah dan Rasul-Nya. Hanya dalam keadaan semacam itu sajalah sumpah itu harus dilanggar, tetapi harus ditebus dengan kafarat.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan, bahwa demikianlah Dia menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada mereka agar mereka bersyukur kepada-Nya.
Artinya dengan cara demikianlah Dia menerangkan hukum-hukum-Nya kepada mereka, sehingga dapat menjadikan mereka sebagai orang-orang yang mau bersyukur kepada-Nya atas segala rahmat-Nya, keadilan-Nya, serta kasih sayang-Nya terhadap makhluk-Nya. Dan semoga syukur yang dilakukan dengan cara-cara yang disukai-Nya itu akan menyebabkan ditambahnya rahmat tersebut kepada mereka.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Maa-idah 89
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (89)
(Allah tidak menghukum kamu disebabkan senda-gurau) yang terjadi (di dalam sumpah-sumpahmu) yaitu sumpah yang dilakukan secara tidak sengaja hanya karena lisan terlanjur mengatakan, seperti ucapan seseorang, "Tidak demi Allah," dan, "Ya demi Allah." (tetapi Dia menghukum kamu disebabkan apa yang kamu sengaja) dengan dibaca ringan `aqadtum dan dibaca tasydid `aqqadtum, menurut suatu riwayat dibaca `aaqadtum (dalam sumpah-sumpahmu) mengenai hal itu, yaitu seumpamanya kamu bersumpah dengan sengaja (maka kafaratnya) artinya kafarat sumpah tersebut apabila kamu melanggarnya (memberi makan sepuluh orang miskin) yang untuk setiap orang sebanyak satu mud (yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan) dari makanan tersebut (kepada keluargamu) artinya kualitas makanan yang paling pertengahan dan yang paling biasa dipakai bukannya kualitas makanan yang paling tinggi dan juga bukan yang paling rendah (atau memberi kepada mereka pakaian) yaitu sesuatu yang biasa dijadikan sebagai pakaian seperti baju gamis, serban dan kain. Imam Syafii berpendapat jika memberikannya secara sekaligus kepada seorang miskin saja dianggap kurang sempurna atau tidak memenuhi persyaratan (atau membebaskan) memerdekakan (seorang budak) yang beriman seperti dalam masalah kafarat membunuh dan kafarat zihar atas dasar memberlakukan yang mutlak dengan hukum yang muqayyad (dan siapa yang tidak menemukan) salah satu di antara yang telah disebutkan (maka berpuasa selama tiga hari) sebagai ganti kafaratnya; menurut pendapat yang terkuat dalam masalah ini tidak disyaratkan puasa secara berturut-turut, pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii. (Yang demikian itu) yang telah disebutkan (adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah) kemudian kamu langgar. (Dan jagalah sumpahmu) jangan sampai kamu melanggarnya selagi sumpah itu bukanlah perbuatan kebaikan atau mendamaikan orang-orang sebagaimana yang telah disebutkan dalam surah Al-Baqarah. (Demikianlah) artinya seperti apa yang telah Allah jelaskan tentang beberapa hal yang telah lalu penuturannya (Allah menjelaskan kepada kamu tentang ayat-ayat-Nya agar kamu bersyukur) kepada-Nya atas hal itu.


90 Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. 5:90)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 90
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90)
Dengan ayat ini Allah swt. menjelaskan hukum-hukum-Nya mengenai empat macam perbuatan, yaitu minum khamar, berjudi, mempersembahkan korban kepada patung-patung dan mengundi nasib dengan menggunakan alat-alat yang menyerupai anak panah yang biasa dilakukan oleh bangsa Arab sebelum datangnya agama Islam.
Mengenai pengharaman meminum khamar, para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini merupakan taraf terakhir dalam menentukan hukum haramnya meminum khamar. Menurut mereka, Alquran mengemukakan hukum meminum khamar itu dalam tiga tahap.
Pertama dengan firman Allah:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang (meminum) khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia," tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.
(Q.S. Al-Baqarah: 219)
Ayat ini turun pada masa permulaan Islam, di mana iman Kaum Muslimin belumlah begitu kuat untuk dapat meninggalkan apa yang telah menjadi kegemaran dan kebiasaan mereka yang sebenarnya tidak dibolehkan oleh agama Islam. Maka setelah turun ayat ini, sebagian dari kaum Muslimin telah menghentikan meminum khamar karena ayat tersebut telah menyebutkan adanya dosa besar pada perbuatan itu.
Tetapi sebagian lagi masih terus meminum khamar, karena menurut pendapat mereka ayat itu belum melarang mereka dari perbuatan itu, apalagi karena Ia masih menyebutkan bahwa khamar itu mengandung banyak manfaat bagi manusia.
Kedua ialah firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat sedang kamu dalam keadaan mabuk.
(Q.S. An Nisa': 43)
Karena ayat ini melarang mereka melakukan salat dalam keadaan mabuk, maka ini berarti bahwa mereka tidak dibolehkan minum khamar sebelum salat, supaya mereka dapat melakukan salat itu di dalam keadaan tidak mabuk. Setelah turun ayat ini, mereka tak dapat lagi meminum khamar sejak sebelum Zuhur, sampai selesainya salat Isyak, karena waktu Zuhur dan Asar adalah bersambungan, dalam masa yang pendek. Demikian pula antara Asar dan Magrib, dan antara Magrib dengan Isyak. Apabila mereka meminum khamar sesudah salat Zuhur, atau Magrib niscaya tak cukup waktu untuk menunggu sembuhnya mereka dari mabuk sehingga dengan demikian mereka tak akan dapat melaksanakan salat dalam keadaan sadar, sedangkan Allah telah melarang mereka melakukan salat dalam keadaan mabuk.
Orang-orang yang hendak meminum khamar juga hanya mendapat kesempatan sesudah salat Isyak dan sesudah salat Subuh. Karena jarak antara Isyak dan Subuh dan antara Subuh dan Zuhur adalah cukup panjang.
Kemudian, setelah iman kaum Muslimin semakin kuat dan telah matang jiwa mereka untuk dapat meninggalkan apa yang tidak diperbolehkan agama, maka turunlah ayat 90 surah Al-Maidah ini yang memberikan ketegasan tentang haramnya meminum khamar, yaitu dengan mengatakan bahwa meminum khamar, dan perbuatan lainnya itu adalah perbuatan kotor, haram dan termasuk perbuatan setan yang tak patut dilakukan oleh manusia yang beriman kepada Allah swt. Dengan turunnya ayat ini, tertutuplah sudah semua kemungkinan bagi orang-orang mukmin untuk meminum khamar.
Demikianlah tahap-tahap yang telah diatur Alquran dalam memberikan hukum haram meminum khamar. Prinsip ini adalah sangat tepat untuk digunakan bila kita ingin mengadakan pemberantasan dan pembasmian apa yang telah berurat, berakar dan mendarah daging dalam masyarakat. Andaikata kita mengadakan tindakan yang drastis, pemberantasan yang mendadak dan sekaligus, maka akan terjadilah kegoncangan dalam masyarakat, dan akan timbullah perlawanan yang keras terhadap peraturan baru yang hendak diterapkan itu. Agama Islam sangat mementingkan pembinaan mental manusia, sehingga tidak menimbulkan kegoncangan-kegoncangan dalam masyarakat.
Adapun judi, amat besar bahayanya bagi perorangan dan masyarakat. Judi dapat merusak pribadi dan moral seseorang, karena seorang penjudi selalu berangan-angan akan mendapat keuntungan besar tanpa bekerja dan berusaha, dan menghabiskan umurnya di meja judi tanpa menghiraukan kesehatannya, keperluan hidupnya dan hidup keluarganya yang menyebabkan runtuhnya sendi-sendi rumah tangga. Judi akan menimbulkan permusuhan antara sesama penjudi dan mungkin pula permusuhan ini dilanjutkan dalam pergaulan sehingga merusak masyarakat. Berapa banyak rumah tangga yang berantakan, harta yang musnah karena judi. Tidak ada seorang yang kaya semata-mata karena berjudi (lihat juga tafsir ayat 219 surat Al-Baqarah).
Bangsa Arab sebelum Islam merupakan masyarakat penyembah berhala. Mereka membuat patung-patung dari kayu dan sebagainya, kemudian mereka sembah dan mereka agung-agungkan. Dan mereka menyembelih hewan-hewan korban untuk dipersembahkan kepada patung-patung tersebut. Sudah barang tentu perbuatan ini adalah perbuatan yang sesat. Yang patut disembah dan diagungkan hanyalah Allah swt. Dan manusia dapat menyembah Allah swt. tanpa perantara apa pun juga. Dan jika ingin berkorban, sembelihlah korban itu, kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada manusia yang dapat memanfaatkannya, jangan kepada patung-patung yang tak akan dapat mengambil manfaat apa pun dari daging korban tersebut. Oleh sebab itu sangat tepatlah bila Agama Islam melarang kaum muslimin mempersembahkan korban-korban kepada patung-patung, kemudian Islam menetapkan bahwa korban itu adalah untuk mengagungkan Allah, dan dagingnya dibagikan kepada sesama manusia.
Mengundi nasib, juga suatu perbuatan yang telah lama dikenal manusia, bahkan sampai sekarang masih dilakukan dan dipercayai oleh sebagian orang. Ada berbagai cara dan alat-alat digunakan untuk keperluan itu. Ada kalanya dengan menggunakan bola ajaib, atau dengan meneliti telapak tangan, atau dengan memperhatikan tanggal dan hari kelahiran, sebagaimana sering dicantumkan dalam majalah hiburan atau pun surat-surat kabar. Dan bangsa Arab di zaman Jahiliah biasa mengundi nasib dengan menggunakan "azlam", yaitu anak panah yang belum memakai bulu. Mereka menggunakannya untuk mengambil keputusan apakah mereka akan melakukan sesuatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah mereka mengambil tiga buah anak panah yang belum memakai bulu tersebut lalu pada anak panah yang pertama mereka tuliskan kata-kata "lakukanlah" sedang pada anak panah yang kedua mereka tuliskan kata-kata "jangan lakukan"; adapun anak panah yang ketiga tidak ditulisi apa-apa. Ketiga anak panah tersebut diletakkan dalam suatu wadah, lalu disimpan di dalam Kakbah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu perbuatan, maka mereka meminta kepada tukang kunci Kakbah untuk mengambil satu di antara ketiga anak panah tersebut. Apakah mereka akan jadi melakukan perbuatan itu atau tidak, tergantung kepada tulisan yang didapati pada anak panah yang diambil itu. Dan jika ternyata bahwa yang diambil itu adalah anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian itu diulang sekali lagi. Demikianlah mereka menggantungkan nasib kepada undian tersebut dan mereka sangat mempercayainya.
Undian-undian dan ramalan-ramalan semacam itu mengandung banyak segi-segi negatifnya.
Apabila si peramal mengatakan bahwa orang yang bersangkutan akan menemui nasib yang jelek, maka hal itu akan menjadikannya senantiasa merasa khawatir, takut dan putus asa, bahkan akan menyebabkannya tidak mau bekerja dan berusaha karena ia percaya kepada ramalan itu. Sebaliknya, bila peramal mengatakan bahwa ia akan menjadi orang yang kaya dan berbahagia, maka hal itu pun dapat menjadikannya malas bekerja dan memandang rendah segala macam usaha, karena ia percaya bahwa tanpa usaha pun ia akan berbahagia atau menjadi kaya.
Orang-orang mukmin dilarang mempercayai ramalan-ramalan itu, baik yang dikatakan langsung oleh tukang-tukang ramal, atau pun yang biasa dituliskan dalam majalah-majalah atau surat-surat kabar. Ramalan-ramalan tersebut dapat merusak iman. Dan orang-orang mukmin harus percaya bahwa Allah swt. sajalah yang dapat menentukan nasib setiap makhluk-Nya. Percaya kepada kada dan kadar Allah swt. adalah salah satu dari rukun-rukun iman.
Pada akhir ayat ini Allah swt. memerintahkan agar orang-orang mukmin menjauhi meminum khamar, berjudi, berkorban untuk patung-patung serta mengundi nasib, semoga dengan menjauhi perbuatan-perbuatan itu mereka akan menjadi orang-orang yang beroleh sukses dan keberuntungan dalam hidup di dunia dan di akhirat.


91 Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingati Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).(QS. 5:91)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 91
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (91)
Pada ayat ini Allah swt. menyebutkan alasan mengapa Dia mengharamkan meminum khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebut-Nya dalam ayat ini ada dua macam. Pertama karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci di antara sesama manusia. Kedua karena perbuatan itu akan melalaikan mereka dari mengingat Allah dan salat.
Pada ayat yang lain telah disebutkan bahwa minum khamar dan berjudi adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Artinya setanlah yang membujuk-bujuk manusia untuk melakukannya agar timbul permusuhan dan rasa saling membenci antara mereka.
Timbulnya bahaya-bahaya tersebut pada orang-orang yang suka meminum dan berjudi, tak dapat diingkari lagi kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Dan orang-orang yang mabuk tentu kehilangan kesadaran. Dan orang-orang yang hilang kesadarannya mudah melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak layak, atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkannya. Perbuatan dan perkataannya itu sering kali merugikan orang lain, sehingga timbullah permusuhan antara mereka. Dan di samping itu, orang yang sedang mabuk tentulah tidak ingat untuk melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia melakukannya, tentu dengan cara yang tidak benar dan tidak khusyuk.
Dan orang-orang yang suka berjudi selalu berharap akan beroleh kemenangan. Oleh sebab itu ia tidak pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang akan dipertaruhkannya. Dan pada saat ia kehabisan uang atau barang, ia akan berusaha untuk mengambil hak orang lain dengan jalan yang tidak sah. Betapa banyaknya ditemui pegawai jawatan atau perusahaan yang telah mengkorup uang jutaan atau uang perusahaan yang habis di meja judi. Di antara penjudi-penjudi itu sendiri timbul rasa permusuhan, karena masing-masing ingin mengalahkan lawannya, atau ingin membalas dendam kepada lawan yang telah mengalahkannya. Di samping itu, seorang penjudi sudah terang tidak akan dapat beribadah, karena mereka yang sedang asyik berjudi, tidak akan menghentikan perjudian itu untuk melakukan ibadah, sebab hati mereka sudah tunduk kepada setan yang senantiasa berusaha untuk menghalang-halangi manusia beribadah kepada Allah swt.
Pada ayat ini Allah swt. hanya menyebutkan bahaya khamar dan berjudi, sedang bahaya korban untuk berhala serta mengundi nasib tidak lagi disebutkan-Nya. Bila kita teliti, dapatlah dikatakan bahwa hal itu disebabkan karena dua hal.
Pertama: karena korban untuk patung dan mengundi nasib itu telah disebutkan hukumnya dalam firman Allah swt.:

وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ
Artinya:
....dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah. (Mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
(Q.S. Al-Ma'idah: 3))
Kedua: perbuatan itu dalam ayat tersebut telah dinyatakan sebagai "kefasikan".
Kedua ialah karena khamar dan judi itu amat besar bahayanya. Dan itulah yang diutamakan pengharamannya dalam ayat ini, karena sebagian kaum Muslimin masih saja melakukannya sesudah turunnya ayat 219 surat Al-Baqarah dan ayat 43 surat An-Nisa', terutama mengenai khamar.
Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi, maka Allah swt. dengan nada bertanya memperingatkan orang-orang mukmin, "Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?" Maksudnya ialah bahwa setelah mereka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah mereka menghentikannya setelah diberitahu tentang bahaya-bahayanya, maka mereka sendirilah yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat. Di dunia ini mereka akan mengalami kerugian harta benda dan kesehatan badan serta permusuhan dan kebencian orang lain terhadap mereka; sedangkan di akhirat mereka akan ditimpa kemurkaan dan azab dari Allah swt.
Di dalam kitab hadis Musnad Ahmad, dan Sunan Abu Daud dan Turmuzi disebutkan suatu riwayat bahwa Umar bin Khattab pernah berdoa kepada Allah swt., "Ya Allah, berilah kami penjelasan yang memuaskan mengenai masalah khamar." Maka setelah turun ayat (219) surah Al-Baqarah, Rasulullah saw. membacakan ayat itu kepadanya, tetapi beliau masih saja belum merasa puas, dan beliau tetap berdoa seperti tersebut di atas. Dan demikian pula setelah turun ayat (43) surah An-Nisa'. Akan tetapi setelah turun ayat-ayat 90 dan 91 surah Al-Maidah ini, beliau dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat-ayat tersebut. Beliau merasa puas. Dan setelah bacaan itu sampai kepada firman Allah:

فهل أنتم منتهون
Artinya:
Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?
Beliau berkata, "Kami berhenti! Kami berhenti!"


92 Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul- (Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.(QS. 5:92)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 92
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (92)
Pada ayat ini, mula-mula Allah swt. memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar mereka menaafi Allah dan menaati Rasul-Nya, dan agar mereka berhati-hati dan menjaga keselamatan diri. Maksudnya ialah agar mereka menaati perintah-Nya untuk menjauhi khamar dan judi serta perbuatan-perbuatan haram lainnya, termasuk menyembelih korban untuk berhala, dan mengundi nasib; dan juga mereka harus menaati pula keterangan-keterangan yang telah diberikan Rasul-Nya mengenai ayat-ayat yang telah diturunkan-Nya kepada beliau. Sehubungan dengan masalah khamar ini, Rasulullah telah memberikan.

كل مسكر خمر وكل خمر حرام
Artinya:
Setiap minuman yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.
(H.R. Bukhari)
Dan perintah untuk "berhati-hati" maksudnya adalah untuk menjaga keselamatan diri dari bahaya yang akan menimpa, apabila mereka melanggar larangan Allah mengenai khamar dan judi ini, yaitu terhadap kerugian dan malapetaka yang akan diderita di dunia dan di akhirat kelak. Di sini harus diingat, bahwa apabila Allah swt. melarang hamba-Nya dari sesuatu hal atau perbuatan yang tidak baik adalah karena perbuatan itu berbahaya dan merusak. Dalam ayat lain Allah telah berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya:
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
(Q.S. An Nur: 63)
Setelah Allah memerintahkan agar orang-orang mukmin menaati-Nya dan menaati rasul-Nya, serta menjaga diri dari bahaya yang akan menimpanya apabila mereka menyalahi hukum-hukum-Nya dan ketentuan-ketentuan Rasul-Nya, maka pada akhir ayat itu Dia menyebutkan ancaman-Nya, bahwa apabila mereka berpaling dari agama Allah yang telah disampaikan oleh Rasul-Nya kepada mereka, maka tanggung jawabnya terletak pada mereka sendiri bukan pada Rasul sebab kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan dan Allahlah yang akan memperhitungkan dan membalasi segala perbuatan mereka baik di dunia maupun d akhirat. Dalam ayat lain, Allah swt. berfirman kepada Rasul-Nya:

وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
Artinya:
Dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah), dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
(Q.S. Ali Imran: 20)
Firman-Nya juga dalam ayat yang lain:

َإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ
Artinya:
Karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka.
(Q.S. Ar Ra'd: 40)


93 Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. 5:93)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 93
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَآمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَآمَنُوا ثُمَّ اتَّقَوْا وَأَحْسَنُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (93)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan keadaan orang-orang yang dahulunya pernah berjudi dan minum khamar, tetapi kemudian mereka beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, baik mereka itu masih hidup atau pun yang sudah meninggal dunia ketika turunnya ayat ini. Mereka itu tidak berdosa dan tidak akan di siksa karena perbuatan-perbuatan mereka di masa yang lalu itu, selama mereka itu tetap bertakwa kepada Allah swt. dan beriman kepada Rasul-Nya, taat kepada hukum-hukum yang telah diturunkan-Nya. Dan selanjutnya mereka tetap melakukan amal-amal saleh yang telah diwajibkan kepada mereka, seperti salat, puasa, zakat dan sebagainya. Kemudian mereka tetap pula menjauhkan diri dari apa-apa yang diharamkan-Nya yang telah mereka ketahui, serta mereka tetap beriman kepada ayat-ayat-Nya yang menjelaskan hukum-hukum tersebut. Akhirnya mereka terus-menerus dalam ketakwaan serta meningkatkan amal-amal saleh mereka, yaitu dengan ibadah-ibadah sunah.
Dalam riwayat Ibnu Munzir dari Said Ibnu Zubair disebutkan sebab turun ayat ini sebagai berikut: Bahwa beberapa orang sahabat telah datang menemui Rasulullah saw. untuk mengajukan suatu pertanyaan mengenai orang-orang yang dahulunya pernah meminum khamar dan mereka telah mempersiapkan alasan-alasan yang akan mereka ajukan kepadanya, "Bagaimana pendapat Rasulullah saw. mengenai Hamzah bin Abdul Muttalib, Mus`ab bin Umar dan Abdullah bin Jahsy, tidakkah mereka masuk surga?" Rasulullah menjawab, "Benar, mereka akan masuk surga." Lalu mereka berkata, "Bukankah mereka dulunya minum khamar? Mengapa khamar itu sekarang diharamkan kepada kami, sedang mereka itu masuk surga padahal dulunya minum khamar?" Maka Rasulullah saw. menjawab, "Allah telah mendengar apa-apa yang kamu katakan, jika Dia menghendaki niscaya Dia akan menjawabnya." Maka turunlah ayat (90) yang memberikan ketegasan hukum meminum khamar. Dan mengenai orang-orang yang mereka sebut tadi, yaitu Hamzah, Mus`ab dan Abdullah bin Jahsy, Allah swt. menurunkan ayat ini.
Dengan demikian jelaslah bahwa perbuatan jelek yang dilakukan pada masa sebelum datangnya larangan Islam, atau sebelum mereka mengetahui adanya larangan itu, tidaklah menimbulkan dosa bagi mereka, asal mereka kemudian beriman, bertakwa dan mengerjakan amal-amal saleh, baik yang wajib maupun yang sunah, dan mereka menjauhi sama sekali perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama.
Pada akhir ayat tersebut Allah swt. menerangkan bahwa Dia menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Artinya, Allah swt. melimpahkan rahmat-Nya kepada orang-orang yang berbuat kebajikan itu, sehingga mereka bebas dari pengaruh jelek yang ditimbulkan oleh perbuatan judi dan khamar, misalnya kebencian, permusuhan dan kelalaian dalam mengingat Allah swt., mengerjakan salat dan ibadah-ibadah lainnya.


94 Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barangsiapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.(QS. 5:94)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 94
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللَّهُ بِشَيْءٍ مِنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ (94)
Pada ayat ini Allah swt. menjelaskan ujian-Nya kepada orang-orang mukmin yang sedang melakukan ihram, bahwa mereka tidak diperbolehkan berburu, padahal ketika itu binatang buruan amat banyak, sehingga dengan mudah mereka dapat menangkapnya, baik dengan tangan semata-mata, maupun dengan menggunakan tombak.
Menurut riwayat, ayat ini turun ketika kaum Muslimin melaksanakan umrah Hudaibiyah. Ketika mereka menemukan dalam perjalanan hewan dan burung-burung yang amat banyak, yang belum pernah mereka temukan sebanyak itu. Binatang-binatang kecil dapat ditangkap dengan tangan semata-mata dan binatang-binatang yang besar dan liar dapat mereka tangkap dengan menggunakan tombak dan sebagainya. Akan tetapi Allah swt. melarang mereka untuk menangkapnya. Larangan ini adalah sebagai ujian bagi mereka untuk membuktikan kekuatan iman dan ketakwaan mereka kepada-Nya. Orang-orang yang betul-betul kuat imannya niscaya tidak akan melanggar larangan Allah, baik secara terang-terangan, maupun dengan sembunyi-sembunyi. Dan ia senantiasa takut kepada azab Allah, walaupun ia belum pernah menyaksikan azab tersebut.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menyatakan ancaman-Nya kepada orang-orang yang masih melanggar ketentuan-ketentuan-Nya setelah adanya pemberitahuan dan ancaman itu, bahwa mereka pasti akan mendapat azab yang pedih akibat pelanggaran itu.
Ujian tersebut sebenarnya hanyalah cobaan yang kecil saja, dibandingkan dengan cobaan dan ujian-ujian lainnya yang meminta pengorbanan harta benda dan jiwa raga. Akan tetapi, bila seseorang tidak lulus dari ujian dan cobaan yang kecil dan ringan ini, bagaimana ia dapat berhasil melalui cobaan-cobaan yang lebih besar?
Cobaan dan ujian yang diberikan Allah swt. kepada hamba-Nya, adakalanya meminta pengorbanan harta benda dan jiwa raga dalam melakukan sesuatu yang diperintahkan-Nya, atau berupa kehilangan sesuatu yang amat disayangi, atau meminta kesediaan untuk menahan diri dari berbuat yang diingini. Yang terakhir ini sudah terang lebih ringan dilaksanakan, seperti larangan yang dikenakan kepada mereka ini, yaitu larangan berburu pada saat hewan buruan sedang banyak jumlahnya dan mudah ditangkap, dan mereka sedang memerlukan makanan untuk bekal dalam perjalanan.


95 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-ya yang dibawa sampai ke Kabah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.(QS. 5:95)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 95
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ (95)
Dalam ayat ini, Allah swt. menegaskan larangan-Nya kepada orang-orang mukmin agar mereka jangan membunuh binatang buruan yang biasanya ditangkap kemudian disembelih untuk dimakan dagingnya. Larangan ini pun dihadapkan kepada mereka yang sedang melaksanakan ihram baik ihram dalam ibadah haji maupun ibadah umrah.
Kemudian Allah menjelaskan hukuman denda yang dikenakan kepada orang-orang mukmin yang melanggar larangan itu, yakni orang yang membunuh binatang buruan itu dengan sengaja, padahal ia ingat akan larangan itu. Dendanya ialah menunaikan salah satu dari hal-hal sebagai berikut:
a. Mengganti binatang buruan yang dibunuhnya itu dengan binatang ternak yang seimbang dengan yang telah dibunuhnya, berdasarkan putusan dua orang yang adil. Binatang pengganti itu harus dibawa ke Kakbah atau ke daerah haram, kemudian disembelih di sana dan dagingnya dibagi-bagikan kepada fakir miskin yang berada di tempat itu.
b. Atau denda kafarat yang berupa memberi makan fakir miskin, dengan makanan yang nilainya seimbang dengan binatang pengganti yang tersebut di atas.
c. Atau berpuasa pada hari-hari yang jumlahnya seimbang dengan jumlah takaran (mud) makan yang harus diberikan kepada fakir miskin, dengan pengertian bahwa setiap fakir miskin memperoleh satu mud, kira-kira sama dengan 6 1/4 ons, setiap satu mud sama dengan puasa satu hari.
Kemudian Allah swt. menyebutkan bahwa hukuman yang ditetapkan itu adalah bertujuan agar orang-orang yang melanggar larangan itu dapat merasakan akibat perbuatannya itu.
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia memaafkan kesalahan-kesalahan yang telah lalu, yaitu membunuh binatang buruan ketika mereka sedang berihram dan dilakukan sebelum turunnya ayat ini.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menyebutkan ancaman-Nya kepada orang-orang yang masih melanggar larangan itu setelah turunnya ayat ini, yaitu bahwa Dia akan menyiksa mereka. Dan Allah Maha Kuasa lagi mempunyai kekuasaan untuk menyiksa setiap makhluk yang bersalah.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Maa-idah 95
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ (95)
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang berihram) melakukan ihram haji dan ihram umrah. (Siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya) lafal yang sesudahnya dibaca secara tanwin dan rafa`; artinya ia harus membayar denda yang (sama dengan hewan yang telah dibunuhnya) artinya hewan yang sama bentuknya; dan di dalam suatu qiraat lafal jazaaun diidhafatkan kepada lafal yang sesudahnya sehingga dibaca wa jazaau mitsli (menurut keputusan) artinya mengenai perimbangan dua orang lelaki (dua orang yang adil di antara kamu) yang keduanya mempunyai kecerdasan dalam membedakan dan menyesuaikan hal-hal yang serupa. Ibnu Abbas, Umar dan Ali telah memutuskan denda seekor unta sebagai imbangan buruan seekor burung unta. Kemudian Ibnu Abbas dan Abu Ubaidah telah memutuskan mengganti sapi liar dan keledai liar dengan seekor sapi. Ibnu Umar dan Ibnu Auf mengganti seekor kijang dengan seekor kambing sebagai kafaratnya, kemudian Ibnu Abbas dan Umar serta selain keduanya telah memutuskan hal yang sama dalam kasus perburuan rusa sebab ia mirip dengan kambing dalam masalah besarnya (sebagai hadya) sebagai hal dari lafal jazaa (yang dibawa sampai ke Kakbah) artinya kurban itu dibawa sampai ke tanah suci lalu disembelih sesampainya di sana, lalu dagingnya disedekahkan kepada para penduduknya yang miskin; dan hewan hadya itu tidak boleh disembelih di tempat perburuan terjadi. Lafal balighal ka`bati dibaca nashab karena menjadi sifat dari lafal yang sebelumnya yaitu hadya, sekalipun ia diidhafatkan karena idhafatnya itu hanya bersifat lafzi. Jadi tidak memberikan pengertian makrifat. Apabila binatang buruan itu sangat sulit untuk ditemukan yang sepadan dengannya, seperti burung cicit dan belalang, maka pelakunya wajib membayar harganya saja (atau) ia harus membayar (kafarat) yang tidak sepadan sekalipun hewan yang sepadan memang ada, yaitu (memberi makan orang-orang miskin) berupa makanan pokok yang biasa dimakan oleh penduduk setempat dalam jumlah yang sesuai dengan harga denda untuk dibagikan kepada setiap orang miskin satu mud. Menurut suatu qiraat dengan mengidhafatkan lafal kaffarah kepada lafal yang sesudahnya dengan pengertian memperjelas (atau) ia harus membayarnya (dengan yang seimbang) seperti (jumlah itu) dalam bentuk makanan (berupa puasa) yang ia lakukan untuk setiap harinya sebagai ganti dari satu mud makanan, dan jika ia menemukan makanan, maka yang wajib baginya ialah membayarnya dengan makanan (supaya ia merasakan akibat) yang berat bagi pembalasan (perbuatannya) yang telah ia lakukan. (Allah telah memaafkan apa yang telah lalu) yaitu dari perbuatan membunuh binatang buruan sewaktu ihram sebelum diharamkan. (Dan siapa yang kembali mengerjakan)nya (niscaya Allah akan membalasnya. Allah Maha Perkasa) Maha Menang dalam segala perkara-Nya (lagi Yang Mempunyai pembalasan) terhadap orang yang berbuat durhaka kepada-Nya dan kemudian disamakan dengan membunuh secara sengaja, yaitu membunuh secara kesalahan.


96 Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.(QS. 5:96)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 96
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (96)
Dalam ayat ini Allah menerangkan, bahwa Dia menghalalkan bagi orang-orang mukmin, baik yang berihram maupun tidak, untuk memakan daging buruan laut termasuk binatang sungai, danau dan sebagainya dan yang diperoleh dengan mudah, misalnya ikan-ikan yang baru mati dan terapung atau ikan yang terdampar di pantai dan sebagainya.
Semua itu dikaruniakan Allah sebagai makanan yang lezat bagi mereka dan bagi orang-orang yang berada dalam perjalanan. Kemudian Allah swt. menegaskan kembali bahwa Dia mengharamkan bagi orang-orang mukmin menangkap binatang buruan darat, selama mereka berihram.
Dan pada akhir ayat tersebut diperingatkan-Nya kepada orang-orang mukmin agar mereka senantiasa bertakwa kepada Allah swt. yang kepada-Nyalah mereka akan dikumpulkan kelak di hari kiamat untuk mempertanggungjawabkan segala amalan mereka dan kemudian diberi-Nya balasan dengan pahala atau pun siksa yang setimpal dengan amalan tersebut.


97 Allah telah menjadikan Kabah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. 5:97)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 97
جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلَائِدَ ذَلِكَ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (97)
Pada ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dia telah menjadikan Kakbah rumah suci itu, sebagai pusat kegiatan bagi manusia, baik kegiatan-kegiatan dalam urusan duniawi, seperti perdagangan dan sebagainya.
Demikian pula bulan-bulan haram, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab merupakan masa-masa yang tenang untuk beribadat dan bekerja bagi mereka, karena pada bulan-bulan tersebut tidak diperbolehkan berperang. Begitu pula, binatang-binatang ternak seperti unta, lembu, kambing dan biri-biri yang disembelih di tanah haram sebagai hadiah dan dibagi-bagikan kepada fakir miskin demikian pula binatang yang diberi kalung, yaitu unta atau sapi gemuk untuk menandakan bahwa binatang-binatang itu telah diperuntukkan sebagai hadiah yang akan disembelih. Dengan demikian, maka adanya penyembelihan hewan-hewan tersebut tentu akan menambah syiarnya ibadah kaum Muslimin dan merupakan saat-saat bahagia pula bagi fakir miskin. Dan orang-orang mukmin tidak merasa khawatir atas keselamatan diri mereka pada saat-saat tersebut, sebab apabila mereka telah mengalungi hewan-hewan yang akan mereka sembelih itu, atau bila mereka telah memakai pakaian ihram, maka tak seorang pun yang akan mengganggu atau mengancam keselamatan diri mereka.
Kemudian Allah swt. menjelaskan bahwa ia menetapkan semuanya itu agar hamba-Nya mengetahui bahwa Dia senantiasa mengetahui apa-apa yang ada di langit dan di bumi dan bahwasanya Dia amat mengetahui segala sesuatu. Buktinya ialah bahwa Allah swt. telah menetapkan semuanya itu untuk mendatangkan kemaslahatan bagi mereka dan untuk menghindari malapetaka sebelum terjadi. Dengan demikian jelaslah bahwa Dia mengetahui apa-apa yang sedang terjadi dan apa-apa yang akan terjadi. Berdasarkan ilmu-Nya yang maha luas itulah Allah menetapkan hukum-hukum dan peraturan-Nya bagi kemaslahatan hamba-Nya.


98 Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 5:98)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 98 - 99
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (98) مَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ (99)
Pada ayat ini Allah swt. menerangkan janji-janji dan ancaman terhadap orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah swt. Setelah Allah swt. menjelaskan bahwa semua balasan atas perbuatan-perbuatan yang jelek adalah di tangan-Nya dan Dia mengetahui segala sesuatu yang diperbuat hamba-Nya, maka Allah menegaskan lagi tugas Rasul-Nya, yaitu menyampaikan risalah, yakni menyampaikan hukum-hukum, peraturan-peraturan dan petunjuk-petunjuk-Nya, serta janji dan ancaman-Nya. Apabila semuanya itu telah dilaksanakan oleh Rasul tersebut, selesailah tugasnya, dan lepaslah ia dari tanggung jawabnya.
Adapun memberikan pahala kepada orang-orang yang taat dan menimpakan azab kepada orang-orang yang durhaka adalah hak dan wewenang Allah swt. semata-mata.
Dan pada akhir ayat ini, kembali Allah swt. menegaskan, bahwa Dia senantiasa mengetahui apa-apa yang diperbuat manusia secara terang-terangan, maupun yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, termasuk gerak-gerik hati sanubari mereka. Ini merupakan peringatan keras dari Allah swt. kepada orang-orang yang tidak menaati peraturan dan hukum-hukum-Nya. Oleh sebab itu, sepantasnyalah manusia bertakwa kepada-Nya, dan tidak menyalahi perintah-perintah-Nya.


99 Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.(QS. 5:99)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 98 - 99
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (98) مَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ (99)
Pada ayat ini Allah swt. menerangkan janji-janji dan ancaman terhadap orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah swt. Setelah Allah swt. menjelaskan bahwa semua balasan atas perbuatan-perbuatan yang jelek adalah di tangan-Nya dan Dia mengetahui segala sesuatu yang diperbuat hamba-Nya, maka Allah menegaskan lagi tugas Rasul-Nya, yaitu menyampaikan risalah, yakni menyampaikan hukum-hukum, peraturan-peraturan dan petunjuk-petunjuk-Nya, serta janji dan ancaman-Nya. Apabila semuanya itu telah dilaksanakan oleh Rasul tersebut, selesailah tugasnya, dan lepaslah ia dari tanggung jawabnya.
Adapun memberikan pahala kepada orang-orang yang taat dan menimpakan azab kepada orang-orang yang durhaka adalah hak dan wewenang Allah swt. semata-mata.
Dan pada akhir ayat ini, kembali Allah swt. menegaskan, bahwa Dia senantiasa mengetahui apa-apa yang diperbuat manusia secara terang-terangan, maupun yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, termasuk gerak-gerik hati sanubari mereka. Ini merupakan peringatan keras dari Allah swt. kepada orang-orang yang tidak menaati peraturan dan hukum-hukum-Nya. Oleh sebab itu, sepantasnyalah manusia bertakwa kepada-Nya, dan tidak menyalahi perintah-perintah-Nya.


100 Katakanlah: `Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.`(QS. 5:100)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 100
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (100)
Pada ayat ini Allah swt. menyuruh Rasul-Nya untuk menjelaskan ciri-ciri sesuatu perbuatan dan orang-orang yang melakukannya, yang akan menyebabkan mereka memperoleh pahala atau siksa-Nya. Ditegaskan, bahwa kejahatan dan kekejian tidaklah sama dengan kebajikan dan amal saleh. Harta benda yang baik atau yang diperoleh dengan jalan yang halal tidaklah sama dengan harta benda yang jelek atau yang diperoleh dengan jalan yang tidak halal. Barang-barang yang mendatangkan mudarat tidaklah sama dengan barang-barang yang bermanfaat.
Demikian pula, orang-orang yang zalim tidaklah sama dengan orang-orang yang adil dan orang-orang jahat tidaklah sama dengan orang-orang yang saleh; orang-orang yang durhaka tidaklah sama dengan orang-orang yang taat dan bertakwa.
Masing-masing akan mendapat penilaian yang berbeda dari Allah swt. dan akan diberi-Nya balasan pahala atau siksa, menurut sifat-sifat dan keadaan masing-masing.
Kemudian Allah swt. memperingatkan hamba-Nya, agar mereka janganlah terpedaya melihat banyaknya perbuatan-perbuatan dan barang-barang yang tidak baik.
Perbuatan-perbuatan yang jelek memang amat disenangi oleh orang yang lemah iman. Terutama di kota-kota besar di mana banyak orang mendirikan usaha yang menggunakan fasilitas-fasilitas yang memudahkan terjadinya kemaksiatan. Demikian pula barang-barang yang jelek dan yang tidak halal, amat disenangi pula karena dapat diperoleh dengan cara yang mudah, seperti riba, judi, suap, curi, rampok, dan lain-lain sebagainya.
Akan tetapi orang-orang yang kuat imannya tidak akan terpedaya oleh semua godaan itu. Betapa pun banyaknya orang-orang yang melakukan kejahatan itu di sekitarnya, namun ia tetap berpegang kepada hukum-hukum dan petunjuk-petunjuk agamanya. Jumlah orang-orang semacam ini tidak sebanyak jumlah mereka yang cenderung kepada kejahatan dan kekejian. Tetapi Allah swt. bukan menilai banyaknya jumlah, melainkan Dia menilai hamba-hamba-Nya dari segi kebaikan sifat dan perbuatannya.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menghadapkan firman-Nya kepada orang-orang yang berakal sehat, yang dapat membedakan antara yang baik dan yang jelek, antara yang bermanfaat dan yang mudarat, agar mereka tidak terpedaya oleh bermacam-macam godaan setan yang senantiasa ingin menjerumuskan manusia kepada kejahatan dan kesengsaraan. Keteguhan iman di tengah-tengah kemaksiatan yang beraneka ragam. Itulah yang akan dapat membawa mereka kepada kebahagiaan dan keberuntungan dunia dan akhirat.





<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH                           DAFTAR SURAH AL MAA-IDAH>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar