Sabtu, 31 Maret 2012

AL-A'RAAF 101 - 110

Surah AL-A'RAAF
<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH                         DAFTAR SURAH AL -A'RAAF>>
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=6&SuratKe=7#Top
101 Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang kafir.(QS. 7:101)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 101

تِلْكَ الْقُرَى نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَائِهَا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا بِمَا كَذَّبُوا مِنْ قَبْلُ كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الْكَافِرِينَ (101)

Dalam ayat ini Allah swt. mengatakan kepada Nabi Muhammad saw bahwa Dia menceritakan kepadanya sebagian dari berita-berita mengenai negeri-negeri yang telah dibinasakan-Nya lantaran tingkah laku penduduknya yang ingkar dan suka berbuat kemaksiatan. Dengan mengetahui kisah tersebut maka Nabi Muhammad saw. tidak akan merasa sedih melihat tingkah laku, kemungkaran dan kesombongan umatnya, karena apa-apa yang dialaminya pada masa itu telah dialami pula oleh para Rasul terdahulu. Pola tingkah laku orang orang kafir dan musyrik itu adalah sama sepanjang masa dan sunatullah yang berlaku atas mereka tidaklah berubah.
Peristiwa yang menimpa negeri-negeri yang disebutkan itu terjadi pada masa silam yang sudah lama berlalu, berabad-abad sebelum lahirnya Nabi Muhammad saw. sehingga baik beliau maupun umatnya tidak mengetahui akibat peristiwa tersebut. Allah swt. mengungkapkan kembali peristiwa-peristiwa tersebut kepada Nabi Muhammad saw. melalui Alquran agar dapat menjadi pelajaran bagi umatnya.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. mengungkapkan bahwa umat-umat yang terdahulu telah didatangi oleh Rasul-rasul-Nya silih berganti membawa keterangan-keterangan dan bukti-bukti yang nyata tentang ke-Maha Esa-an Allah swt. namun mereka itu tidak juga mau beriman kepada Allah dan agama-Nya yang telah pernah juga mereka dustakan. Mereka tetap ingkar dan senantiasa dalam kemusyrikan dan berbuat macam-macam kemaksiatan.
Sebagian dari mereka itu mengetahui akan kebenaran agama yang dibawa oleh Rasul-rasul tersebut, namun mereka tetap ingkar, karena keingkaran itu memang telah menjadi watak dan tabiat mereka. Sedang sebagiannya lagi ingkar karena semata-mata taklid kepada apa yang mereka warisi dari nenek moyang mereka, tanpa mempergunakan pemikiran dan pemahaman serta penelitian mereka sendiri.
Dalam ayat lain yang senafas dengan ayat ini, Allah berfirman:

ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْ بَعْدِهِ رُسُلًا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا بِمَا كَذَّبُوا بِهِ مِنْ قَبْلُ كَذَلِكَ نَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِ الْمُعْتَدِينَ
Artinya:
Kemudian sesudah Nuh, Kami utus beberapa Rasul kepada kaum mereka (masing-masing). Rasul-rasul itu datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata tetapi mereka tidak hendak beriman karena mereka dahulu telah (biasa) mendustakannya. Demikianlah Kami mengunci mati hati orang-orang yang suka melampaui batas.
(Q.S Yunus: 74)
Firman Allah swt. selanjutnya dalam ayat yang kita tafsirkan ini menerangkan, bahwa demikianlah Allah mencap hati orang-orang kafir. Kata kata "mencap" mengingatkan kita pada pembuatan mata uang dan bahan-bahan lainnya dari logam. Barang tersebut dibentuk dan diukir ketika ia sedang panas dan lembut. Kemudian setelah logam itu dingin dan membeku, ia tidak lagi dapat menerima bentuk dan ukiran lainnya. Demikianlah tamsilan hati nurani orang-orang kafir itu, sudah membeku dan tertutup mati, sehingga mereka tidak mau lagi menerima pelajaran dan nasihat apapun yang dikemukakan kepada mereka. Mereka tidak mau menerima agama yang dibawa Rasul-rasul kepada mereka yang menyeru kepada akidah tauhid dan menyembah Allah Semata-mata, betapapun jelasnya keterangan dan bukti-bukti, serta alasan dan dalil-dalil yang diberikan kepada mereka.

102 Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami, mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.(QS. 7:102)
 Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 102
وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِمْ مِنْ عَهْدٍ وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ (102)
Dalam ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia tidak mendapati kebanyakan umat-umat yang terdahulu itu suka menepati janji dan sesungguhnya Dia mendapati kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.
Mengenai janji yang dimaksud dalam ayat ini, ada bermacam-macam penafsiran para ulama Di antaranya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan janji tersebut ialah fitrah ash yang diberikan Allah kepada setiap insan, yaitu kecenderungan yang mendorong manusia untuk kembali kepada Tuhan pada waktu ia menghadapi kesulitan atau bersyukur kepada-Nya pada waktu terhindar dari kesulitan dan memperoleh kesenangan hidup. Akan tetapi mereka itu ternyata tidak demikian halnya. Kesusahan dan kesulitan hidup tidak mendatangkan keinsyafan dan kesadaran bagi mereka, melainkan mereka tetap dalam keingkaran dan kemaksiatan. Sebaliknya, kenikmatan dan kelapangan
hidup tidak pula mendorong mereka untuk bersyukur kepada Allah, bahkan mereka tidak mengakui nikmat tersebut sebagai karunia dan rahmat daripada-Nya.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "janji" dalam ayat tersebut ialah sifat yang asli atau fitrah yang diberikan Allah kepada setiap manusia, yaitu kecenderungan kepada kepercayaan tauhid, iman kepada ke-Maha Esa-an-Nya dan hanya menyembah kepada-Nya semata-mata serta tidak memperserikatkan-Nya dengan sesuatupun juga. Akan tetapi kenyataannya, orang-orang kafir tersebut tidak demikian halnya. Mereka telah meninggalkan fitrah dan melemparkan kepercayaan tauhid dan mempersekutukan Allah dengan yang lain, tanpa menghiraukan seruan-seruan para Rasul serta keterangan-keterangan dan bukti-bukti yang mereka kemukakan. Mereka hanya menuruti kehendak nafsu serta bisikan setan belaka bertentangan dengan fitrahnya yang suci. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa Rasullullah saw. telah bersabda:

يقول الله: إنى خلقت عبادي حنفاء فجاءتهم الشياطين فاختالتهم عن دينهم وحرمت عليهم ما أحللت لهم
Artinya:
Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku beragama tauhid, kemudian datanglah setan lalu memalingkan mereka dari agama semula serta mengharamkan kepada mereka apa-apa yang telah dihalalkan bagi mereka".
(H.R Muslim)
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebut pula sabda Rasulullah saw. sebagai berikut:

كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
Artinya:
Setiap anak dilahirkan membawa fitrah yang suci, kemudian ibu-bapaknya lah yang menjadikan ia seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.
(H.R Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian jelaslah bahwa apabila manusia telah menyimpang dari kepercayaan tauhid, maka hal itu adalah disebabkan pengaruh-pengaruh dari luar, bukan sifat asli yang dibawanya dari kandungan ibunya, yang dikaruniakan Allah pada setiap insan.
Adapun sifat fasik yang disebut dalam ayat ini ialah tetapnya seseorang melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, tanpa menghiraukan nasihat dan ajaran agama serta hukum dan ancamannya.
Perlu diperhatikan bahwa firman Allah dalam ayat ini mengatakan bahwa kebanyakan mereka itu fasik. Ini memberi pengertian bahwa umat-umat yang terdahulu itu tidak semuanya fasik dan meninggalkan kepercayaan tauhid yang merupakan fitrah suci yang dikaruniakan Allah kepada setiap hamba-Nya. Bahkan sebagian dari mereka tetap dalam fitrah sucinya, sehingga kedatangan para Rasul yang membawa agama tauhid segera mereka sambut dengan baik dan mereka senantiasa menjauhkan diri dari segala macam kemaksiatan dan kemusyrikan. Mereka inilah yang senantiasa mendampingi para Rasul dalam menghadapi ancaman dan gangguan dari orang-orang kafir dan mereka pulalah yang selalu diselamatkan Allah bersama Rasulnya dari siksaan dan malapetaka yang ditimpakan-Nya kepada kaum yang fasik itu.

103 Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.(QS. 7:103)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 103
ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ مُوسَى بِآيَاتِنَا إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَظَلَمُوا بِهَا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (103)
Kisah Nabi Musa a.s. terdapat dalam surah Makiah dalam Alquran, baik surah-surah yang panjang maupun yang pendek, dimulai dari surah Al A'raf yang merupakan surah Makiah pertama menurut susunan surah-surah Alquran, di mana terdapat kisah Nabi Musa a.s. Kemudian terdapat pula surah Taha, Asy Syu'ara, An Naml, Al Qasas, Yunus, Hud dan Al Mu'minun.
Nama Nabi Musa a.s. seringkali disebut dalam Alquran lebih dari 130 kali. Tidak ada seorangpun Nabi lainnya, ataupun raja-raja yang namanya disebut sebanyak itu dalam Alquran. Hal ini disebabkan antara lain karena kisah Nabi Musa sangat mirip dengan kisah Nabi Muhammad saw. Selain itu, kedua Nabi ini mempunyai umat yang besar jumlahnya, yang memiliki kekuasaan dan kemajuan peradaban yang tinggi.
Nabi Musa adalah putra Imran. Ia berkebangsaan Bani Israel, dilahirkan di Mesir, ketika Bani Israel menetap di negeri Mesir, di masa kekuasaan raja-raja Firaun. Menurut suatu riwayat nama Musa berasal dari dua buah perkataan bahasa Qibty, yaitu, "MU", yang berarti "air" dan "SA" yang berarti "pohon". Ia diberi nama demikian, ketika ibunya menghanyutkannya di sungai Nil, karena takut kepada perbuatan kejam Firaun yang telah memerintahkan untuk membunuh setiap anak lelaki yang dilahirkan dari Bani Israel. Ibunya meletakkan bayinya ke dalam sebuah peti kayu yang dikunci rapat, kemudian dihanyutkan ke sungai Nil, sehingga peti tersebut terapung di air. Ibunya meminta kepada saudara Musa (yang perempuan) untuk memperhatikan sampai di mana hanyutnya peti yang berisi Musa tersebut dan siapa yang memungut bayi tersebut. Anak perempuan itu akhirnya melihat bahwa bayi itu dipungut oleh keluarga Firaun, selanjutnya Musa tinggal dan dibesarkan di istana raja tersebut, sebagaimana nanti dikisahkan dalam surah Al Qasas.
Dalam ayat ini, Allah swt. menceritakan bahwa setelah mengutus Rasul rasul-Nya yang tersebut dalam ayat-ayat terdahulu maka Dia mengutus Nabi Musa a.s. dengan membawa ayat-ayat-Nya kepada Firaun dan pemuka-pemukanya. Firaun adalah gelar yang dipakai oleh raja-raja di Mesir, pada masa dahulu kala, sebagaimana gelar "Kisra" bagi raja-raja Persia dan gelar "Kaisar" bagi raja raja Romawi. Firaun yang memerintah di Mesir pada masa Nabi Musa, bernama Minepthah putra Ramses II. Mumia (mayat) Minepthah masih ada sampai sekarang dan disimpan di Museum Mesir, Kairo.
Disebut dalam ayat ini, bahwa Firaun tersebut bersama pemuka-pemukanya telah kafir terhadap ayat-ayat Allah yang dibawa oleh Nabi Musa a.s. kepada mereka.
Ayat-ayat atau mukjizat yang dibawa Musa a.s. kepada mereka, tetap mereka tolak dengan sikap angkuh dan sombong. Firaun dan para pemukanya telah memperhamba rakyatnya, lebih-lebih terhadap Bani Israel yang merupakan orang asing yang tinggal di Mesir ketika itu, di bawah cengkeraman kekuasaan yang zalim dari Firaun dan para pemukanya.
Andai kata Firaun dan para pemukanya itu beriman kepada Nabi Musa dan agama yang dibawanya, niscaya seluruh penduduk negeri Mesir ketika itu tentulah beriman pula, sebab mereka itu semuanya berada dalam genggaman kekuasaan Firaun dan para pembesarnya.
Karena keingkaran Firaun dan para pemhesarnya, maka pada akhir ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad beserta umatnya untuk memperhatikan bagaimana akibat orang-orang yang ingkar kepada rasul-rasul-Nya serta berbuat kerusakan di bumi, yaitu dengan berbuat kelaliman serta memperbudak sesama manusia. Allah akan menceritakan dalam ayat selanjutnya bagaimana Nabi Musa sebagai salah seorang dari Bani Israel yang tertindas dan akhirnya dapat mengalahkan ahli-ahli sihirnya serta meyakinkan para ulamanya tentang kebenaran risalah yang dibawanya.
Bani Israel keturunan Nabi Yakub yang bernama Israel. Nabi Yakub berasal dari Kan'an (Palestina). Dia berpindah ke Mesir bersama keluarga dan putra-putranya setelah diajak oleh putranya, yaitu Nabi Yusuf untuk pindah ke Mesir itu. Nabi Yusuf di waktu itu diangkat oleh Firaun menjadi penguasa yang mengurus perbekalan negara. Keturunan Nabi Yakub ini berkembang biak di Mesir, hingga akhirnya menjadi satu bangsa yang besar yang disebut Bani Israel.
Tatkala Firaun di zaman Nabi Yakub telah meninggal dunia dan Mesir diperintah oleh Firaun-Firaun yang lain, mereka tidak mengenal Nabi Yusuf lagi dan begitupun jasanya tidak pernah disebut-sebut lagi, karena Bani Israel bukanlah penduduk asli hanyalah sebagai bangsa pendatang, maka Firaun dan para pemuka-pemuka kaumnya mencurigai mereka. Firaun berusaha agar Bani Israel tidak terus berkembang-biak, dengan membunuh setiap anak lelaki mereka yang lahir dan membiarkan hidup anak-anak perempuannya. Mereka diwajibkan mengabdi kepada kepentingan Firaun dan kaumnya memperbudak mereka dengan memungut pajak yang sangat tinggi dan menjadikan mereka sebagai pekerja-pekerja paksa dan berat dan berbagai bentuk penindasan dan perbudakan yang lain.
Oleh karena au, maka Allah swt. mengutus Nabi Musa untuk membebaskan mereka dari perbudakan Firaun dan membawa mereka keluar dari negeri Mesir. Pertolongan Allah pada Nabi Musa a.s. selanjutnya, ialah menimpakan azab kepada Firaun dan menyelamatkan kaum Nabi Musa, serta tenggelamnya Firaun dan para pengikutnya dan bala tentaranya di Laut Merah ketika mereka mengejar Nabi Musa dan kaumnya. Kisah ini mengandung pelajaran yang amat berharga, bahwa kekuatan material (kebendaan) semata-mata tidak menjamin kemenangan bagi seorang atau sesuatu bangsa. Sebaliknya, suatu umat yang mempunyai keimanan yang teguh kepada Allah, niscaya akan memperoleh penolongan dari pada-Nya, sehingga umat tersebut akan dapat mengalahkan (orang-orang yang hanya bersandar kepada kekuatan material semata-mata.

104 Dan Musa berkata:` Hai Firaun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam,(QS. 7:104)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 104
وَقَالَ مُوسَى يَا فِرْعَوْنُ إِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (104)
Dalam ayat ini dikisahkan ucapan Musa yang pertama kali kepada Firaun setelah Allah swt. mengangkatnya sebagai Rasul-Nya. Nabi Musa memberitahukan kepada Firaun, bahwa dia adalah utusan Allah, Tuhan semesta alam. Pemberitahuan ini berarti bahwa, Musa adalah menjalankan tugasnya sebagai pesuruh Allah swt. yaitu Tuhan, Pencipta dan Penguasa seluruh alam. Karena itu hendaknya Firaun membenarkan keterangan Nabi Musa tersebut dan tidak akan menghalang-halangi dalam menjalankan tugasnya sebagai Rasul.

105 wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.`(QS. 7:105)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 105
حَقِيقٌ عَلَى أَنْ لَا أَقُولَ عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ قَدْ جِئْتُكُمْ بِبَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَرْسِلْ مَعِيَ بَنِي إِسْرَائِيلَ (105)
Selanjutnya Nabi Musa menamhahkan keterangannya, bahwa dia hanyalah mengatakan yang hak mengenai Allah SWT. Artinya: apa yang dikatakannya bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam dan bahwa Dia telah mengutusnya sebagai Rasul adalah hal yang sebenarnya. Ia tidak mengatakan sesuatu yang tidak benar, karena mustahil Allah mengutus seorang yang suka berdusta.
Kemudian ditegaskannya lagi, bahwa ia sedang membawa bukti-bukti yang dikaruniakan Allah kepadanya untuk membuktikan kebenarannya dalam dakwahnya. Dalam ucapan itu, Nabi Musa a.s. memakai ungkapan, "Sesungguhnya aku datang kepadamu membawa bukti dari Tuhanmu". Ini adalah untuk menunjukkan bahwa Firaun bukanlah Tuhan, melainkan adalah hamba Tuhan. Sedang Tuhan yang sebenarnya adalah Allah SWT.
Keterangan ini sangat penting artinya, karena Firaun yang angkuh itu telah mengaku sebagai Tuhan dan ia menyuruh rakyatnya menyembah kepadanya. Maka penegasan Nabi Musa ini telah menyingkapkan kebohongan dan kesombongan Firaun, yang telah menempatkan dirinya sebagai Tuhan. Selain itu, ungkapan Nabi Musa, juga mengandung arti, bahwa bukti-bukti yang dibawanya adalah karunia Allah, bukan dari dia sendiri.
Pada akhir ayat ini disebutkan, bahwa setelah mengemukakan keterangan keterangan tersebut di atas, maka Musa a.s. menuntut kepada Firaun agar ia membebaskan Bani Israel dari cengkeraman kekuasaan dan perbudakannya dan membiarkan mereka itu pergi bersama Nabi Musa meninggalkan negeri Mesir, kembali ke tanah air mereka di Palestina, supaya mereka bebas dan merdeka untuk menyembah Tuhan mereka sebenarnya.
Tuntutan Nabi Musa ini mengandung arti bahwa perbudakan oleh manusia terhadap sesama manusia harus dilenyapkan dan seorang penguasa hendaklah memberikan kebebasan kepada orang-orang yang dalam kekuasaannya untuk memeluk agama serta melakukan ibadah menurut kepercayaan masing-masing Oleh sebab itu, kalau Firaun tidak mau beriman kepada Allah, namun setidak tidaknya janganlah menghalangi orang lain untuk beriman dan beribadah menurut keyakinan mereka.
Adalah menarik untuk diperhatikan bahwa ucapan pertama kali dari Nabi Musa a.s. dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai Rasul adalah berbeda dengan ucapan Nabi dan rasul-rasul sebelumnya, ketika mereka mulai brdakwah, misalnya:
a. Ucapan pertama dari Nabi Nuh a.s. kepada kaumnya adalah sebagai berikut:

يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Artinya:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Nya". Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).
(Q.S Al A'raf: 59)
b. Ucapan Nabi Hud kepada kaum 'Ad adalah:

يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Artinya:
"Hai kaumku, sembahlah Allah sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada Nya?".
(Q.S Al A'raf: 65)
Dan ucapan Nabi Saleh kepada kaum Tsamud adalah.

يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ هَذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ لَكُمْ ءَايَةً فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي أَرْضِ اللَّهِ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.".
(Q.S Al A'raf: 73)
c. Ucapan Nabi Syuaib kepada kaumnya, penduduk Madyan, adalah:

يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
Artinya:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu".
(Q.S Al A'raf: 85)
Sedang ucapan pertama dan Nabi Musa yang ditujukan kepada Firaun adalah:

يَافِرْعَوْنُ إِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya:
Hai Firaun! Sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta Alam.
(Q.S Al A'raf: 104)
Bila kita bandingkan antara ayat-ayat tersebut teranglah perbedaannya, yaitu bahwa, ucapan pertama dari Rasul-rasul sebelum Nabi Musa a.s. yang ditujukan kepada kaum mereka masing-masing adalah berisi seruan kepada agama tauhid, yaitu menyembah Allah semata-mata, dengan alasan bahwa Allah sajalah yang sebenarnya Tuhan, tidak ada Tuhan bagi manusia selain Allah. Sedang ucapan pertama dari Nabi Musa dan ditujukan kepada Firaun adalah berisi pemberi tahuan kepadanya bahwa ia (Musa) adalah utusan Tuhan. Dengan demikian, dalam ucapan itu tidak ada seruan yang nyata kepada Firaun agar ia menyemhah Allah.
Dari sini, dapat diambil kesimpulan atau pengertian sebagai berikut:
a. Obyek (sasaran) yang terutama dari dakwah Musa bukanlah Firaun melainkan kaumnya sendiri, yaitu Bani Israel. Ia bertugas untuk melepaskan Bani Israel dari perbudakan Firaun dan membimbing kaumnya kepada agama yang benar.
b. Nabi Musa sudah mengenal watak dan kelakuan Firaun. Firaun tidak saja ingkar kepada Allah swt. bahkan juga ia menganggap dirinya sebagai Tuhan dan menyuruh orang lain untuk menyembah kepadanya. Oleh sebab itu cukuplah bila ia diberi peringatan bahwa Tuhan yang sebenarnya bukanlah dia, melainkan Allah Pencipta alam semesta. Tidak ada faedahnya untuk mengajak Firaun menyembah Allah, karena ajakan ini tidak akan dihiraukan dan tidak akan diindahkannya.

106 Firaun menjawab:` Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar `.(QS. 7:106)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 106
قَالَ إِنْ كُنْتَ جِئْتَ بِآيَةٍ فَأْتِ بِهَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (106)
Pada ayat ini disebutkan ucapan Firaun ke Nabi Musa, bahwa jika benar Nabi Musa datang membawa bukti-bukti kerasulannya hendaklah ia memperlihatkan kepadanya dan para pengikutnya, untuk membuktikan kebenaran ucapannya, bahwa ia adalah utusan Allah dan bahwa ia memperoleh mukjizat dari-Nya

107 Maka Musa menjatuhkan tongkatnya, lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya.(QS. 7:107)
 Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 107
فَأَلْقَى عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ ثُعْبَانٌ مُبِينٌ (107)
Tantangan Firaun itu segera dibalas oleh Nabi Musa dengan memperlihatkan dua macam di antara mukjizat Pertama Ia menjatuhkan tongkat ke tanah, tiba-tiba tongkat tersebut menjadi seekor ular besar yang nyata, yaitu jelas mempunyai sifat-sifat ular yang sebenarnya secara biologis, dapat bergerak dan berjalan dengan sesungguhnya, berbeda dengan ular yang diciptakan para ahli sihir di masa itu, yang hanya nampak seolah-olah seperti yang bergerak, padahal bukanlah demikian.
Orang-orang melihat benda itu seperti bergerak, karena pikiran mereka telah dipengaruhi terlebih dahulu oleh ahli-ahli sihir tersebut. Tidak demikian halnya ular yang menjelma dari tongkat Nabi Musa itu.

108 Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya.(QS. 7:108)
 Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 108
وَنَزَعَ يَدَهُ فَإِذَا هِيَ بَيْضَاءُ لِلنَّاظِرِينَ (108)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Musa memperlihatkan mukjizat yang kedua, setelah yang pertama tadi, yaitu tangannya kelihatan bercahaya, memancarkan sinar yang terang. Setelah Ia selesai menjatuhkan tongkatnya tadi dan para hadirin telah menyaksikan ular yang menjelma dari tongkat tersebut, maka Nabi Musa memasukkan tangannya ke kantong bajunya, kemudian dikeluarkannya tangannya itu menjadi putih mengeluarkan cahaya yang kilau dan dapat dilihat dengan nyata oleh yang menyaksikan, termaksud Firaun dan pengikutnya.
Dalam kisah Nabi Musa yang terdapat dalam surah surah An Naml dan Al Qasas ditegaskan bahwa warna putih yang kelihatan pada tangan Nabi Musa ketika itu adalah warna putih yang sehat, bukan warna putih seperti disebabkan oleh penyakit sopak dan sebagainya.
Perlu diingat, bahwa dalam kitab-kitab tafsir yang mendasarkan penafsirannya riwayat-riwayat yang diterima dari orang-orang dahulu, sering terdapat kisah-kisah yang berlebih-lebihan dan sangat aneh, mengenai ular yang menjelma dari tongkat Nabi Musa tersebut. Kita harus waspada dan berhati hati dalam menerima riwayat-riwayat semacam itu, karena tidak mempunyai dasar yang kuat. Bahkan sebagian berasal dari riwayat Israiliyat, yaitu dongeng-dongeng yang datang dari orang Yahudi yang menyusup ke dalam kalangan kaum muslimin yang bertujuan untuk merusak agama Islam dari Kenyataan sejarah menunjukkan, bahwa fitnah dan kekacauan yang terjadi dalam kalangan umat Islam, bahkan pembunuhan-pembunuhan terhadap khalifah-khalifah, biang keladinya adalah para penyusup itu, seperti Ka'ab Al Ahbar dan Abdullah Ibnu Sada dari bangsa Yahudi, serta Wahab Ibnu Munabbih dari bangsa Persia yang berpura-pura masuk agama Islam, lalu mengadakan pengacauan dalam bidang akidah, politik dan sebagainya, pada masa-masa permulaan Islam.
Syukurlah bahwa dl kalangan ulama-ulama Islam telah muncul para cendekiawan yang waspada, lalu mengadakan penyelidikan mengenai riwayat tersebut dan memilih riwayat-riwayat yang mempunyai dasar yang kuat, yang tidak diinginkan kebenarannya.

109 Pemuka-pemuka kaum Firaun berkata:` Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai,(QS. 7:109)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 109
قَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ عَلِيمٌ (109)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa setelah pemuka-pemuka kaum Firaun meyakinkan mukjizat yang diperlihatkan Nabi Musa kepada mereka, maka jangankan mereka itu beriman, bahkan mereka menuduh Nabi Musa telah melakukan sihir. Mereka menganggap bahwa perubahan tongkat Nabi Musa menjadi ular besar yang mereka saksikan, sama halnya dengan apa yang dapat diperbuat oleh ahli-ahli sihir yang terkenal di masa itu. Sihir dapat dibagi kepada tiga macam, yaitu:
1. Sihir yang menggunakan benda-benda alam tertentu yang diperlakukan sedemikian rupa dengan cara-cara tertentu pula yang hanya diketahui oleh ahli-ahli sihir sendiri, sehingga menghasilkan efek [kesan) yang sangat menakjubkan bagi masyarakat yang alam pikirnya masih primitif (bersahaja).
2. Sihir yang didasarkan pada kecepatan tangan dalam menyembunyikan dan menampakkan benda-benda tertentu, sehingga kelihatan lain bentuk dan rupanya dari keadaan yang sebenarnya. Hal ini sama dengan permainan sulap pada masa kita sekarang.
3. Sihir yang berdasarkan hipnotisme, yaitu mempengaruhi jiwa yang lemah dengan jiwa yang kuat. Dan kadang-kadang mereka mempergunakan pengaruh setan, sehingga membuahkan perbuatan yang histeris, itu permainan jailangkung dan sebagainya  

110 yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu `. (Firaun berkata):` Maka apakah yang kamu anjurkan?`(QS. 7:110)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 110
يُرِيدُ أَنْ يُخْرِجَكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ فَمَاذَا تَأْمُرُونَ (110)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa para pemuka kaum Nabi Musa menghasut Firaun dengan menyatakan kepadanya, bahwa Musa adalah orang yang mempunyai pengetahuan yang bermaksud jahat, yaitu hendak merebut kekuasaan dari tangan Firaun serta mengusir dia bersama kaumnya dari negeri Mesir. Hasutan ini berhasil, sehingga Firaun menanyakan kepada mereka, tentang apa yang akan mereka anjurkan kepadanya.
Di dalam kisah nabi Musa yang terdapat dalam surah Yunus diterangkan pula ucapan pemuka-pemuka kaum Firaun kepada Nabi Musa sebagai berikut:

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَاءَنَا وَتَكُونَ لَكُمَا الْكِبْرِيَاءُ فِي الْأَرْضِ وَمَا نَحْنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِينَ
Artinya:
Mereka berkata, "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan dari apa yang kami dapati dari nenek moyang kami mengerjakannya dan supaya kami berdua (dengan Harun) memegang kekuasaan di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua"
(Q.S Yunus: 78)

Surah AL-A'RAAF
<<KEMBALI KE DAFTAR SURAH                         DAFTAR SURAH AL -A'RAAF>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar