Minggu, 25 Maret 2012

Al Baqarah 181 s/d 185

Kembali ke Daftar Surah                                     Kembali ke Daftar Surah 
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 181
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/793-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-181.html


فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. 2:181)
Pada ayat 181 ini, Allah memperingatkan dengan tegas agar wasiat yang telah dibuat, jangan dirubah oleh siapa pun juga. Barang siapa yang merubah atau menggantinya di mana ia telah mengetahui apa isinya yang sebenarnya dari wasiat itu, maka dialah yang akan memikul segala dosa yang tidak dapat dielakkannya, karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar.

TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 182
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/792-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-182.html

فَمَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 
(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 2:182)
Pada ayat ini Allah memberikan penjelasan, yaitu kalau seseorang merasa khawatir bahwa orang yang berwasiat itu tidak berlaku adil dalam memberikan wasiatnya Maka tidak ada dosa baginya untuk menyuruh yang berwasiat agar berlaku adil dalam memberikan wasiatnya. 
Apabila seseorang mengetahui bahwa wasiat yang telah dibuat itu ternyata tidak adil kemudian ia berusaha mendamaikan antara orang-orang yang menerima wasiat itu, sehingga terjadi perubahan-perubahan, maka hal serupa itu tidaklah dianggap perubahan yang mengakibatkan dosa, tetapi perubahan yang tidak adil kepada yang adil, yang disetujui oleh pihak yang menerima bagian dari wasiat itu.
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 183
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/791-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-183.html


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(QS. 2:183)
Ash-Shaum menurut istilah dalam syariat Islam ialah menahan diri dari segala macam makanan, minuman dan bersenggama dengan wanita, mulai dari terbit fajar sidiq (subuh) sampai terbenam matahari (magrib) dengan niat dan syarat-syarat yang tertentu (sebagaimana terperinci dalam kitab-kitab fikih)
Para ulama banyak memberikan uraian tentang hikmah berpuasa, misalnya: untuk mempertinggi budi pekerti, menimbulkan kesadaran dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-orang lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melatih jiwa dan jasmani, menambah kesehatan dan lain sebagainya. 
Uraian serupa itu tentulah ada benarnya, walaupun tidak mudah dirasakan oleh setiap orang. Karena perasaan lapar, haus dan lain-lain yang ditimbulkan oleh sebab berpuasa itu, bukanlah selalu mengingatkan kepada penderitaan orang lain, malah bisa mendorongnya untuk mencari dan mempersiapkan bermacam-macam makan pada siang hari untuk melepaskan lapar dan dahaganya di kala berbuka pada malam harinya. Begitu juga tidak akan mudah dirasakan oleh setiap orang berpuasa, bahwa puasa itu membantu kesehatan, walaupun para dokter yang memberikan penjelasan secara ilmiah, bahwa berpuasa memang benar-benar dapat menyembuhkan sebagian penyakit, tetapi ada pula penyakit yang tidak membolehkan berpuasa. Kalau diperhatikan perintah berpuasa bulan Ramadan ini, maka pada permulaan ayat 183 secara langsung Allah menunjukkan perintah wajib itu kepada orang-orang yang beriman. 
Orang-orang yang beriman akan patuh melaksanakan perintah berpuasa dengan sepenuh hati, karena ia merasa kebutuhan jasmaniyah dan rohaniyah adalah dua unsur yang pokok bagi kehidupan manusia yang harus diperkembangkan dengan bermacam-macam latihan, agar dapat dimanfaatkan untuk ketenteraman hidup yang bahagia di dunia dan di akhirat. 
Pada ayat 183 ini Allah mewajibkan puasa kepada semua manusia yang beriman, sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum mereka supaya mereka menjadi orang yang bertakwa. Jadi puasa ini sungguh penting bagi kehidupan orang-orang yang beriman. Kalau kita selidiki macam-macam agama dan kepercayaan pada masa kita sekarang ini, dapat dipastikan bahwa kita akan menjumpai bahwa puasa salah satu ajaran yang umum untuk menahan hawa nafsu dan lain-lain sebagainya. 
Dalam ilmu keduniaan untuk memperoleh apa yang dinamakan kesaktian juga puasa selalu dipergunakan. Kalau diperhatikan pula bahwa perintah berpuasa itu diturunkan pada bulan Syakban tahun kedua Hijriyah dimana Nabi Besar Muhammad saw. mulai membangun pemerintahan yang berwibawa dan mengatur masyarakat baru, maka dapatlah dirasakan, bahwa puasa itu sangat penting artinya dalam membentuk manusia-manusia yang dapat menerima dan melaksanakan tugas-tugas besar dan suci. 

TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 184
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/790-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-184.html


أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ 
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fid-yah, (yaitu): Memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(QS. 2:184)
Pada ayat 184 dan permulaan ayat 185, Allah menerangkan bahwa puasa yang diwajibkan itu ada beberapa hari yaitu pada bulan Ramadan menurut banyaknya hari bulan Ramadan itu (29 atau 30 hari). Nabi Besar Muhammad saw. semenjak turunnya perintah puasa sampai wafatnya, beliau selalu berpuasa di bulan Ramadan selama 29 hari kecuali satu kali saja yang genap 30 hari. 
Sekalipun Allah swt. telah mewajibkan puasa pada bulan Ramadan kepada semua orang-orang yang beriman, akan tetapi Allah Yang Maha Bijaksana memberikan keringanan kepada orang-orang yang sakit dan musafir untuk tidak berpuasa pada waktu itu dan menggantinya pada hari-hari lain di luar bulan Ramadan. Pada ayat tersebut tidak diperincikan jenis/sifat dan ukuran tentang kadar dan musafir itu, sehingga para ulama memberikan hasil ijtihadnya masing-masing antara lain sebagai berikut: 
  1. Dibolehkan tidak berpuasa bagi setiap orang yang sakit dan musafir tanpa membedakan sakitnya itu berat atau ringan demikian pula perjalanannya, jauh atau dekat, sesuai dengan bunyi ayat ini. Pendapat ini dipelopori oleh Ibnu Sirin dan Daud Az-Zahiri. 
  2. Dibolehkan tidak berpuasa bagi setiap orang yang sakit yang benar-benar merasa kesukaran berpuasa, karena sakitnya. Ukuran kesukaran itu diserahkan kepada rasa tanggung jawab masing-masing. Pendapat ini dipelopori oleh sebagian ulama tafsir. 
  3. Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit dan musafir dengan ketentuan-ketentuan, apabila sakit itu berat dan akan mempengaruhi keselamatan jiwa atau keselamatan sebagian anggota tubuhnya atau menambah sakitnya bila ia berpuasa; dan juga bagi orang-orang yang musafir, apabila perjalanannya itu dalam jarak jauh, yang ukurannya paling sedikit ialah 16 farsakh (kurang lebih 80 km). 
  4. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai perjalanan musafir, apakah dengan berjalan kaki, atau dengan apa saja, asalkan tidak untuk mengerjakan perbuatan maksiat. Sesudah itu Allah menerangkan lagi pada pertengahan ayat 184 yang terjemahannya: "Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan orang miskin." 
Menurut bunyi ayat itu, barang siapa yang benar-benar merasa berat menjalankan puasa, maka ia boleh menggantinya dengan fidyah, walaupun ia tidak sakit dan tidak musafir. 
Termasuk orang-orang yang berat mengerjakan puasa itu ialah: 
  1. Orang tua yang tidak mampu berpuasa, bila ia tidak berpuasa diganti dengan fidyah. 
  2. Wanita hamil dan yang sedang menyusui bayi. 
  3. Orang-orang sakit yang tidak sanggup berpuasa dan penyakitnya tidak ada harapan akan sembuh, hanya diwajibkan membayar fidyah. 
  4. Mengenai buruh dan petani yang penghidupannya hanya hasil kerja keras dan membanting tulang setiap hari, dalam hal ini ulama fikih mengemukakan pendapat sebagai berikut: 
  • Imam Al-Azra`i telah memberi fatwa "sesungguhnya wajib bagi orang-orang pengetam padi dan sebagainya dan yang serupa dengan mereka, berniat puasa setiap malam Ramadan. Barang siapa (pada siang harinya) ternyata mengalami kesukaran atau penderitaan yang berat, maka ia boleh berbuka puasa. Dan kalau tidak demikian, ia tidak boleh berbuka." 
  • Kalau seseorang yang pencariannya tergantung kepada suatu pekerjaan berat untuk menutupi kebutuhan hidupnya atau kebutuhan hidup orang-orang yang harus dibelanjainya di mana ia tidak tahan berpuasa maka ia boleh berbuka di waktu itu (dengan arti harus berpuasa sejak pagi). 
Kemudian pada akhir ayat 184 ini Allah menjelaskan bahwa barang siapa yang dengan rela hati mengerjakan kebajikan dengan membayar fidyah lebih dari ukurannya atau memberinya makan lebih dari seorang miskin, maka perbuatan itu baik baginya. Sesudah itu Allah menutup ayat ini dengan menekankan bahwa berpuasa itu lebih baik daripada tidak berpuasa.

TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 185
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/789-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-185.html

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(QS. 2:185)
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa puasa yang diwajibkan itu ialah pada bulan Ramadan. Untuk mengetahui awal dan akhir bulan Ramadan Rasulullah saw. telah bersabda: 

صوموا لرؤيته و أفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم (و في رواية : فإن غم عليكم) فأكملوا عدة شعبان ثلاثين (و في رواية مسلم : فاقدروا ثلاثين) 
Artinya: 
Berpuasalah kamu karena melihat bulan (Ramadan) dan berbukalah kamu karena melihat bulan (Syawal). Apabila tertutup bagi kamu (dalam satu riwayat mengatakan: Apabila tertutup bagi kamu disebabkan cuaca yang buruk), maka sempurnakanlah bulan Syakban tiga puluh hari (dan dalam satu riwayat Muslim "takdirkanlah" atau hitunglah bulan Syakban tiga puluh hari). (HR Bukhari dan Muslim) 
Apakah tertutup bulan itu, karena cuaca yang tidak mengizinkan, atau memang karena menurut hitungan falakiyah belum bisa dilihat pada tanggal 29 malam 30 Syakban, atau pada tanggal 29 malam 30 Ramadan, tidaklah kita persoalkan di sini. Akan tetapi barang siapa yang melihat bulan Ramadan pada tanggal 29 masuk malam 30 bulan Syakban, atau ada orang-orang yang melihat yang dapat dipercayainya, maka ia wajib berpuasa besok harinya. Kalau tidak, maka ia harus menyempurnakan bulan Syakban 30 hari. Begitu juga barang siapa yang melihat bulan Syawal pada tanggal 29 malam 30 Ramadan, atau ada yang melihat yang dapat dipercayainya, maka ia wajib berbuka besok harinya, kalau tidak, maka ia harus menyempurnakan puasa 30 hari. 
Sebaiknya dalam hal penetapan permulaan hari puasa Ramadan dan hari raya Syawal agar dipercayakan kepada pemerintah, sehingga kalau ada perbedaan pendapat bisa dihilangkan dengan satu keputusan pemerintah, sesuai dengan kaidah yang berlaku: 
حكم الحاكم يرفع الخلاف 
Artinya: Putusan penguasa menghilangkan/menghapuskan perbedaan pendapat. 
Orang-orang yang tidak dapat melihat bulan Ramadan seperti penduduk yang berada di daerah kutub utara atau selatan di mana terdapat enam bulan malam di kutub utara dan enam bulan siang di kutub selatan, maka hukumnya disesuaikan dengan daerah tempat turunnya wahyu yaitu, Mekah yang pada daerah tersebut dianggap daerah mu'tadilah (daerah sedang atau pertengahan) atau diperhitungkan kepada tempat yang terdekat dengan daerah kutub utara dan kutub selatan. 
Pada ayat 185 ini, Allah mengulangi memperkuat ayat 184, bahwa walaupun berpuasa diwajibkan, tetapi diberi kelonggaran bagi orang-orang yang sakit dan musafir untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadan dan menggantikan pada hari-hari yang lain. Kemudian pada penutup ayat ini Allah menekankan supaya disempurnakan bilangan puasa itu dan menyuruh bertakbir serta bersyukur kepada Allah atas segala petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Kembali ke Daftar Surah                                     Kembali ke Daftar Surah 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar