TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 234
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa wanita yang mati suaminya harus menahan diri (beridah) selama satu tahun. Juga walaupun ayat ini kelihatannya umum (mencakup semua wanita yang ditinggal mati oleh suaminya) namun ia mempunyai pengertian khusus yaitu yang tidak dalam keadaan mengandung. Sebab untuk wanita hamil, Allah telah memberikan hukum yang lain pada ayat yang lain. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam tafsir ayat 240.
Idah perempuan yang mati suaminya empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu ia tidak boleh berhias-hias mempersiapkan diri menerima pinangan atau memberi janji untuk menerima pinangan. Demikian juga ia tidak boleh keluar rumah kecuali karena hal-hal yang dibolehkan oleh agama. Karena selain masa itu untuk mengetahui kebersihan rahimnya (hamil atau tidak hamil), juga digunakan sebagai masa berkabung. Manakala ia tidak hamil maka ia wajib berkabung menghormati tali hubungan suami istri baik terhadap mendiang suami maupun terhadap keluarga suaminya. Ia harus berkabung selama ia dalam idah. Setelah habis masa empat bulan sepuluh hari tersebut dibolehkan membuat segala sesuatu tentang dirinya menurut cara yang wajar, umpamanya menerima pinangan dan keluar rumah dan perbuatan lain yang tidak bertentangan dengan agama.
Allah mengetahui segala apa yang dikerjakan oleh manusia. Ayat ini menegaskan bahwa mengenai masa berkabung ini Islam memberikan jalan sebaik-baiknya yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Wanita-wanita pada masa jahiliah melakukan masa berkabung selama satu tahun penuh dan tidak boleh memakai perhiasan, tidak boleh memakan makanan yang enak dan tidak boleh pula memperlihatkan diri di muka umum. Bahkan pada sebahagian kelompok masyarakat kaum wanita yang menjalani masa berkabung ini harus melakukan hal-hal yang jauh lebih berat dari apa yang dilakukan oleh orang di masa jahiliah seperti terus-menerus menangis dan meratap. Tidak boleh mengurus dirinya dan lain sebagainya. Ada pula yang melakukan masa berkabung ini bukannya karena kematian suaminya saja karena kematian anak pun mereka berkabung secara demikian. Maka tepatlah apa yang diatur oleh Islam bahwa masa berkabung untuk wanita yang kematian suami tidak boleh lebih dari empat bulan sepuluh hari dan untuk kematian famili lainnya tidak boleh lebih dari tiga hari.
Penyimpangan dari ketentuan ini harus dihindari karena Allah Maha Mengetahui segala apa yang dikerjakan oleh manusia.
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang laki-laki boleh mengucapkan kata-kata sindiran untuk meminang wanita yang masih berada dalam masa idahnya, baik idah karena kematian suami, maupun idah karena talak bain. Tetapi hal itu sama sekali tidak dibenarkan bila wanita itu berada dalam masa idah dari talak raj`i.
Kata-kata yang menggambarkan bawah si lelaki itu mempunyai maksud untuk mengawininya bila telah selesai idahnya. Umpamanya si lelaki itu berkata, "Saya senang sekali bila mempunyai istri yang memiliki sifat-sifat seperti engkau." Atau ungkapan lainnya yang tidak mengarah pada berterus-terang. Sementara itu Allah melarang bila seorang laki-laki mengadakan janji akan kawin atau membujuknya untuk kawin secara sembunyi-sembunyi atau mengadakan pertemuan rahasia. Hal maa tidak dibenarkan karena dikhawatirkan terjadinya fitnah.
Allah tidak melarang seorang laki-laki meminang perempuan yang masih dalam masa idah talak bain, jika pinangan itu dilakukan secara sindiran, atau masih dalam rencana karena Allah mengetahui bahwa manusia tidak selalu dapat menyembunyikan isi hatinya. Allah menghendaki pinangan tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan tetapi hendaknya dengan kata-kata kiasan yang merupakan pendahuluan, dilanjutkan nanti dalam bentuk pinangan resmi ketika perempuan tersebut telah habis idahnya. Pinangan dengan sindrian itu tidak boleh dilakukan terhadap perempuan yang masih dalam idah talak raj`i karena masih ada kemungkinan perempuan itu akan kembali kepada suaminya semula.
Cara seperti itu dikehendaki supaya perasaan wanita yang sedang berkabung itu tidak tersinggung juga untuk menghindarkan reaksi jelek dari keluarga bekas suami dan dari masyarakat umum. Karenanya Allah melarang melangsungkan akad nikah dengan wanita yang masih dalam idah. Suatu larangan yang haramnya adalah haram qath`i dan membatalkan akad nikah tersebut. Allah mengancam orang-orang yang menentang ketentuan ini dan Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati sanubari manusia. Namun demikian Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada orang-orang yang segera bertobat.
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 136
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): `Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya`.(QS. 2:136)
Ayat ini memberi petunjuk cara mengemukakan bantahan dan dalil-dalil dalam bertukar pikiran, yaitu dengan membandingkan antara azas suatu agama dengan agama lain dan sebagainya.
"Al-Asbat" ialah anak cucu nabi Yakub a.s. Yang dimaksud dengan beriman kepada nabi-nabi yang tersebut di atas ialah beriman bahwa nabi-nabi itu adalah nabi Allah, dan telah diperintahkan mengajak orang-orang di masanya beriman kepada Allah swt. Prinsip-prinsip pokok agama yang dibawa oleh nabi itu adalah sama, yaitu ketauhidan.
Perkataan "kami tunduk patuh kepada-Nya" merupakan sindiran yang tajam yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik Mekah. Karena mereka mengatakan dan mengakui diri mereka pengikut Ibrahim as sedang Ibrahim a.s. tidak mensekutukan Allah, sebagai yang telah mereka lakukan.
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 137
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. 2:137)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa pengakuan iman ahli Kitab berbeda dengan pengakuan iman kaum muslimin. Ahli Kitab hanya beriman kepada nabi-nabi yang diutus kepada mereka saja, tidak beriman kepada nabi-nabi Allah yang lain. Iman mereka dipengaruhi oleh hawa nafsu mereka sendiri. Karena itu mereka berani menambah, dan mengurangi agama Allah. Orang-orang yang beriman dan mengikuti hawa nafsu mereka adalah orang-orang yang berada dalam permusuhan dengan kaum muslimin.
Dari perkataan "sesungguhnya berada dalam permusuhan dengan kamu" dapat dipahami bahwa di dalam ahli Kitab ada perasaan tidak menyukai Rasulullah saw. itu bukan karena mereka tidak menyukai agama yang dibawa Nabi Muhammad saw. tetapi karena rasul terakhir itu tidak diangkat dari golongan mereka.
Perkataan "Allah akan memelihara kamu dari mereka" merupakan janji Allah kepada Muhammad saw. dan kaum muslimin bahwa Allah swt. pasti akan memelihara mereka dan pasti akan memenangkan mereka dalam perjuangan menegakkan agama Allah.
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 138
صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ
Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.(QS. 2:138)
Ayat ini menegaskan bahwa iman yang sebenarnya ialah iman yang tidak dicampuri oleh unsur-unsur syirik.
Berkata Ibnu Jarir: "Sesungguhnya orang-orang Nasrani bila dilahirkan untuk mereka seorang anak, maka mereka datang kepada pendeta pada hari yang ketujuh, mereka memandikannya dengan air yang disebut "Al-Ma'mudi" untuk membaptisnya. Mereka mengatakan, "Ini adalah kesucian pengganti khitan." Maka apabila mereka telah mengerjakannya jadilah anak itu seorang Nasrani yang sebenarnya. Maka Allah menurunkan ayat ini.
"Sibgah Allah" berarti "celupan Allah." Maksudnya ialah iman kepada Allah yang tidak disertai sedikit pun dengan kemusyrikan. Hal ini ditegaskan oleh perkataan "dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah" tidak kepada yang lain.
Hal ini ditegaskan oleh firman Allah swt.:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah; (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S Ar Rum: 30)
Ayat ini menerangkan bahwa dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan agama haruslah digunakan kaidah-kaidah atau dalil-dalil agama, tidak boleh didasarkan kepada hawa nafsu dan keinginan manusia.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia tidak dapat menghapus atau membersihkan dosa manusia yang lain, atau menerima taubatnya seperti yang dilakukan orang-orang Nasrani dengan membaptis anak-anak mereka. Yang membersihkan dan menghapus dosa seseorang ialah usaha orang itu sendiri sesuai dengan petunjuk Allah, dan hanya Allah saja yang dapat menerima taubat seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar